Contoh kandang closed house. (Sumber: HighTop) |
Berawal dari daerah
subtropis dengan iklim empat musim, kini penerapan sistem kandang closed house telah merambah peternakan di daerah
tropis, khususnya Indonesia. Potensi untung menarik peternak mencari
peruntungan di sistem kandang ini.
Bukan tanpa alasan, berpindahnya para peternak ke closed house disebabkan sistem ini
memiliki banyak keunggulan, terutama dari sisi kemudahan kontrol parameter
lingkungan kandang dan keamanan lingkungan.
Hal ini diamini Welly Sunaryo, salah satu peternak
ayam petelur (layer) di Banyuwangi. Sudah
setahun belakangan, pemilik Supermama Farm
Banyuwangi ini beralih dari sistem open
house ke closed house. Alasannya,
supaya performa maksimal bisa diraih dengan lebih mudah.
Menurut Welly, keuntungan
menggunakan closed house diantaranya
irit lahan. Dengan luasan yang sama, populasi ayam yang dipelihara bisa lebih
banyak. Dari sisi keamanan juga lebih bagus karena bangunan permanen tertutup.
Aplikasi biosekuriti menjadi lebih mudah dilaksanakan. Kesehatan ayam menjadi
jauh lebih baik dan konversi rasio pakan (FCR) pun lebih bagus.
Setelah menggunakan closed house, Welly mengakui adanya performa positif yang
tampak, antara lain
berat ideal ayam lebih mudah tercapai karena minim gangguan stress dan cuaca. Produksi puncak
menjadi lebih awal dan lebih panjang. Selisih bobot telur, lebih berat
rata-rata 3 gram
dibandingkan saat masih menggunakan open
house, bukan di daerah pegunungan. FCR pun bisa ditekan dengan selisih 0,2-0,3. Ayam pun tidak mudah sakit dan daya
tahan vaksin (titer) lebih lama karena ayam jarang stress.
“Untuk
polusi bau sangat jauh berkurang. Umumnya, bau hanya muncul di area blower
saja. Dalam radius 50 meter, bau sudah tidak tercium,” tambahnya.
Rumah Idaman Ayam
Seperti pernah diungkapkan Ir Sjamsirul Alam kepada Infovet, penggunaan
kandang closed house memiliki beberapa
keuntungan,
diantaranya: 1) Udara yang tersedia lebih
baik; 2) Suhu lebih dingin; 3) Ayam lebih tenang, segar dan
nyaman; 4) Ayam tidak terpengaruh
perubahan cuaca lingkungan; 5) Meningkatkan produktivitas
dan pertumbuhan ayam, serta meningkatkan kepadatan ayam tanpa mendirikan bangunan baru; dan 6) Mengurangi jumlah tenaga kerja (man power).
Di daerah tropis, sistem ventilasi pada closed house umumnya menggunakan sistem tunnel, khususnya pada peternakan di
dataran tinggi. Pada sistem tunnel, seluruh bagian dinding kandang tertutup,
kecuali sisi bagian kanan-kiri, bagian depan dipasang
inlet udara dan bagian belakangnya dipasang exhaust
fan untuk menyedot udara dari arah depan kandang ke belakang kandang.
Adapun di dataran rendah, terutama yang bersuhu tinggi
(pantai), sistem ventilasi tunnel dimodifikasi dengan penambahan cooling pad,
sehingga
disebut sistem cooling pad. Pada sistem ini, udara yang disedot masuk
ke dalam kandang akan melalui bantalan (pad)
khusus. Pad yang
dialiri air ini
akan menyebabkan suhu dan kelembapan
udara yang masuk bisa disesuaikan dengan
kebutuhan ayam.
Meskipun identik dengan
“Rumah Idaman Ayam”, penggunaan closed
house tidak lantas menjamin tingkat kematian (mortalitas) yang rendah. Artinya, tetap dibutuhkan
manajemen penanganan (handling) yang
ketat, sejak DOC hingga masa produksi.
Hal senada juga diungkapkan Welly. Menurutnya,
hal yang perlu diperhatikan bahwa closed
system hanya membantu menstabilkan suhu
ruang dan barrier bagi bakteri dan
virus. Pemakaian closed house bukan
jaminan pasti bagus. Jadi, kerja peternak juga tetap harus bagus, terutama
dalam hal kebersihan kandang, pemilihan pakan yang berkualitas dan kualitas air
minum.
“Hal terpenting lainnya adalah keamanan (safety) untuk sistem closed-nya sendiri jika terjadi kasus
padamnya listriknya. Sangat fatal, bisa menyebabkan kematian serentak tidak
terdeteksi,” ungkap Welly.
Kontrol Otomatis
Kepadatan tinggi, yang berimbas pada tingkat stress yang tinggi, menuntut pemenuhan
kebutuhan ayam secara tepat. Adanya penyimpangan aplikasi dari tata laksana
yang telah ditentukan bisa menyebabkan penurunan produksi dan kerugian. Tak
heran jika mekanisme dalam closed house
diatur secara otomatis, baik pengaturan nyala-mati kipas, brooder, penyediaan minum, bahkan hingga penyediaan makanan, tergantung dari ketersediaan dana dalam
mengotomatisasi sisetm perkandangannya.
“Meskipun di-setting
otomatis, bukan berarti pemasangan closed
house bisa digeneralisasi atau diseragamkan,” ujar Agus Yohani, pemilik
Tembalang Poultry Equipment. Menurutnya, Indonesia memiliki deviasi iklim
yang lumayan. Ada dataran rendah dan dataran tinggi. Suhu dan kelembapan
udaranya pun berbeda-beda, sehingga
untuk mendapatkan hasil yang
optimal, teknik pemasangan dan instalasinya tidak bisa dipukul rata.
Berpengalaman menyediakan closed house dan akesorisnya sejak 2013, Agus mengungkapkan alasan
beralihnya para peternak ke closed house.
“Cekaman suhu yang tinggi
berdampak pada kematian, tingkat performance
dan FCR. Alasan lain, kapasitas closed
house bisa ditingkatkan hingga 60%, jadi lebih ekonomis,” ungkapnya.
Mengingat investasi closed house membutuhkan dana yang sangat besar, memilih mitra
penyedia sarana pun perlu mendapat perhatian. Usahakan memilih penyedia closed house dan equipment yang bersedia terus mendampingi peternak serta memberikan
solusi jika ada masalah selama proses budidaya.
Sebagai contoh, jika ada masalah pengadaan sumber
listrik disebabkan adanya perbedaan phase.
Peternak seharusnya bisa meminta penyedia closed
house untuk memberikan solusi cara merubah, misalnya dari 1 phase menjadi 3 phase. Bahkan hingga memberikan gambaran skala ekonomis. Semakin
besar populasi, nilai ekonomisnya bisa semakin besar karena kapasitas kandang
dan peralatannya pun memiliki kapasitas maksimal. Jika bisa maksimal, kenapa
harus minimal? Tentunya, sesuaikan dengan anggaran yang dimiliki. (Rochim)
Analisis Usaha Ayam Petelur dengan Kandang Closed House Kapasitas 25.000 Ekor (Sumber: Agus Yohani, Tembalang
Poultry Equipment)
Asumsi: Kapasitas 25.000 ekor ayam, total pemeliharaan 72 minggu
A. Kebutuhan Modal Awal (RDK)
Uraian
|
Kuantitas
|
Satuan
|
Harga/unit (Rp)
|
Sub total (Rp)
|
Total (Rp)
|
Pullet 16 minggu
|
25.000
|
ekor
|
60.000
|
1.500.000.000
|
|
Pakan 110 gr/ekor/hari
|
82.500
|
kg/bulan
|
5.000
|
412.500.000
|
|
Kebutuhan pakan 2 bulan
|
165.000
|
kg
|
825.000.000
|
||
OVK (obat, vaksin, kesehatan)
|
25.000
|
ekor
|
1.400
|
35.000.000
|
|
Tenaga kerja (anak kandang+operator)
|
5
|
orang
|
1.000.000
|
5.000.000
|
|
Subtotal Modal Kerja
|
2.365.000.000
|
||||
Lahan layer
|
22.500
|
m2
|
150.000
|
3.375.000.000
|
|
Gudang, kantor, mess, pos jaga, sarana
|
1
|
set
|
100.000.000
|
||
Kandang closed
house & bangunan
|
25.000
|
ekor
|
112.000
|
2.800.000.000
|
|
Kendaraaan, perlengkapan, lain-lain
|
1
|
unit
|
85.000.000
|
85.000.000
|
|
Subtotal Investasi
|
6.360.000.000
|
||||
Jumlah
|
8.725.000.000
|
B. Perhitungan Laba Usaha
Uraian
|
Kuantitas
|
Satuan
|
Harga/unit (Rp)
|
Sub total (Rp)
|
Total (Rp)
|
Pendapatan
|
|||||
Produksi selama 1 minggu
|
11.083,33
|
kg
|
17.500
|
193.958.333
|
|
Produksi selama 4 minggu
|
44.333,33
|
kg
|
17.500
|
775.833.333
|
|
Produksi selama 72 minggu
|
798.000,00
|
kg
|
17.500
|
13.965.000.000
|
13.965.000.000
|
Daging afkir 2 kg/ ekor
|
55.000
|
kg
|
18.000
|
990.000.000
|
|
Jumlah Pendapatan
|
14.955.000.000
|
||||
Pengeluaran
|
|||||
Pullet 16 minggu
|
1.500.000.000
|
||||
Pakan 1 musim (72 minggu)
|
19.250
|
kg/minggu
|
96.250.000
|
6.930.000.000
|
|
OVK (obat, vaksin, kesehatan)
|
35.000.000
|
||||
Tenaga kerja (anak kandang+operator)
|
5
|
orang
|
1.000.000
|
90.000.000
|
|
Gudang, kantor, mess, pos jaga, sarana
|
8
|
tahun
|
1.041.667
|
18.750.000
|
|
Kandang closed
house & bangunan
|
8
|
tahun
|
29.166.667
|
525.000.000
|
|
Kendaraaan, perlengkapan, lain-lain
|
4
|
tahun
|
1.770.833
|
31.875.000
|
|
Jumlah Pengeluaran
|
9.130.625.000
|
||||
Laba Usaha dalam satu periode
|
5.824.375.000
|
||||
Pokok Pinjaman
|
8
|
thn
|
90.885.417
|
1.635.937.500
|
|
Bunga selama 18 bln/ 72 minggu
|
19,5%
|
1.701.375.000
|
|||
Laba Bersih dalam satu periode
|
2.487.062.500
|
||||
Laba per bulan
|
138.170.139
|
C. Break
Event Poin (BEP)
BEP harga telur = Biaya
produksi : Volume produksi
= Rp 9.130.625.000 : 798.000 kg
= Rp 11.442,00/kg
D. B/C ratio per periode
B/C ratio = (Keuntungan : Biaya produksi) x 100%
= (Rp 5.824.375.000 : Rp 9.130.625.000) x 100%
= 64%
0 Comments:
Posting Komentar