Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SATWA HARAPAN, BISNIS EFISIEN YANG MENJANJIKAN

Ulat hongkong, satwa harapan yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan. (Foto: Ist)

Ternak konvensional yang ada saat ini seperti sapi, kerbau, kambing, ayam, babi, hanya sebagian kecil dari sumber daya hayati fauna yang ada. Masih ada banyak satwa lain yang memiliki potensi tinggi sebagai sumber protein bagi manusia, baik dari mamalia, burung, reptilia, avertebrata maupun serangga.

Hal itu dikatakan Guru Besar Fakultas Peternakan IPB, Prof Dr Asnasth M. Fuah dalam presentasinya bertajuk “Satwa Harapan Pilihan Usaha Menjanjikan yang Efisien” dalam sebuah  pelatihan melalui online yang diselenggarakan oleh Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) dan Fakultas Peternakan IPB pada Sabtu (27/6/2020). Hadir pula narasumber lain yakni Dr Yuni Cahya Endrawati (Dosen Fapet IPB) dan Koes Hendra Agus Setiawan (Founder PT Sugeng Jaya Group).

Asnath memaparkan, satwa harapan memiliki sejumlah keunggulan yakni efisiensi lahan dan ruang, efisiensi modal, mudah beradaptasi dan ramah lingkungan, relatif tahan penyakit, siklus hidup yang pendek dan nilai ekonomi yang tinggi.

Ia mencontohkan satwa harapan dengan budidaya jangkrik yang memiliki kadar protein 54-58%, kapasitas produksi telur pada luas lahan sekitar kurang dari  100 m2 atau setara dengan 20 kotak pemeliharaan mencapai 6-8kg/hari, dapat dipanen mencapai 200-250 kg/bulan dengan harga jual Rp 30.000-35.000/kg.

Contoh lainnya adalah budidaya lebah madu apis, yang memerlukan kawasan tanaman pakan yang mengandung nektar. Produksi madu 2 kg/stup/periode panen, dalam setahun bisa 3-4 periode panen. “Keunggulan lain budidaya lebah madu apis yakni integrasinya dengan kopi. Meningkatkan produksi madu dan kopi, lebah sebagai polinatornya,” jelas Asnath.

Satwa harapan lain yang berpotensi besar untuk dikembangkan, lanjut dia, antara lain budidaya lebah trigona, ulat hongkong, lebah propolis, ulat sutera bombyx mori, ulat sutera alam Indonesia attacus atlas, ulat sutera alam samia cynthia ricini, semut rangrang dan black soldier flies (BSF).

Agar dapat berkembang secara berkelanjutan, Asnath menegaskan tentang strategi yang dapat dilakukan, yakni adanya ketersediaan pakan dan bibit secara cukup dan berkelanjutan, penguatan kapasitas organisasi, sumber daya manusia dan kemitraan, pembenahan infrastruktur, sistem distribusi dan tata niaga, penguatan teknologi budidaya dan pasca panen, serta dukungan kebijakan menyangkut regulasi tata ruang dan kawasan budidaya. (IN)

STRATEGI PENGGEMUKAN TERNAK MENJELANG IDUL ADHA

Penggemukan ternak jelang hari raya Idul Adha (Foto: Ist)


Penggemukan ternak menjadi perhatian para peternak terutama menjelang momen-momen tertentu seperti Idul Adha. Dalam penggemukan ternak, pemberian pakan yang optimal menjadi kunci utama keberhasilan. Hal tersebut dikupas dalam Obrolan Peternakan edisi ke-3 tanggal 20 Juni 2020 yang merupakan persembahan dari Departemen Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan (Fapet) UGM.

Dr Ir Bambang Suwignyo SPt MP IPM ASEAN Eng, salah satu narasumber yang juga Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerja Sama Fapet UGM, mengatakan bahwa pelet pakan hijauan dapat menjadi pilihan pakan dengan berbagai keunggulan.

Gulma sebagai sumber bahan pakan utama untuk membuat pelet pakan hijauan adalah jenis bahan pakan yang lebih tahan terhadap situasi ekstrem, yaitu panas dan air yang sedikit (musim kemarau) dibandingkan dengan rumput konvensional sehingga hampir pasti tersedia/tumbuh sepanjang tahun.

Bambang menambahkan, pelet pakan hijauan juga mengandung serat protein kasar tinggi lebih dari 20%, karena campurannya dapat didesain dengan komponen utama yang dominan adalah rumput gulma bernutrisi tinggi. Kadar nutrisinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan pakan. Pada kadar protein kasar yang sama, pelet pakan hijauan lebih murah dibandingkan dengan konsentrat komersial. Pelet pakan hijauan dapat berupa murni hijauan atau dicampur bekatul atau konsentrat.

Pelet hijauan pakan memperkecil peluang pakan tersisa karena ternak tidak dapat memilih. Jika pakan diberikan dalam bentuk hijauan, akan banyak yang tersisa karena ternak memilih yang dimakan. Pakan yang tidak terpilih akan terinjak ternak, bercampur dengan kotoran, dan menumpuk.

Cara pembuatannya pun sangat mudah. Hijauan dicampur dan dimasukkan ke dalam mesin kemudian dikeringkan selama 2—3 hari jika panas terik. Setelah kering, warnanya menjadi hijau kecoklatan. Semakin tinggi kadar konsentrat, warna pelet makin cerah. Setelah itu, pelet paling baik disimpan di dalam drum plastik karena kedap air, kuat, dan ukuran dapat dipilih.

Bentuk pelet juga menjadi kompak tidak voluminous (rowa) sehingga mudah dipacking dan dimobilisasi. Sangat cocok untuk penanganan ternak dalam program rescue, misalnya bencana erupsi Merapi atau Gunung Agung beberapa waktu lalu.

Narasumber lain, Prof Dr Ir Ristianto Utomo SU, dosen di Laboratorium Teknologi Makanan Ternak Fapet UGM mengungkapkan alternatif lain pakan berkualitas adalah pakan komplet fermentasi.

Ini cara pembuatan pakan komplet fermentasi: (1) Hijauan dicacah dan dicampur. (2) Hijauan ditambahkan konsentrat sesuai formula dan diaduk hingga merata. (3) Hijauan dimasukkan dan dipadatkan di dalam drum plastik kemudian diperam sekitar satu minggu. (4) Setelah diperam, pakan siap diberikan kepada ternak.

Pakan komplet fermentasi merupakan hasil fermentasi dari pakan komplet dengan menggunakan mikrobia sebagai inokulan dan molases sebagai substrat. Proses fermentasi dapat menaikkan kecernaan pakan dan meningkatkan kualitas pakan. Selain itu, pakan komplet fermentasi dapat dibuat dalam jumlah yang banyak sehingga peternak memiliki cadangan pakan. Dengan demikian, peternak tidak perlu mencari pakan setiap hari.

Dalam kesempatan yang sama, Prof Dr Ir Zaenal Bachruddin MSc IPU ASEAN Eng, dosen di Laboratorium Biokimia Nutrisi Fapet UGM yang menjadi inventor dan pengembangan bakteri asam laktat, memaparkan tidak hanya secara ilmiah, namun juga pengalamannya mengimplementasikan hebatnya mikrobia ke dalam ternak domba.  

Bisnis pakan dengan konsep ada peran serta mikrobia ini dapat menjadi bisnis yang menjanjikan. Sementara itu sebagai pakan ternak, keberadaan mikrobia dalam pakan sangat menunjang kinerja produktivitas ternak. (Rilis/INF)  

WEBINAR UNSOED: PROSPEK PETERNAKAN DI ERA NORMAL BARU PASCA PANDEMI COVID 19


Sukses di pagelaran Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Peternakan Seri 6 (STAP-VI) tahun lalu, tahun ini, tepatnya Sabtu (27/06/2020), Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman kembali menyelenggarakan Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Peternakan Seri 7 (STAP-VII). Kali ini, Panitia Pelaksana melibatkan Universitas Papua, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) Bogor, Jurnal Animal Production, JIPVET untuk E-Prosiding, Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), dengan Majalah Infovet sebagai official Media Partner-nya serta didukung oleh kafapet-unsoed.com . Webinar ini dilaksanakan melalui aplikasi zoom dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Panitia Pelaksana (http://s.id/livestap7) diikuti oleh 250 orang peserta dari 76 institusi di seluruh Indonesia, mulai dari kalangan dosen, peneliti, praktisi dan mahasiswa.

Panitia Pelaksana Dr. Ir. Agustinah Setyaningrum, M.P., dalam sambutannya menyebutkan bahwa webinar ini diselenggarakan sebagai media penyebaran berbagai hasil penelitian dari para peneliti bidang peternakan di seluruh Indonesia dan dapat dijadikan sebagai ajang pertukaran informasi antar peserta mengenai topik-topik penelitian yang ditekuninya. “Sama dengan penyelenggaraan tahun lalu, tahun ini meskipun dilaksanakan dalam jaringan (daring), Panitia Pelaksana tetap membuat kelompok diskusi secara acak dengan harapan terjadi pertukaran keilmuan, pemikiran dan wacana yang lebih luas di antara peserta diskusi,” kata Panitia Pelaksana.

Prof Dr Ir Ismoyowati, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman yang menyambut dan membuka webinar ini berharap agar musibah pandemi COVID-19 tidak dijadikan sebagai alasan untuk tidak berkarya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dosen, peneliti dan mahasiswa. “Kami memberikan ruang untuk berdiskusi terkait bagaimana prospek ke depan dunia peternakan kita, karena semua kita paham bahwa produk ternak adalah pangan yang sarat dengan zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia untuk proses tumbuh kembang,” kata Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.

Di webinar STAP-7 ini, Panitia Pelaksana menghadirkan pembicara utama, yaitu Prof Dr Ir Budi Santoso dari Universitas Papua yang berbicara tentang "Prospek Pengembangan Sapi Potong di Era Normal Baru Pascapandemi COVID-19". Kemudian, Prof. Dr. Ir. Ismoyowati Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman menghantarkan materi "Potensi Telur Sebagai Immunomodulatory Food di Era Normal Baru Pasca Pandemi COVID-19". Lalu, Dr Ir Bess Triesnamurti dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor memaparkan materi terkait dengan "Pemuliaan Ternak di Era Normal Baru Pasca Pandemi COVID-19", sedangkan Ir Bambang Suharno Pimpinan Redaksi Majalah Infovet membahas tentang "Prospek Peternakan di Era Normal Baru Pasca Pandemi COVID-19" dari sudut pandang media.

Terkait dengan prospek peternakan di era normal baru, para narasumber sepakat bahwa pandemi COVID-19 dan era baru sedikit banyak telah mengubah tatanan sosial dan dampaknya dapat dirasakan dari semua lini kehidupan, terutama yang berhubungan dengan ekonomi masyarakat, terjadi penurunan karena dampak pemutusan hubungan kerja dan lainnya. Hal ini secara tidak langsung berimbas pada menurunnya daya beli masyarakat terhadap pangan pokok termasuk pangan dari produk peternakan, yakni daging, susu dan telur. Penurunan daya beli terhadap produk ternak juga berdampak terhadap usaha budidaya, sehingga banyak peternak yang mengeluhkan perihal pandemi COVID-19 dengan beragam aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang sejatinya aturan tersebut untuk keselamatan manusia itu sendiri. Namun demikian, menurut Prof Dr Ir Ismoyowati, masyarakat harus tetap mengonsumsi pangan bergizi agar dapat meningkatkan imunitas tubuh, salah satunya adalah mengonsumsi telur yang sering disebut sebagai immunomodulatory food.

Hal menarik lainnya dari webinar STAP-VII 2020 ini adalah pandemi COVID-19 disebut telah menumbuhkan gaya hidup baru dalam berbelanja, khususnya untuk produk peternakan melalui platform E-Commerce. “Penjualan daging beku melonjak tajam selama pandemi COVID-19 melalui penjualan online. Diharapkan pasca pandemi kebiasaan belanja daging beku akan berlanjut dan hal ini akan mendorong hilirisasi peternakan dan dapat mengurangi gejolak fluktuasi harga ,” kata Bambang Suharno, Pimpinan Redaksi Majalah Infovet.

Namun demikian Bambang memprediksi, masalah-masalah klasik peternakan seperti konlik tata ruang, konflik usaha skala kecil dan besar dan beberapa masalah lainnya masih akan berlanjut setalah pandemi berakhir. Ia menyarankan pemerintah melakukan perencanaan tata ruang untuk menjamin kepastian berusaha bagi peternak, meningkatkan infrastruktur rantai dingin untuk mengurangi gejolak harga, serta meningkatkan kampanye gizi khususnya ayam dan telur sebagai sumber protein yang berkualitas, produknya melimpah  dan terjangkau harganya.

Webinar STAP-VII ini ditutup setelah pelaksanaan seminar paralel melalui 10 channel yang mengelompok pada  empat bidang ilmu, yakni Teknologi Produksi Ternak, Teknologi Pakan dan Nutrisi Ternak, Teknologi Preservasi dan Pengolahan Hasil Ternak serta Sosial Ekonomi dan Agribisnis Peternakan. (Sadarman).

MEMBANGKITKAN UNGGAS LOKAL INDONESIA

Ternak ayam lokal Indonesia (Foto: Ist)

Di tengah pandemi COVID-19, sangat penting adanya pemenuhan protein hewani sebagai asupan gizi bagi tubuh agar terbangun sistem imun yang kuat dalam menangkal penyakit. Pemenuhan protein hewani tersebut bisa dipenuhi melalui unggas lokal Indonesia yang diharapkan bisa bangkit dan menjadi industri perunggasan yang lebih luas.

Hal tersebut mengemuka dalam seminar online Indonesia Livestock Club edisi kedua yang diselenggarakan oleh Indonesia Livestock Alliance (ILA) bekerja sama dengan Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI) dan Gabungan Pembibitan Ayam Lokal Indonesia (Gapali), Sabtu (27/6/2020).

Hadir sebagai pembicara, Ketua Gapali, Bambang Krista, yang memaparkan mengenai “Tantangan Pembibitan Ayam Lokal dan Alternatif Solusinya” mengatakan bahwa untuk menyentuh industrialisasi unggas lokal dibutuhkan roadmap, diantaranya strategi dalam pengendalian penyakit pada unggas lokal, menciptakan satu iklim usaha sehingga breeder daerah bisa berkembang dan peternak mudah mendapatkan bibit berkualitas dengan harga kompetitif.

“Bisnis ayam lokal/kampung boleh, tapi jangan kampungan. Ini saatnya ayam lokal menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Bambang. Belakangan ini kebutuhan pasar nasional ayam lokal/kampung terus meningkat.

Ia pun berharap, pemerintah tetap mengoptimalkan fungsinya sebagai instansi terkait untuk menghasilkan galur ayam lokal yang berkualitas. “Sementara peran swasta melalukan pengembangan dan memperbanyak galur yang dihasilkan itu,” ucapnya.

Galur ayam lokal Indonesia pun telah banyak dikembangkan oleh pemerintah. Hal itu disampaikan oleh Peneliti Senior Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Prof Sofjan Iskandar, yang membahas materi mengenai “Otentifikasi dan Sertifikasi Unggas Lokal Indonesia”.

“Di Balitnak kita banyak menciptakan galur murni. Penetapan galur ini untuk otentifikasi unggas lokal di masing-masing daerah. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 117/2014 tentang Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Hewan,” ujarnya.

Hal ini dilakukan untuk memberikan pengakuan pemerintah terhadap rumpun atau galur hewan yang ada di suatu wilayah sumber bibit dan penghargaan negara terhadap galur baru hasil pemuliaan yang dapat disebarluaskan kepada masyarakat. Agar terdapat perlindungan hukum dan menjamin kelestarian serta pemanfaatan unggas lokal bisa dilakukan secara berkelanjutan.

Prof Sofjan pun memberikan beberapa contoh unggas lokal yang sudah ditetapkan rumpun atau galurnya, diantaranya ayam Sentul, ayam Pelung, itik Alabimaster maupun ayam KUB dan lain sebagainya. Kesemua galur tersebut memiliki ciri khas dan kemampuan produksi baik telur maupun daging yang sangat baik.

Seminar yang dihadiri sekitar 270 orang peserta dari berbagai profesi ini juga menghadirkan Ahli Genetika Unggas Fakultas Peternakan Unpad, Dr agr Ir Asep Anang, yang memberikan pembahasan mengenai “Teknik Merekayasa Ayam Pribumi (Lokal) Unggul (Pendekatan Industri). (RBS)

WASPADA LEUCOCYTOZOONOSIS PADA AYAM

Kejadian Leucocytozoonosis di lapangan masih cukup merepotkan di peternakan ayam. (Foto: Istimewa)

Apa itu Leucocytozoonosis? Leucocytozoonosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit darah Leucocytozoon sp, yang tergolong dalam famili Plasmodiidae. Di lapangan kejadian kasus sering dikelirukan dengan malaria unggas oleh infeksi Plasmodium sp, karena memang masih satu famili Plasmodiidae dan adanya kemiripan gejala klinis dari keduanya.

Siklus hidup Leucocytozoon meliputi fertilisasi dan perkembangan seksual terjadi di dalam tubuh insekta, sedangkan multiplikasi aseksual terjadi di dalam sel-sel jaringan hospes, yaitu fase skisogoni pada paru-paru, hati, jantung, usus, limpa dan ginjal, serta fase gametogoni terjadi di dalam eritrosit atau leukosit.

Penularan Leucocytozoonosis terjadi melalui gigitan insekta penghisap darah seperti Simulium sp (lalat hitam), Culicoides sp (agas) dan Ornithonyssus sp (tungau) yang bertindak sebagai vektor atau hewan perantara yang menyebarkan penyakit dari hewan sakit ke hewan yang sehat, dari satu lokasi peternakan ke lokasi peternakan lainnya.

Meskipun vektor insekta hanya bersifat infektif selama 18 hari, namun letupan kasus penyakit di lapangan berlangsung terus selama musim serangga. Hal ini disebabkan oleh generasi penerus insekta tersebut berkembang pesat dan menggigit unggas-unggas carrier, sehingga siklus kejadian penyakit seakan tidak pernah berhenti.

Gejala klinis bervariasi, dipengaruhi umur, jenis hewan dan kondisi hewan itu sendiri (umumnya usia > 3 minggu). Gejala klinis yang umumnya terlihat adalah penurunan nafsu makan, demam, haus, depresi, bulu kusam, kemudian pial dan jengger pucat.

Kejadian penyakit dapat berlangsung cepat dengan angka kematian bervariasi dari 10-80%.  Pada kasus akut, mortalitas dapat mencapai 80%, proses penyakit berlangsung cepat dan mendadak, dengan gejala demam, anemia, kelemahan umum, kehilangan nafsu makan, tidak aktif, lumpuh dan terjadi kematian. Ayam dapat mengalami muntah, mengeluarkan feses/kotoran berwarna hijau dan mati akibat perdarahan.

Perubahan patologi paling menonjol adalah ditemukan adanyanya perdarahan titik atau petechiae dengan ukuran yang bervariasi pada kulit, jaringan subkutan, otot dan berbagai organ lain, misalnya ginjal, hati, paru-paru, usus, limpa, timus, pankreas  dan bursa fabricius. Organ hati dan ginjal biasanya membengkak dan berwarna merah kehitaman.

Ornithonyssus sp bertindak sebagai salah satu vektor atau hewan perantara penyebar penyakit pada ayam. (Sumber: veterinaryparasitology.com)

Pengendalian dan Pencegahan
Pengendalian dan pencegahan adalah dengan tindakan paling efektif dengan cara menekan atau mengeliminasi hewan perantara (insekta) dan burung liar sebagai carrier, guna memutus siklus kejadian penyakit yang berulang di lokasi tersebut... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2020) (AHD-MAS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer