Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini USAID | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KAMPANYE KESEHATAN HEWAN MELALUI SENI

Kementerian Pertanian, FAO dan USAID berkolaborasi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan hewan, zoonosis dan biosekuriti. Kali ini mereka juga menggandeng pekerja seni teater. 

Tiga dari empat penyakit baru ditularkan dari hewan kepada manusia. Hal ini membuat Kementerian Pertanian, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan USAID mengadakan pertunjukan teater yang mengisahkan bagaimana kehidupan hewan dan manusia sesungguhnya saling terkait secara dinamis, ibarat "frenemies" – kawan tapi lawan.

Tiga lembaga ini ingin meningkatkan kesadaran publik tentang kemungkinan penularan penyakit dari hewan ke manusia. Hewan memainkan berbagai peran dalam kehidupan manusia sebagai peliharaan, sumber protein, dan pendukung kehidupan manusia dalam pertanian dan peternakan. Kelompok teater anak muda Indonesia, Teater Pandora beserta aktris Rachel Amanda ikut serta dalam kolaborasi ini.

“Penyakit hewan sering kali dilupakan sebagai sumber penyakit manusia. Kita membutuhkan kesadaran dan dukungan publik yang lebih besar untuk mengendalikan penyakit hewan agar tidak menginfeksi manusia serta mengganggu produksi pangan dari sektor peternakan,” kata I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian dalam sambutan pembukaan yang dibacakan oleh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH (12/7).

Dalam mendukung agenda pemerintah meningkatkan kesadaran publik, Stephen Rudgard, Perwakilan FAO di Indonesia menyatakan, “Kami senang dapat mempersembahkan prestasi Kementerian Pertanian dan FAO untuk memperkuat ketahanan pangan dengan meningkatkan kesehatan hewan melalui panggung teater. Teater dapat mendidik sekaligus menghibur masyarakat.”

Pertunujukan Teater, Salah Satu Media Dalam Mengampanyekan Kesehatan Hewan Kepada Masyarakat
(Foto : CR)


Bertempat di AtAmerica, Pusat Kebudayaan Amerika di Jakarta, hampir 300 penonton umum disambut oleh Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Ms. Heather Variava. “Tahun ini menandai peringatan 70 tahun hubungan diplomatik AS-Indonesia. Amerika Serikat, melalui Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), bangga menjadi mitra pilihan dalam memperkuat kapasitas Indonesia mengendalikan dan mencegah penyakit sebagai bagian dari komitmen kedua negara terhadap Agenda Keamanan Kesehatan Global,” kata Variava.

Selain itu, Rachel Amanda, aktris yang berkolaborasi dengan kelompok teater kaum muda, Teater Pandora mengungkapkan kegembiraannya untuk berkolaborasi dalam pertunjukan teater pertama yang diangkat dari proyek PBB di Indonesia.

“Kolaborasi ini mengasah kekuatan kreativitas kami sebagai seniman muda untuk mempromosikan kesadaran tentang masalah kesehatan yang memengaruhi kehidupan sehari-hari kita,” kata Amanda yang berperan sebagai putri Pak Sun, seorang peternak yang berhasil bangkit dari wabah flu burung.

Pentas teater ini menceritakan ketiga anak Pak Sun yang memutuskan antara melanjutkan atau menutup peternakan ayahnya. Bagi mereka, peternakan sudah ketinggalan zaman dibandingkan dengan kehidupan perkotaan. Tetapi mereka takjub melihat bagaimana bantuan teknis dari program Emerging Pandemic Threats (EPT-2) kerjasama Kementerian Pertanian, FAO, dan USAID telah meningkatkan kesehatan hewan ternak secara signifikan, sehingga membuat bisnis pertanian lebih menguntungkan.

FAO AJAK WARTAWAN DALAMI DUNIA PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Para peserta FAO Media Fellowship pada sesi foto bersama (Foto : CR)

Kementerian Pertanian,  Badan Pangan PBB (FAO) dan Kantor Berita Antara kerjasama menyelenggarakan FAO ECTAD EPT2 Media Fellowship Program 2019. Kegiatan ini bertujuan untuk memberi pengetahuan tentang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner kepada wartawan.

Sebelumnya kegiatan serupa dilaksanakan pada tahun 2018. Dimana sebanyak 25 wartawan terpilih untuk mengikuti Media Workshop berupa pembekalan materi dalam meliput isu-isu yang berkaitan dengan ancaman pandemik penyakit, Resistensi Antimikroba (AMR), Penyakit Infeksi Baru (PIB) dan Zoonosis guna mendukung produksi peternakan. Program ini merupakan bagian dari Proyek FAO EPT2 yang didanai oleh USAID

Pada tahun ini, kegiatan diikuti oleh 18 orang wartawan dari berbagai media cetak, elektronik dan online. Serupa seperti tahun sebelumnya peserta juga diwajibkan untuk membuat reportase dengan tema ancaman pandemik penyakit, Resistensi Antimikroba (AMR), Penyakit Infeksi Baru (PIB) dan Zoonosis yang kemudian akan diseleksi dan mendapatkan hadiah dari FAO.

Setelah proses seleksi oleh tiga dewan juri, delapan jurnalis berhasil lolos seleksi, mereka adalah Aditya Widya Putri (Tirto.id), Mentari Dwi Gayatri (Antaranews), Ivany Atina Arbi (The Jakarta Post), Cholillurrahman (Majalah Infovet), Dian Wahyu Kusuma (Lampost.co), Ferlynda Putri Sofyandari (Jawa Post), Siska Dewi Arini (TV ONe), dan Imam Setiawan (Metro TV). Sementara skor tertinggi yakni 800 poin diraih oleh Imam Setiawan (Metro TV).

Andie Wibianto, National Communications and EPT2 Partners Engagement Officer FAO-ECTAD menuturkan, penilaian pemenang tersebut berdasarkan ketentuan terhadap tema, orisinalitas, dan jurnalisme. Para pemenang berhak mendapatkan hadiah senilai Rp3 juta dan mendapatkan mentoring fellowship untuk mendukung kegiatan liputan (CR)

KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP RESISTENSI ANTIMIKROBA PERLU DITINGKATKAN

Isu mengenai resistensi antimikroba hingga kini masih menjadi topik yang kerap kali dibicarakan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Faktanya penggunaan antimikroba baik di dunia kesehatan manusia dan hewan yang masih serampangan menimbulkan resistensi antimikroba. Berbagai ahli dari bermacam disiplin ilmu medis hadir dalam Seminar Studium Generale bertajuk Peningkatan Kesadaran tentang Pencegahan dan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Jakarta (8/5) lalu. Acara tersebut diprakarsai oleh ASOHI, PB PDHI, Kementan, dan didukung oleh FAO serta USAID.

Ketua panitia yang juga merupakan pengurus ASOHI Drh Andi Widjanarko mengatakan bahwa resistensi antibiotik merupakan tanggung jawab dari semua disiplin ilmu medis. “ Mudah – mudahan terjadi kolaborasi yag baik dari semua lini medis, dokter, dokter hewan, serta ilmu lain yang berkaitan. Karena masa depan generasi selanjutnya juga dipertaruhkan sekarang,” tuturnya.

Para peserta dan pemateri berfoto bersama (Dok : CR)


Dalam seminar tersebut Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan yang diwakili oleh Dr Harry Parathon Sp.OG menyampaikan kekhwatirannya akan resistensi antimikroba. Bisa jatuh korban sekitar 10 juta jiwa pada tahun 2050 akibat resistensi antimikroba menurut studi WHO pada 2014, ini kan mengkhawatirkan sekali,” tutur Harry. Selain itu Harry juga menunjukkan beberapa contoh kasus resistensi antimikroba yang terjadi di Indonesia yang bahkan menyebabkan kematian.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diwakili oleh Kasubdit POH Drh Ni Made Ria Isriyanthi mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Kementan dan Kementerian terkait telah mengambil langkah strategis dengan adanya Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN PRA) yang merupakan tidak lanjut dari Rencana Aksi Global. 

Selain itu sejak 2014 yang lalu Kementan telah melakukan kegiatan peningkatan kesadaran dan pemahaman terkait resistensi antimikroba pada berbagai kesempatan. Misalnya melalui kegiatan Pekan Kesadaran Antibiotik sedunia, seminar bagi mahasiswa kedokteran hewan di 11 universitas di Indonesia, seminar bagi peternak unggas melalui sarasehan, Expo dan pameran (Indolivestock, ILDEX dan Sulivec) dengan melibatkan sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan.

PB PDHI yang diwakili oleh Drh Tri Satya Putri Naipospos, menyampaikan bahwa dalam mengendalikan AMR harus digunakan pendekatan one health yang melibatkan multisektor dan semua aktor dari peternakan ke konsumen, dan dari fasilitas kesehatan ke lingkungan. Penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab juga harus dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam sektor peternakan, termasuk dokter hewan dan kesadaran tersebut harus ditularkan kepada seluruh lapisan masyarakat. 

"Ke depan mereka dapat menjadi agen perubahan dalam penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab di tingkat peternakan dan masyarakat veteriner untuk mengurangi risiko resistensi antimikroba di sektor peternakan dan kesehatan hewan" ujar wanita yang akrab disapa Ibu Tata tersebut.

Selain Kementan dan PB PDHI ASOHI juga tidak mau ketinggalan. Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari menekankan pentingnya peran dokter hewan sebagai petugas lapang dalam memastikan pemberian antibiotik yang tepat dan bijak. “Jangan hanya terpaku karena omzet, pemakaian antibiotik nanti jadi serampangan, harus ada tanggung jawab moralnya juga dong,” tuturnya. 

Ira juga menambahkan bahwa selama ini ASOHI selalu dan akan selalu mendukung serta menjadi partner Pemerintah dalam implementasi berbagai peraturan, seperti peraturan terkait pelarangan penggunaan antibiotik untuk imbuhan pakan, juga petunjuk teknis untuk medicated feed.

Menutup pertemuan tersebut Ketua Umum PB PDHI yang diwakili oleh Drh B. Suli Teruli Sitepu mengapresiasi semua pihak yang telah mensukseskan serta turut mengampanyekan isu resistensi AMR. Selain itu ia juga mengingatkan kembali akan landasan etika profesi dokter hewan terkait isu resistensi AMR. “Sebagai seorang dokter hewan, yang telah disumpah maka harus professional dalam setiap langkahnya, termasuk dalam bidang pengobatan. Saya setuju dengan Ibu Ketum ASOHI, bahwa jangan hanya terpacu karena keuntungan materil saja, tetapi etika dan tanggung jawab moral sebagai dokter hewan terabaikan,” tukasnya. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer