![]() |
ACCAHZ dihadiri perwakilan negara anggota ASEAN, ASEAN Sekretariat dan FAO Regional Asia Pacific (Foto:Istimewa) |
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian Republik Indonesia I Ketut Diarmita resmi membuka penyelenggaraan pertemuan
ASEAN Coordinating Center for Animal Health and Zoonosis (ACCAHZ) Preparatory
Committee ke-14, Rabu (27/6/2018). Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ke
depan ini berlangsung di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta.
ACCAHZ dihadiri oleh seluruh perwakilan negara anggota
ASEAN, ASEAN Sekretariat dan FAO Regional Asia Pacific. Dalam kegiatan tersebut
Kepala Balai Besar Veteriner Wates dan perwakilan Dinas Pertanian Provinsi DIY
pun hadir.
![]() |
Dirjen PKH bersama Wongsathaporncai PhD, Regional ASIAN FAO Coordinator (Foto: Istimewa) |
Indonesia selaku tuan rumah, pada momen ACCAHZ tersebut
dimanfaatkan untuk mempromosikan ekspor hewan dan produknya. Ketut
menyampaikan, saat ini Indonesia telah mengekspor produk unggas olahan, telur
tetas dan DOC, serta obat hewan ke negara ASEAN.
Tepatnya hari ini pada 28 Juni 2018, Ketut mengungkapkan
Indonesia melakukan pelepasan ekspor kambing sebanyak 2.100 ekor ke Malaysia
sebagai awal pengiriman yang akan berkelanjutan.
“Melalui berbagai kesempatan internasional maupun regional,
Indonesia secara konsisten memberikan informasi terkait jaminan keamanan dan
kesehatan hewan, serta produknya yang akan di ekspor guna menembus dan
memperlancar hambatan/barier lalu lintas perdagangan,” terang Ketut dalam
keterangan resminya, kemarin.
Lanjut Ketut, saat ini masalah kesehatan hewan dan keamanan
produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional dan seringkali
menjadi hambatan dalam menembus pasar global.
Dalam kesempatan ini, Ketut juga menyampaikan pentingnya
pembentukan ACCAHZ sebagai manifestasi tekad dan komitmen ASEAN dalam
melindungi kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan, serta memastikan kecepatan
respon kejadian terkait kasus penyakit hewan dan zoonosis, khususnya penyakit hewan
lintas batas (tranboundary animal
diseases/TADs) di wilayah regional ASEAN.
"Keberadaan ACCAHZ di wilayah regional ASEAN akan
memberikan jaminan terhadap keterbukaan informasi munculnya penyebaran TADs
terutama yang bersifat zoonosis, sehingga langkah-langkah strategis dapat
segera dilakukan dalam mengantisipasi penyebaran penyakit hewan yang mengancam
kesehatan masyarakat, keamanan dan ketahanan pangan, serta pembangunan sektor
peternakan yang berkelanjutan untuk mendukung ekspor hewan dan produk hewan ke pasar
internasional," tegasnya.
Pembentukan ACCAHZ diinisiasi sejak tahun 2012. Perjanjian
kerjasama ACCAHZ telah ditandatangani oleh seluruh Menteri Pertanian negara-negara
anggota ASEAN pada pertemuan ASEAN Ministry
of Agriculture and Forestry (AMAF) ke-38 di Singapura pada 7 Oktober 2017
lalu.
Menindaklanjuti penandatanganan perjanjian kerjasama
tersebut, maka diperlukan pengaturan lebih lanjut terkait hal-hal teknis
seperti pengaturan prosedur (Rule of
Procedures/ROP), perjanjian Host
Country, deposit anggaran, pengaturan keuangan serta pengaturan Governing Board sebagai pengambil
keputusan dalam kerangka ACCAHZ. Bertindak sebagai tuan rumah, Indonesia
mengambil tanggungjawab terhadap business
arrangement and office conduct, yang akan menjadi salah satu chapter dalam dokumen ROP.
Ketut menekankan, kesepakatan ASEAN melalui ACCAHZ bertujuan
meningkatkan kerjasama teknis dan perdagangan yang saling menguntungkan dengan
komitmen dan perencanaan serta implementasi yang baik. Indonesia mempertahankan status bebas
penyakit hewan tertentu yang dipandang strategis oleh Badan Kesehatan Hewan
Dunia (OIE) antara lain penyakit Mulut dan Kuku, Sapi Gila dan Rinderpest.
Hal tersebut merupakan nilai
lebih bagi Indonesia dalam upaya pengendalian penyakit serta jaminan keamanan
produk hewan di wilayah ASEAN, sehingga dapat meyakinkan sekaligus memperlancar
proses ekspor hewan dan produk hewan ke negara-negara di kawasan ASEAN. (NDV)