BADAI CEMPAKA HANYUTKAN PULUHAN TERNAK DI YOGYAKARTA
Sebanyak 11 ekor sapi dan 40 ekor kambing, serta ribuan ekor ayam
hanyut tersapu air akibat banjir besar yang melanda Yogyakarta. Hal tersebut
disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Ir Bambang Wisnu Broto,
kepada Infovet yang menemui secara khusus di kantornya. Dari peristiwa itu, yang
terparah menderita dampak bencana adalah Kecamatan Tepus, Rongkop, Karangmojo dan
Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan
di Kabupaten Bantul masih dalam Provinsi yang sama, wilayah yang yang terkena
dampak adalah Kecamatan Pundong, Imogiri Jetis dan Kretek.
Drh Dewi mewakili KAHMIVet (tengah), saat menyerahkan bantuan ke Posko Gunung Kidul. |
Bencana disebabkan adanya siklon tropis di atas Samudera Indonesia
pada 27-29 November lalu. Siklon tropis yang berada sekitar 30 km dari bibir Pantai
Selatan Pulau Jawa itu telah meluluh-lantakan beberapa rumah penduduk, tanaman
pangan, termasuk kandang ternak beserta isinya.
Menurut Bambang, bencana tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Hal
ini diperkuat informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) bahwa peristiwa itu muncul karena hujan deras yang berlangsung hampir dua
hari berturut-turut, sehingga menyebabkan air sungai meluap dan di sisi yang
lain secara bersamaan permukaan air laut mengalami pasang.
“Padahal di Kabupaten Gunung Kidul sendiri ada lebih dari 10 sungai
berada di bawah tanah pegunungan Kapur, hanya terdapat tiga sungai kecil yang
berada di atas permukaan tanah. Akibatnya arus sungai yang berada di bawah
tanah menjadi terhambat memasuki muaranya, sehingga gua-gua yang umumnya
merupakan mata air sungai menjadi meluap di Kecamatan Tepus dan Rongkop,”
katanya menjelaskan.
“Kecamatan itu merupakan area yang dikenal sebagai wilayah geografis
tertandus dan kering, namun kini kawasan tersebut berubah menjadi danau-danau
baru. Meluapnya air juga menyebabkan puluhan ternak ikut hanyut, sementara ribuan
ekor sisanya masih dapat diselamatkan dibawa ke permukaan yang lebih tinggi,”
tambahnya.
Salah satu Breeding Farm milik PT Malindo dan PT Januputro berhasil
selamat dari bencana, tetapi beberapa peternak ayam potong dan jenis petelur
menderita kerugian ekonomi yang cukup memprihatinkan. Menurut Bambang, kerugian
ekonomis belum bisa dipastikan. Namun dari laporan para petugas di lapangan
selain ternak yang hanyut terseret air juga nilai materi yang lain berupa
kandang yang hilang dan rusak, serta ladang tanaman pakan ternak yang terendam hingga
3 meter.
Di Kabupaten Bantul, hal yang sama juga mengakibatkan banyak kandang
ternak rusak dan ratusan hektar lahan Hijaun Tanaman Ternak (HMT) terendam. Pasca
kejadian, problema utama ketersediaan pakan hijauan untuk ternak dan kandang
darurat sangat dibutuhkan. KAHMIVet sebagai organisai yang menghimpun para dokter
hewan langsung terjun memberikan bantuan berupa obat-obatan, pakan konsentrat
maupun hijauan pakan, terpal dan sokongan dana untuk rehabilitasi kandang
ternak.
Menurut Drh Dewi dan Drh Heny, yang mewakili KAHMIVet sehari pasca
bencana, langsung terjun ke lapangan mendampingi peternak dan mengerahkan beberapa
alumni KAHMIVet di daerah-daerah yang terkena bencana. “Dukungan alumni KAHMIVet
yang tersebar di seluruh Indonesia mengalir untuk ikut meringankan penderitaan
peternak dan ternaknya,” katanya. (iyo)
PENANGANAN INFEKSI UTERUS SETELAH MELAHIRKAN
Kementrian Pertanian berusaha keras untuk meningkatkan populasi
sapi nasional, salah satunya melalui Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib
Bunting (Upsus Siwab). Pelaksanaan teknisnya berkaitan dengan peningkatan
perfoma reproduksi sapi indukan yaitu meningkatkan angka kebuntingan,
menurunkan service perconseption,
menurunkan jarak antar kelahiran, meningkatkan panen pedet, menangani kasus
gangguan reproduksi dan langkah lainya. Data lapangan yang penulis dapatkan
diantaranya, masih banyaknya kasus Anestrus
postpartus dan panjangnya masa days
open yang banyak dipengaruhi karena faktor infeksi saluran reproduksi dan
faktor defisiensi nutrisi.
Program Upsus Siwab Kabupaten Lampung Utara 2017. |
Infeksi pada uterus (rahim) merupakan kejadian yang umum terjadi
pada sapi induk selama periode setelah melahirkan (postpartum). Sapi dengan masa nifas (puerperiumI normal, uterus bebas dari kontaminasi bakteri empat minggu
postpartum). Uterus secara normal dilindungi
dari kontaminasi bakteri oleh vulva, sphincter vestibular dan servik. Selama
dan segera setelah melahirkan, normalnya uterus akan dikontaminasi oleh bermacam
mikroorganisme patogen dan non-patogen. Sebagian besar bakteri akan dieliminasi
oleh mekanisme pertahanan uterus selama masa puerperium. Organisme patogen yang
tetap berada di uterus dan menyebabkan penyakit di uterus sapi adalah Actinomyces
pyogenes. Bakteri Gram-negatif
anaerob, Fusobacterium necrophorum dan Bacteroides melaninogenicus sering mengikuti A.
pyogenes. Bacteroides menurunkan daya chemotaxis
dan menghambat phagocytosis
(pembunuhan) bakteri yang dilakukan netrofil, persistensi A. pyogenes juga
diikuti coliform, Pseudomonas
aeruginosa, staphylococci, hemolytic streptococci. Clostridium spp.
juga dapat menginfeksi uterus dan menyebabkan metritis gangrene atau tetanus parah. Sebagian besar organisme yang
mengkontaminasi uterus selama masa postpartum
akan memproduksi penicillinase.
Infeksi uterus berkaitan dengan retensi plasenta/Retained Fetal Membrane (RFM), distokia, kembar, kondisi berlebihan, kondisi
kekurangan, konsumsi urea berlebihan pada periode kering dan populasi sangat
padat, penanganan RFM secara manual, kondisi beranak tanpa sanitasi memadai,
serta adanya traumatik pada saat pertolongan kelahiran. Infeksi uterus postpartum lebih banyak terjadi pada
sapi perah dibandingkan dengan sapi potong. Infeksi uterus diartikan infeksi
dengan ciri adanya lendir dari uterus, masa postpartum,
temuan klinis dan status hormonal.
Metritis merupakan hasil keradangan parah pada lapisan lapisan uterus/endometrium
(mukosa, submukosa, muskularis dan serosa). Terjadi pada minggu pertama setelah
melahirkan dan berkaitan dengan distokia, RFM dan trauma saat melahirkan. Sapi
mengalami sepsis, demam, depresi, anoreksia, produksi susu menurun dan
keluarnya lendir dari vagina. Metritis dibagi menjadi metritis postpartum akut dan metritis toksik.
Risco dkk (2007), melaporkan bahwa kejadian metritis 13,8% pada masa laktasi, dengan angka kejadian rata-rata 17,4%
dan interval kasus 8,5%-24,2%.
Endometritis adalah keradangan pada endometrium yang tidak separah metritis, hanya sebatas lapisan
spongiosum. Kejadian ini mengikuti kelahiran, perkawinan, inseminasi buatan, atau
karena infusi bahan yang mengiritasi ruang endometrium.
Endometritis diikuti dengan eksudat purulen (kental) terlihat dari permukaan vulva. Sapi tidak terlihat sakit dan palpasi
uterus teraba normal. Endometritis akut terjadi temporer, setelah siklus estrus
dan bakteri umumnya dapat dieliminasi. Endometritis kronis ditandai lendir purulen
pada vagina. Endometritis menimbulkan rendahnya angka konsepsi pada IB pertama dan
membutuhkan beberapa kali IB untuk
terjadi konsepsi.
Pyometra menciri dengan akumulasi nanah atau eksudat purulen pada
ruang endometrium, korpus luteum
persisten dan anestrus. Kondisi ini sering terjadi pada sapi yang mengalami
ovulasi pertama postpartum sebelum
kontaminasi bakteri pada uterus benar-benar tereliminasi seluruhnya. Korpus
luteum persisten akan bertahan lama, karena cairan intrauterin mencegah
terjadinya luteolisis. Progesteron dari korpus luteum akan bertahan dalam
uterus dan menekan mekanisme pertahanan
uterus. Pyometra disebabkan oleh Tritrichomonas fetus yang banyak
terjadi pada musim kawin.
Infeksi uterus postpartum lebih banyak terjadi pada sapi perah dibandingkan sapi potong. |
Diagnosa Infeksi
Saluran Reproduksi
Berdasarkan gejala klinis, infeksi uterus bervariasi tergantung pada virulensi dari organisme
penyebabnya dan adanya fakor predisposisi penyakit. Lochia (lendir postpartum)
normalnya di keluarkan dari saluran reproduksi awal minggu pertama setelah
melahirkan, namun lendir akan bertahan sampai 30 hari jika involusi uterus tertunda.
Lendir akan berwarna coklat gelap, merah, putih atau terlihat gejala klinis
sepsis. Palpasi perrektal bertujuan untuk melakukan evaluasi involusi uterus, yang umumnya terjadi setelah tiga
minggu melahirkan. Involusi uterus yang tertunda teraba tanpa tonus dan kurangnya
garis-garis involusi (longitudinal rugae)
seperti yang ditemukan pada uterus normal. Pada kasus metritis, uterus membengkak
dan rapuh, terjadi deposit fibrin dan perlengketan uterus dengan organ lain
dapat diraba. Involusi berjalan normal, jika
cairan di dalam lumen uterus sudah tidak dapat dipalpasi pada 14-18 hari
setelah melahirkan.
Sapi yang lumen uterusnya berisi cairan yang bertahan lama setelah
kelahiran dan dapat diraba, menunjukkan adanya gangguan patologis, tertundanya involusi
uterus atau terjadi kerusakan uterus yang permanen. Evaluasi ukuran servik dan
terlihatnya leleran kental juga diperlukan untuk diagnosa. Endometritis pada
sapi perah ditandai dengan adanya lendir kental dari uterus atau diameter servik
lebih besar dari 7,5 cm setelah 20 melahirkan atau lendir mukopurulen 26 hari
setelah melahirkan.
Pengamatan eksudat purulen dengan menggunakan speculum vaginoskop untuk mendiagnosa endometritis subakut dan kronis,
serta untuk mengevaluasi respon penanganan. Penelitian menunjukan 16,9% endometritis
dan vaginoskopi mampu mengidentifikasi lendir purulent 44% total kasus. Sterililitas speculum, disposable dan persiapan alat sangat
penting dilakukan agar aseptis bagi perineum
dan alat genital luar. Real-time
ultrasonography digunakan untuk menunjukkan perubahan uterus yang
berhubungan dengan infeksi postpartus.
Cairan intrauterin karena infeksi uterin berisi partikel echogenik dan mudah
dibedakan dengan cairan non-echogenik yang muncul pada saat estrus dan kebuntingan.
Dinding uterus yang mengalami infeksi akan memiliki ketebalan yang berbeda. Sapi
dengan kasus metritis sepsis, terjadi peningkatan jumlah netrofil (neutropenia). Hypocalcemia, yang terjadi pada awal postpartum menyebabkan metritis. Kejadian ketosis dan metritis
secara bersamaan sering terjadi pada sapi perah. Konsentrasi level Nonesterified Fatty Acids (NEFAs) pada
sarah sapi mengganggu fungsi limfosit dalam pertahanan tubuh.
Sampel yang digunakan untuk kultur bakteri adalah cairan
intrauterine, dilakukan kultur pada lingkungan aerob dan anaerob. A.
pyogenes dan Gram-negatif
anaerob biasanya disebut sebagai organisme penyebab infeksi uterus. Kultur
bakterial dan uji sensitifitas antibiotik menunjukkan kejadian infeksi uterus
pada suatu peternakan. Pada suatu penelitian, 157 kasus endometritis
terdeteksi dengan palpasi rektal, namun isolasi bakteri dari lendir uterus
hanya 22% dari jumlah sampel.
Diagnosa dengan histologi sel/jaringan,
netrofil memberikan respon primer
pada patogen bakteria saat uterus dalam kondisi postpartum, sehingga terjadi peningkatan jumlah sel-sel Polymorphonuclear (PMN) pada lumen
uterus. Evaluasi jumlah dan sebaran PMN dalam uterus dapat mengidentifikasi endometritis.
Endometritis subklinis pada sapi perah, tidak menunjukkan gejala klinis,
terlihat normal tanpa terlihat lendir infeski. Netrofil berkisar 18% pada 20-33
hari postpartum dan lebih besar 10% pada
hari 34-47 postpartum.
Penanganan dan Prognosa
Terapi untuk infeksi uterin dibagi menjadi empat kategori, yakni terapi
intrauterin (antibiotik dan antiseptik kimia), antibiotik sistemik, supportif
terapi dan terapi hormon. Beragam antibiotik dan antiseptik kimia banyak
dilakukan infusi intrauterin untuk penanganan infeksi postpartum sapi. Uterus memiliki lingkungan anaerob, sehingga dipilih
antibiotik yang mampu bekerja tanpa oksigen. Kebanyakan antibiotik dan kimia menekan
aktivitas netrofil pada uterus dan melamahkan mekanisme pertahanan uterus, sehingga
penggunaannya harus sangat hati-hati. Organisme penyebab infeksi uterus postpartum biasanya sensitif terhadap penicillin, tetapi bakteri kontaminan yang
ada beberapa minggu postpartum
menghasilkan penicillinase, sehingga
menghilangkan efek penicillin pada
pemberian intrauterin. Organisme tersebut akan tereliminasi 30 hari postpartum, maka pemberian penicillin intrauterin efektif dilakukan
setelah 30 hari postpartum dengan
dosis Minimal Inhibitory Concentration
(MIC) 1x106U mampu menekan A. pyogenes.
Oxytetracycline tidak direkomendasikan untuk terapi intrauterin untuk infeksi postpartum, karena isolat A. pyogenes
dari uterus sapi resisten terhadap oxytetracycline,
oxytetracycline mengiritasi uterus
dan menyebabkan endometritis, serta menimbulkan residu pada susu dengan masa withdrawal time yang sulit ditentukan. Terapi
larutan iodine intrauterin banyak
dilakukan dokter hewan. Kejadian RFM dan endometritis menurun pada sapi yang
diinfusi dengan 500 mL, 2% Lugol’s iodine
segera setelah melahirkan dan enam jam berikutnya. Pemberian infusi 50-100ml,
larutan 2% polyvinylpyrrolidone-iodine
30 hari postpartus tidak meningkatkan
perfoma reproduksi sapi normal dan merugikan terhadap kesuburan sapi karena
endometritis. Sehingga, terapi intrauterin dengan larutan iodine untuk penanganan infeksi uterus tidak direkomendasi.
Beragam antibiotik spektrum luas direkomendasikan dengan pemberian
injeksi pada kasus infeksi uterin sapi. Penicillin
ataupun analog sintetiknya telah direkomendasikan (20.000 to 30.000 U/kg BB). Oxytetracycline tidak direkomendasi
dengan pemberian sistemik karena susah mencapai MIC yang dibutuhkan untuk
mematikan A. pyogenes pada lumen uterus. Ceftiofur (generasi ke 3 cephalosporin)
merupakan antobiotik spektrum luas yang efektif untuk bakteri Gram-positif dan Gram-negatif
penyebab metritis. Ceftiofur dapat
menembus semua lapisan uterus tanpa menimbulkan residu pada susu. Pemberian ceftiofur subkutan dosis 1mg/kg pada
sapi perah postpartum menghasilkan
konsentrasi ceftiofur dan metabolitnya
aktif dalam plasma, jaringan uterus dan cairan lochia, efektif untuk menangani metritis. Pemberian ceftiofur dosis 2,2 mg/kg selama lima
hari berturut turut, sama efektifnya dengan pemberian procaine penicillin G atau procaine
penicillin G plus oxytetracycline infusi intrauterin untuk pengobatan infeksi.
Terapi cairan elektrolit (polyionic
nonalkalizing) diperlukan pada penanganan dehidrasi karena metritis. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs seperti
flunixin meglumine digunakan untuk
mencegah toksemia dan meningkatkan kebugaran. Terapi tambahan berupa kalsium dan
suplemen energi membantu pemulihan induk.
Pemberian estrogen dan oxytocin
tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan kontraksi myometrium, menghasilkan estrogen sehingga material sepsis akan
tersebar ke seluruh uterus dan servik, menyebabkan salpingitis bilateral. Prostaglandin
F2α (PGF2α) dan analognya banyak
digunakan pada bermacam abnormalitas saluran reproduksi, seperti infeksi uterin
postpartum. Konsentrasi prostaglandin
F2α pada serum berhubungan dengan involusi uterus. Prostaglandin tidak
berperngaruh pada aktivitas ovarium postpartus,
tapi berpengaruh pada konsentrasi luteinizing
hormone pada plasma. Prostaglandin merupakan hormon yang bagus untuk terapi
pyometra. Luka endometrium mengalami kesembuhan dalam 30 hari, kesuburan akan
membaik. Pemberian GnRH tunggal pada awal postpartum
atau dikombinasi PGF2α 14 kemudian, akan menginduksi siklus estrus namun tidak
meningkatkan perfoma reproduksi sapi perah dengan kasus distokia, RFM, atau
keduanya.
Prognosis untuk kesembuhan infeksi uterin postpartum bervariasi tergantung tingkat keparahan. Kebanyakan sapi
dengan endometritis dapat disembuhkan. Metritis diikuti dengan septisemia berakibat
kerusakan permanen, penurunan produksi susu, laminitis, atau kematian pasien
walaupun dengan pengobatan yang agresif. Pyometra dapat disembuhkan dengan penanganan
intensif dan benar.
Pencegahan Penyakit
Sapi dengan abnormalitas postpartum
seperti hypocalcemia, distokia dan
RFM lebih beresiko terhadap infeksi uterus dibanding dengan sapi normal. Manajemen
sanitasi, nutrisi, menjaga kepadatan populasi dan pencegahan stress harus ditingkatkan untuk mencegah
kasus infeksi. Kebersihan kandang saat melahirkan, prosedur aseptis untuk
penanganan distokia sangat dibutuhkan. Kontaminasi lingkungan oleh mikroorganisme
patogen menimbulkan infeksi saluran reproduksi selama 2-3 bulan postpartus. Sapi dengan gejala infeksi
saluran reproduksi dipisahkan ke kandang isolasi. Pemberian ceftiofur sistemik yang berhubungan
dengan distokia, RFM, atau keduanya mengurangi kejadian metritis hingga 70% dibandingkan
dengan sapi yang tanpa dilakukan pemberian antibiotik.
Oleh: Drh. Joko Susilo
Medik Veteriner Muda
Balai Veteriner Lampung
PELUANG BISNIS PULLET PETELUR
Bisnis ayam petelur, khususnya pullet memiliki peluang yang besar. |
Banyak peternak ayam petelur di tanah air mengeluh karena sulitnya
mencapai standar performa ayam petelur yang disarankan perusahaan pembibitan (breeder), walau telah melakukan berbagai
usaha saat masa produksi. Kenyataan ini disebabkan masih minimnya peternak yang
memberikan perhatian terhadap kualitas ayam remaja atau istilahnya “pullet” dan
bahkan tidak paham tentang pentingnya periode tersebut. Peternak biasa berupaya
dengan peningkatan pemberian ransum dan perbaikan program kesehatan (vaksinasi
dan pengobatan), namun hal ini tidak menyelesaikan akar masalah, karena kedua
upaya tersebut bukanlah unsur yang dapat menjadi solusi. Akar permasalahan yang
sesungguhnya ialah rendahnya kualitas pullet.
Pullet adalah ayam ras petelur yang dipelihara dari umur 0-13 minggu
atau 0-16 minggu, jadi pemahaman mengenai pullet perlu dipahami oleh peternak
sebelum terjun ke bisnis ayam petelur, mulai dari ciri-ciri pullet berkualitas
sampai cara membentuk atau menciptakan pullet yang berkualitas. Kesemuanya itu sangat
perlu diketahui oleh peternak, baik peternak yang memulai usahanya sejak DOC
atau yang memulai usaha dari membeli pullet jadi.
Peluang Usaha yang Terbuka Lebar
Seperti yang sudah dijelaskan, pullet merupakan ayam ras petelur yang
dipelihara sejak umur 0-16 minggu, namun sebenarnya baru bisa disebut pullet
jika telah memasuki umur 12-16 minggu. Umumnya proses pemindahan pullet ke
kandang baterai (kandang sangkar petelur) baru dilakukan ketika ayam berumur 13
minggu atau 16 minggu. Hal tersebut dilakukan karena ayam ras petelur akan
mulai bertelur saat umur 18 minggu, sehingga ayam diberi waktu untuk
beradaptasi dengan lingkungan kandang yang baru.
Populasi ayam petelur selalu meningkat dari tahun ke tahun,
berdasarkan Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, sampai 2014 tercatat
populasi ayam ras petelur di Indonesia mencapai 146.660.415 ekor (tahun 2012
tercatat masih 130.539.437 ekor). Jika umur produksi ayam ras petelur rata-rata
mencapai 90 minggu, maka kebutuhan pullet setiap minggunya adalah 1.629.560
ekor, itupun hanya untuk peremajaan (replacement)
dan belum termasuk penambahan populasi. Ini menunjukkan bahwa bisnis ayam
petelur, khususnya pullet memiliki peluang yang besar. Tentu saja hal ini
dilihat dari adanya sebagian besar peternak layer yang umumnya tidak mau
repot-repot dan mengambil resiko membesarkan sendiri sejak dari DOC, kemudian
membeli pullet jadi. Tidaklah mengherankan bila harga ayam pullet cukup stabil
dan selalu tinggi, karena masih sangat sedikit peternak yang terjun ke dalam
bisnis pullet. Selain itu, permintaan (demand)
pullet selalu tinggi dan cenderung terus bertambah. Ini tidak terlepas dari
permintaan telur ayam ras yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan
populasi penduduk dan meningkatnya kesadaran gizi masyarakat, serta
berkembangnya usaha kuliner dan pabrik makanan yang membutuhkan bahkan baku
berupa telur ayam.
Pilihan Membeli Pullet atau
Membesarkan Sendiri
Bisnis pullet dikatakan meraih profit
alias menguntungkan karena berdasarkan hasil perhitungan dan hasil wawancara
dengan peternak pelaku bisnis ini, dimana mereka menyatakan bahwa, selisih
harga antara membeli pullet dengan memelihara/membesarkan sendiri sejak DOC
sekitar Rp 10.000-15.000 per ekor. Perbedaan tersebut disebabkan oleh grade DOC, OVK (Obat, Vaksin dan Karyawan),
pakan dan perlakuan yang diterapkan, performa pullet, serta jumlah ayam yang
dipelihara.
Sebagai ilustrasi, bila selisih harga Rp 10.000 per ekor, berarti
untuk 1.000 ekor pullet ada biaya Rp 10 juta yang harus dikeluarkan peternak
pembeli. Bagaimana bila peternak memelihara 100.000 ekor, bisa diperhitungkan
berapa selisihnya? Tentu saja akan diperoleh angka rupiah yang lebih besar.
Jadi menengok besarnya selisih harga pullet, maka pemeliharaan khusus pullet
bisa dijadikan bisnis yang sangat menjanjikan, di samping untuk keperluan
sendiri dengan syarat farm/peternakan
dikelola dengan manajemen professional, sehingga mampu memproduksi pullet
berkualitas yang mampu menyedot kepercayaan konsumennya.
Memulai beternak ayam petelur dengan membesarkan sendiri pullet sejak
DOC dan membeli pullet, masing-masing memiliki keuntungan dan kelemahan. Adapun
alasan peternak memilih membeli ayam pullet jadi antara lain: 1) Peternak atau
calon peternak ingin serba instan, dengan berharap segera memperoleh/memanen
telur tanpa menunggu lama. 2) Peternak atau calon peternak tidak sepenuhnya
menguasai manajemen pembesaran ayam pullet. 3) Karena keterbatasan luas lahan,
di mana untuk pemeliharaan dari DOC sampai pullet harus terpisah dari kandang
petelur dewasa untuk menghindari penularan penyakit dari ayam besar ke ayam
kecil. 4) Keterbatasan tenaga kerja dan peralatan kandang yang dimiliki. 5)
Ingin praktis dan tidak mau repot dengan jadwal vaksinasi, pengobatan,
penimbangan, seleksi, grading yang
padat di periode pullet.
Kelemahan bila membeli ayam pullet jadi antara lain: 1) Umur produksi
(umur mulai bertelur) bisa mundur jika penanganan stress ayam (stress
transportasi, kandang baru, cuaca baru dll) kurang tepat. 2) Peternak tidak
mengetahui performa produksi sesungguhnya, terutama bila penyedia/penjual
pullet tidak memiliki track record/recording yang jelas dan rapih, misalkan
membeli pullet umur 13 minggu dengan standard bobot 1,10-1,14 kg, apakah
peternak bisa mengetahui pullet tersebut berasal dari umur, strain, grade yang
baik? Bila berbeda, maka program pengobatan (medikasi) tentunya seharusnya
berbeda pula yang akhirnya performa produksi tidak bisa dioptimalkan mencapai
standard produksi di samping riwayat kesehatannya tidak diketahui.
Sedangkan kelemahan membesarkan pullet sendiri antara lain : 1)
Peternak membutuhkan waktu lebih lama sampai ayam memproduksi telur dan mulai
memanennya. 2) Dibutuhkan lahan tambahan untuk kandang pembesaran. 3) Resiko
kematian ayam lebih tinggi. 4) Dibutuhkan tenaga kerja lebih banyak. 5)
Diperlukan ketelitian dan pengetahuan manajemen pra produksi yang handal.
Analisis Bisnis Pullet
Suatu usaha akan dilakukan bila menghasilkan keuntungan bagi
pelakunya, dalam hal ini peternak. Untuk menilai suatu usaha perlu diadakan
suatu kajian mendalam mengenai kelayakannya, yaitu untuk mengetahui layak atau
tidaknya suatu usaha dilakukan. Berikut disajikan Analisis Bisnis Ayam Pullet
(Ferry Tamaluddin, 2013).
A. Asumsi
Untuk menghitung kelayakan usaha pullet dibutuhkan asumsi sebagai
berikut:
a.
DOC Layer yang akan dipelihara
4.000 ekor.
b.
Ayam dipelihara selama 13 minggu
di kandang terbuka (open house) milik
pribadi.
c.
Jumlah pekerja satu orang dengan
gaji Rp 2.200.000 per bulan.
d.
Kematian (mortalitas) ayam 2%.
e.
Harga pakan pre-starter Rp 6.500/kg, starter
Rp 6.200/kg dan grower Rp 6.150/kg.
f.
Harga sekam padi Rp 3.000/kg.
g.
Harga jual pullet Kualitas I Rp
4.000/minggu atau harga pullet umur 13 minggu Rp 52.000/ekor.
B. Biaya Produksi
Biaya
tetap (a)
|
(Rp)
|
Penyusutan kandang
|
1.600.000
|
Penyusutan peralatan
|
800.000
|
Jumlah
|
2.400.000
|
Biaya
variabel (b)
|
(Rp)
|
Pembelian 4.000 ekor DOC @Rp 8.000
|
32.000.000
|
Pembelian 800 kg pakan pre-starter
@Rp 6.500
|
5.200.000
|
Pembelian 2.800 kg pakan starter
@Rp 6.200
|
17.360.000
|
Pembelian 12,000 kg pakan grower
@Rp 6.150
|
73.800.000
|
Pembelian OVK untuk 4.000 ekor @Rp 2.000
|
8.000.000
|
Biaya operasional untuk 4.000 ekor @Rp 3.500
|
14.000.000
|
Jumlah
|
150.360.000
|
Total
Biaya Produksi (a + b)
|
152.760.000
|
C.
Penerimaan
Keterangan
|
(Rp)
|
Penjualan 3.920 ekor ayam pullet @Rp 52.000
|
203.840.000
|
Penjualan 360 karung kotoran ayam @Rp 5.000
|
1.800.000
|
Total
Biaya
|
205.640.000
|
D.
Keuntungan
Profit
|
(Rp)
|
Penerimaan
|
205.640.000
|
Total biaya
|
152.760.000
|
Jumlah
(-)
|
52.880.000
|
E.
Analisa
Usaha
Analisa Usaha digunakan untuk meninjau kelayakan sebuah usaha/bisnis
yang akan dilaksanakan. Indikator yang digunakan ialah menilai Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) dan Break Even Point (BEP)
1. R/C Ratio
R/C Ratio =
Penerimaan / Biaya Produksi
=
Rp 205. 640.000 / Rp 152.760.000
=
1,35
Artinya angka 1,35 menunjukkan bisnis pullet yang
dilaksanakan menguntungkan.
2. BEP
BEP Harga =
Total Biaya / Total Produksi Pullet
= Rp 152.640.000 / 3.920 ekor
= Rp 38.969/ekor
BEP Jumlah =
Total Biaya / Harga Jual
= Rp 152.760.000 / Rp 52.000/ekor
= 2.938 ekor
Artinya
bisnis pullet ini tidak akan mendapatkan keuntungan maupun kerugian, bila
menjual ayam pullet dengan harga Rp 38.969/ekor (mortalitas 2%). Sementara itu,
jika harga jualnya Rp 52.000/ekor, jumlah ayam pullet yang harus diproduksi
2.938 ekor (mortalitas 2%).
FAT 2017: PENTINGNYA KONSUMSI DAGING DAN TELUR AYAM
Pembukaan FAT 2017 oleh penyelenggara di Alun-alun Kabupaten Jombang. |
Kegiatan FAT 2017 mendapat sambutan baik dari Pemerintah Daerah Jombang dan Bupati Kabupaten Jombang, selain antusiasme dari masyarakat di daerah tersebut yang merupakan pertama kalinya FAT dilaksanakan di Jombang. Selain itu, kegiatan ini juga sekaligus untuk memperkenalkan Ikatan Minat Profesi Veteriner Kesper (Kelompok Studi Perunggasan) FKH UB di Kota Jombang.
Acara yang diawali dengan senam bersama ini juga bekerjasama dengan Dinas Peternakan Jombang, Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) dan universitas. Berbagai kegiatan menarik dan bermanfaat disajikan, diantaranya talkshow dan kampanye manfaat ayam dan telur bagi masyarakat, lomba mewarnai tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), pemberian doorprize dan pembagian 1700 paket daging ayam dan telur kepada masyarakat.
Pentingnya mengkonsumsi daging ayam dan telur mengingat di Indonesia sendiri dengan jumlah penduduknya yang sekitar 257,9 juta jiwa hanya mampu mengkonsumsi daging ayam dan telur sekitar 4,944 kg per kapita per tahun dan 93,12 butir per kapita per tahun. (sumber Badan Pusat Statistik, 2015). Kenyataan ini masih jauh dibandingkan dengan konsumsi masyarakat negara-negara lain di ASEAN. Menurut Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Kementrian Kesehatan, angka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia saat ini hanya 60% per orang per tahun. Jumlah tersebut jauh tertinggal dibandingkan Vietnam yang sudah mencapai 80% dan Thailand 100%. Lebih dari itu, pembangunan manusia Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain, terbukti Indonesia baru menjadi peringkat ke-124 dari 187 negara (UNDP, 2011). Populasi penduduk Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 253 juta jiwa dan diharapkan kebutuhan protein hewani akan meningkat secara signifikan, di mana daging ayam akan meningkat menjadi 11 kg per kapita per tahun (2015). Sedangkan konsumsi telur ayam akan meningkat menjadi 135 butir per kapita per tahun.
Dengan terus dilaksanakannya kegiatan-kegiatan seperti ini, sangat memberi manfaat bagi masyarakat, salah satunya peningkatan konsumsi ayam dan telur, edukasi akan pentingnya konsumsi ayam dan telur melalui, serta memperkenalkan sedini mungkin mengenai dunia perunggasan bagi anak-anak.
Semarak FAT 2017 dengan euforia masyarakat yang begitu baik di jombang diharapkan menjadi dukungan pemerintah dan para stakeholder perunggasan sebagai agenda tahunan untuk peningkatan konsumsi ayam dan telur di kota-kota lain di seluruh Indonesia. (RBS)
ARTIKEL TERPOPULER
-
Cara Menghitung FCR Ayam Broiler FCR adalah singkatan dari feed convertion ratio, yaitu konversi pakan terhadap daging. FCR digunakan untuk ...
-
Manajemen pemberian pakan ayam petelur sangat penting. Mengingat biaya operasional terbesar adalah pakan (70-80%). Jika manajemen pakan buru...
-
Acara pendampingan pakan untuk peternak sapi perah yang dilaksanakan AINI dan KPSBU melalui daring. (Foto: Istimewa) Dalam acara Pendampinga...
-
Kenali Penyebab Turunnya Produksi Telur (( Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab turunnya produksi telur, diharapkan peternak dapat m...
-
Prof Dr Ismoyowati SPt MP, dari Unsoed, membawakan materi Mekanisme Kemitraan dalam Budidaya Ayam Broiler, dalam webinar Charoen Pokphand In...
-
Peran brooder sangat penting untuk menjaga suhu dalam kandang saat masa brooding , agar ayam nyaman dan pertumbuhannya bisa optimal. ...
-
Peternak unggas terutama self-mixing harus cerdas dalam memilih imbuhan pakan feed additive maupun feed supplement. (Foto: Dok. Infovet) Sej...
-
TIDAK ADA CERITANYA PETERNAK BROILER RUGI? (( Ayam pedaging, usaha peternakannya dihitung per periode. Perhitungannya ada kalah menangnya. M...
-
Karena kekeringan yang berkepanjangan, ketidakpastian yang diciptakan oleh pandemi Covid-19, dan pemadaman listrik yang berkelanjutan, peter...
-
Seorang peternak bercerita kepada Infovet bahwa ayam broiler umur 12 hari mengalami ngorok atau gangguan pernafasan. Setelah vaksinasi IB...