Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini kambing | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PERESMIAN PUSAT PELATIHAN KAMBING DAN DOMBA DI YOGYAKARTA

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan meresmikan Pusat Pelatihan Kambing dan Domba di Yogyakarta (Foto: Dok. Kementan)

Berdirinya Pusat Pelatihan Kambing dan Domba Yogyakarta, disambut baik Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita. Minggu (7/4/2019) Ketut hadir meresmikan Pusat Pelatihan Kambing dan Domba Yogyakarta di Peternakan Kambing Domba Bhumi Nararya, Kabupaten Sleman.

Peresmian ini sekaligus diisi dengan kegiatan Breeding Camp. Ketut berharap dengan adanya Pusat Pelatihan Kambing Domba Yogyakarta ini, penerapan teknik pembibitan dan budidaya kambing domba dapat diimplementasikan dengan lebih baik dan dapat mendukung perkembangan populasi kambing-domba di Indonesia, sekaligus meningkatkan potensi ekspor produk peternakan.

"Domba dan kambing berkontribusi penting dalam pemenuhan gizi masyarakat dan populasinya tersebar di seluruh Indonesia. Prospek ekspor kambing dan domba masih sangat terbuka lebar, namun tantangannya ada pada infrastruktur beserta struktur pasar domba dan kambing yang belum terlalu berkembang. Ke depan ini adalah hal yang akan menjadi perhatian pemerintah," terang Ketut dalam keterangan resminya.

Lebih lanjut disampaikan juga bahwa terkait ekspor, domba hidup berpotensi untuk diekspor ke negara Singapura dan Malaysia. Sementara kambing hidup berpotensi di ekspor ke Brunei Darussalam.

Kementerian Pertanian telah menetapkan kawasan pertanian nasional melalui Permentan Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertaian Berbasis Korporasi, dimana lokasi kawasan untuk pengembangan ternak kambing domba telah tesebar di 16 provinsi dan 34 kabupaten/kota. Untuk pengembangan usaha peternakan, Ketut menjelaskan bahwa peternak kambing/domba dapat memanfaatkan skema kemitraan, karena Kemitraan Usaha Peternakan ini telah dipayungi regulasi melalui Permentan Nomor 13 Tahun 2017. (NDV)

KERAKAS SAWIT SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA KECIL

Kerakas sawit yang sudah di parut. (Dok. pribadi)

Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar dunia mempunyai luasan kebun sawit yang sangat besar. Dengan luasan kebun sawit, menghasilkan limbah kebun sawit atau kerakas sawit yang sangat banyak. Kerakas yang dimaksud adalah pelepah sawit beserta daunnya, yang memiliki potensi sebagai sumber serat kasar bagi ternak ruminansia, walau memiliki kandungan lignin yang tinggi yang bisa menyebabkan kecernaan menjadi rendah.

Kendati demikian, pemanfaatan kerakas sawit sudah banyak dilakukan dengan adanya program integrasi sapi-sawit. Tetapi pemanfaatan kerakas sawit untuk ternak ruminansia kecil masih belum banyak. Hal ini dikarenakan kapasitas rumen ternak ruminansia kecil lebih minim dan kadar serat kasar kerakas sawit yang tinggi (mencapai 46%), sehingga perlu perlakuan atau sentuhan teknologi sebelum memberikan kerakas sawit tersebut.

Dari penelitian sederhana yang pernah penulis lakukan, penulis mencoba membuat pakan komplit dengan sumber serat dari kerakas sawit yang sudah diparut. Kerakas sawit yang digunakan adalah kerakas sawit kering. Kerakas yang sudah di parut dicampur dengan konsentrat ruminansia dan selanjutnya difermentasikan menggunakan inokulan mikrobia selulolitik. Inokulan yang digunakan adalah Trichoderma harzianum. Proses fermentasi dilakukan  selama 14 hari secara anaerob, menggunakan kantong plastik besar untuk mendapatkan hasil yang baik.

Setelah 14 hari, pakan komplit telah terfermentasi dan berubah warnanya menjadi lebih cerah dengan bau harum khas fermentasi. Uji coba dilakukan pada kambing perah laktasi. Sebab, kambing memiliki karakter lebih suka pakan berupa rambanan atau daun-daunan daripada rumput, berbeda dengan domba yang menyukai kedua jenis pakan tersebut.

Ternyata adaptasi pakan komplit fermentasi berbasis kerakas sawit ini cukup lama. Kambing yang biasa diberi pakan daun-daunan memerlukan waktu lebih dari dua minggu untuk beradaptasi ketika diberikan pakan komplit fermentasi berbasis kerakas sawit. Adaptasi dilakukan dengan cara memberikan sedikit demi sedikit pada pakan  kambing yang terbiasa diberi daun-daunan. Adaptasi pakan harus dilakukan dengan sabar, kambing harus dipancing dengan dedak padi yang ditaburkan di atas pakan komplit fermentasi agar tertarik memakan pakan komplit fermentasi kerakas sawit tersebut.

Uji coba pakan komplit fermentasi ini diberikan pada kambing perah laktasi sejumlah enam ekor yang terbagi menjadi dua kelompok dengan rancangan simple cross over, dengan berat rata-rata kambingnya adalah 37,17 kg, umur rata-rata 3,03 tahun dan produksi susu 525 ml perhari. Pakan komplit fermentasi yang diberikan mempunyai kandungan kadar bahan kering  (BK) 91,02%, bahan organik (BO) 85,11%, protein kasar (PK) 12,42 %, lemak kasar (LK) 2,86 %, serat kasar (SK) 39,63 %, bahan ekstrak tanpa N (BETN) 30,2% dan TDN (Total Digestible Nutrient) 49,58%. 

Setelah melalui proses adaptasi pakan, kambing bisa diberikan pakan komplit fermentasi secara penuh. Dalam pengamatan penelitian, ternyata pemberian pakan komplit fermentasi  memberikan konsumsi bahan kering yang lebih tinggi dibanding kelompok yang diberi pakan hijauan berupa daun niponan, daun karet dan daun kelapa sawit segar. Pemberian pakan komplit fermentasi ini juga memberikan konsumsi protein kasar dan konsumsi serat kasar yang lebih tinggi dibanding yang diberi pakan hijauan, tetapi tidak memberikan hasil yang berbeda pada konsumsi bahan organik dan lemak kasar.

Produksi susu kambing juga tidak mengalami perbedaan signifikan antara kelompok yang diberi pakan komplit fermentasi dengan kelompok kambing yang diberi pakan hijauan, walaupun ada kecenderungan produksi susu pada kelompok yang diberi pakan komplit fermentasi memberikan produksi susu yang lebih tinggi. 

Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa pemanfaatan limbah kelapa sawit (bahkan yang sudah kering) sebagai pakan ternak ruminasia kecil sangat mungkin bisa dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan konsumsi bahan kering, protein kasar dan serat kasar untuk pakan komplit fermentasi, serta tidak adanya perbedaan terhadap produksi susu kambing perah laktasi yang digunakan dalam penelitian.

Kerakas sawit setelah menjadi pakan komplit fermentasi. (Dok. pribadi)

Proses fermentasi dengan menggunakan bakteri selulolitik akan menurunkan kadar  selulosa yang terkandung di dalam kerakas kelapa sawit. Dengan kandungan selulosa yang mencapai 46% di dalam pelepah sawit, merupakan potensi yang cukup besar sebagai sumber bahan pakan ruminansia. Bakteri selulolitik akan menghasilkan enzim selulase yang mampu menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik di dalam selulosa. Enzim selulase yang diproduksi oleh bakteri selulolitik biasanya merupakan enzim komplek dan bekerja sesuai fungsinya, sehingga mampu memecah selulosa menjadi produk akhir glukosa.

Bakteri selulolitik secara alami ada di dalam rumen ruminansia dan memang hanya ternak ruminansia yang mampu memanfaatkan selulosa secara efisien sebagai bahan pakan, karena keberadaan bakteri selulolitik tersebut. Bahan pakan yang tinggi kandungan selulosa, apalagi dengan kandungan  lignin yang juga tinggi, seperti kerakas sawit, akan susah dicerna oleh bakteri selulolitik di dalam rumen. Pemanfaatan teknologi fermentasi diharapkan mampu membantu kerja bakteri selulolitik di dalam rumen, sehingga kecernaan pakan berserat tinggi akan meningkat. Banyak penelitian membuktikan bahwa proses fermentasi bahan pakan berserat menghasilkan penurunan kadar serat kasarnya. 

Hal yang cukup menarik dari hasil penelitan ini adalah, dari hasil produksi susu yang tidak berbeda nyata, walaupun ada kecenderungan pemberian pakan komplit fermentasi lebih tinggi produksinya, ternyata terdapat perbedaan warna dari susu yang dihasilkan. Susu yang diproduksi dari kambing yang diberi pakan hijauan terlihat lebih kuning dibandingkan dengan susu yang dihasilkan dari kambing yang diberi pakan komplit fermentasi, yang susunya terlihat berwarna putih.

Produksi susu sangat ditentukan dari laju sel sekretori mengubah nutrien dari darah menjadi komponen susu. Hal ini sangat dipengaruhi nutrisi yang dikonsumsi ternak berkaitan dengan prekursor pembentuk susu dan ketersediaan energi. 

Perbedaan warna susu yang diproduksi oleh kelompok kambing percobaan diduga karena pakan komplit fermentasi yang berbasis limbah sawit, menggunakan limbah sawit yang sudah kering, sehingga kadar beta karotennya sudah sangat rendah dibanding pemberian pakan hijauan segar. Beta karoten terdapat dalam hijauan segar dan akan berubah menjadi vitamin A ketika di dalam tubuh. Kadar beta karoten akan sangat berkurang karena proses pengeringan dengan sinar matahari. Senyawa karotenoid ini yang memberikan warna kuning pada susu. Pada bahan pakan yang sudah kering, kandungan beta karotennya sudah rendah sehingga menyebabkan warna susu menjadi putih.

Dari penelitian ini, diharapkan bahwa pemanfaatan kerakas sawit yang sudah kering sebagai pakan ternak ruminansia bisa diaplikasikan untuk ruminansia kecil. Pemanfaatan limbah sawit untuk pakan ruminansia kecil selama ini terbatas pada daun sawit yang masih segar, tetapi dengan teknologi fermentasi dan dibuat menjadi pakan komplit ini bisa memanfaatkan pelepah dan daunnya (kerakas) yang sudah kering untuk pakan ruminansia kecil. Kelemahan terhadap produk susu akibat penggunaan pakan komplit fermentasi yang berbasis kerakas sawit kering bisa diantisipasi dengan suplementasi bahan pakan sumber vitamin A dalam ransumnya. ***

Dr Lilis Hartati, SPt
Penulis adalah pengajar di Jurusan Peternakan, 
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

Aplikasi Angon, Jembatani Peternak Rakyat dan Masyarakat Urban




Angon dalam bahasa Jawa diartikan sebagai menggembala. Berangkat dari rasa kepedulian terhadap salah satu permasalahan di sektor peternakan yaitu rantai distribusi panjang, Agif Arianto membuat aplikasi berbasis financial technology (Fintech) bernama Angon.

Beternak kambing domba zaman now bisa dilakukan online melalui aplikasi Angon Indonesia. Aplikasi ini menjembatani masyarakat yang ingin beternak namun terkendala lahan, waktu dan keterampilan. Aplikasi ini juga menciptakan kerjasama antara peternak rakyat dengan masyarakat urban.

Ketika salah satu stasiun televisi swasta mewawancarai Agif pada 11 September 2017, dia menyatakan bahwa rantai distribusi panjang karena keberadaan tengkulak. “Kita melihat harga daging yang dijual ke masyarakat mahal, namun mengapa masih banyak peternak atau petani yang menjerit,” ungkapnya.

Agif sendiri semasa kuliah telah beternak 30 ekor domba dan ketika sebagian dombanya mati, dia merasakan bahwa beternak itu tidak mudah.

“Beternak itu tidak mudah, kita haru memikirkan bagaimana memperoleh bibit yang bagus, pakan berkualitas, masa panen hingga ketika menjual hasil ternak di pasaran, harga tidak sesuai ekspektasi,” imbuhnya.

Saat ini, Angon sudah memiliki 11.100 hewan yang diternakkan dari 10.000 lebih member aktif dengan 800 transaksi di setiap bulannya. Sentra peternakan rakyat (SPR) merupakan  mitra yang tersebar di desa beternak online  di Wawar Lor Kabupaten Semarang, Jogjakarta, dan Bogor.

Jadi, bagaimana caranya ternak kambing domba secara online? Kita cukup memasang aplikasi Angon di smartphone (saat ini baru tersedia untuk Android) -> mendaftarkan diri -> memilih jenis kambing yang ingin diternakkan -> membayar -> selesai. Mudah bukan?

Berikut cara kerjanya :

1. Beli bibit ternaknya
Angon menyediakan bibit domba dan sapi terbaik yang terbagi dalam beberapa jenis. Harga yang kita bayarkan di awal besarnya bervariasi, mulai dari  1 hingga 10 juta rupiah. Biaya tersebut meliputi harga ternak (sesuai bobot saat beli), asuransi ternak, biaya pakan, biaya perawatan oleh peternak rakyat, serta  biaya sewa kandang selama 3 bulan.

Ada beberapa jenis kambing domba yang ditawarkan yaitu Merino, Garut dan Gembel. Selain bisa memilih jenisnya, kita bisa memilih umur dan berat dari hewan tersebut. Hal ini mempengaruhi harga beli dan nilai Return of Investment (ROI) yang akan kita dapatkan.

Setelah memilih jenis kambing, kita akan ditunjukkan perhitungan perkiraan ROI selama tiga bulan. Jika sudah yakin, kita bisa memilih tombol ‘Beli Sekarang’ untuk melakukan transaksi. Ada dua metode pembayaran, yaitu melalui Tcash dan transfer bank.

2. Dirawat dalam 3 bulan
Jangka waktu perawatan ternak di Angon adalah 3 bulan. Selama itu, ternak akan diberi pakan dan dirawat oleh peternak rakyat mitra Angon. 

Kita dapat memantau kenaikan bobot ternak melalui aplikasi Angon pada tanggal 10 dan 25 setiap bulannya. Kenaikan bobot ternak tergantung pada jenis dan kondisi ternak yang dipilih.

3. Jual kembali hewan ternak ke Angon
Setelah 3 bulan, sistem Angon secara otomatis akan membeli kembali ternak dan kita  mendapatkan hasil sesuai bobot saat panen. Besaran keuntungan bervariasi antara 2% hingga 15%. 

Kita bisa memperpanjang masa ternak untuk 3 bulan berikutnya.Kita juga berhak untuk mengkonsumsi sendiri karena ternak ini sepenuhnya milik kita. ***

(sumber : angon.id)














Kenali dan Hindari Cacing Lambung Haemonchus Contortus

Domba yang digembalakan lebih mudah terkena cacing H. contortus.
Performa produksi domba dan kambing salah satunya ditentukan oleh kuantitas dan kualitas ransum pakan yang diberikan. Rumput sebagai salah satu sumber serat yang dibutuhkan ternak ruminansia berlambung jamak seperti domba dan kambing, ternyata juga turut andil menyumbang larva stadium tiga (L3s) cacing Haemonchus contortus, yang ikut terkonsumsi ketika rumput di makan. Larva L3s ini hidup nyaman dan berkembang biak di dalam lambung keempat domba dan kambing (abomasum). Ya, spesifik dan hanya ditemukan di abomasum, lambung yang memiliki pH asam ini. Si cacing betina bertelur, lalu telur di keluarkan melalui feses. Feses di suhu lingkungan yang sedikit hangat, menjadi media menetasnya telur-telur cacing H. contortus menjadi larva stadium satu dan dua, sebelum berkembang menjadi larva L3s yang hidup bertahan di pangkal rerumputan, yang dekat dengan tanah. Larva L3s ini akan masuk ke dalam lambung ternak lagi ketika rumput sebagai habitatnya di makan oleh ternak. Demikian seterusnya.

Infestasi dan Eksistensinya di Lambung
Siklus hidup cacing H. contortus yang demikian sederhananya menjadikan prevalensi ditemukannya cacing ini di lambung domba dan kambing sangat tinggi, terutama pada kondisi domba dan kambing yang digembalakan. Sebenarnya, kemampuan hidup larva L3s di rerumputan tidaklah sekuat yang dibayangkan. Larva ini rentan mati akibat perubahan suhu lingkungan ataupun adanya agen pemusnah seperti pestisida yang digunakan di persawahan. Namun, kurangnya ketersediaan lahan untuk rotasi padang gembala menjadi salah satu sebab, mengapa siklus cacing penyebab anemia ini tidak terputus.

Cacing H. contortus merupakan parasit nematoda yang biasa disebut cacing lambung (stomach worm), atau barber pole worm. Disebut sebagai yang terakhir ini karena khusus pada cacing betina terdapat uterus berwarna putih yang diselingi usus berwarna kemerahan, kemudian berpilin sehingga mirip dengan ikon tempat cukur rambut para pria, sebuah bentuk lampu boks silinder dengan hiasan pilinan dua warna kontras. Namun, hal ini tidak ditemukan pada cacing dewasa jantan, yang hanya mempunyai warna tubuh merah cerah. Panjang cacing dewasa mencapai 10-30 mm, dengan si betina lebih panjang dan besar dibanding cacing jantan. Seekor cacing H. contortus betina mampu bertelur hingga 5.000-10.000 butir/hari, atau diestimasikan setiap 16-17 detik terjadi ovulasi, tergantung dari kematangan reproduksi dan umur cacing tersebut.

Cacing H. contortus yang dikoleksi
dari abomasums domba betina.
Satu ekor domba atau kambing dianggap normal, bila prevalensi ditemukannya telur cacing H. contortus ini di bawah 500 butir/gram feses. Pengamatan dilakukan secara mikroskopis di bawah mikroskop. Ada juga standar yang menyatakan harus di bawah 200 butir/gram feses atau bahkan diharuskan nol atau bersih total. Mereka dengan standar ini lebih mengutamakan pada optimalisasi performa produksi. Biasanya dibarengi dengan pola pemeliharaan intensif dan pemberian anthelmintika (obat cacing). Domba betina dan anak domba yang digembalakan di lahan persawahan biasanya terserang cacing lebih tinggi, hingga di atas 1.000 butir/gram feses. Bahkan pada beberapa kasus yang pernah penulis teliti, ditemukan beberapa ekor domba ekor tipis betina dari kawanan penggembalaan dengan jumlah telur cacing mencapai lebih dari 5.000 butir/gram feses. Meskipun jumlah telur tinggi (lebih dari 2.000 butir/gram feses), tidak serta-merta menunjukkan gejala fisik yang sama antar ternak satu dengan lainnya. Namun secara umum, domba atau kambing yang terinfestasi cacing H. contortus mempunyai penampilan fisik yang cenderung kurus, mata berair, tidak aktif dan bulu kusam hingga mudah rontok. Nafsu makan masih tetap tinggi pada periode awal-awal infestasi, tapi konversi pakan tinggi, sehingga performa produksi daging buruk.

Kerugian yang Diderita
Cacing H. contortus dewasa mengaitkan ujung mulutnya di mukosa dinding abomasum dan menghisap darah ternak inangnya. Setiap hari, satu ekor cacing dewasa mampu menghisap sekitar 0,05 ml darah segar dari abomasum. Bayangkan jika satu ekor ternak terdapat 1.000 ekor cacing dewasa, maka diperkirakan akan kehilangan 50 ml darah setiap harinya. Tentu saja ini menyebabkan anemia dan dikatakan bahwa cacing H. contortus  merupakan penyebab primer anemia pada ternak, diiringi defisiensi kalsium dan fosfat. Dalam kondisi hiperakut, kematian tidak dapat dihindarkan, terlebih pada ternak usia muda dengan daya tahan yang lebih lemah dibanding dewasanya.

Penampakan mikroskopis perbesaran 10x10 telur dan
larva cacing H. contortus dan telur koksidia.
Anemia dan turunannya menjadikan penurunan bobot karkas, konsumsi pakan dan nutrien menjadi tidak optimal, penurunan imunitas ternak, serta meningkatnya resiko kegagalan pertumbuhan fetus, termasuk meningkatnya angka kematian cempe pasca kelahiran. Selain prematur, perkembangan kelenjar susu di ambing induk juga terhambat dan tidak maksimal, sehingga anak yang lahir akan kekurangan asupan susu induknya, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kerugian ekonomi akibat infestasi cacing H. contortus tidak terelakkan lagi. Ditambah dengan ditemukannya resistensi cacing H. contortus terhadap beberapa obat cacing komersial spektrum luas seperti albendazole dan avermectine, yang menyebabkan semakin kurang efektifnya pengobatan dengan dosis mainstream dan meningkatnya biaya produksi untuk obat (Pathak et al., 2016; Van den Brom et al., 2015).

Cegah dan Atasi dengan Cara Ini
Berbagai cara direkomendasikan oleh para peneliti peternakan, khususnya dalam hal menangani dan mencegah serangan cacing H. contortus. Secara umum, yang dapat dilakukan adalah dengan memotong siklus hidup cacing dan membunuh cacing pada fase tertentu, atau pada seluruh fase kehidupannya (spektrum luas).

Strategi cut and carry pada pakan hijauan, direkomendasikan
untuk memotong siklus hidup cacing H. contortus.
Memotong siklus hidup cacing dapat dilakukan dengan melakukan rotasi padang gembalaan dan memberikan waktu yang cukup agar larva-larva cacing di lokasi pertama mati, tanpa sempat termakan ternak. Cara lain adalah dengan melakukan strategi cut and carry pada pakan hijauan. Frekuensi ternak digembalakan dikurangi, atau bahkan tanpa digembalakan sama sekali. Sehingga tidak ada feses ternak yang tertinggal di lahan hijauan. Rumput lapangan (sawah) ataupun rumput budidaya seperti rumput raja, rumput gajah, tebon jagung, dll. dipotong (cut) di kebun budidaya dan dibawa (carry) ke kandang ternak. Tentunya hal ini perlu pertimbangan biaya tenaga kerja. Namun dengan cara ini, ada sisi positif lain yang diperoleh, yakni feses yang tertampung dapat diolah menjadi pupuk kandang bernilai ekonomi tinggi.

Cara berikutnya adalah dengan membinasakan cacing pada berbagai fase. Pemberian obat cacing komersial spektrum luas seperti albendazole dengan dosis 3-5 mg/kg bobot badan ternak, dirasa sangat efektif menekan jumlah infestasi cacing di saluran cerna, bukan hanya terhadap cacing H. contortus, melainkan terhadap parasit lainnya seperti cacing hati dan koksidia. Pemberian pakan hijauan berbasis leguminosa (kacang-kacangan) dan herbal yang mengandung senyawa metabolit sekunder (tanin, saponin, dll) juga terbukti ampuh menurunkan infestasi cacing, di samping meningkatkan asupan protein ternak dari tanaman legum tersebut.

Terkait dengan protein, pemberian pakan penguat atau konsentrat sumber energi dan protein juga terbukti mampu menurunkan resiko infestasi cacing. Nilai nutrien yang tinggi dari pakan penguat, mampu memberikan asupan nutrisi bagi sel-sel mukosa saluran cerna yang rusak karena infestasi cacing, serta meningkatkan imunitas, sehingga ternak lebih kuat dan mampu mengatasi resiko lanjutan dari infestasi cacing tersebut. Di Benua Biru, yang memiliki lahan gembala yang luas, mereka mencampur rumput di lahan pastura dengan tanaman legum yang kaya protein dan zat aktif antiparasit, sehingga mampu menekan resiko cacingan meski tetap digembalakan. Semua ini sebenarnya merupakan rangkuman dari sistem pemeliharaan semiintensif-intensif. Karena untuk menunjang produktivitas peternakan dewasa ini, pola pemeliharaan juga harus update dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Itu lah tuntutan peternak zaman now.

Awistaros A. Sakti
Peneliti Bidang Pakan dan Nutrisi Ternak
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Peternakan,
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada

Potensi Keuntungan dan Manfaat Dalam Beternak Kambing

Ternak kambing yang ditampilkan pada kegiatan Jambore Peternakan Nasional tahun lalu.

Ternak kambing di Indonesia populasinya menduduki urutan ketiga diantara hewan ruminansia, yaitu sebesar 10.012.794 ekor (Statistik Peternakan, 2016), sedangkan urutan pertama domba sebanyak 17.024.685 ekor disusul sapi potong 15.419.718 ekor. Populasi kambing ini cenderung menurun drastis bila dibandingkan populasi tahun 2012-2013 sejumlah 17.905.862 ekor dan 2014-2015 sebanyak 18.091.838 ekor.

Menurut Prof. DR. Ir. Trinil Susilawati (2007) problem utama yang dihadapi dalam pengembangan ternak kambing di Indonesia adalah rendahnya kepemilikan ternak kambing di masyarakat, di samping rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM), sehingga system pemeliharaan belum secara ekonomis tetapi masih secara konvensional. Padahal Indonesia memiliki tanah yang subur dan di sisi lain kambing memiliki toleransi yang tinggi untuk memakan berbagai hijauan dibanding ternak ruminansia lainnya. kambing doyan mengkonsumsi rumput-rumputan, leguminosa, rambanan, daun-daunan sampai semak belukar yang tidak disukai ternak memamah-biak lainnya.

Pandangan Susilawati diperkuat oleh pendapat para pakar peneliti ternak dari Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor (1989), yang mengemukakan bahwa beberapa bahan pakan kambing sebagai sumber energi antara lain onggok, kulit ketela pohon, kulit ubi jalar, dedak padi dan daun ketela pohon. Sedangkan daun-daunan sebagai sumber protein antara lain daun lamtoro, daun kacang tanah, daun nangka, daun cebreng (gliricidia), daun ketela pohon dan daun leguminosa herba (mengandung protein 18-22%). Selanjutnya Susilawati menyarankan agar peternak kambing di pedesaan membentuk kelompok ternak atau Kelompok Usaha Bersama (Kube) yang terdiri dari 10 atau lebih kepala keluarga yang memiliki rata-rata empat ekor kambing induk Peranakan Etawah (PE) per kepala keluarga, di mana dengan sistem ini lebih efisien dalam perlakuan kawin suntik (Inseminasi Buatan/IB), penyediaan pakan ternak, control penyakit, seleksi/pemilihan mutu bibit dan pemasarannya, di samping memudahkan para konsumen/peminat kambing melakukan pemesanan karena tersentralisasi di suatu tempat.

Pernyataan ini sejalan dengan saran Presiden Joko Widodo sewaktu kegiatan Jambore Peternakan Nasional dan Silaturahmi Nasional (Silatnas) Peternak Domba dan Kambing tahun lalu, di mana presiden menyarankan agar peternak berkoporasi alias berkelompok, mulai dari hulu sampai hilir dikonsolidasikan, sehingga bias menekan biaya beternak dan pengolahan hasil ternak. Peternak harus dapat bekerjasama dan membentuk sebuah kelompok besar, maka dengan cara ini bias diperoleh pendapatan (income) peternak yang semakin berlipat.

Selanjutnya Jokowi menyarankan alangkah baiknya peternak kambing berkelompok diberikan rangsangan (stimulan) agar masuk ke sistem perbankan antara lain Kredit Usaha Rakyat (KUR), namun jangan sampai menina-bobokan mereka tetapi menjadikannya mandiri.

Perkembangan Populasi dan Keuntungan
Sebagai ilustrasi/gambaran perkembangan populasi dan keuntungan (profit) berternak kambing dengan berkelompok, dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1: Populasidan Keuntungan Kelompok Usaha Bersama (10 Peternak)
Peternak Kambing Tanpa Biaya Produksi
No.
Jenis
Bulan I
Bulan II
Bulan III
Bulan IV
Bulan V
1
Induk kambing PE (ekor)
40
-
-
-
-
2
Anak betina (A-10%) (ekor)
-
36
36
36
36
3
Anak jantan (A-10%) (ekor)
-
36
36
36
36
4
Dara betina (ekor)
-
-
36
36
36
5
Dara jantan (ekor)
-
-
36
36
36
6
Dijual sebagai pejantan (ekor)
-
-
-
36
36
7
Total ternak yang dimiliki (ekor)
40
112
184
184
184
8
Total ternak yang dijual**) (ekor)
-
-
-
72
72
9
Hasil penjualan (Rp juta)



216
216
10
Nilai investasi (Rp juta)
120
336
552
552
552
11
Keuntungan per KK (Rp juta)
-
-
-
21,6
21,6
12
Nilai investasi per KK (Rp juta)
12
33,6
55,2
55,2
55,2
13
Penghasilan per bulan KK (Rp juta)
-
-
-
2,7
2,7
Sumber: Prof. DR. Ir. Trinil Susilawati, 2007.
Keterangan: **) Asumsi dijual umur satu tahun dengan bobot ≥ 30 kg seharga Rp 3.000.000 per ekor (2017)

Nilai Gizi Daging Kambing
Nilai gizi daging kambing ternyata lebih tinggi dibandingkan hewan ternak lainnya, terutama kandungan protein dan kalorinya  walau kandungan lemaknya lebih tinggi kecuali dibandingkan dengan ternak babi, seperti pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2: Perbandingan Komposisi Gizi Daging Kambing/Domba
dengan Daging Ternak Lainnya
Jenis Daging
Protein (%)
Lemak (%)
Air (%)
Kalori (%)
Kolestrol (mg/100 gram)
Kambing/domba
51,7
27,7
55,8
13,3
250
Kelinci
20,8
10,2
67,9
7,3
164
Ayam
20,0
11,0
67,6
7,5
220
Kalkun
25,0
4-7
67,0
11,9
15-24
Sapi
16,3
22,0
55,0
13,3
230
Anak sapi (pedet)
18,8
14,0
66,0
8,4
-
Babi
11,9
40,0
42,0
18,9
230

Sumber: B. Sarwono (2007), dan berbagai sumber.

Dari data komposisi gizi tersebut ternyata komposisi lemak dan kolesterol antara daging kambing/domba dibandingkan dengan daging sapi tidak jauh berbeda, jadi tidak perlu takut mengkonsumsi daging kambing/domba hanya selalu dibayang-bayangi kolesterol jahat yang akan menyebabkan penyakit darah tinggi atau stroke, asalkan diimbangi dengan mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran sebagai antioksidan. Penulis pernah berkunjung ke Vayetville, California Amerika Serikat tahun 1996, ternyata pola makan masyarakat di negeri “Paman Sam” itu sangat berbeda dengan di sini, yaitu sebelum mengkonsumsi daging apakah berasal dari ayam/kalkun/sapi dll, didahului dengan mengkonsumsi salad yang notabene terdiri dari sayuran dan buah-buahan. Selain itu, orang Amerika menghindari mengkonsumsi lemaknya, sedangkan masyarakat Indonesia lemak diikut sertakan pada pola makan daging, sehingga menjadi ancaman bagi kesehatannya, apalagi tanpa didahului mengkonsumsi salad.

Pada Silatnas kemarin digelar kegiatan makan bersama 100 ekor daging kambing guling, oleh peserta dan memecahkan Rekor MURI (Museum Rekor Indonesia), sebagai pesan pada masyarakat Indonesia jangan takut makan daging kambing/domba.

Nilai Gizi Susu Kambing
Beternak kambing PE selain untuk memperoleh dagingnya, juga dapat diusahakan untuk mendapatkan susunya, yang tidak kalah nilai gizinya dibanding susu sapi dan ASI (Air Susu Ibu), seperti tampak pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3: Perbandingan Komposisi Gizi Susu Kambing, Sapi dan ASI Per 100 Gram
No.
Komposisi Gizi
Kambing
Sapi
ASI
1
Air (gr)
83-87,5
87,2
88,3
2
Karbohidrat (gr)
4,6
4,7
4,9
3
Energi (Kcal)
67,0
66,0
69,1
4
Protein (gr)
3,3-4,9
3,3
1,0
5
Lemak (gr)
4,0-7,3
3,7
4,4
6
Ca (mg)
129
117
33
7
P (mg
106
151
14
8
Fe (mg)
0,05
0,05
0,02
9
Vitamin A (IU)
185
138
240
10
Thiamin (mg)
0,04
0,03
0,01
11
Riboflavin (mg)
0,14
0,17
0,04
12
Niacin (mg)
0,30
0,08
0,20
13
Vitamin B12 (mcg)
0,70
0,36
0,04

Sumber: I Ketut Sutama, Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor (1997).

Susu kambing adalah minuman yang sangat bergizi dan bermanfaat mempercepat penyembuhan berbagai penyakit, bahkan dianjurkan sebagai minuman pengganti yang aman bagi bayi dan anak-anak yang alergi terhadap susu sapi dan jenis makanan yang mengandung susu sapi. Susu kambing mengandung Fluorin yang merupakan antiseptik alami yang mengandung elemen pencegah tumbuhnya bakteri di dalam tubuh. Selain itu, kandungan Fluorin dapat meningkatkan ketahanan tubuh, sehingga dapat mengurangi perkembangan bakteri patogen yang berbahaya, kadar Fluorin susu kambing sangat tinggi, yaitu 10-100 kali lebih tinggi dari susu sapi. Susu kambing juga sangat baik bagi kaum wanita, terutama untuk mengembalikan zat besi (Fe)  yang berkurang setelah haid, selama kehamilan dan setelah melahirkan. Juga bagi kaum wanita, susu kambing mampu menghaluskan kulit terutama kulit wajah, salah satunya tidak terlepas dari kandungan kalsiumnya (Ca) yang tinggi. Di samping itu manfaat susu kambing bagi wanita ialah mampu menghindarkan pengeroposan tulang (osteoperosis).

Adapun beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam penyajian susu kambing, yaitu: 1) Susu adalah minuman yang dapat memberikan sensasi, maka sebaiknya nikmati dalam kondisi dingin tanpa dihangatkan. 2) Apabila ingin menikmatinya dalam keadaan hangat, rendamlah susu kambing kemasan/gelas/botolnya dalam air hangat (tidak panas) selama beberapa menit sampai cairan susu kambingnya terasa hangat. Ingat pemanasan berlebihan akan merusak susu. 3) Apabila belum dikonsumsi, simpan susu kambing dalam kondisi beku di freezer. 4) Setelah kemasan susu kambing dibuka, harus segera dikonsumsi sampai habis.

Demikian sekilas tentang kambing “ternak kecil” yang berpotensi besar menyangkut usaha berkelompok, serta berbagai manfaat produk yang dihasilkannya (daging dan susu). Semoga berbagai stakeholder peternakan Tanah Air memberikan dukungan pengembangan ternak kambing ini untuk peningkatan ketahanan pangan Nasional.

Ir. Sjamsirul Alam
Penulis praktisi peternakan,
alumni Fapet Unpad

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer