Penelusuran lanjutan tentang obat CRD menghasilkan kenyataan, ada obat baru untuk mengurangi resistensi, prakteknya untuk rolling antibiotik. Telusuri terus kompleksitasnya, ternyata umumnya peternak tidak melakukan pembersihan instalasi air dan pencatatan.
Narasumber: Drh.Primaditya |
Dalam artikel “Obat dan Vaksin untuk Hantam CRD dan Kompleksnya” Area Sales Manager Surabaya PT Romindo Primavetcom Cabang Surabaya, Drh Setya Bakti, memaparkan tentang dua jenis obat CRD (khusus Mikoplasma dan spektrum luas), dua jenis vaksin (Mycoplasma gallisepticum dan M sinoviae) serta progarm menyeluruh untuk hadapi penyakit pintu segala penyakit ini.
Lebih lanjut, Infovet menelusuri obat-obatan CRD ke perusahaan obat hewan yang lain, PT Medion Cabang Surabaya. Bertemu langsung dengan Drh Primaditya, District Assistant Manager Medion Surabaya. Menurutnya, obat CRD yang paling sering digunakan adalah golongan Enrofloksasin. Nama patennya Neonedine. Kecuali, ada komplikasi. Maka digunakanlah Trimesin.
Selain itu, “Ada produk baru,” katanya, “Yaitu Eritromisin Doksisiklin. Ini gencar dipromosikan karena punya keunggulan untuk mengurangi resistensi.” Prakteknya dengan rolling antibiotik juga menggunakan obat ini, antibiotik ini merupakan obat berspektrum luas untuk mengatasi bakteri gtram negatif dan Mycoplasma biang CRD. Nama paten obat ini adalah Erydoxy.
Narasumber: Drh. Setya Bakti |
Nyatanya bila sudah sampai tahap CRD Kompleks dimana ada kolibasilosis dalam penyakit itu, menurutnya dapat digunakan kombinasi Amoksisilin trihidrate dan Colistin sulfat. Nama dagangnya Amoxitin. Satu kemasan obat kombinasi ini mempunyai spektrum luas dan efektif membunuh kuman Escherecia coli dan Haemophillus paragalinarum penyebab Koriza yang sering muncul bersamaan pada CRD.
Koli yang numpang CRD sendiri ini tidak pernah berdiri tunggal. Selain itu juga ada Korisa. Obat kombinasi untuk melawannya sangat dianjurkan. Dengan adanya obat baru untuk rolling yang bertujuan mengurangi resistensi, menurutnya kelebihan dan kekurangan masing-masing pengobatan beda-beda tipis.
Pemikiran obat baru untuk rolling ini berawal dari kenyataan, “Sayangnya peternak biasanya itu-itu saja obatnya,” ujar Drh Primaditya, padahal penggunaan obat yang sama terus-menerus membuat khasiat obat dapat berkurang karena kumannya menjadi tahan alias resisten. Kebiasaan peternak itu tidak jauh-jauh disebabkan faktor harga tinggi. Dengan biaya mahal namun performa jelek karena obatnya sama terus- maka harus ada tindakan pilihan obat dengan rolling antibiotik, yang lebih masuk akal.
Terus Telusuri Kompleksitasnya
Begitulah, Drh Primaditya mengungkap; CRD Kompleks merupakan keniscayaan. Mengapa? Karena jarang CRD merupakan penyakit murni. Bila ditemukan CRD biasanya sudah bercampur dengan Kolibasilosis dan juga Koriza.
Selain menggunakan obat, menghadapi problematika di lapangan, Ia menyarankan awalnya peternak sendiri harus memperhatikan manajemen. “Masa suhu panas atau dingin harus diperhatikan, manajemen litter, bau amoniak, pemanasan pengindukan buatan (brroder), semua harus diperhatikan,” paparnya.
Yang terjadi di lapangan umumnya sampai ayam umur 16-17 hari, kuning telur masih ada dalam tubuh ayam karena tidak terserap sempurna. Daya tahan ayam menjadi jelek. Kuman-kuman CRD muncul bersamaan kuman lain lantaran stres dan lingkungan alami yang tidak mendukung. Penyakitnya pun menjadi parah.
“Secara teori CRD dapat diturunkan induk ayam ke anak ayam secara trans ovarial, katanya seraya menambahkan apa di sini kuman CRD ada atau tidak pada bibit, padanya belum ada data. Stres yang memicu CRD menjadi tanggungjawab semua yang terkait. Hendaknya penyakit yang ada secara ringan tidak menjadi ganas. Kasus ringan maksudnya tidak sampai timbul gejala klinis. Kalau ayam sudah ngorok sudah pasti kasusnya lebih berat. Apalagi bila sudah komplikasi./ yonathan.
Selanjutnya simak Infovet edisi Juni 2014