Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Profil | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Drh. Gowinda Sibit: Modal Tekad Untuk Bisa Mandiri

Sebagai pengusaha, keuntungan dan kerugian adalah konsekuensi yang harus diperhitungkan. Dua hal tersebut bukanlah keinginan, melainkan pilihan. Tentunya merintis usaha tidaklah mudah, bila hanya bermodalkan materi tanpa ada niat, tidak menjamin usaha itu akan maju dan berkembang. Namun dengan tekad yang kuat, sudah pasti suatu usaha akan bertahan dan akan terus maju ke depan.
Tulisan di atas bukanlah sebuah kiasan, melainkan bukti dari kunci keberhasilan seorang pengusaha yang sudah jatuh-bangun dalam menjalankan usahanya di industri obat hewan, seperti halnya Drh. Gowinda Sibit yang cukup berhasil mengembangkan perusahaannya PT Tekad Mandiri Citra (TMC) sebagai Produsen, Importir dan Distributor Obat Hewan yang berada dikota yang dikenal sebagai   Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum (Bandung).


Drh. Gowinda Sibit, Direktur Utama PT. Tekad Mandiri Citra 

Tekad mandiri adalah sebuah konsep dimana saat awal ia merintis pada tahun 2000 di Bandung,  dengan bermodalkan tekad dan kerja keras ia meyakini pasti bisa mandiri, walaupun situasi Indonesia kala itu sedang mengalami krisis moneter. “Awal merintis, saya tidak punya modal banyak, hanya kasih Tuhan dan dukungan teman-teman, serta bermodalkan tekad untuk bisa mandiri” ujar pria yang biasa disapa Erwin ini saat ditemui dikantornya beberapa waktu lalu di Bandung.
Ia mengungkapkan, kala ia membangun usahanya, tentu tidak senantiasa mulus. Kadang bagai kapal dihantam badai, usahanya nyaris roboh. “Contoh nyata hantaman itu datang di tahun 2005, saat itu ibarat sedang belajar jalan, disitulah saya mendapat tekanan cukup besar. Sebab di tahun itu munculnya kasus flu burung yang nyaris membuat perusahaan collapse. Namun dengan berbagai upaya yang dilakukan kami bisa survive,” kata Erwin kala mengingat kembali perjuangannya.
Lebih lanjut dikatakan pria kelahiran Surabaya lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) ini, mulai tahun 2006 usahanya perlahan stabil dan tepat di tahun 2010, ia langsung mencanangkan bahwa perusahaannya harus tumbuh dan memiliki fasilitas serta sarana yang baik.
“Sasarannya saat ini adalah berusaha melengkapi keragaman produk-produk yang dibutuhkan pasar Obat Hewan di Indonesia, dengan berbasis teknologi agar bisa berkompetisi di pasar global,” tambahnya.
Standar produk yang baik bagi Erwin, harus ditopang dengan sarana uji yang baik pula sebagai bagian dalam upaya menopang keberhasilan usaha peternak. Untuk ini TMC berhasil mendapatkan sertifikat CPOHB pada tahun 2011. Dengan begitu, menurut pria yang juga pernah menjadi Ketua Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Daerah Jawa Barat selama dua periode berturut-turut ini, TMC memiliki komitmen menjadi perusahaan yang selalu bisa mengatasi permasalahan peternak. Bila diibaratkan TMC merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, karena selalu bersedia mendengar masukan dan kritikan dari masyarakat.
“TMC kini telah melengkapi diri dengan berbagai sarana produksi untuk produk Inovasi yang berbasis high-tech dan fasilitas laboratorium diagnostik untuk pengujian penyakit. Perusahaan sengaja membangun dan melengkapi laboratorium ini dengan berbagai peralatan canggih. Hal ini semata untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada peternak. Jadi apa yang kita dapat dari peternak akan dikembalikan lagi ke peternak dalam bentuk peningkatan pelayanan,” tegas Erwin.
Karena itu, TMC sebagai perusahaan yang mengedepankan profesionalisme dan teknologi, dirinya terus mempersiapkan cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. “Saya selalu siapkan waktu dan kesempatan untuk melakukan berbagai training karyawan baik untuk meningkatkan skill manajerial ataupun kemampuan teknis mereka,” ungkapnya.


Salah satu contoh kegiatan training peningkatan skill manajemen di TMC.

Selain itu, ia juga selalu memberikan motivasi bagi para karyawannya agar selalu memiliki tekad yang kuat dalam hidup. “Saya selalu tekankan kepada para karyawan, bahwa ada tiga kutub yang harus diseimbangkan dalam hidup. Yakni Spiritual, Keluarga dan Pekerjaan. Bila itu bisa diseimbangkan maka hidup kita akan balance,” imbuhnya.
Dengan selalu berbagi pengalaman bersama karyawannya bahkan dengan kompetitor usahanya sekalipun, karena ia ingin memberi inspirasi, bahwa apa yang pernah ia lakukan sebelumnya bisa dipetik sebagai pelajaran sekaligus bukti bahwa semua anak bangsa Indonesia adalah saudara.
“Ya, saya bersyukur saat ini bisa terus membangun Tim Sales dan Marketing untuk melayani masyarakat peternak di seluruh Indonesia,” paparnya
Seiring usahanya yang terus berkembang cukup baik Ia paham betul keberhasilan butuh tekad dan usaha serta hemat. Dan ia senantiasa berusaha menyeimbangkan antara Spiritual, Keluarga dan Bekerja, bagi anggota keluarga dan karyawan, bagi karyawan antara lain Family Gathering, karya wisata keluar negeri dan  umroh. Ia pun juga bisa menikmati bersama keluarga, tapi tidak berlebihan. “Saya bertekad akan terus tumbuhkan TMC untuk peternak,” pungkas Erwin.
Atas keberhasilannya dalam membangun bisnis sebagai pengusaha yang juga dokter hewan, Erwin mendapat penghargaan Indonesian Poultry Veterinarian Awards (Inpova) 2015 dalam momen pameran International Livestock, Dairy, Meat Processing and Aquaculture Exposition (ILDEX) Indonesia pada 8-10 Oktober 2015 di Jakarta International Expo Kemayoran Jakarta. (rbs/wan)

Ir. H. Herry Dermawan, KETUA GOPAN GENERASI III

Kecintaanya dengan suasana pedesaan yang khas oleh nuasa pertanian dan peternakan, membuat pria yang baru saja dilantik menjadi Ketua Umum (Ketum) Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), 30 September 2015 kemarin, memutuskan untuk menekuni dunia peternakan, yang menurutnya kala itu masih minim saingan.
Ditemui secara singkat di depan loby Botani Square, Bogor, Jawa Barat, usai makan siang hari kedua Musyawarah Nasional (Munas) III GOPAN, Ir. H. Herry Dermawan sedikit-banyak bercerita seputar pengalaman hidupnya, khususnya di bidang peternakan unggas.
Mengawali perbincangan siang itu, pria kelahiran Sidoarjo, 30 September 1960 ini, mengenyam bangku pendidikan SD-SMA nya di Surabaya. Usai lulus, ia melanjutkan pendidikan formalnya di Univesitas Mataram (Unram) mengambil jurusan Fakultas Peternakan. “Awal terjun ke dunia peternakan, karena Saya menyenangi pedesaan dan menurut Saya peternakan bidang yang paling mudah, dan sedikit saingannya. Namun ternyata perkuliahaannya tidak semudah yang diperkirakan,” tutur Herry sembari tertawa mengingat hal itu.
Kendati begitu, ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dan lulus pada tahun 1984. Setelah lulus, pria yang juga Ketua Perhimpunan Peternak Ayam Nasional (PPAN) ini, langsung bekerja di PT. Bamaindo yang merupakan perusahaan pabrik pakan di Sidoarjo dari tahun 1985-1992. “Saat itu sebagai Technical Service, kemudian menjadi Supervisor, dan terakhir sebagai Marketing Manager,” ujarnya.
Setelah memutuskan behenti dari pekerjaannya pada tahun 1993, Herry yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal GOPAN ini, memulai usahanya sendiri dengan membangun peternakan broiler yang sampai sekarang terus berkembang di daerah Priangan Timur dan sekitarnya.
Selain mengupas tentang sekilas perjalanan hidupnya, kesibukan pria yang satu ini juga patut diacungi jempol. Dia sangat aktif di berbagai organisasi. Diantaranya, Ketua PPAN, pengurus Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Litbang Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Ketua Komite Penyuluh Pertanian Kabupaten Ciamis, Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kab. Ciamis selama 10 tahun dan sekarang menjadi Sekretaris Partai PAN provinsi Jawa Barat (komisi II) yang juga salah satunya membidangi sektor peternakan, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kab. Ciamis, dan berbagai organisasi lain diluar bidang peternakan.
Sesuai motto hidupnya ‘menjalankan apa yang sudah direncanakan’ semua yang telah ia lakukan, merupakan hasil dari perencanaanya yang matang. Ia berharap, kedepan jalannya bisa terus mengalir bagai air. “Ya, tetap on the track saja,” harapnya singkat.

Rencana dalam memimpin GOPAN
Usai pelantikannya sebagai Ketum GOPAN periode 2015-2020, perioritas utama yang akan dilakukannya adalah menyempurnakan kepengurusan berikutnya. “Sebagai pemimpin, sebelum berbicara eksternal kita bicara internal dulu, untuk membangun kekompakan yang sudah dijalin sebelumnya agar menjadi lebih baik lagi. Sebab di daerah, organisasi juga sudah berkembang, dimana nanti akan kita data dan kita ajak bersama agar bisa satu suara,” tutur Herry.
Ia menambahkan, untuk bisa menjadi organisasi yang baik harus mampu merangkul semua anggota di seluruh wilayah. “Ke depan semoga GOPAN menjadi organisasi yang bisa mensejahterakan anggotanya, untuk itu kita akan memantapkan organisasinya dulu. Untuk memantapkan organisasinya, dibutuhkan orang-orang yang rela mengorbankan waktu, tenaga dan dana-nya. Sebenarnya kepengurusan yang lama sudah baik, kita ingin membuat lebih baik lagi,” ungkapnya.
Selama kepemimpinannya di GOPAN, ia juga bertekad untuk mengangkat kembali para peternak kecil agar bisa kembali meraup untung. Karena sebagian anggota GOPAN juga merupakan para peternak kecil dan mandiri. “Karena saat ini petenak rakyat hanya tinggal 20 persen saja, kita ingin ke depan bagaimana caranya bisa tercapai 60-70 persen kembali dipegang peternak rakyat, namun tanpa mengurangi eksistensi peternak besar,” katanya
Oleh karena itu, kata dia, dalam Munas kemarin, ada beberapa butir yang dijadikan rekomendasi untuk pemerintah. Salah satunya mendesak pemerintah membuat regulasi pasar unggas di Indonesia yang sudah dikuasai peternak besar. dan secepatnya segera menerbitkan aturan tentang perunggasan.
Sebab, kondisi perunggasan saat ini memang sedang ‘sakit’. Tak adanya aturan, sampai ketidakjelasan data, membuat bisnis ini semakin carut-marut. Menurutnya, harus benar-benar ada pendataan supply-demand yang jelas, jika hal itu bisa diselesaikan maka ke depan ia yakin perunggasan bisa berjalan mulus.
Semoga apa yang sudah ia pikirkan bisa berjalan sesuai rencana. Selamat berkarya untuk Ir. Herry Dermawan, semoga dapat mengemban amanah Munas dengan sebaik-baiknya dan bisa mengangkat GOPAN menjadi lebih baik lagi. (rbs)

Biodata :
Nama         : Ir. H. Herry Dermawan
Alamat         : Jln. Siliwangi No.63, Ciamis
Tempat, tanggal lahir : Sidoarjo, 30 September 1960
Agama         : Islam
No. telepon & email : 0813-9505-5181 / dermawan.herry@yahoo.com
Pendidikan         : • SD GIKI Surabaya
                                          • SMP N 1 Surabaya
                                          • SMA N 2 Surabaya
                                          • Fakultas Peternakan Universitas Mataram
Riwayat Pekerjaan : • Tahun 1985-1987 : Technical Service PT. Bamaindo
                                  • Tahun 1987-1989 : Supervisor PT. Bamaindo
                                  • Tahun 1990-1992 : Marketing Manager PT. Bamaindo
                                  • Tahun 1993-Sekarang : Wiraswasta
Motto hidup : ‘Menjalankan apa yang sudah direncanakan’

Satu Persatu Impiannya Terwujud

Drh. Meiti Ifianti
Tidak disangka ternyata kuliah atau pekerjaan yang Anda jalani sekarang, bisa saja menjadi sebuah perjalanan yang manis untuk hidup Anda. Hal ini dibuktikan oleh Meiti Ifianti, mahasiswi lulusan Fakultas Kedokteran Hewan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Perjalanannya dimulai saat dia hijrah dari Banten untuk kuliah di IPB tahun 1997, ia masuk IPB dengan menempuh jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) dan memilih sendiri masuk di jurusan Dokter Hewan. Ia mengaku tertarik dengan dunia kedokteran hewan sebab awalnya ia menyukai hewan peliharaan dan mempunyai mimpi untuk membuka praktek sebagai dokter hewan, dan tak pernah terbayang oleh dirinya akan bekerja di perusahaan swasta. Pada saat kuliah, ia mengambil SKH selama empat tahun dan profesi dokter hewan selama dua tahun.

Kemudian dia lulus pada 2003 dan langsung bekerja di PT Indovetraco Makmur Abadi (IMA), Charoen Pokphand Group selama kurang lebih tiga tahun. Awal masuk, ia menjadi Technical dan Marketing Officer di PT IMA. PT IMA merupakan salah satu distributor obat hewan yang mendistribusikan produk-produk dari beberapa supplier seperti Lohman Animal Health (LAH), CEVA, Phibro dan Novartis serta beberapa perusahaan multinasional lainnya pada saat itu. Setelah satu tahun bekerja, ia diminta menjabat menjadi Produk Manager untuk Vaksin dan satu tahun berikutnya ia juga menjabat sebagai Produk Manager untuk Feed Additive, itu menjadi posisi terakhirnya di IMA.

Pada Agustus 2006, ia bekerja di Schering Plough Animal Health sebagai Key Account Manager, dan kemudian terjadi proses akuisisi menjadi Intervet/Schering Plough dan kemudian berubah lagi menjadi MSD Animal Health, posisi terakhir dia di MSD adalah sebagai Associate Director Business Unit sampai April 2014. Dan pada Mei 2014 sampai sekarang ia bergabung bersama Adisseo Asia Pacific Pte Ltd sebagai Country Manager Indonesia.

Tepat di 2015 ini, dia juga berhasil merampungkan cita-citanya menempuh pendidikan S2. Dimana ia mengambil double degree secara sekaligus di Swiss German University (SGU) sebagai Magister Management (MM) dan di University of Applied Sciences Jena sebagai Master of Business Administration (MBA).

Semua hal yang telah ditempuhnya tentu tak luput dari dukungan orang-orang terdekatnya. Berkat dukungan dari keluarga dan suami, kini wanita berambut pendek tersebut bisa menggapai satu persatu keinginannya. “Awalnya saya terinspirasi dari film-film jepang, dimana saya melihat wanita karir disana bisa survive dan itu yang memotivasi saya, namun setelah saya masuk kerja, hal yang memotivasi adalah saya ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga dan anak, tentunya berharap anak saya bisa lebih baik dari saya, mulai dari pendidikan dan pekerjaan , saya bisa membantu membangun masa depannya dengan cara memberikan wawasan yang saya ketahui,” ujar ibu satu anak itu.

Walau ia jauh dari orang tuanya yang tinggal di Banten, tetapi ungkap dia, kedua orang tuanya mengerti bahwa ia memang benar-benar serius untuk mengejar cita-cita dan mau belajar. Meskipun begitu, tentunya dia juga tahu tanggung jawabnya sebagai anak. Sang suami, Sonny Cokro juga sangat mendukung apapun yang ia lakukan. “Tentunya saya tidak bisa berada di posisi ini tanpa dukungan dari suami dan keluarga. Suami juga ga jauh beda dengan saya, tetapi dia di bidang Aquaculture,” tutur wanita yang hobi traveling dan reading ini.

Hal terpenting dalam menjalani pekerjaan yang ia pegang teguh sampai saat ini adalah fokus. Fokus terhadap apa yang diinginkan dan fokus berusaha memberikan yang terbaik untuk perusahaan, serta fokus dalam menjaga keseimbangan dalam bekerja dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Menurutnya, bidang kesehatan hewan atau kedokteran hewan mempunyai prospek yang sangat baik ke depannya. Tentunya tidak hanya dengan belajar pada saat kuliah, tetapi juga dibarengi dengan pelajaran lain seperti bahasa inggris dan kemampuan berkomunikasi diluar dari bidang kesehatan itu sendiri. Sebab di jaman sekarang, teknologi yang semakin maju dapat dengan mudah dipergunakan untuk mencari ilmu, karena hal itu penting untuk bekal nanti di dunia kerja.

Wanita kelahiran Pandeglang 1979 itu mengaku sangat beruntung, dari bekerja, hobi traveling-nya bisa sekaligus terealisasi dengan sendirinya. Sebab pekerjaannya kerap dilakukan di luar Jakarta, tidak hanya domestik tetapi juga mancanegara. Hampir seluruh negara pernah ia kunjungi, mulai dari Malaysia, Singapura, China, Korea, Taiwan, Philipina, Thailand, Australia, Amerika, Perancis, Jerman, dan Belanda. Katanya, Itu juga mungkin bisa menjadi motivasi, bahwa sebenarnya dengan bekerja di dunia kesehatan hewan  bisa membawa kita untuk melihat dunia internasional.

Wanita yang juga penyayang kucing ini, masih menginginkan bisa membuka praktek sendiri. Apabila diberi kesempatan oleh yang Maha Kuasa, tentunya ia ingin menambah skill untuk bisa praktek. Ia sudah dapat membayangkan kliniknya nanti bisa memberikan tempat untuk tim dokter hewan bisa bekerja disana. Sebab, untuk karir saat ini ia sudah bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. “Sebab, untuk karir saat ini saya sudah merasa bersyukur atas apa yang sudah dan sedang di jalani. Saat ini prioritas saya mungkin akan tetap fokus terhadap pekerjaan, mencoba memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan yang sekarang, karena saya baru setahun dan saya ingin menikmati pekerjaan saya dengan enjoy,” ungkap wanita penyuka warna terang ini.

Langkah demi langkah karir dan pendidikan dipetiknya dengan penuh kerja keras, dan ia ingin terus membangun mimpinya. Jika satu mimpi tercapai, janganlah berhenti. Terus buat mimpimu untuk memotivasi diri sendiri. (rbs)

Biodata
Nama : Drh. Meiti Ifianti, MM, MBA
Tempat, tanggal lahir : Pandeglang, 14 Mei 1979
Jabatan saat ini : Country Manager – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd
Email : meiti.ifianti@adisseo.com
Nama Suami : Sonny Cokro, SE, MM
Nama Anak : Ravalea M. Cokro,
Riwayat Pendidikan :
  1. University of Applied Sciences Jena - Master of Business Administration
  (MBA), Business Administration and Management, General (2014 – 2015).
  2. Swiss German University - Magister Management (MM), Business,
  Management, Marketing and Related Support Services (2013 – 2015).
  3. Bogor Agriculture University - Doctor of Veterinary Medicine (DVM),
  Veterinary Medicine (1997 – 2003).
Pengalaman Kerja :
  1. Country Manager Indonesia – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd (Mei 2014 –
  Present) Indonesia.
  2. Associate Director Business Unit – Poultry & Companion Animal - MSD
  Animal Health (April 2012 – April 2014) Indonesia.
  3. Business Unit Manager – Poultry - MSD Animal Health (Januari 2010 –
  Maret 2012) Indonesia.
  4. Key Account Manager - Intervet/Schering Plough Animal Health
  (Agustus 2006 – Desember 2009) Indonesia.
  5. Product Manager Vaccine and Feed Additive - PT. Indovetraco Makmur Abadi, Charoen Pokphand Group (September 2003 – Juli 2006) Greater Jakarta
  Area, Indonesia.
Hobi : Traveling dan Reading

Mengenang Bob Sadino; Salah Satu Perintis Bisnis Ayam Ras

Bambang Suharno (kanan) bersama Bob Sadino dan Wan Hasim
Akhir tahun 1980an, ketika masih menempuh kuliah di Fakultas Peternakan Unsoed Purwokerto, saya selaku ketua Senat Mahasiswa, menghadiri seminar nasional agribisnis dan agroindustri di UGM. Salah satu pembicara paling menarik adalah Bob Sadino. Waktu itu nama Bob baru mulai populer, sebagai pengusaha nyentrik yang kemanapun pergi pakai celana pendek.

Tentu saja, peserta seminar dari berbagai perguruan tinggi terkejut dan sekaligus tertarik dengan pengusaha yang hadir di forum resmi dengan celana pendek. Topik bahasan pada sesi itu adalah deregulasi dan debirokratisasi pertanian. Ketika ditanya dampak deregulasi pada bisnisnya, Bob dengan gaya bicaranya yang tajam dan tanpa basa basi berkata,” saya tidak tahu binatang apa itu deregulasi. Bagi saya yang penting adalah bagaimana bisnis ini harus berkembang”.

Sejak itulah saya menjadi tertarik dengan sosok Bob yang cara berpikirnya unik, di luar kebiasaan. Belakangan di berbagai forum ia sering mengkritik sistem pendidikan Indonesia yang banyak memasukkan sampah ke otak mahasiswa. Sebenarnya saya pun merasakan betapa banyak pola pendidikan yang tidak efektif. Bayangkan, orang Indonesia harus belajar Bahasa Inggris dari SMP sampai perguruan tinggi, tapi nyatanya hanya sedikit yang benar-benar bisa Bahasa Inggris . Jadi seberapa efektifkah belajar Bahasa Inggris di pendidikan formal?

Ketika saya lulus kuliah dan pergi ke Jakarta, saya bertemu dengan sahabat dekat Bob yang bernama H Abdul Karim Mahanan, seorang pengusaha obat hewan dan pendiri Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Karena kedekatan ini, saya menjadi punya kesempatan beberapa kali ketemu Bob. Suatu hari saya ke rumah Bob di Lebak Bulus. Dalam perbincangan itu ia berkata, “Karim Mahanan itu sama dengan saya. Suka ngerjain orang hehehe ”. Ya, saya pikir ada benarnya juga. Hampir setiap ketemu orang, apalagi mahasiswa, Karim maupun Bob langsung menggertak dengan kritik tajam. Tapi habis itu ia menjadi sangat akrab. Bedanya, bob suka bicara “kalian goblok”, Karim berkata “You nggak ada gunanya kalau cuman gitu”.

Suatu hari, ketika krisis tahun 1998, saya silaturahmi ke rumah Bob di Lebak Bulus untuk wawancara bagaimana menghadapi krisis ekonomi. Bob waktu itu menjawab,”orang lain menghadapi krisis, saya menerima krisis!”.

“Dari cara berpikir saja saya sudah beda kan. Dan saya lebih santai,” ujarnya dengan nada khas, santai , tegas dan sekali-kali diselingi canda. Belakangan saya sadar, jelas saja ia menerima krisis, karena nilai rupiah melemah, sementara Bob mengekspor sayuran dengan nilai dollar. Tak terbayang betapa berlipat untung yang ia terima dari krisis ekonomi yang mengubah US dollar dari Rp 2500 menjadi  di atas Rp. 10.000. Benar-benar ia menerima krisis hehehe.


Suatu kali di tahun 2000an saya ikut sebagai panitia seminar bisnis unggas dan saya mengundang Bob sebagai pembicara. Di situlah dua sahabat, Bob dan Karim bertemu begitu akrab. Mungkin itulah pertemuan terakhir dua sahabat yang sama-sama sebagai perintis bisnis perunggasan modern Indonesia. Bob dikenal sebagai salah satu perintis yang mengenalkan telur ayam ras. Karim aktif di organisasi perunggasan yang memperkenalkan cara-cara budidaya ayam yang modern. Karim yang usianya 2 tahun lebih tua dari Bob Sadino, berpulang tahun 2004  di usia 74 tahun.

Beberapa tahun lalu saya menghadiri seminar Andrie Wongso, dimana Bob hadir sebagai peserta. Saya mengira ia menjadi pembicara tamu yang diundang Andrie Wongso, ternyata tidak sama sekali. Andrie Wongso sendiri heran. “Bob kok mau-maunya ikut seminar saya,” katanya. Jadinya seminar ini bertambah heboh, karena Andrie Wongso mengajak Bob ke podium di akhir sesi seminar, dan seperti biasanya, ia menggoblok-goblokan orang kuliah.

Andrie Wongso sebagai motivator yang getol menanamkan pentingnya pendidikan menanggapi omongan Bob dengan berbicara,” kita perlu hati-hati mencerna saran om Bob. Beliau kan dari kecil sudah kaya, nggak seperti saya yang dari keluarga miskin. Kalau sekolah nggak penting, trus gimana kalau mau jadi dokter, mau jadi pilot, mau jadi ahli teknik. Itu semua didapat dengan sekolah.”
Saya pikir, betul juga kata Andrie,”jangan menelan mentah-mentah petuah om Bob”. Itulah terakhir kali saya bertemu dan berkomunikasi Bob Sadino. Saat itu ia masih sempat mengenang Karim Mahanan sebagai sahabat yang sama-sama merintis usaha perunggasan. Ia juga menyampaikan maaf tidak hadir saat pemakaman alm Karim Mahanan, karena mendengar kabar duka belakangan.

Sekilas Riwayat Bob Sadino

Bob Sadino lahir di Lampung, 9 Maret 1933. Pemilik jaringan usaha Kemfood dan Kemchick ini lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam ras atau ayam negeri untuk melawan depresi yang dialaminya. Teman yang dimaksud adalah Sri Mulyono Herlambang, seorang pensiunan jenderal angkatan udara yang menjadi salah satu perintis usaha ayam ras dan dikenal sebagai pendiri dan pimpinan Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI). Waktu itu ayam ras belum begitu populer dan Bob langsung tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, pembantu orang asing sekalipun. Namun Bob dan istri cukup bersabar dan justru berkaca pada diri sendiri, untuk memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.

Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob terampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.

Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.

Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Bob Sadino meninggal dunia di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Senin 19 Januari 2015 pukul 17.30 WIB, pada usia 82 tahun. Masyarakat Indonesia kehilangan seorang tokoh yang menjadi teladan dalam dunia bisnis dan kewirausahaan.

Selamat jalan Om Bob. Semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat terbaik dan menerima semua amal ibadahmu. Aamiin ***
Dari berbagai sumber, disusun oleh Bambang Suharno, Pemred Majalah Infovet,

Ir Suryo Suryanta: Syukur dan Yakin

”Saya tidak memandang segala sesuatu yang ada di hadapan mata sebagai suka dan duka, semua perjalanan ini disyukuri dan dijalani dengan didasari keyakinan.” Demikian prinsip hidup 
Ir. Suryo Suryanta, Sales Manager PT. Hobbard & Novogen.

Awal perjalanan Suryo di ranah perunggasan dimulai dengan bekerja di CPJF, sebuah farm yang terletak di kawasan Curug, Tangerang. Suryo menceritakan tepatnya pada 15 Mei 1995, ia dipercaya menjadi supervisor produksi, yang kesehariannya berada di kandang.

”Saya belajar dari kandang, belajar menjadi anak kandang serta bagaimana mengurus ayam. Karena saya meyakini dasar bisnis ayam ada di kandang,” ungkapnya. “Saya mempelajari kendala maupun permasalahan yang muncul di dalam kandang. Kunci keberhasilannya adalah pada tahap memelihara ayam,” sambungnya.
Jodoh beserta garis nasib kita siapa yang tahu. Rupanya, ditengah menjalani masa sebagai pegawai baru, Suryo dengan berani mengambil langkah untuk mengakhiri masa lajang dan memboyong sang istri untuk menetap tinggal di Curug.

Kemantapan Suryo untuk membina keluarga tadi, semakin mendorongnya untuk berani menghadapi perubahan keadaan. “Saya memperoleh dukungan mental untuk berpindah tempat kerja, hingga saat ini sudah yang ke 6 perusahaan saya berlabuh,” tutur suami dari Drh Ani Juwita Handayani itu.
Bagi Suryo, semua yang kita hadapi direfleksikan sebagai tantangan yang harus ditaklukkan, sehingga menjadi motivasi untuk melangkah. Ujar Suryo, dengan dorongan keluarga perjalanan lebih ringan dan dikaruniai kemudahan-kemudahan untuk mencapainya.

Jadilah Pemenang
Pengalamannya bekerja di CPJF, kemudian berpindah ke SHS, lalu BUPS, Tiga Dara, hingga ISA Indonesia, Suryo beropini bahwa bisnis perunggasan di Indonesia sangat baik dan peluangnya sangat besar. Ia melihat dari sisi jumlah penduduk sebagai pasar, serta kemajuan ekonomi Tanah Air yang akan membuat kita layak membusungkan dada di kancah dunia.

Menurutnya, bangsa Indonesia lebih baik dibanding Malaysia maupun Thailand. “Mereka di sana sudah stagnan, atau seperti mati suri karena tidak ada semangat untuk maju. Semua tidak bisa ekspansi, sementara biaya produksi semakin naik,” urai Suryo. “Namun harus menjadi dasar kita untuk berhati-hati setelah nanti memasuki Pasar Tunggal Asean, jadilah kita sebagai pemenang dan jangan jadikan kita bagian pasar dari negara lain,” tandasnya.

Lanjut Suryo, perlunya penggarapan di struktur produksi Tanah Air yang masih belum efisien, karena mayoritas pelaku produksi ada di farm level 3 dan 4. Mereka yang memiliki populasi ribuan sampai puluhan ribu saja, dapat terjadi ketidakefisienan disana-sini. Strategi berikutnya adalah dipikirkan bagaimana pada level mereka tersebut, menjadi usaha kompetitif dan efisien.

“Sudah saatnya mengubah jiwa peternak ke jiwa bisnis. Maksud saya menuju bisnis yang efisien, dengan memaksimalkan performance serta memiliki daya saing pasar yang kuat,” saran Suryo untuk para pelaku bisnis perunggasan di Indonesia. Ia menambahkan, sangat penting menjadkan karyawan kadang sebagai aset, sehingga mereka mendapatkan kemajuan seiring dengan kemajuan perusahaan/farm.

Sukses Adalah Sekarang
Kesuksesan adalah sesuatu yang abstrak bukan berwujud fisik, sehingga relatif dan hak setiap orang untuk sukses serta dapat mencapainya setiap saat. Makna sukses bagi Suryo adalah sukses bukanlah nanti, tetapi sukses adalah sekarang. Prinsip Suryo dalam berkarya ia ibaratkan seperti air mengalir. “Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, sehingga kita harus mempunyai bobot. Disitulah kita selalu belajar dan belajar. Karena untuk belajar, semua menjadi ingin terus berkarya,” terang ayah 2 putra dan 1 putri ini.

Kepada Infovet, Suryo menyampaikan obsesinya menjadi pribadi yang bermanfaat bagi keluarga dan banyak orang pada umumnya. Suryo sangat senang bisa berbagi atau sharing ilmu dan pengalaman./nung.

Dan simak lengkap pengalaman inspiratifnya di Infovet edisi Mei 2014.

UPT Puskeswan Bantul Juara Nasional Mengintegrasikan Pelayanan dan Profesionalitas

Sebuah kebiasaan, meskipun itu tidak benar dan kurang sesuai dengan tuntutan zaman, maka jika itu dibiarkan seolah akan menjadi sebuah pedoman bahkan bisa menjadi “aturan baku” di dalam sebuah institusi pemerintah. Oleh karena, jika tak ada upaya yang bersifat progresif revolusioner, maka akan sangat sulit untuk menghasilkan kebiasaan yang lebih baik dan benar sesuai aturan serta mengikuti irama kemajuan.
Begitu juga bila selama ini ada berbagai upaya dari pemerintah melalui kebijakan renumerasi jabatan dan juga kompetensi keilmuwan, hal itu tiada lain untuk lebih mengarahkan para abdi negara itu kepada kewajiban utamanya sebagai aparatur penyelenggara negara untuk benar-benar memberikan layanan yang prima kepada masyarakat.

Begitu juga halnya dengan Unit Pelaksana Tehnis (UPT) Puskeswan Bantul Yogyakarta, yang belum lama ini (akhir tahun 2013) menyandang predikat sebagai Unit Kerja Pelayanan Publik (UKPP) Berprestasi Utama Tingkat Nasional. Penilaian yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk pertama pertama kali ini, memang bermaksud untuk memberikan sebuah penghargaan sekaligus sebagai pemacu institusi pemerintah dalam lingkup sektor pertanian agar terus meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya kepada para petani/peternak.

Penghargaan dan apresiasi itu tentunya bukan menjadi “piagam kebanggaan” semata bagi para pejabat yang memangkunya, namun justru merupakan cambukan yang harus dimaknai sebagai aktifitas yang sudah selayaknya dilakukan sebagai sebuah unit penyelenggara negara dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Hal itu juga yang diungkapkan oleh Drh Sri Ida S, MMA berkaitan dengan prestasi dan penghargaan yang diterima lembaga yang dipimpinnya. UPT Puskeswan Bantul yang merupakan bagian dari Pemerintah Kabupaten Bantul yang dalam hal ini Dinas Pertanian dan Kehutanan, memiliki 10 buah Puskeswan, Laboratorium. Adapun sumber daya manusianya meliputi tenaga teknis Dokter Hewan sebanyak 16 orang, yang mana hanya 6 orang yang berstatus PNS, Sarjana Peternakan 2 orang, Sarjana Pertanian 1 orang dan paramedis 3 orang serta 4 orang lulusan SMU dalam bidang adminsitrasi.

Ida mampu mengubah kebiasaan dan ritme kerja yang selama ini banyak bersifat pasif, dan menunggu menjadi proaktif jemput bola dan berbasis kinerja dan berorientasi pelayanan total kepada masyarakat.

Menurut Ida, demikian panggilan akrabnya, bahwa sebenarnya jika melihat dari sumber daya alam serta potensi ternak yang ada, saat ini Kabupaten Bantul sudah sangat kekurangan tenaga teknis Dokter Hewan.

Kondisi yang memprihatinkan seperti itu, tentu saja akan membuat para peternak di Bantul kurang mendapatkan pelayanan yang optimal. Namun menjadi sangat beruntung oleh karena di Kabupaten bantul saat ini Dokter Hewan yang berpraktek secara mandiri alias praktek partikelir dan bukan berstatus PNS, relatif banyak. Jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten ini, maka mungkin kabupaten Bantul termasuk yang paling banyak Dokter Hewan berpraktek mandiri. Di satu sisi memperlihatkan bahwa begitu besarnya potensi ternak yang ada, namun juga di sisi yang lain menggambarkan bahwa sebuah ironi jika potensi ternak yang ada di kabupaten ini belum mampu dieksploitasi dan didayagunakan oleh pemerintah daerah itu.

Menurut Ida, aset ternak di kabupaten ini sangatlah besar. Tentu saja keberadaan ternak itu telah memberikan efek positif yang sangat banyak (multiplier effect) terutama dalam menopang kesejahteraan rakyatnya. Sangat berbeda dengan ternak ayam negeri (layer dan broiler) ataupun feedloter (perusahaan penggemukan sapi, kambing) yang umumnya butuh modal kuat namun hanya mampu menyerap sedikit tenaga kerja, sedangkan eksistensi ternak di kabupaten Bantul umumnya dimiliki oleh peternak skala gurem. Meskipun demikian justru ternak di Bantul sudah mampu menjadi katup pengaman penggangguran dan bahkan sampai ke aspek lingkungan hidup./ (Iyo)

Ir. Hery Santoso, MP. NIAT BAIK SEBELUM BEKERJA

Bekerja dan menghabiskan waktu lebih banyak di lapa-ngan tidak dipungkiri Ir Hery Santoso MP, bahwa ia banyak bertemu dengan kawan baru dan customer dengan karakteristik yang berbeda-beda. Business Development Manager PT Alltech Biotechnology Indonesia ini menuturkan ada masa dimana sebelumnya ia tidak mengenal sama sekali seluk-beluk bidang peternakan.

Mengenyam pendidikan di Fakultas Peternakan Unsoed, bagi Hery memang sebuah jalan yang sudah ditetapkan dan kemudian ia terjun di dalamnya secara totalitas. Selepas memperoleh gelar S1, pria asal Boyolali ini kemudian melanjutkan S2 di UGM.


Kesungguhannya dalam menekuni profesinya, Hery senantiasa mencetuskan niat baik di pagi hari sebelum bekerja. “Diniati dulu setiap hari, karena memang keseharian saya harus bertemu orang yang berbeda bekalnya positif thinking saja,” katanya ketika dijumpai Infovet di sela pagelaran ILDEX 2013 belum lama ini. 


Menurut Hery, karakter customer Indonesia sangat unik. “Tentu saja jika melihat secara global, kita tidak berkiblat ke barat karena jika diterapkan di sini belum bisa,” ujarnya. “Sebagaimana motto Alltech yaitu think globally act locally. Bahwa di sini kita menggunakan kearifan lokal dalam bertindak, namun dalam menyusun strategi atau mencetuskan ide-ide kita berpikir secara luas dan mendunia. 


Hery menyebutkan, terdapat cus­tomer yang perlu testimoni orang lain dalam arti ketika orang lain sudah menggunakan, ia pun akan ikut memakai. Kemudian ada karakter customer yang mengandalkan kedekatan, lalu ada pula yang suka berorientasi langsung pada hasil dari sebuah produk. 


Pandangan Hery akan dunia perunggasan Tanah Air, menurutnya Indonesia mempunyai peluang besar untuk ekspor. “Sebenarnya kita mampu, dengan melihat fluktuasi harga dan masalah daya serap di pasar selama dapat diakomodir kemungkinan tidak akan bergejolak seperti sekarang,” terang ayah dari 1 putri dan 1 putra ini.


Imbuh Hery, kembali lagi pada titik persoalan di mana memang sampai saat ini negara luar belum bisa menerima Indonesia. Baik itu masalah pelabelan brand Indonesia yang diliputi dengan penggunaan antibiotik. Hal ini bukan  saja menyerang bisnis nasional kita, namun juga menyangkut pada kebijakan pemerintah.


Banyaknya investor datang ke Indonesia, artinya potensi perusahaan lokal sedang berkembang. Semestinya begitu ada investor masuk, peluang baik kita manfaatkan. Apalagi dunia feed additive saat ini berada dalam kompetisi yang ketat, di mana banyak perusahaan baru muncul. (nunung)

Kualitas Dokter Hewan Indonesia Bagus

Profil Prof Dr Drh Retno D Soejoedono MS

Prof Dr Drh Retno Damajanti Soejoedono Ms yang pada 22 Desember 2012 lalu dikukuhkan sebagai guru besar tetap Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, siap dengan program pelayanan pada masyarakat. Kepada Infovet, istri dari drh R Roso Seojoedono S MPH ini mengaku dulunya seusai lulus SMA, dirinya berminat untuk menjadi dokter gigi.
 
“Pilihan pertama saya adalah fakultas kedokteran gigi. Karena saya tumbuh dan besar di Bogor, pilihan kedua adalah kuliah di IPB dan saya memilih FKH,” ungkapnya. Apabila diminta memilih, Prof Retno lebih senang menimba ilmu di Bogor dibandingkan dengan bersekolah di Kota Jakarta yang super sibuk dan macet. “Walaupun pada kenyataannya sekarang, perjalanan menuju kawasan Dramaga saja juga macet,” ujarnya diselingi tawa.
 
Pada orasi pengukuhan guru besar yang lalu, Prof Retno menitikberatkan pada pemanfaatan telur sebagai pabrik biologis yang dapat digunakan untuk memproduksi imunoglobulin Y (Ig-Y) di dalam kuning telur. Penelitian yang dilakukan oleh Prof Retno bersama rekan sesama tim peneliti FKH IPB membuahkan hasil berupa telur ayam anti AI subtipe H5N1. “Telur anti flu burung ini sedang dalam proses pendaftaran hak patennya,” tutur Prof Retno.
 
Terkait dengan ramainya kasus flu burung yang menyerang itik di kawasan Brebes, pada tahun 2007 Prof Retno pernah mengeluarkan jurnal berjudul “Potensi Unggas Air Sebagai Reservoir Virus HPAI Subtipe H5N1. “Waktu itu kami tim peneliti menemukan adanya virus H5N1 pada unggas air , yang tidak semua itik terserang flu burung,” katanya. “Virus tersebut hanya bersifat reservoir yang artinya ada dalam tubuh unggas air, namun tidak memperlihatkan gejala klinis, sehingga saat itu tim peneliti lebih mencurahkan keberadaan virus H5N1 pada ayam baik komersial maupun ayam kampung,” jelas Prof Retno.
 
Dalam perjalanannya sebagai dosen pengajar sekaligus peneliti, Prof Retno pun aktif menjadi narasumber dalam berbagai seminar maupun pelatihan. Salah satunya pernah diundang sebagai narasumber dalam pelatihan pengurus ASOHI di Palembang pada 2007 silam.
 
Prestasi yang Prof Retno pernah raih diantaranya penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Satya Lencana Karya Satya 10,20 th., di tahun 2005. Lalu prestasi yang dicapai Prof Retno baru-baru ini adalah “104 Inovasi Indonesia 2012 Prospek Inovasi” dengan penemuan antigen AI H5N1 standar sebagai rujukan untuk monitoring titer antibodi hasil vaksinasi AI di industri peternakan ayam. Penghargaan tersebut diraih Prof Retno bersama rekannya seperti Murtini, K Zarkasie, dan I Wayan T Wibawan.
 
“Saya tidak menemui kendala apapun selama menjalankan tugas di FKH-IPB. Semua sarana dan prasarana baik untuk proses pengajar maupun penelitian sudah tersedia dan tinggal melaksanakan serta mengatur jadwal yang berhubungan dengan waktu,” terang Prof Retno.
 
Kini sebagai seorang guru besar maupun sebagai dosen dan peneliti, Pof Retno akan terus melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi yaitu mengajar pada tingkat S1, S2 dan S3. Kemudian melakukan penelitian-penelitian yang tidak hanya terpaku pada virus AI saja, tetapi juga pada penyakit virus yang menyerang pada unggas, unggas air, serta burung liar (wild bird, migratory birds). Selain itu, melaksanakan pelayanan pada masyarakat terutama pada para peternak berupa konsultasi di bidang kesehatan unggas yang berhubungan dengan hasil vaksinasi unggas.
 
Kesibukannya yang luar biasa padat, tidak menghalangi Prof Retno untuk berkumpul bersama keluarga tercinta. “Keluarga mendukung aktivitas saya baik sebagai dosen maupun peneliti ataupun melaksanakan kegiatan pelayanan pada masyarakat. Karena suami juga sebagai dosen di Bagian Kesmavet di FKH IPB dan anak saya juga sudah berkeluarga dan dia juga bekerja sebagai  salah satu staf di Bank Indonesia di Jakarta,” urai Prof Retno yang telah menjadi nenek dari dua cucu ini.
 
Ketika senggang, Prof Retno gemar sekali membaca novel dan berenang. “Saya juga suka mengisi teka-teki silang serta memelihara ikan dan tanaman di rumah,” katanya.
 
Menurut Prof Retno, kualitas lulusan dokter hewan di Indonesia sudah sangat bagus dan tidak kalah dengan lulusan luar Indonesia. “Saat ini di negara kita juga sudah ada ujian kesetaraan di antara FKH,” tukasnya. 

“Harapan saya lebih banyak mahasiswa FKH agar di Indonesia lebih sejahtera, karena sektor peternakan semakin meningkat,” imbuhnya.
 
Keberhasilan yang telah Prof Retno capai hingga sekarang, semua  dapat dilaksanakan dengan baik, ditekuni secara maksimal, dan dilakukan di jalan yang diridhohi Allah SWT. “Pekerjaan harus dilakukan secara seimbang, antara keluarga dan sebagai tenaga pendidik PNS,” tegasnya mengakhiri perbincangan dengan Infovet. (nunung)

SUKSES DI BISNIS LAYER DENGAN PERBAIKAN MANAJEMEN

Agus Susanto - Krida Permai Farm

Jangan gampang kendor dan tetap memelihara semangat. Itu cara sederhana Agus Susanto dalam menjalankan bisnis layernya yang ia tekuni sejak tahun 1982. Kini pendiri dan pemilik Krida Permai Farm, Cianjur ini sedang terus melakukan ekspansi ke beberapa kawasan di Bandung Barat seperti Saguling dan Rajamandala.
 
“Awalnya, saya ikut paman bekerja di Semarang. Waktu itu dia buka toko emas,” kenang Agus mengawali wawancara saat ditemui Infovet di Cianjur, Jumat 28 Desember 2012.
 
“Saya tidak begitu bisa mengelola toko emas,” sambungnya sambil tertawa. Hingga akhirnya tahun 1982, Agus pun memantapkan hatinya untuk beternak ayam petelur di Semarang dengan populasi 3.000 ekor sebagai permulaan.
 
Tahun 1990, peternakan Agus semakin maju pesat dengan populasi 60.000 ekor. Setelah menikah, ia menetap di Bandung dan saham yang ada di Semarang ia lepas. Ia pun membuka Krida Permai Farm di Cianjur, Jawa Barat.
 
“Saat ini populasi ayam yang ada di Krida Permai sebanyak 400.000 ekor. Sementara yang tersebar di 10 lokasi Krida Permai Grup, lebih kurang populasinya mencapai 1,8 juta ekor,” terang Agus.

Dibantu Tim Sanbe Grup
Untuk mencapai keberhasilan seperti saat ini, tentu banyak cobaan dan problem yang menghalangi. Salah satunya pada sisi produksi layernya yang masih belum sesuai standar dari pembibit. 
 
Sebelumnya ia sudah mencoba mencari solusi ke berbagai tempat. Semua ahli dan pakar sudah ditemui untuk dimintai saran dan diikuti. Namun hasilnya tetap sama saja, tiap mau mencapai puncak, produksi telurnya malah drop.
 
Hingga pada suatu kesempatan ia curhat ke Drh Sugeng Pujiono, General Manager Sanbe Grup. Ia sampaikan problem dipeternakan layernya secara detil dan Sugeng pun menjanjikan segera akan mengirim Tim Sanbe Grup untuk mengevaluasi dan me­ngoreksi dimana titik lemah dalam fase produk­si layernya.
 
Tak disangka janji itu dipenuhi Sugeng, Agus pun dengan tangan terbuka menyambut Tim Sanbe Grup. Semua program baik untuk manajemen tata laksana, kesehatan hingga pengaturan karyawan diikuti. Hasilnya sungguh tak diduga, layer farmnya berhasil mencapai produksi seperti yang didambakan. Bahkan saat ini hampir semua kandangnya telah mencapai puncak produksi sesuai standar pembibit diatas 90%.
 
Hikmah kerjasama dengan Sanbe Grup ini berdampak pada cara pandang Agus terhadap vaksin buatan lokal. Kalau yang selama ini dia selalu fanatik dengan vaksin impor untuk mengamankan investasi layernya. Kini dengan mata kepala sendiri ia membuktikan bahwa vaksin lokal mempunyai kualitas yang tidak kalah, bahkan dengan harga yang jauh lebih kompetitif.
 
“Selain itu, layanan dari Tim Teknis Sanbe Grup sangatlah profesional sesuai dengan kebutuhan. Mereka tidak semata mengejar omzet dengan memaksakan peternak mengambil obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan ayamnya. Diagnosa mereka jelas, rasional dan tepat, sehingga saat ini saya sudah menggunakan program kesehatan Sanbe Grup secara full,” terang Agus.

Perbaikan Manajemen dan Pendampingan
Agus menguraikan pendapatnya mengenai kondisi perunggasan di Tanah Air. Menurutnya, terkadang kita sebagai peternak masih sering menyalahkan penyakit, mutu DOC, pakan jelek, serta lingkungan yang kurang baik atas jeleknya performa produksi ayam kita.
 
“Sebenarnya semua itu tergantung pada manajemen kandang yang diterapkan,” tegas Agus. “Manajemen kandang harus tertata lebih baik sesuai kebutuhan, sehingga tidak sepenuhnya dirombak secara total,” imbuhnya.
 
“Sebagaimana yang dilakukan Tim Sanbe Grup pada farm saya. Mereka tidak merombak secara total melainkan hanya memperbaiki tata kelola yang sudah berjalan supaya hasil­nya sempurna. Selain itu, pendampi­ngan yang rutin diberikan Tim Sanbe Grup membuat kami selaku pemilik, hingga level anak kandang dibawah merasa selalu mendapat perhatian,” kata Agus menjelaskan.
 
Sehingga lanjut Agus, “Dengan pelayanan yang excellent ini, kita jadi selalu merasa dekat dan akrab dengan Tim Sanbe Grup, baik dari atasan hingga ke bawah. Kami sudah seperti teman akrab saja,” katanya sembari tersenyum.
 
Kembali ke soal manajemen, menurut Agus manajemen yang tertata rapi contohnya adalah penempatan 2 orang pegawai untuk 1 kandang, baik siang maupun malam. Agus juga tak sungkan menyediakan bonus yang setimpal untuk karyawannya yang rajin dan mampu menembus target yang ditetapkan. Semua itu dilakukan agar karyawannya betah dan bekerja penuh semangat.
 
Karena sekarang ini cukup sulit mencari sumber daya manusia terlatih yang mau bekerja dikandang 24 jam. Tuntutan penghasilan tenaga kerja di Indonesia juga semakin naik. “Di China, buat ngurusi ayam saja, pegawai digaji 5 juta,” ungkap ayah dari 3 anak ini.
 
Agus menambahkan, untuk mereka yang bekerja di pabrik dibayar 3 juta. “Kenyataannya adalah sekarang siapa yang mau berkotor-kotor ria berada di kandang ayam, kalau kerja di pabrik gajinya sudah 3 juta di China,” kata Agus.
 
Oleh sebab itu dalam mempekerjakan karyawannya, Agus juga sering menjumpai pegawainya yang keluar masuk tanpa ada pemberitahuan. “Sudah maklum melihat ada pegawai yang keluar masuk. Mereka yang sudah keluar terus kembali kerja lagi di Krida Farm, kita terima aja dengan tangan terbuka,” ujarnya.
 
Menurut Agus, jika berniat menjadi peternak harus mau menjadi karyawan atau jangan karena menganggap kita bos lalu tidak membaur dengan yang lain. Bagi Agus, kita tidak dapat menerima kesuksesan tatkala me­nyombongkan diri. “Siap-siap saja tinggal di perkampungan kalau mau jadi peternak ayam,” katanya.

Mulai Beralih ke Closed House
Selain ekspansi usaha ke berbagai wilayah melalui grupnya, saat ini Krida Permai sedang bersiap menuju usaha pembuatan kandang semi closed house. Untuk investasi kandang­nya, Agus sudah memperbandingkan perhitungannya.
 
Ia menyebutkan, investasi closed house sudah termasuk peralatan isi kandang di Eropa mencapai Rp 75.000/ekor. Apabila memakai hitungan Malaysia berkisar Rp 50.000/ekor, sedangkan China hanya Rp 25.000/ekor. Bahkan dengan ba-ngunan beton yang sudah dicor, Agus mematok bisa dengan investasi Rp 20.000/ekor.
 
Perbincangan Infovet dengan Agus terasa mengasyikkan ketika ia bercerita mengenai pengamatannya tentang perunggasan di negara yang ia datangi. Kunjungan Agus ke kawasan peternakan di beberapa negara menginspirasi dia untuk semakin giat memajukan usahanya.
 
“Metode perkandangan yang lama kita ubah sesuai perkembangan dan tuntutan zaman. Untuk memberikan perlindungan, kenyamanan dan agar ayam berproduksi lebih optimal tiada lain adalah kandang closed house solusinya,” tukasnya.
 
“Tak perlu langsung menerapkan full closed house, tapi bisa dengan semi closed house. Kalau yang sebelumnya open house 1 pegawai hanya sanggup pegang 2.000 ekor. Maka dengan sis­tem semi closed house 1 pegawai bisa pegang hingga 10 ribu ekor,” lanjut Agus.
 
Dengan menerapkan closed house, Agus yakin akan lebih banyak meng­hemat pengeluaran semisal pakan, listrik, biaya pengobatan, dll. Karena semua terbayar dengan performa produksi yang meningkat jauh lebih baik dibanding kandang open house.
 
Diakhir wawancara, tanpa bermak­sud berpromosi, Agus kembali menekankan pengalamannya menggunakan obat dan vaksin lokal khususnya produk-produk dari Sanbe Farma dan Caprifarmindo. Bahkan tanpa malu ia sudah menyebarkan pengalamannya ini ke teman-temannya sesama peternak ayam.
 
“Saya sarankan ke teman-teman untuk pakai vaksin maupun obat dari lokal saja, seperti obat dari Caprifarmindo,” pungkasnya sambil tersenyum. (nunung/wan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer