Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Fapet Unpad | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KONTRIBUSI FAPET UNPAD MEMAJUKAN PETERNAKAN DI DESA SAYANG

Para Staff Pengajar FAPET UNPAD Memberikan Pelatihan Peternakan
(Foto : UNPAD)

Dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas peternakan rakyat serta alih teknologi di bidang peternakan domba, Pemerintah Desa Sayang Kecamatan Jatinangor menggandeng Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran untuk memberikan pelatihan pakan ternak domba dan pemanfaatan limbah peternakan menjadi pupuk di Demplot Rumah Pangan Lestari, Jatinangor, Selasa (19/9/2023). 

Dalam sambutannya, Kepala Desa Sayang Dodi Kurnaedi menyampaikan harapannya untuk pelatihan ini dapat meningkatkan mutu dan kualitas peternak terutama di dalam pembuatan pakan dan pemanfaatan limbah peternakan untuk dijadikan pupuk. Hal ini pun bertujuan untuk lebih mempermudah dan meningkatkan proses produksi, baik peternak breeding, usaha penggemukan ternak, serta pertanian. 

“Dengan (adanya) pelatihan ini bisa merubah pola pikir peternak yang biasanya beternak secara tradisional beralih ke peternak ke arah modern dalam pembuatan pakan ternak dan pengolahan limbah peternakan menjadi pupuk. Mudah-mudahan dengan diadakan pelatihan ini (dapat) mendorong semangat peternak dan petani untuk menembangkan perternakannya,” ujar Dodi.

Pemerintah Desa Sayang dan Fapet Unpad menghadirkan sejumlah narasumber yang terdiri dari Ir. Atun Budiman, M.Si., Dr. Lin Susilawati, S.Pt., MP., Lizah Khaerani, S.Pt., MT., M.Agr., Dr. Ir. Eulis Tanti Marlina, S.Pt., M.P., IPM., dan Deden Zam Zam Badruzaman, S.Pt., M.S. 

Dalam materinya yang bertajuk “Cara Membuat Pakan Hijauan dan Wawan Silase” Atun menjelaskan dengan gambar mengenai macam-macam rumput untuk pakan ternak dan cara membuat pakan ternak ruminansia fermentasi.

“Hijauan pakan adalah produk yang dihasilkan dari tanaman pakan atau tumbuhan lain yang menghasilkan biomasa dan berklorofil yang dapat berfungsi sebagai hijauan pakan, sehingga hijauan pakan dapat diperoleh dari semua tanaman pakan atau tanaman lain seperti jagung, jerami padi, kakao, pelepah kelapa sawit, pelepah pisang, pelepah sagu, dan lain-lain,” ujar Atun.

Lebih lanjut Atun juga menjelaskan bahwa hijauan pakan berperan sangat penting baik secara strategis maupun teknis dalam upaya mengembangkan ternak ruminansia. Sebagai sumber utama serat kasar, pakan hijauan dari jenis rumput dan legume mampu menyuplai kebutuhan protein bagi ternak sapi untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi daging, dan reproduksi.

Berkaitan dengan pengolahan limbah peternakan menjadi pupuk, DedenBadruzaman dalam pemaparannya menyampaikan limbah peternakan merupakan produk dari usaha peternakan, yang keberadaannya tidak dikehendaki sehingga harus dibuang. Limbah peternakan terdiri dari banyak jenis sesuai ternak yang menghasilkannya.

Deden juga menjelaskan bahwa salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh limbah ternak (khususnya kotoran sapi) secara sederhana dan cepat serta memberikan manfaat ekonomis bagi para peternak adalah melakukan proses pengolahan dengan menggunakan bantuan EM4 (Effective Microorganism 4).

Dalam hal ini, kotoran ternak sapi dapat dijadikan bahan utama pembuatan kompos karena memiliki kandungan nitrogen, potassium, dan materi serat yang tinggi. Kotoran ternak ini perlu penambahan bahan-bahan seperti serbuk gergaji, abu, kapur dan bahan lain yang mempunyai kandungan serat yang tinggi untuk memberikan suplai nutrisi yang seimbang pada mikroba pengurai. Selain proses dekomposisi dapat berjalan lebih cepat, hal ini juga dapat dihasilkan kompos yang berkualitas tinggi.

“Dengan pelatihan ini diharapkan masyarakat dapat tertarik untuk beternak domba, karena beternak domba sangat menguntungkan bagi peningkatan perekonomian masyarakat, kalau dikelola dan di-manage peternakan dombanya dengan baik. Serta masyarakat dapat memanfaatkan dagingnya maupun limbahnya untuk dapat meningkatkan ekonomi yang produktif, serta dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi yang dapat diterapkan di masyarakat,” ucap Deden. (INF/UNPAD)


FAPET UNPAD BERIKAN PELATIHAN PETERNAKAN DI DESA CIPTASARI

Domba, Komoditas Peternakan Primadona di Desa Ciptasari 

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan Pemerintah Desa Ciptasari, Pamulihan, Sumedang, dan P4S Karya Mandiri Prima menggelar pelatihan peternakan domba yang digelar di Aula Desa Ciptasari, Kamis (5/1/2023).

Kepala Desa Ciptasari Iis Lisnawati mengatakan, pelatihan yang digelar untuk kelompok ternak Desa Ciptasari ini diharapkan dalam meningkatkan sumber daya peternak dan mengetahui berbagai pengetahuan seputar alih teknologi dalam beternak domba. Lebih lanjut Iis mengatakan, pelatihan ini bertujuan mendorong peternak untuk tidak bingung lagi dalam mengolah pakan ternak. Peternak tidak perlu lagi mengarit, tetapi sudah memakai alat pencacah dan kemudian dilakukan fermentasi.

“Cara yang lebih mudah dan simpel sehingga pada musim penghujan dan musim kemarau  tidak bingung untuk kegiatan ngarit untuk memenuhi  kebutuhan ternak mereka,” imbuhnya.

Narasumber pada pelatihan ini terdiri dari dua dosen Fapet Unpad, yaitu Ir. Tidi Dhalika, M.S., dan Dr. Ir. Sondi Kuswaryan, M.S., serta perwakilan dari P4S Karya Mandiri Prima Yoyo Kusnadi. Ketiganya menyampaikan materi mengenai pakan ternak, dinamika kelompok, dan praktik pembuatan pakan fermentasi.

Dalam pemaparannya Tidi menekankan, bagi masyarakat yang akan beternak sapi atau domba perlu menetapkan tujuan awal yang spesifik, contohnya fokus di aspek pembibitan, breeding, atau penggemukan. Hal tersebut diperlukan agar sejak awal, peternak mampu memilih bibit yang bagus, melakukan manajemen pakan dan kandang yang sesuai, serta menyesuaikan dengan potensi yang ada.

“Pemberian pakan dengan memperhatikan kandungan nutrisi yang ada dapat meningkatkan berat domba. dan dalam pemilihan pakan domba haruslah tepat protein, nutrien, dan energi,” ujarnya.

Sementara Sondi menyampaikan mengenai definisi kelompok ternak. Kelompok ternak sebagai pelaku utama menjadi salah satu kelembagaan peternakan yang berperan penting dan menjadi ujung tombak dalam pembangunan peternakan. Menurutnya, beternak domba saat ini sangat menjanjikan.

Banyak permintaan domba untuk kebutuhan kurban dan akikah dapat menjadi peluang bagi peternak untuk meningkatkan kualitas ternaknya dengan memanfaatkan teknologi budi daya domba, sehingga akan menghasilkan ternak domba dengan kualitas baik. Setelah pemaparan teori, pelatihan dilanjutkan dengan praktik pembuatan pakan fermentasi oleh Yoyo Kusnadi. (INF)

PULANG KANDANG 2022: REUNI AKBAR FAPET UNPAD


Setelah dua tahun lebih tantangan pandemi, event yang paling ditunggu-tunggu para alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Fapet Unpad) kembali hadir, yaitu PULANG KANDANG 2022.

“Babarengan Bakti Ka Sarakan” merupakan tema yang diusung dalam event dua tahunan kali ini, dimana filosofi yang terkandung di dalamnya adalah ajakan kepada seluruh Alumni Fapet Unpad dimanapun berada untuk terus menyambung silaturahmi dan bersama-sama membangun kampus dan bangsa yang tercinta.

PULANG KANDANG 2022 berfungsi sebagai wahana berkumpulnya para alumni dan berkontribusi memajukan almamater melalui berbagai program yang selaras dengan tujuan, visi dan misi Fapet Unpad.

Tak lupa, PULANG KANDANG 2022 tentunya akan menampilkan rangkaian acara yang seru dan dapat mempererat persaudaraan para alumni.

Catat waktunya: Sabtu, 19 November 2022, di Kampus Unpad Jatinangor.

Ayo Akang/Euceu semua, kita dukung dan ikut berpartisipasi untuk kemajuan almamater Fapet Unpad dengan hadir di acara PULANG KANDANG 2022.

@pulangkandangunpad
@fapet.unpad
@ajolers

KOLABORASI CHAROEN POKPHAND INDONESIA BERSAMA UNPAD

Foto bersama usai penandatanganan perjanjian kersajama antara CPI dan Unpad


PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) kembali menjalin kerjasama bersama perguruan tinggi di negeri ini, kali ini mereka merajut kerjasama dengan Universitas Padjajaran (Unpad). Nota kesepahaman kerjasama antara CPI dan Unpad ditandatangani di Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor, Jawa Barat (13/1) yang lalu. Kerjasama tersebut nantinya berupa pembangunan Closed Housed  dan pengembangan kewirausahaan yakni Enterpreneur Training Center (ETC).

 

Dalam sambutannya Dekan Fakultas Peternakan Unpad Dr. Ir. Rahmat Hidayat menjelaskan, PT Charoen Pokphand Indonesia memberikan hibah berupa pembangunan closed house bernilai Rp 2,235 miliar sebagai media pembelajaran dan riset bagi Fapet Unpad, khususnya budidaya unggas.

 

“Closed house ini merupakan bagian dari rencana besar Fapet untuk pengembangan laboratorium lapangan untuk berbagai komoditas dan bidang ilmu peternakan yang terintegrasi dalam suatu sistem sustainable livestock technopark,” kata Rahmat.

 

Unggas sendiri menjadi bidang ilmu prioritas di Fapet Unpad. Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, kurang lebih sebanyak dua persen lulusan Fapet Unpad terserap di industri perunggasan. Selain itu, banyak guru besar dan jabatan akademik dosen yang dilahirkan dari riset mengenai perunggasan.

 

Rahmat juga mengatakan, selain wadah pengembangan budidaya unggas, closed house ini juga bermanfaat sebagai sarana Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, penambahan fasilitas pembelajaran modern, hingga peningkatan keterampilan kompetensi mahasiswa dan lulusan di bidang budidaya ayam broiler.

 

Dalam kesempatan yang sama Tjiu Thomas Effendy selaku Presiden Direktur PT CPI sekaligus Ketua Umum Charoen Pokphand Foundation Indonesia mengatakan bahwa CPI berkomitmen mendukung pembelajaran di perguruan tinggi melalui pembuatan closed house maupun teaching farm. Selain mendukung kegiatan perguruan tinggi, pembangunan closed house bertujuan untuk menyiapkan lulusan fakultas peternakan yang siap pakai dalam industri perunggasan.

 

“Selain materi perkuliahan, mahasiswa juga harus dibekali skill dan jiwa enterpreneur,” kata Thomas.

 

Karena itu, kerja sama ini juga dibarengi dengan implementasi program ETC. Tujuannya agar mahasiswa dapat memperoleh bekal mengenai pengelolaan budidaya unggas hingga mengelola unsur komersial yang diperoleh dari hasi budidaya tersebut. Bentuk lain kerja sama antara CPI dan Unpad adalah pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang memiliki nilai akademik baik namun kurang mampu secara finansial.

 

Rektor  Unpad Prof. Rina Indiastuti pun mengapresiasi terjalinnya kerja sama dengan CPI. Ia berharap pembangunan closed house diharapkan menjadi prototipe pembelajaran mahasiswa dalam mengelola budidaya unggas. Selain itu, fasilitas ini juga harus dapat mendukung peningkatan kualitas penelitian khususnya di Fapet Unpad.

 

Selain pembangunan closed house dan pengembangan ETC penandatanganan perjanjian kerjasama antara CPI dan Unpad juga terjalin dibidang kemitraan dengan anak perusahaan CPI yakni PT Multi Sarana Pakanindo dan PT Primafood International (CR).

 

 


MENGGAGAS LUMBUNG PANGAN DAN SWASEMBADA DAGING 2026

Bincang Peternakan: Food Estate dan Swasembada Daging 2026. (Foto: Istimewa)

Keberadaan sektor pertanian di Indonesia sangat penting mengingat peranannya dalam memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk. Lemahnya permodalan dan teknologi pada sektor pertanian khususnya pada sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu kendala bagi peningkatan produksi pangan Indonesia. 

Dalam hal pemenuhan pangan dari sumber hewani, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya mewujudkan swasembada daging sapi 2026. Kini, upaya untuk mewujudkan swasembada tersebut tidak sebatas hanya pada kemampuan penyediaan daging yang cukup bagi masyarakat, namun juga harus disertai dengan peningkatan kualitas konsumsi pangan masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal.

Hal itu dibahas dalam Bincang Peternakan: Food Estate dan Swasembada Daging 2026, melalui sebuah aplikasi daring pada Minggu (15/11/2020). Webinar diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran (Fapet Unpad), Panitia Musyawarah Nasional XVI Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Seluruh Indonesia (ISMAPETI) dan Indonesia Livestock Alliance (ILA).

Kegiatan menghadirkan tiga narasumber penting yakni Ir Sugiono (Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen PKH) yang membawakan materi cara memperkuat lumbung pangan nasional, kemudian Dr Ir Andre Rivianda Daud SPt MSi IPM (Akademisi Fapet Unpad) yang membawakan materi swasembada daging di 2026, serta Dr Ir Rochadi Tawaf MS (Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia) yang membawakan materi ketersediaan daging nasional.

Dihadiri sekitar 170 peserta, bincang peternakan tersebut menjadi wahana bagi para peserta untuk dapat mengetahui, memahami dan mendalami program pemerintah yaitu food estate dan swasembada daging 2026, serta dapat menjadi bekal bagi para generasi muda yang akan berkecimpung di dunia peternakan.

Dalam kesempatan itu, Rochadi menjelaskan bahwa ketersediaan daging sapi dapat disiapkan dari produksi daging domestik dan juga impor, baik ternaknya maupun dagingnya.

“Namun yang harus dikritisi adalah impor daging kerbau asal India berdampak negatif terhadap program ketersediaan daging domestik,” kata Rochadi.

Ia mengharapkan, ketersediaan daging sapi domestik bisa difokuskan pada program breeding yang terarah.

“Pola kluster kawasan pengembangan vilagge breeding center (VBC) dan kemitraan peternak dengan industri menjadi pendukung dalam ketersediaan daging domestik ini,” katanya. (IN)

CBC UNPAD BAHAS DUA SISI BELGIAN BLUE

Belgian Blue, akan jadi berkah atau musibah?


Indonesia sepertinya masih berambisi untuk mewujudkan program swasembada daging sapi. Melalui berbagai peraturan pemerintah seperti SK Mentan 73/2018, SK Dirjen 6977/2018, dan bahkan Kepmentan RI No.416/2020 Indonesia resmi menjalankan program pengembangan rumpun sapi Belgian Blue.

Sebuah webinar bertajuk "Kelanjutan Perkembangan Sapi Belgian Blue Sebagai Upaya dari Pemerintah Untuk Mencapai Swasembada Daging Nasional" dihelat oleh Cattle Buffalo Club (CBC), sebuah organisasi kemahasiswaan di Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Webinar tersebut berlangsung pada Sabtu (7/11) yang lalu melalui daring Zoom Meeting.

Tiga orang narasumber hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut. Mereka adalah Yanyan Setiawan dari Balai Embrio Transfer Cipelang, Gungun Gunara mewakili Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak Kementan, dan Nuzul Widyas Akademisi dari Fakultas Pertanian UNS.

Dalam presentasinya Yanyan Setiawan menjabarkan berbagai aspek teknis terkait pemeliharaan, performa reproduksi, serta keunggulan dan potensi dari ras sapi Belgian Blue. 

"Sapi ini memiliki Double Muscle (DM) yakni perototan yang sangat berkembang, sehingga dapat menghasilkan karkas yang lebih banyak ketimbang sapi lokal. Nantinya bakalan dari Belgian Blue Cross akan dikembangkan di UPT milik pemerintah dan disebarkan kepada peternak di seluruh nusantara," tutur Yanyan.

Senada dengan Yanyan, Gungun Gunara juga mengatakan bahwa diharapkan dengan adanya program ini peternak dapat lebih sejahtera dikarenakan sapi - sapi yang dipelihara lebih cepat besar, karkasnya lebih banyak, dan lebih menguntungkan dari segi ekonomi.

Namun begitu, Nuzul Widyas memiliki pandangan lain terhadap program pemerintah tersebut. Menurutnya, dari kacamata akademisi terdapat beberapa kekurangan yang seharusnya lebih dikaji lebih dalam pada program tersebut.

Nuzul menyebutkan bahwa sapi Belgian Blue dapat memiliki Double Muscle dikarenakan faktor mutasi genetik. Jika tidak ditangani secara benar, alel mutan dari sapi tersebut berpotensi merusak populasi sapi potong di tingkat peternakan rakyat.

"Kami tidak menentang fakta bahwa sapi BB memiliki superioritas sebagai sapi pedaging, tetapi kami hanya khawatir terhadap sapi lokal kita. Yang saya omongkan ini bukan omong kosong, saya punya beberapa bukti kuat, mengapa sapi BB dengan mutasi gen DM "kurang cocok" untuk peternak rakyat kita," tukas Nuzul.

Lebih lanjut Nuzul menuturkan bahwa beberapa negara sudah tidak menggunakan Belgian Blue dalam program pengembagan sapi pedaging di negaranya karena isu Animal Welfare.

"Sebut saja USA, negeri Paman Sam mengkalim bahwa sapi ini membutuhkan perawatan yang lebih telaten dari segi teknis ketimbang sapi lainnya. Yang saya tahu, tantangan budidaya di masa kini adalah bagaimana caranya menciptakan bibit yang tahan penyakit dan stress serta lebih mudah dipelihara, kalau Belgian Blue ini kan butuh perhatian lebih (manja)," tukas Nuzul.

Dari segi genetis, Nuzul menyebut bahwa gen mutan yang menyebabkan hipertropi otot pada sapi BB dapat diwariskan pada keturunannya melalui Cross Breed. Gen tersebut memang memiliki keunggulan dalam produksi daging karena menghasilkan otot yang padat, sehingga presentase karkas akan menigkat.

Namun begitu, terdapat kompensasi akibat hipertropi otot berlebih pada mutasi tersebut. Nuzul menyebut bahwa mutasi akan terjadi pada otot di seluruh tubuh. Jika hal tersebut terjadi, akan terjadi dampak fisiologis terhadap sapi, salah satunya performa reproduksi.

"Dari beberapa jurnal penelitian, disebutkan bahwa akibat perototan yang terlalu padat, terjadi penyembitan kanal - kanal seperti saluran reproduksi, pembuluh darah, dan lain - lain. Beberapa jurnal juga menyebutkan bahwa hampir 100% sapi BB dengan mutasi genetik DM kelahirannya harus dibantu oleh dokter hewan melalui operasi cesar karena mengalami distokia," tutur Nuzul sembari memperlihatkan beberapa jurnal pendukung.

Terakhir Nuzul menyebutkan bahwa dalam mewujudkan swasembada daging sapi, pemerintah seharusnya mengoptimalkan cross breeding antara sapi dari jenis Bos taurus konvensional dengan sapi betina lokal yang berkualitas. 

Sebagai panelis atau pembahas Rochadi Tawaf yang juga pakar sosial ekonomi peternakan juga banyak menjabarkan apa - apa saja yang harus dilakukan pemerintah dalam membangun persapian Indonesia.

Poin pertama yang dibahas oleh Rochadi yakni terkait sumber daya genetik dan perbibitan ternak. Mendengar berbagai pembahasan terkait potensi kerusakan genetik pada sapi lokal akibat persilangan sapi BB, Rochadi menilai pemerintah telah melanggar PP No.48/2011 tentang sumber daya genetik dan perbibitan ternak.

"Pada pasal 20 disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan budidaya yang berpotensi menguras atau mengancam kepunahan sumber daya genetik hewan asli dan lokal. Jadi pemerintah (Kementan) bisa dituntut dengan pasal ini," tutur Rochadi.

Dirinya juga mengutip pernyataan mantan Direktur Jenderal Peternakan terdahulu yakni Soehadji, bahwa dalam menentukan suatu kebijakan hendaknya suatu kebijakan harus berbasis akademik.

"Harus feasible (bisa diterapkan di masyarakat), acceptable (dapat diterima masyarakat), dan profitable (menguntungkan masayarakat). Saya tidak melihat ketiganya dalam penentuan kebijakan ini. Jadi sebenarnya pengambilan keputusan dan kebijakan ini bagaimana?," tutur Rochadi.

Selain itu Rochadi juga mengkritik pemerintah terkait Kepmentan No.616/2020 yang hendak menetapkan sapi BB sebagai rumpun sapi Indonesia. Ia berdiskusi dengan beberapa peneliti di LIPI bahwa setidaknya diperlukan waktu 15-20 tahun dan proses pengembangbiakkan selama 3-5 tahun, untuk mendapatkan hasil cross breed, sapi BB dengan sapi lokal F4 dengan level genetik 90%.

"Kok ini terkesan cepat dan terburu - buru?. Harusnya pemerintah lebih seksama, coba lihat sekarang, mengapa sapi BB hanya mau dikembangkan di Indonesia saja?, Brazil yang penghasil daging terbesar tidak pakai BB, negara - negara di Eropa juga enggak mengembangkan BB, kenapa kita bernafsu sekali mau mengembangkan BB?, sebuah tanda tanya besar itu," tutur Rochadi.

Sebagai saran kepada pemerintah Rochadi meminta agar pemerintah membentuk breed komposit yang memanfaatkan keunggulan sapi lokal. Dirinya juga menyarankan agar sapi dengan mutasi genetik DM tidak disebar ke peternak.

Kedua, pemerintah harus mengawasi dengan seksasam, apabila nantinya  introduksi sapi DM pada sapi Indonesia berdampak negatif dan mengancam populasi ternak lokal, semua F1 harus disembelih dan tidak boleh bereproduksi di masyarakat, (Dilakukan pemusnahan).

Pemerintah sebaiknya lebih concern mengembangkan rumpun sapi endemik Indonesia yang sudah teruji dan sesuai dengan ekosistem negeri ini. Hanya tinggal mengkaji lebih dalam dan melakukan seleksi yang lebih intensif. 

Yang terakhir Rochadi meminta agar pemerintah melakukan kajian akademik secara komperhensif dari aspek teknis, sosial, dan ekonomi dalam program pengembangan sapi BB di Indonesia agar tidak menyesal dan menyalahkan siapa - siapa apabila terjadi kesalahan ditegah berjalannya program tersebut. (CR)

 





FAPET UNPAD-HIPPAPI GELAR KONTES AYAM PELUNG 2019

Kontes Ayam Pelung Nasional ke-17 yang dilaksanakan di Plaza Fapet Unpad. (Foto: Sjamsirul)

Minggu, 1 September 2019, Unit Kegiatan Mahasiswa-Kelompok Profesi Ternak Unggas (UKM-KPTU) Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Padjadjaran (Unpad), bekerjasama dengan HIPPAPI (Himpunan Peternak Penggemar Ayam Pelung Indonesia) menggelar Kontes Ayam Pelung Nasional ke-17 yang bertempat di Plaza Fapet Unpad.

Dari pantauan tim Infovet, kontes bertajuk “Pesona Pelung Ciri Khas Nusantara” diikuti sebanyak 172 peserta dari lima Provinsi, diantaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta dan Sumatera Selatan. Acara kontes dibuka dengan sambutan Pembina UKM-KPTU, DR Ir Wiwin Tanwiria, mewakili Dekan Fapet Unpad.

“Kontes ini diselenggarakan tiap tahun dengan tujuan sebagai ajang silaturahmi antara peternak, penggemar, civitas akademika dan penentu kebijakan, disamping untuk pelestarian plasma nutfah ayam Pelung,” tutur Wiwin. 

Sementara Ketua DPW HIPPAPI Jawa Barat yang juga Wakil Ketua DPP HIPPAPI Biro Organisasi, Agus Abdurahman, menuturkan pihaknya baru mampu menyelenggarakan sekedar kontes saja, belum meningkat menjadi kegiatan festival, baik secara lokal atau nasional untuk lebih secara luas memamerkan dan mempromosikan ayam Pelung.

“Untuk itu perlu ada kalaborisasi antara pemerintah daerah dengan DPP/DPW HIPPAPI, perguruan tinggi setempat, organisasi perunggasan dan peternak, agar bisa memamerkan produk-produk ayam lokal dan ayam ras setempat, sehingga masyarakat dapat menikmatinya,” kata Agus yang juga pemilik pembibitan ayam Pelung di daerah Cianjur ini.

Pada kegiatan kontes ayam pelung kali ini, dihadirkan empat juri bersertifikat. Dari hasil penjurian diperoleh juara umum ayam Pelung milik Iwan Pale (Renggo Team Farm Cianjur/Sukabumi/Cililin). Kemudian kategori Penampilan Suara dan Fisik diraih oleh Farid peserta asal Cianjur (Juara I), Iwan Pale (Juara II) dan H. Engran peserta asal Garut (Juara III). Untuk kategori Bobot Badan diserahkan kepada Armofai peserta asal Karawang (Juara I-bobot 5,45 kg), Deni Opik asal Bandung Timur (Juara II-bobot 5,41 kg) dan H. Dawan asal Bandung Selatan (Juara III-bobot 5,35 kg).

Agus Abdurahman menyatakan, bahwa ayam Pelung yang telah beberapa kali meraih kejuaraan harganya akan terus meningkat bisa mencapai Rp 15-20 juta per ekor bahkan lebih.

Selain menggelar kontes, kegiatan ini juga dimeriahkan dengan pagelaran Seni Pencak Silat Remaja Khas Pasundan, pagelaran musik, serta berbagai stand kuliner berbahan produk peternakan. Selain itu, juga diadakan pengundian door price berupa enam boks berisi DOC Ayam Sentul dengan masing-masing boks berisi 25 ekor DOC dan penyerahan sebanyak 21 piala kepada peserta yang menjadi juara. (SA)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer