Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KEBUTUHAN TEMPAT PAKAN DAN MINUM IDEAL PADA USAHA BROILER

Kekurangan jumlah tempat pakan dan minum, serta kepadatan yang tinggi,
dapat menyebabkan
kasus kanibalisme, meningkatnya angka kesakitan,
bahkan
kematian yang berakibat pada kegagalan panen.

Usaha ayam pedaging atau broiler di dalam negeri terus meningkat, baik usaha budidaya maupun usaha pembibitan (breeding farm), sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan daging ayam dan meluasnya usaha kuliner berbahan daging ayam. Untuk itu, peternak broiler dituntut menyediakan ayam broiler hidup yang HAUS (Halal, Aman, Utuh dan Sehat), di mana untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan manajemen profesional dan pengetahuan peternak yang mumpuni sesuai standar internasional.
Salah satu unsur manajemen perkandangan yang sering terlupakan dan dianggap enteng oleh peternak ialah penyediaan tempat pakan dan minum sesuai dengan populasi dan kepadatan (density) ternak yang dipelihara. Padahal hal ini sangat berpengaruh pada keseragaman (uniformity), laju pertumbuhan dan kesehatan ternak yang bersangkutan.
Pada umumnya konsumen apakah pribadi atau usaha kuliner, menyukai ayam pedaging yang montok, seragam dalam bobot badan dan higienis. Ayam broiler yang tidak seragam, cacat, kurang sehat, sudah dipastikan akan ditolak konsumen, yang berarti kerugian bagi peternak.
Penulis pernah mensuplai daging ayam broiler dingin ke salah satu outlet penyedia olahan daging ayam di Bogor pada jam 02.00 WIB, ternyata konsumen menyeleksi ulang selain bobotnya juga ada tidaknya cacat seperti lembab biru, tulang patah dan lain-lain. Nah, di sinilah peternak harus menampilkan pemeliharaan ayam broiler sebaik-baiknya sesuai permintaan konsumen, agar tidak asal-asalan dalam memeliharanya.

Tempat Pakan dan Minum yang Dibutuhkan
Tempat pakan dan minum yang tidak sesuai dengan populasi ayam yang dipelihara akan mengakibatkan terjadinya saling berebut antara masing-masing ternak (kompetisi), yang akhirnya akan terjadi ayam yang lebih besar saja yang mendapat pakan cukup, sementara yang lain tidak kebagian dan buntutnya keseragaman bobot badan tidak tercapai.
Berikut disajikan standar internasional untuk pemeliharaan broiler, baik komersial (budidaya), bibit remaja (breeder pullet) dan bibit produksi (breeder production) seperti pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1: Luas Kandang, Tempat Pakan dan Minum untuk Broiler
Jenis ayam
Jenis lantai
Umur (minggu)
Luas per ekor (cm2)
Luas tempat pakan per ekor (cm2)
Luas tempat minum per ekor (cm2)
Broiler Komersial
Floor
Floor
0-4
4-8
279
697
2,5
2,5
0,5
0,5
Broiler Breeder Pullet
Floor
Floor
Floor
0-8
9-16
16-20
743
1.208
1.858
2,5
7,6
10,2
1,3
1,5
2,5
Broiler Breeder Production
 Floor
Slat-Floor
20
≥ 20
2.322
1.858
10,2
10,2
5,0
5,0
Sumber: Esminger, “Poultry Science”, 3rd Edition, Illinois, 1992.

Luas permukaan tempat pakan dengan sistem talang (memanjang) untuk setiap ekor ayam broiler yang berumur 5-7 minggu adalah 5-7,6 cm, sedang untuk tempat pakan berbentuk tabung (diameter 38 cm) atau kapasitas 5 kg, satu buah tempat pakan model tabung dapat dipakai 30-35 ekor ayam.
Tempat pakan harus dijaga agar tidak mudah rusak, dipelihara kebersihannya dan jangan sampai kosong tidak berisi, karena hal ini akan memberi peluang ayam tidak kebagian pakan atau meningkatkan kompetisi antar ayam untuk memperoleh pakan.
Tempat minum, baik tipe talang memanjang, galon manual, galon otomatis, maupun nipple harus selalu berisi air, karena kekurangan air minum akan berdampak buruk pada pertumbuhan secara keseragaman bobot ayam.
Sementara pada Tabel 2 berikut, disajikan keperluan luas permukaan tempat minum ayam broiler.

Tabel 2: Kebutuhan Tempat Minum untuk Broiler Komersial
Umur ayam (minggu)
Talang otomatis atau biasa (ekor/cm2)
Kebutuhan tempat minum untuk 1.000 ekor
Talang yang panjangnya 2,4 m (buah)
Tipe kubah (galon) (buah)
Tipe cups (buah)
Tipe nipple (buah)
0-8
2,0
4
16
94
94
9-panen
2,8
6
22
138
138
Sumber: North & Bell, “Commercial Production Manual”, New York, 1990.

Perhatikan Kepadatan
Setelah peralatan tempat pakan dan minum dilengkapi sesuai standar, jumlah pemberian air minum juga harus sesuai dengan kebutuhan ayam broiler agar pertumbuhan berlangsung normal, seperti pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3: Kebutuhan Air Minum untuk Ayam Broiler Komersial
Umur ayam (minggu)
Jumlah air minum (liter/100 ekor/hari)
1
3,80
2
5,70
3
7,60
4
9,90
5
12,90
6
16,00
7
18,00
8
20,80
9
22,70
10
24,60
Sumber: Cara Pemeliharaan Ayam Pedaging CP 707, 1980.

Selain dari itu kepadatan dan luas lantai perlu diperhitungkan karena erat hubungannya dengan rencana akhir/target berat ayam yang akan dipanen atau dijual. Perhitungan ini harus dilakukan karena adanya hubungan nyata antara kepadatan ayam dengan pertumbuhan, konversi pakan dan tingkat kematian (mortality), di mana semakin berat bobot ayam yang akan dipanen, kepadatan harus semakin rendah sepeti pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4: Hubungan Berat Badan, Luas Lantai dan Kepadatan Broiler Komersial
Berat ayam hidup (kg)
Luas lantai (m2/ekor)
Kepadatan (ekor/m2)
Daging yang dihasilkan (kg/m2)
1,36
0,05
20,0
28,0
1,82
0,06
16,7
30,3
2,27
0,08
12,5
28,4
2,72
0,09
11,1
30,2
3,18
0,11
9,10
29,0
Sumber: North & Bell, Commercial Chicken Production Manual, New York, 1990.

Efek lainnya dari kekurangan jumlah tempat pakan dan minum, serta kepadatan ayam yang tinggi, adalah timbulnya kasus kanibalisme (saling patuk antara ayam), meningkatnya angka sakit (morbidity) dan tingkat kematian, yang notabenenya akan menyebabkan kegagalan panen.
Demikianlah sekilas tentang pentingnya perhatian terhadap kelengkapan tempat pakan dan minum agar usaha broiler Anda berhasil dengan sukses. (SA)

MENGURAI BENANG KUSUT SUPPLY CHAIN BAHAN PAKAN

FLPI-AINI-HITPI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Supply Chain Bahan Pakan Lokal Strategis untuk Ketahanan Pangan Nasional” di Fakultas Peternakan IPB Bogor, Senin (18/12).
Kegiatan FGD diawali dengan pemaparan materi dari tiga narasumber, antara lain Direktorat Pakan, Kementerian Pertanian yang diwakili oleh Eny Hastuti Wahyuningsih selaku Kepala Seksi Pengembangan Bahan Pakan, Direktorat Pakan, Ditjen PKH, yang  memaparkan tentang “Regulasi Pemerintah Terhadap Rantai Pasok Bahan Pakan Lokal Strategis” disertai dengan data-data pendukung. Narasumber kedua yakni Dr Suryahadi yang merupakan salah satu dosen di Fakultas Peternakan IPB, membahas materi mengenai “Strategi Jaminan Ketersediaan Bahan Pakan Lokal Strategis”.
Suasana FGD yang diselenggarakan FLPI-AINI-HITPI
di Fakultas Peternakan IPB Bogor, Senin (18/12).
Langkah strategis dalam menjamin ketersediaan bahan pakan lokal strategis antara lain, 1) Menjadikan pakan sebagai komoditas komersial melalui pemanfaatan lahan marginal, membuka peluang bagi petani, menciptakan harga yang kompetitif. 2) Penguatan atau pengembangan komponen SLP, yaitu sarana/prasarana, soft system, sumber daya pakan, pasar/depot logistik/bank pakan. 3) Memanfaatkan potensi yang tersedia. 4) Fungsionalisasi lumbung pakan. 5) Mengembangkan teknologi pakan hi-fer (hijau, awet, fermentasi, dalam kemasan komersial, praktis dan mudah diproduksi, serta menguntungkan petani/peternak sehingga dapat digunakan sebagai supply pakan sapi selama pengangkutan).
Memasuki narasumber ketiga, Dr Dedi Budiman Hakim, dosen Fakultas Ekonomi Manajemen yang  membahas tentang “Konsep Kebijakan Supply Chain Pakan Lokal Strategis dan Implikasinya”. Menurut Dedi, peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menjamin struktur supply chain bergerak cepat, time delivery dan efesiensi market.
“Sebagai salah satu contoh adalah rantai pasok jagung mengalami rantai yang sangat panjang, semakin panjang jalur yang dilalui maka harga semakin tinggi, sehingga diperlukan solusi bagaimana jagung dari petani dapat dengan mudah sampai kepada konsumen akhir,” kata Dedi. (ASI/RBS)

Moment Haru pada Orasi Purnabakti Prof Dr med vet drh Hj Mirnawati B Sudarwanto


Bogor – INFOVET. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, Prof Dr med vet drh Hj Mirnawati B Sudarwanto menyampaikan orasi purnabakti di IPB International Convention Center, Bogor, Rabu (20/12/2017).

Acara spesial ini dimeriahkan dengan berbagai hiburan dan suasana haru menghiasi ungkapan testimoni atau kisah-kisah dari para rekan serta sahabat Prof Mirnawati. Selain Kepala Divisi Kesmavet FKH IPB, Dr drh Denny Widaya Lukman MSi, pemberi testimoni lain adalah Drh Setyo Widodo PhD selaku dosen FKH IPB yang menuturkan bahwa Prof Mirna merupakan sosok penuh inspiratif.

Drh Setyo Widodo PhD dalam kesempatan tersebut juga membacakan puisi karyanya berjudul “Halaman Terakhir”, dipersembahkan untuk Prof Mirnawati.

Lahir di Yogyakarta pada 11 Desember 1947, Prof Mirnawati meraih Gelar Sarjana Kedokteran Hewan tahun 1972 di FKH IPB. Pendidikan dilanjutkan untuk meraih gelar Dokter Hewan di institusi yang sama dan lulus tahun 1974. Doktor (S3) diraih pada tahun 1982 di Justus Liebig Universität, Jerman dalam bidang Hygiene dan Teknologi Susu.

Bidang ilmu Prof Mirnawati diangkat sebagai guru besar adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner. Penelitian yang dikembangkannya sebelum dan sesudah pengangkatan sebagai guru besar adalah Mastitis terutama mastitis subklinik, higiene pangan, mikrobiologi susu dan produk olahannya, keamanan pangan asal hewan.

Prof Mirnawati menghasilkan pereaksi/reagens untuk deteksi Mastitis subklinik yang di beri nama Pereaksi IPB-1. Pereaksi IPB-1 dikembangkan sejak tahun 1985 dan resmi digunakan tahun 1993. Seiring perjalanan waktu pereaksi IPB-1 terus dikembangkan dan dimodifikasi untuk memperoleh pereaksi yang stabil, sensitif, spesifik dan harganya terjangkau. (nu)

TAHUN 2018 POTENSI SERGAPAN AGEN PENYAKIT VIRAL SANGAT DOMINAN

Sebenarnya kalau mengamati dan mencermati peristiwa rentetan letupan penyakit unggas broiler sepajang tahun 2017, maka menjadi tidak mudah memperkirakan kejadian penyakit yang akan terjadi pada tahun 2018 mendatang.
Korelasi umum yang biasa digunakan adalah dengan berpijak dan memakai dasar utama apakah jenis dan kasus penyakit yang muncul bersifat istimewa selama masa periode pemeliharan di 2017. Mungkin memang sangatlah variatif. Realitasnya pada 2017 memang tidak ada yang begitu dominan dan variabel yang menyertai letupan aneka penyakit tidak sedikit.
Demikian seperti diungkapan Drh Rully Susetyawan, Manager Produksi PT Januputro Yogyakarta, kepada Infovet di kantornya. Rully, demikian sapaan akrabnya, telah mengamati dengan sangat intens dan penuh catatan dari berbagai kasus atau wabah penyakit pada broiler. Hal itu diperoleh dari para peternak broiler binaan dan yang menjadi mitranya. Atas hasil pengamatannya ia mendapatkan informasi yang cukup penting, bahwa kasus besar yang terjadi sepanjang 2017 ini tidaklah ditemukan.
Menurutnya, masih nyaris sama dengan jenis gangguan kesehatan pada unggas broiler di tahun sebelumnya. “Tiada dijumpai jenis penyakit yang bersifat istimewa. Meski begitu saya mendapatkan informasi yang sangat berharga tentang seluk-beluk letupan penyakit sepanjang 2017,” ujarnya.
Ternyata, bahwa sergapan jenis penyakit dengan jenis agen penyebab virus, masih sangat kuat dan signifikan mempengaruhi proses budidaya unggas. Sebut saja, penyakit Gumboro dan Avian Influenza (AI) jenis generasi terbaru. Menurut Rully, penyakit tersebut sangat berperanan besar terhadap performans produksi dan hasil panen ....


Baca selengkapnya di Majalah Infovet edisi 281 Desember 2017. 

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer