Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KESEJAHTERAAN PETERNAK SAPI LOKAL KIAN MENURUN

Suasana konferensi pers Pataka di Hotel Ibis Jakarta, (19/9).
Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), mempersembahkan hasil riset mengenai peternakan sapi lokal di Indonesia, pada acara Konferensi Pers Tinjauan Kebijakan Peternakan Sapi Indonesia, di Hotel Ibis, Jakarta.

“Tujuan kami ini ingin melihat bagaimana tingkat kesejahteraan peternak sapi lokal dari tahun ke tahun, dengan mengukur pendapatannya dan analisa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan mereka,” ujar Ketua Pataka, Yeka Hendra Fatika, Selasa, (19/9).

Ia memaparkan, riset yang dilakukan pihaknya terdapat di empat Provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung, dengan 12 Kabupaten dan melibatkan 215 responden, diantaranya 148 peternak sapi dengan berbagai kriteria, 24 blantik, 18 jagal, 7 RPH/TPH dan 18 pedagang daging. “Kami juga membedakan peternak dengan tiga klasifikasi, diantaranya peternak breeder atau pembibitan, peternak rearing atau pembesaran dan peternak feedloter atau penggemukan,” jelas dia.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dari hasil riset didapat bahwa, harga rata-rata pembelian sapi 2014-2017 untuk sapi indukan betina, sapi pedet jantan dan betina, sapi bakalan jantan dan betina, masih mengalami kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Untuk sapi indukan betina meningkat sebesar 46,5% per tahun, pedet jantan 8,62% per tahun, pedet betina 10,83% per tahun, kemudian bakalan jantan 3,74% per tahun dan bakalan betina 4,86% per tahun.

“Jadi semua jenis sapi mengalami peningkatan harganya dari tahun ke tahun. Untuk indukan betina bila bobotnya tinggi, harganya relatif rendah, sementara pedet betina dan jantan walaupun bobotnya kecil, harga per kilo hidupnya lebih tinggi. Ini yang sering kali kita tidak melihat, pada intinya ini sebagai modal pembelian para peternak,” ungkapnya.

Ia menambahkan, “Kalau dilihat dari sisi bobot sapi, ada kekhawatiran bahwa bobot sapi yang dibeli para peternak ada kecenderungan menurun. Jadi, jenis sapi yang dipelihara oleh para peternak ini dari tahun ke tahun makin kecil, konsekuensinya otomatis umur pemeliharaannya lebih lama,” tambahnya.

Kesejahteraan peternak sapi semakin menurun
karena biaya yang semakin meningkat
dan kebijakan yang tidak kondusif.
Lebih lanjut, untuk perkembangan sapi yang dijual, Yeka menuturkan, dari ketiga peternak (breeder, rearing dan feedloter), terjadi penurunan penjualan. “Jadi logis saja dari data kenaikan harga, ternyata jumlah sapi yang dipasok ke pasar mengalami penurunan tiap tahunnya,” terang dia. Penurunan terjadi untuk breeder 50%, rearing 10% dan feedloter 7,6%.

Di sisi lain, untuk ketiga klasifikasi peternak tadi, harga pakan baik hijauan dan konsentrat ikut mengalami peningkatan, dengan total kenaikan rata-rata (2014-2017) untuk hijauan 52% dan konsentrat 14%. Ditambah lagi dengan biaya tenaga kerja yang juga ikut naik sebesar 10%, kemudian untuk biaya pengobatan khusus untuk breeder mengalami kenaikan 123%.

Sedangkan untuk biaya pemeliharaan, kata Yeka, untuk breeder pejantan mengalami kenaikan sebesar 9,83%, rearing bakalan jantan naik 19,87% dan feedloter sapi siap potong meningkat 13,26%. Berdasarkan data setiap tahunnya, keuntungan yang didapatkan peternak sapi tidak terlalu besar bahkan mengalami kerugian. “Bila menghitung seluruh biaya yang ada, maka kesejahteraan peternak terus menurun, khususnya untuk peternak pembesaran (rearing) dan penggemukkan (feedloter),” tandasnya.

Sementara, menurut Rochadi Tawaf dari Lembaga Studi Pembangunan Peternakan Indonesia (LSPPI), yang juga Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), menuturkan, penurunan kesejahteraan peternak sapi di Indonesia ikut dipengaruhi oleh beberapa kebijakan yang kontroversial, seperti kebijakan pembebasan impor daging dan sapi, kebijakan impor dari negara yang belum bebas PMK dan kebijakan rasio impor sapi bakalan dengan indukan.
“Kebijakan itu harusnya memiliki naskah akademik (scientific based policy). Tidak hanya sesaat tapi bersifat futuristic, low risk dengan pendekatan berbasi kearifan budaya lokal (local wisdom),” katanya.

Kebijakan-kebijakan tersebut, lanjut dia, berpotensi menghilangkan peluang usaha bagi peternak rakyat dan juga dapat berdampak pada tutupnya bisnis usaha feedloter di Indonesia. “Solusinya pemerintah perlu menciptakan iklim kondusif bagi pembangunan peternakan sapi potong nasional melalui harmonisasi kebijakan yang berlandaskan kajian scientific yang kredibel,” pungkasnya. (RBS)

BISNIS PETERNAKAN RAKYAT MASA DEPAN

Dialog presiden Jokowi dengan masyarakat peternakan di arena Jambore peternakan pada tanggal 24 September 2017 yang lalu menarik untuk disimak. Presiden mengharapkan bagaimana peternakan rakyat yang usahanya tidak efisien saat ini mampu merubah pola bisnisnya secara berkorporasi.  Selain itu, terungkap pula dalam dialog tersebut bahwa di era digitalisasi saat ini, suka atau tidak suka usaha peternakan rakyat seharusnya melakukan bisnisnya dengan sentuhan “fintech”.

Usaha peternakan rakyat selama ini terkendala
sistem pendukung usahanya, yaitu permodalan
dan teknologi. Sentuhan keduanya selama ini belum
mampu meningkatkan produksi dan produktivitasnya.
Kendala Permodalan dan Teknologi
Usaha peternakan rakyat, selama ini terkendala sistem pendukung usahanya, yaitu permodalan dan teknologi. Sentuhan permodalan maupun teknologi pada sistem usaha yang selama ini ada, belum mampu meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Kita tahu bahwa usaha ternak rakyat yang skalanya kecil-kecil diusahakan dengan cara sederhana, lokasinya tersebar, dengan modal yang kecil serta dikelola secara subsistem tradisional.

Ide “korporasinya Jokowi” sesungguhnya merupakan jawaban, bahwa usaha sejenis yang berkelompok pada suatu hamparan kawasan, akan menjadikan bisnis ini tangguh dan efisien. Usaha seperti ini dikenal juga dengan istilah “klusterisasi bisnis”. Misalnya pada kasus usaha ternak sapi perah, di mana peternak di wilayah itu hanya memelihara sapi perah yang berproduksi, sementara pemeliharaan rearing dilakukan oleh peternak lainnya.

Demikian halnya dengan penyediaan hijauan pakan dan konsentrat pun dilakukan oleh kelompok masyarakat lainnya. Hal seperti ini, banyak dilakukan juga oleh komoditi usaha ternak lainnya, seperti sapi potong, kambing, domba maupun perunggasan. Masing-masing kluster akan melakukan hubungan bisnisnya secara efektif dan efisien. Bisnis ini kini mulai dilakukan secara online (daring) menggunakan teknologi digital yang berkembang sangat pesat.

Lihat saja bagaimana para tengkulak yang menyebabkan tataniaga menjadi tidak efisien bisa dipotong oleh sistem daring ini. Hal ini bisa kita lihat sehari-hari aktivitas para peternak di media sosial. Mereka saling menawarkan produknya, bahkan bisnis hewan kurban pun berubah dengan banyaknya alternatif tawaran harga dan cara yang lebih murah dan efisien, bahkan mampu melayani lintas kota, lintas wilayah, bahkan lintas benua sekalipun.

Finansial Teknologi
Ada satu hal yang menarik di era digital ini, dengan tumbuh kembangnya bisnis teknologi finansial. Bisnis ini lebih dikenal dengan nama “fintech/fintek (financial technology)” yang banyak ditawarkan oleh para technopreuneur. Produknya bermacam-macam, mulai dari bagaimana mengatur keuangan pribadi, mencari pasar sampai dengan program pengembalian kredit.

Ternyata bisnis daring tidak melulu hanya e-commerce (toko online) atau situs portal berita. Startup teknologi penyedia jasa finansial, atau biasa disebut fintech, merupakan salah satu bisnis yang sedang berkembang pesat di tanah air. Salah satu pemicunya adalah karena urusan finansial merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh berbagai kelas masyarakat. Misalnya, pada usaha peternakan rakyat, kita belum pernah mendengar keberhasilan “kredit program”, menciptakan produksi atau produktivitas peternakan rakyat berdaya saing. Kiranya dengan pendekatan permodalan melalui bisnis fintech akan mampu memberikan berubahan bisnis peternakan dimasa mendatang.

Beberapa contoh fintech yang telah berkembang di negeri ini, menurut Pratama (2017) antara lain, (1) Jurnal, adalah penyedia software akuntansi untuk para pemilik usaha kecil dan menengah (UKM). Melalui software tersebut, kita bisa membuat invoice, serta mengelola aset, inventori dan gudang secara otomatis. (2) Jojonomic, merupakan software yang fokus menjadi platform Software as a Service (SaaS) yang bertujuan untuk mempermudah proses reimbursement. Software ini telah menghadirkan fitur absensi dengan teknologi pengenalan wajah. (3) Sleekr, merupakan layanan sumber daya manusia berbasis cloud. Namun setelah mengakuisisi startup bernama Kiper pada tahun 2016 yang lalu, kini software ini memberikan layanan mengatasi masalah akuntansi di berbagai perusahaan. (4) OnlinePajak, adalah software layanan yang bisa memudahkan untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajak. Startup ini didirikan oleh pengusaha asal Perancis, Charles Guinot, dan telah terhubung langsung dengan server e-Billing dan e-Filing di Direktorat Jenderal Pajak. (5) VeryFund, merupakan aplikasi mobile yang memungkinkan melacak segala transaksi yang terjadi di setiap rekening bank. (6) DompetSehat, adalah sebuah aplikasi mobile yang bisa membantu mencatat keuangan pribadi, seperti yang dihadirkan Jojonomic. Aplikasi ini juga bisa memberikan masukan tentang cara mengeluarkan uang yang lebih baik, setelah sebelumnya melakukan analisis kebiasaan belanja. (7) Kartoo, adalah aplikasi mobile yang bisa menampilkan informasi promo dari para penerbit kartu debit maupun kartu kredit. (8) Finansialku, adalah portal dan aplikasi perencana keuangan yang bisa memberi berbagai tip tentang cara mengelola keuangan yang baik. Software ini bisa memberi masukkan tentang cara mengatur investasi, reksa dana, saham, asuransi, hingga persiapan pensiun dengan baik. (9) EFL, adalah penyedia layanan penilaian risiko kredit yang bisa membantu lembaga finansial tanah air ketika akan memberikan pinjaman kepada seseorang. Mereka mengklaim bisa memberikan penilaian kepada orang yang bahkan belum mempunyai riwayat pinjaman maupun jaminan sekalipun. (10) CekAja, adalah situs yang berisi informasi dan perbandingan layanan finansial seperti kartu kredit, asuransi dan berbagai bentuk investasi.

Berdasarkan hal tersebut, sesungguhnya “fintech” merupakan jawaban kesulitan mengakses finansial yang selama ini ditunggu-tunggu kehadirannya dalam menuju bisnis peternakan rakyat masa depan. Di mana usaha peternakan rakyat yang berskala kecil, di era mendatang akan mampu menghasilkan produk yang berdaya saing, karena dibarengi dengan teknologi keuangan yang handal disertai dengan pengamannya. Demikian juga pola korporasi dalam bentuk “kluster” merupakan prasyarat bagi keberhasilan sistem inovasi teknologi digital ini. Boleh jadi pola klaster dengan sentuhan permodalan melalui fintech merupakan ciri bisnis peternakan rakyat di masa mendatang, semoga…!!!

Oleh : Rochadi Tawaf
Dosen Fapet Unpad; Ketua I PB ISPI;
Penasehat PP Persepsi: Sekjen DPP PPSKI

KONTRIBUSI PETERNAKAN TROPIS UNTUK KEDAULATAN PANGAN

Foto bersama usai acara pembukaan
ISTAP ke-7, di Kampus Fapet UGM, Selasa (12/9).
Dalam pelaksanaan the 7th International Seminar on Tropical Animal Production (ISTAP), pada 12-14 September 2017, Dekan Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA, menyatakan, bahwa peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia secara signifikan mampu untuk meningkatkan kedaulatan pangan.

“Peran peternakan di negara tropis menjadi penting untuk membangkitkan kemandirian, karena fungsi peternakan sebagai tabungan, akumulasi modal, serta suplai input bagi tanaman pangan,” ujar Prof Ali Agus, dalam siaran persnya usai pembukaan acara, Selasa (12/9), di Fapet UGM, Yogyakarta.

Diungkapkannya, upaya untuk mengukur kontribusi peternakan pada kedaulatan pangan di negara tropis sangat penting untuk mengidentifikasi keunggulan dan daya saing komoditas serta produk turunannya. Sebab, para petani/peternak di negara tropis tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol mekanisme produksi pangan dan kebijakannya. Hal ini disebabkan karena petani di daerah tropis seringkali dicirikan dengan skala usaha yang kecil dan subsisten.

“Hewan ternak telah melekat pada kehidupan peternak kecil di negara-negara tropis. Oleh karena itu, melibatkan rumah tangga petani kecil dalam mekanisme produksi dan kebijakan berarti ikut mengamankan kedaulatan pangan sebuah negara,” katanya.

Menurutnya, penyelenggaraan ISTAP ke-7 yang mengambil tema “Contribution of Livestock Production on Food Sovereignty in Tropical Countries” merupakan kontribusi penting dalam perkembangan kedaulatan pangan nasional.

Sementara, Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng, menyatakan, kedaulatan pangan tidak hanya diartikan sebagai ketersediaan pangan, melainkan akses terhadap pangan yang berbasis potensi lokal. “Indonesia dan negara tropis lain kaya akan sumber daya ternak lokal dan keanekaragaman ternak. Ini adalah aset potensial yang berguna dalam pasar domestik maupun internasional di masa mendatang,” kata Prof Panut.

Kendati begitu, lanjut dia, produksi ternak di negara tropis cenderung masih dijalankan oleh peternak kecil. “Permasalahan seperti ketidakseimbangan supply-demand, kapasitas dan kapabilitas peternak yang masih rendah dan kurangnya inovasi-teknologi, masih menjadi tantangan. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, diperlukan sinergi antar stakholders terkait,” ucapnya.

Ketua Panitia ISTAP, R. Ahmad Romadhoni Surya Putra, S.Pt., M.Sc., Ph.D., mengungkapkan, kegiatan ini merupakan seminar Tropical Animal Production yang tertua di Indonesia. “Seminar ini sudah dimulai sejak awal 90-an dengan melibatkan seluruh peserta dari berbagai penjuru dunia. Pada penyelenggaraan kali ini, ISTAP dihadiri lebih dari 250 peserta yang berasal dari 11 negara di wilayah tropis,” katanya. (RBS)

LANJUTAN PELATIHAN PROGRAM YOUNG FARMER ACADEMY


Peternak muda Belanda Wilbert Woulters (baju putih)
dan Patricia Dorenberg (baju hitam) saat membimbing
peserta Young Farmer Academy di Pangalengan.
Setelah diluncurkan pada bulan Oktober 2016 lalu, PT Frisian Flag Indonesia (FFI), melanjutkan rangkaian pelatihan terhadap peternak muda sebagai bagian dari Program Young Farmer Academy, pada Kamis, 7 September 2017, di Pengalengan, Bandung, Jawa Barat.

Kegiatan ini merupakan komitmen berkelanjutan dari FFI dalam menghadirkan solusi untuk regenerasi peternak sapi perah di Indonesia, sekaligus mengatasi masalah kebutuhan susu nasional. Young Farmer Academy telah memilih 30 calon peternak sapi perah potensial untuk diberdayakan setelah melewati rangkaian program pelatihan teknik dan non-teknik, mereka dikumpulkan di Pangalengan untuk lokakarya selama tiga hari (6-8 September 2017), yang disampaikan oleh enam peternak sapi perah muda Belanda anggota dari Asosiasi Peternak Muda Belanda (NAJK), diantaranya Jantine Akkerman, Kees van der Sar, Patricia Dorenberg, Simone Rigter, Tom Dekker dan Wilbert Woulters. Mereka berdiskusi dengan para peserta berbagi pengetahuan dan pengalaman membangun peternakan dan organisasi peternakan sebagai sarana untuk berkembang.

“Para peternak muda Belanda hadir untuk memberikan pelatihan, pengetahuan dan pengalaman dalam membangun peternakan dan pembekalan mendirikan organisasi peternak. Kisah keberhasilan mereka ini disampaikan kepada para peserta Young Farmer Academy dengan harapan dapat menginspirasi mereka,” ujar Akhmad Sawaldi, DDP Manager dan FDOV Project Frisian Flag Indonesia.
Sementara, menurut salah satu peternak muda Belanda, Cornelis van der Saar, dirinya mengaku senang bisa membantu peternak muda di Indonesia. “Merupakan kehormatan bagi kami. Kami berharap pengalaman kami dapat menginspirasi, tidak hanya untuk menerapkan teknik peternakan moderen, namun juga memberikan informasi mengenai manfaat organisasi peternak sebagai landasan pengembangan peternak dan bisnis peternakan,” kata Cornelis.

Selain pelatihan, para peserta juga diajak berkunjung ke salah satu peternak sapi perah milik Aep Suherman di Pengalengan, yang telah sukses mengembangkan peternakannya setelah mengikuti Program Farmer2Farmer yang juga merupakan bagian dari program FDOV.

Sebagai informasi, Program Young Farmer Academy sendiri juga merupakan bagian dari proyek FDOV yang diselenggarakan melalui kerjasama antara FrieslandCampina dan FFI, serta rekanan (The Friesian, Wageningen University, Agriterra, Koperasi Lembang dan Pangalengan), serta dukungan penuh dari pemerintah Belanda melalui kerjasama pemerintah-swasta dari Kementerian Luar Negeri Belanda yang disebut FDOV (Faciliteit Duurzam Ondernemen en Voedselzekerheid). (RBS)

MENTAN KEMBALI LANTIK PEJABAT ESELON II

Pelantikan lima Pejabat Eselon II
di Auditorium Gedung F Kementan, Jumat (15/9).
Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, kembali melantik lima Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) setingkat Eselon II, yang dilaksanakan di Auditorium Gedung F Kementan, Jakarta Selatan.

Menurutnya, pelantikan ini dilakukan sebagai bentuk penyegaran, rotasi jabatan dan pengisian posisi pejabat yang masih kosong. “Jadi ini memang rotasi ada yang baru, untuk penyegaran saja,” ujar Mentan di acara pelantikan, Jumat (15/9).

Ia juga menyebut, para pejabat yang baru dilantik bisa menjalankan amanah pekerjaan dengan baik. “Saya secara resmi melantik jabatan baru di lingkungan Kementan, Saya percaya saudara akan melaksanakan tugas dengan baik sesuai yang diberikan,” katanya.

Pelantikan ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 572/KPTS/KP.230/9/2017 tentang Pemberhentian, Pemindahan dan Pengangkatan dalam jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Kementerian Pertanian.

Adapun lima pejabat eselon II yang dilantik diantaranya, 1) Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Surachman Suwardi, dilantik menjadi Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. 2) Pelaksana Tugas Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH, Syamsul Maarif, menjadi Pejabat Sementara Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner. 3) Direktur Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Yanuardi, menjadi Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 4) Inspektur III Inspektorat Jendral, Widono, dilantik menjadi Inspektur II, Inspektorat Jendral. 5) Sekretaris Inspektorat Jendral, Bambang Pamuji, dilantik menjadi Inspektur III, Inspektorat Jendral. (RBS)

PRESIDEN INGIN PETERNAKAN KAMBING DIKELOLA SEPERTI KORPORASI

Presiden Jokowi meninjau ternak domba
dan kambing pemenang kontes. 
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan agar pola beternak kambing dan domba dilakukan dengan model korporasi. Ketimbang kecil-kecilan dan tak berkelompok, pola beternak secara korporasi dinilai jauh lebih efisien.

"Saya lihat bangun industri peternakan kayak sebuah korporasi yang besar, yang jumlahnya banyak, yang miliki ternak gabung, konsolidasi dalam sebuah organisasi mau itu PT (perusahaan), koperasi, atau gabungan peternak yang jumlahnya banyak. Sehingga hitungan dari sisi bisnis bisa untung dan manfaat," ungkap Jokowi dalam acara Jambore Peternakan 2017 di Cibubur, Jakarta, Minggu (24/9/2017).

Jambore Peternakan Nasional yang diselenggarakan sejak 22 September diikuti 1.200 peternak baik perorangan maupun kelompok peternak. Selain Mentan Amran Sulaiman, hadir pula Gubernur BI Agus Martowardojo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat serta sejumlah pejabat BUMN terkait.

"Bagaimana kita bisa membangun sebuah industri peternakan yang betul-betul seperti sebuah korporasi yang besar, yang jumlahnya banyak, tapi yang memiliki adalah rakyat, para peternak, sehingga bisa bersaing dengan negara-negara lain. Itu yang kita inginkan, kalau kita kalah bersaing, berarti ada yang kurang efisien dan regulasi yang menghambat untuk pengembangan peternakan harus dihilangkan, agar perkembangan sektor usahanya bisa berjalan,” tegasnya

Dalam acara Jambore Peternakan Nasional 2017 ini juga diserahkan
Piala Presiden dan penghargaan Anugerah Bakti Peternakan.  
Saat temu wicara dengan sejumlah peternak, Jokowi mengungkapkan, guna mewujudkan keinginan membentuk korporasi peternakan di Indonesia, para peternak perlu bergabung dalam sebuah wadah besar. Misalnya kepada kelompok Perserikatan Peternak Kambing dan Domba (PPKB) Yogyakarta. Perserikatan tersebut, seperti diungkapkan Ketua Umum PPKD Yogyakarta, Didik, telah mempunyai 500 anggota peternak dengan total jumlah ternak 10.000 ekor kambing dan domba.

"Jadi ini terkonsolidasi kurang lebih memiliki seluruh 10.000 ekor. Ini yang namanya mengkoordinasikan peternak, ya seperti ini, kedepannya ada industri bibit ternak, penggemukan ternak, dan industri pakan ternak. Dahulu pemerintah banyak memberikan sapi, tapi tidak menghasilkan apa-apa. Untuk itu peternakan harus masuk sistem perbankkan,” ungkapnya.

Sebelumnya Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa bahwa pemenuhan swasembada pangan ke depannya telah diubah dengan swasembada protein, yang dapat diperoleh tidak hanya dari daging sapi, namun juga kambing, domba, ayam, kelinci dan unggas lain. Kedepannya pemerintah keinginan mengembangkan sapi unggulan dengan menganggarkan Rp 100 miliar untuk membeli bibit (semen) sapi unggulan Belgian Blue.

“Saat ini nilai ekspor peternakan naik 22% pada kambing, ayam, dan babi. Pemerintah juga akan memberikan asuransi peternakan, yang 80% preminya ditanggung pemerintah dan 20% ditanggung peternak. “Jadi peternak hanya membayar Rp. 40.000/ekor/tahun, sisanya 80% persen pemerintah yang bayar. Selain itu dengan naiknya nilai ekspor peternakan saat ini, sebenarnya kita sudah swasembada protein,” ujar Amran. (WK)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer