Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Impor Jagung | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BAPANAS: IMPOR 250 RIBU TON JAGUNG DISESUAIKAN DENGAN KEBUTUHAN PETERNAK

Jagung, Bahan Baku Pakan Yang Paling Banyak Digunakan Dalam Formulasi


Harga jagung untuk bahan baku pakan di tingkat konsumen meroket hingga mencapai Rp 7.282/kg atau di atas Harga Acuan Pemerintah (HAP) sebesar Rp 5.000/kg. 

Merespon hal ini, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mendorong percepatan penugasan impor kepada Bulog sebanyak 250 ribu ton pada tahap awal. 

"Impor jagung tersebut dilakukan secara terukur dengan mempertimbangkan harga jagung di tingkat petani tetap baik," kata Arief dalam keterangannya, Kamis (19/10). 

Arief memastikan impor ini akan dilakukan secara terukur sesuai kebutuhan peternak kecil. Untuk itu, data peternak penerima jagung pakan harus detail by name by address dan dikoordinasikan bersama Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan serta Dinas Pertanian/Pangan setempat.

Pihaknya menjelaskan pertimbangan lain percepatan impor ini lantaran berdasarkan rilis data BPS, Senin (16/10) luas panen dan produksi jagung diperkirakan sebesar 2,49 juta hektar atau mengalami penurunan 0,28 juta dibandingkan tahun sebelumnya. 

Sementara itu, untuk produksi jagung pipilan kering dengan kadar air 14 persen pada 2023 sebesar 14,46 juta ton. Hal ini pun berarti adanya penurunan sebanyak 2,07 juta ton atau 12,50 persen dibandingkan tahun lalu. 

Selanjutnya berdasarkan prognosa neraca jagung nasional, diperkirakan dalam empat bulan akhir tahun 2023 neraca bulanan jagung mengalami defisit. 

"Karena itu, untuk membantu peternak rakyat yang saat ini memerlukan pasokan jagung pakan yang memadai," jelas Airef. 

Diketahui, Pemerintah sudah memutuskan untuk melakukan impor sebanyak 500 ribu ton jagung pada tahun ini. Pada tahap awal Bulog diharuskan merealisasikan 250 ribu ton impor. 

Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto memastikan akan merealisasikan penugasan impor dalam waktu dekat. 

Pihaknya juga mengatakan telah ada tiga negara yang akan menjadi sumber pendapatan impor jagung yaitu Amerika Serikat, Brazil dan Aregentina. 

"Penugasan sudah ada saat ini sedang pengurusan perubahan Neraca Komoditas dan Persetujuan tinggi," ujar Suyamto. (INF)

BUNGARAN SARAGIH: SEKTOR HULU PAKAN TAK BERKEMBANG JADI TITIK LEMAH INDUSTRI UNGGAS

Prof Bungaran Saragih saat menjadi keynote speech dalam Forum Diskusi bertajuk “Penyediaan Jagung Pakan Sesuai Harga Acuan untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Ayam Nasional” di Menara 165 Jakarta. (Foto: Infovet/Ridwan)

Industri perunggasan merupakan bisnis besar di Indonesia. Sudah puluhan tahun bisnis ini diterpa masalah klasik yang selalu sama, seperti harga yang fluktuatif, produksi yang berlebih, hingga persoalan pakan yang membuat sektor perunggasan kurang memiliki daya saing.

Menurut mantan Menteri Pertanian, Prof Bungaran Saragih, titik lemah industri unggas salah satunya terletak pada kurang berkembangnya sektor hulu industri pakan. Padahal sektor perunggasan memiliki peranan strategis dalam perekonomian Indonesia dan menjadi penyumbang protein hewani terbesar 65%, serta mampu menyerap 2,5 juta tenaga kerja. 

“Masalah utama dari rendahnya daya saing industri unggas adalah tingginya biaya produksi. Salah satu penyebabnya karena mahalnya harga pakan, yakni jagung dan kedelai. Padahal biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi unggas,” kata Prof Bungaran dalam Forum Diskusi yang digelar Agrina, di Menara 165 Jakarta, Rabu (13/11/2019).

Ia menjelaskan, biaya pokok produksi unggas di Indonesia mencapai USD 1,1-1,3 per kg atau sebesar Rp 15.000-18.000 per kg. Jauh lebih tinggi daripada Brasil yang merupakan produsen unggas dan jagung dunia yang biaya produksi unggasnya hanya USD 0,5-0,6 per kg atau setara Rp 9.000-10.000 per kg.

Tanpa memiliki daya saing yang kuat, potensi besar pasar daging unggas Indonesia menjadi banyak incaran negara luar, salah satunya Brasil yang telah menggedor pintu impor Indonesia akibat kekalahan di WTO.

Prof Bungaran menilai, sejak dulu perkembangan industri unggas tak dibarengi dengan perkembangan sektor pakan, yang akhirnya berimplikasi pada ketergantungan impor bahan baku pakan dari negara lain. Tak pelak kondisi ini berubah menjadi polemik, apalagi sejak impor jagung akhirnya ditutup pada pertengahan 2016 silam. 

“Untuk menghadapi situasi ini kita harus membangun basis kuat industri pakan dalam negeri, dengan mengembangkan corn estate dan soy estate yang modern dan terintegrasi. Juga pemanfaatan bahan baku lokal seperti palm kernel meal (PKM) yang telah mampu diekspor sebagai bahan baku pakan. Kandungan dalam PKM dapat dimanfaatkan sebagai sumber vitamin untuk menghasilkan pakan yang bernutrisi,” jelasnya.

Selain basis kuat pengembangan industri pakan untuk daya saing perunggasan, perlu juga menyusun strategi pengembangan lokasi industri unggas di dekat sentra produksi pakan guna memangkas biaya logistik, sehingga biaya produksi unggas menjadi lebih kompetitif.

Kemudian, lanjutnya, perlu juga menyusun roadmap industri perunggasan secara komprehensif dan sistematis mulai dari hulu (bahan baku industri pakan, struktur pembibitan, budidaya) hingga hilir (pengolahan, ekspor) termasuk kebijakan dan tata kelola yang diperlukan.

Hal serupa juga disampaikan Dekan Sekolah Vokasi IPB, Arief Daryanto, yang menjadi pembicara dalam forum diskusi tersebut. “Dibutuhkan perencanaan yang matang dalam industri perungasan. Mulai dari efisiensi produk, efisiensi supply chain-nya, inovasi, hingga produksinya, agar industri ini bisa berdaya saing di pasar domestik maupun pasar internasional,” katanya.

Selain Arief, dalam forum tersebut juga menghadirkan pembicara diantaranya, Muhammad Gozali (Kasubdit Standarisasi dan Mutu Ditjen Tanaman Pangan), Johan (Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), Winarno Tohir (Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan) dan Idham Sakti Harap (dosen Fakultas Pertanian IPB). (RBS)

PETERNAK: JAGUNG IMPOR SIMPAN SEBAGAI CADANGAN

Ilustrasi jagung (Foto: Pixabay)

Peternak ayam meminta kepada pemerintah, agar jagung impor untuk pakan disimpan ketika panen raya. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Leopold Halim mengatakan saat ini panen jagung sudah mulai berlangsung di beberapa lokasi. Ia memperkirakan panen akan berlangsung hingga akhir April nanti.

"Sudah mulai panen sedikit-sedikit ini. Jadi panen raya itu April dan kemungkinan akhir April sudah mulai sedikit," jelas pria yang akrab disapa Atung ini, Kamis (14/2/2019).

Lebih lanjut, ia menyarankan agar pemerintah bisa jagung yang diimpor sebagai cadangan. Langkah itu agar tidak menyinggung sekaligus merugikan petani jagung lokal.

"Kita sagai peternak pasti menyerap (jagung) lokal, apapun. Tapi lihat situasi, sebaiknya pemerintah tahan (jagung impor), nggak jual dulu. Jadi disimpan untuk buffer stock saat bulan Juli-Agustus kosong," ungkap dia.

Sebagai informasi, saat ini Perum Bulog sedang mengimpor jagung sebanyak 30 ribu ton dan 150 ribu ton yang ditargetkan masuk pada Februari dan Maret ini. (Sumber: finance.detik.com)

HARGA JAGUNG PERTENGAHAN FEBRUARI 2019

Foto: Pixabay


Jagung, hingga pertengahan Februari 2019 masih menjadi persoalan bagi peternak ayam di Indonesia. Para peternak mengeluhkan harga jagung yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp 6.200 per kilogram (kg). Wajarnya harga jagung hanya berkisar Rp 3.500 - Rp 4.000 per kg.

Padahal pemerintah telah melakukan intervensi pasar dengan impor jagung sebanyak 100 ribu ton pada Januari 2019. Impor jagung tersebut merupakan jatah yang diberikan pemerintah kepada Perum Bulog di akhir 2018 lalu.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional, Maxdeyul Sola, berpendapat masih tingginya harga jagung disebabkan karena panen raya jagung belum merata. Sehingga kebutuhan yang besar belum sepenuhnya bisa dipenuhi dari jagung lokal.

"Baru mulai panen sedikit-sedikit (di) Banten udah panen, Lampung udah panen, Jawa Tengah Rembang panen, Lamongan ya sedikit-sedikit jadi artinya baru memulai panen belum panen raya," katanya, Selasa (12/2/2019).

Menurutnya panen raya baru akan terjadi pada awal April. Hal ini disebabkan masa tanam yang dilakukan pada bulan Desember lalu. Sebab untuk komoditi jagung membutuhkan waktu 3-4 bulan dari masa tanam sampai masa panen.

Maxdeyul menegaskan selama ini pihaknya menggunakan data dari Kementerian Pertanian (Kementan) dalam menghitung proyeksi hasil panen setiap tahunnya. Berdasarkan data yang ia sebut pada tahun ini Kementan memproyeksikan produksi sebesar 33 juta ton.

Selain dari persoalan data, ia menambahkan jika selama ini peternak tidak memberikan informasi utuh terkait berapa jumlah seluruh ayam yang dipelihara. Hal tersebut turut membuat polemik terkait kebutuhan jagung.

Sementara itu dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Pakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Sri Widayati, menjelaskan kebutuhan jagung untuk pakan ternak sekitar 10,28 juta ton. Angka tersebut masing-masing 7,76 juta ton untuk pakan pabrik dan peternak mandiri 2,52 juta ton. Sri pun menyatakan jika saat ini telah memasuki musim panen jagung di sebagian daerah seperti di Jawa Timur. 

"Besok tanggal 15 Februari ada panen di Tuban," timpalnya.

Sedangkan pengusaha sekaligus petani jagung, Dean Novel, menyebut saat ini harga jagung di Pulau Jawa mencapai Rp 5.600-Rp 5.800 per kg. Sementara di luar Jawa harga fluktuatif dari Rp 5.700-Rp 6.100 per kg. (Sumber: kumparan.com)


Mentan : Impor Jagung Selamatkan 2,5 Juta Peternak

Peternak ayam layer asal Blitar (Foto: Dok. Kementan)

“Ada 2,5 juta peternak kecil yang harus kita lindungi. Keputusan kami melakukan impor, agar para peternak ini terselamatkan usahanya,” tutur Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman di Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa, Gorontalo, Rabu (30/1/2019). 

Hal tersebut dikemukakan Amran terkait kebijakan impor jagung sebanyak 100 ribu ton yang dilakukan pemerintah.

Lebih lanjut Amran menjelaskan, pada mulanya pengusaha pakan ternak ayam skala besar enggan mengimpor gandum karena pelemahan nilai tukar rupiah. Padahal, mereka membutuhkan 200 ribu ton gandum untuk dijadikan bahan baku.

"Harga rupiah melemah kurang lebih Rp 15 ribu, nah itu lebih Rp 1.000 (selisihnya). Sehingga mereka menganggap lebih murah kalau mengambil (bahan baku pakan) dari dalam negeri," katanya.

Persoalannya, lanjut Amran, para pengusaha pakan ternak malah membeli jagung dari petani dengan sistem ijon. Hal itulah yang menyebabkan kekosangan pasokan bahan baku pakan ternak.

Menurut Amran, meski melakukan impor, pada tahun lalu produksi jagung mengalami surplus. Pada 2018, Indonesia mengekspor jagung sebanyak 380 ton, sementara yang diimpor saat ini hanya 100 ribu ton.

"Berarti surplus 280 ton ribu. Dan perlu diingat, dulu impor di awal pemerintahan 3,5 juta ton itu kita stop. Satu tahun nilainya Rp 10 triliun, kalau tiga tahun berturut-turut itu Rp 30 triliun, menyelamatkan devisa," paparnya. (Sumber: republika.co.id)

Kali Ini Bulog Impor Jagung Tanpa Kuota

Lagi-lagi impor jagung, kali ini tanpa kuota (Foto: Pixabay)

Ternyata dua kali impor jagung dengan kuota 100.000 ton dan 30.000 ton belum mencukupi kebutuhan peternak ayam. Perum Bulog kembali mengimpor jagung untuk pakan ternak tanpa dibatasi kuota.

"Permintaan-permintaan dari peternak kecil menengah baik petelur maupun pedaging masuk terus ke Bulog. Waktu kita review, bahkan impor 30 ribu kemudian yang sudah di jalan itu sudah habis, permintaannya lebih banyak dari situ," kata Darmin di Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa (29/1/2019), seperti dikutip dari finance.detik.com.

Darmin menegaskan, meski impor jagung kali tanpa kuota, pemerintah membatasi sampai pertengahan Maret 2019 agar tidak bentrok dengan musim panen jagung.

Permintaan jagung ini, kata Darmin, bahkan juga datang dari perusahaan-perusahaan besar. Kendati  demikian, pemerintah mengutamakan pengusaha kecil menengah.

"Terus terang peternak besar banyak juga yang minta, tapi kita bilang diutamakan peternak kecil menengah dululah. Artinya harga di market, ritel itu masih terlalu tinggi, sehingga mereka berharap ada impor pemerintah supaya harganya turun," pungkasnya. (NDV)

Jagung Masih Mencemaskan, Harga Telur Ayam Bisa Naik?

Harga jagung yang mahal berdampak ke harga telur.

Masalah jagung masih saja mencemaskan kalangan peternak. Presiden Peternak Layer Nasional (PLN) Musbar Mesdi mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah suplai jagung.

Harga jagung yang masih mahal bakal berdampak ke harga telur dan daging ayam. Dikutip dari www.cnbcindonesia.com, Musbar mengatakan apabila suplai jagung masih langka dan harganya terus mahal, harga telur di tingkat farm gate (peternak) akan mengalami kenaikan hingga Rp 2.000/kg dari harga yang diatur pemerintah.

Pasalnya, biaya produksi telur peternak dengan harga jagung saat ini telah mencapai Rp 20.800 - 22.000 per kilogram. Sementara Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018 mengatur harga acuan pembelian telur dan daging ayam di tingkat peternak seharga Rp 18.000 - 20.000/kg.

"Pemakaian jagung itu 50% dalam adukan pakan, artinya ada kenaikan harga Rp 1.000 per 1 kg pakan," imbuhnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa umumnya bahan pangan dari unggas seperti daging dan telur ayam harganya mengikuti tren "bulan Jawa", atau tren kenaikan permintaan saat ada hari-hari besar keagamaan seperti puasa, Lebaran atau Natal.

"Trennya Januari-Februari permintaan telur memang sedang menurun, sehingga harga telur jatuh. Sementara harga pakannya naik," keluhnya

Jika pemerintah tidak segera turun tangan menambah impor jagung, permintaan telur yang naik di
akhir Februari- Maret akan membuat harga telur melonjak.

“Saat ini banyak peternak memilih memotong dan menjual daging ayam petelurnya dibandingkan merugi,” pungkas Musbar. **

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer