Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini food safety | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

HARI KEAMANAN PANGAN SEDUNIA 2023 : STANDARISASI PANGAN MENYELAMATKAN NYAWA

Memastikan Kemanan Pangan Yang Dikonsumsi adalah Suatu Keniscayaan

Memastikan keamanan pangan kita menjadi hal yang penting dalam dunia yang terus berubah dengan cepat. Dengan pertumbuhan populasi, urbanisasi, perluasan lahan pemukiman, dan perubahan iklim, Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menekankan pentingnya standar pangan untuk melindungi kesehatan masyarakat. 

Menyambut Hari Keamanan Pangan Dunia yang dirayakan besok pada tanggal 7 Juni, FAO mendesak para pembuat kebijakan, praktisi, dan investor untuk memberi prioritas pada produksi dan konsumsi pangan yang aman dan berkelanjutan demi kehidupan yang sehat.  

Rajendra Aryal, Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, menyoroti pentingnya keamanan pangan dengan mengatakan, "Dengan menjaga standar keamanan pangan yang tinggi, kita dapat menyelamatkan nyawa dan memastikan rantai pasokan pangan yang lebih aman." 

Tema Hari Keamanan Pangan Dunia tahun ini, "Standarisasi pangan menyelamatkan nyawa," bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang peran kritis standarisasi pangan dalam melindungi konsumen dan mempromosikan perdagangan pangan yang adil. 

 "Mempromosikan keselamatan pangan membuat perbedaan. Melalui upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk sektor swasta, kita melihat peningkatan kesadaran tentang keamanan pangan, yang sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat," tambah Aryal. 

Angka statistik yang mengkhawatirkan mengungkapkan bahwa satu dari sepuluh orang di dunia jatuh sakit akibat makanan terkontaminasi setiap tahun. Hal ini terjadi di setiap negara. Lebih dari 200 penyakit terkait dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi. "Kita harus bekerja sama untuk melindungi populasi rentan, terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun, yang menjadi korban dari kontaminasi makanan ini," tekan Aryal terkait fakta bahwa anak-anak adalah salah satu yang pertama kali terkena penyakit akibat kontaminasi makanan. 

Peran Indonesia dalam Komisi Codex Alimentarius 

Indonesia secara aktif berpartisipasi dalam kerja Komisi Codex Alimentarius, badan pengatur standar pangan internasional yang didirikan oleh FAO dan WHO. Pemerintah Indonesia mengakui pentingnya menyelaraskan standar keamanan pangan nasional dengan standar internasional Codex untuk memastikan perdagangan yang adil dan memberikan perlindungan kesehatan bagi warganya. 

Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai penanggung jawab untuk Codex di Indonesia memainkan peran penting dalam melaksanakan dan mempromosikan standar Codex. Sebagai penanggung jawab, BSN turut mengoordinasikan Komite Nasional Codex yang terdiri dari perwakilan dari berbagai lembaga pemerintah, asosiasi bisnis, organisasi konsumen, dan institusi ilmiah, serta meninjau, mengadopsi, dan mengusulkan revisi atau standar baru jika diperlukan. Tujuan dari Standarisasi adalah memastikan standar keamanan pangan nasional Indonesia sejalan dengan standar Codex internasional, untuk menjamin pangan yang aman dan berkualitas tinggi bagi konsumen. 

FAO bekerja sama erat dengan pemerintah Indonesia dan mitra lainnya untuk memperkuat sistem pengendalian keamanan pangan di negara ini. Melalui bantuan teknis, pembangunan kapasitas, dan panduan kebijakan, FAO bertujuan untuk meningkatkan praktik dan standar keamanan pangan di seluruh rantai nilai pangan. Kemitraan FAO dengan Indonesia dan negara-negara lainnya sangat penting untuk mempromosikan keamanan pangan dan menjamin kesehatan masyarakat. 

"Siapapun anda atau apa yang anda lakukan, anda memainkan peran penting dalam memastikan pangan aman untuk dikonsumsi. Mari berkomitmen untuk menjunjung tinggi standar keamanan pangan dan bekerja secara kolaboratif untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat," tambah Aryal. 

FAO mengimbau individu, bisnis, dan pemerintah untuk menyadari tanggung jawab mereka dalam memastikan keamanan pangan. (INF)

MEWASPADAI BAHAYA DIBALIK MAKANAN YANG KITA MAKAN

Denny Widaya Lukman berbincang dalam Live stream talkshow 

Memperingati hari pangan sedunia yang jatuh pada 16 Oktober lalu FAO berkolaborasi bersama USAID, dan Kementan mengadakan live streaming talkshow bertajuk "Adakah Bahaya Tersembunyi Dibalik Makanan Kita" melalui kanal youtube kokbisa? pada Minggu (14/11) yang lalu. Tujuannya tentu saja sebagai salah satu wahana dalam mengedukasi masyarakat mengenai food safety, food hygiene, bahkan zoonosis. 

Hadir sebagai narasumber yakni Drh Denny Widaya Lukman Staff Pengajar sekaligus Komisi Ahli Keswan, Kesmavet, dan Karantina Hewan Kementerian Pertanian. Dalam acara yang berlangsung selama kurang lebih dua jam tersebut Dr Denny menjelaskan mengenai foodborne disease dan foodborne zoonosis dengan bahasa yang santai dan mudah dimengerti. Sebagai catatan kanal youtube kokbisa? diikuti (subscribe) oleh 3,2 juta orang yang sebagian besar adalah generasi muda milenial.

Dalam diskusi tersebut Dr Denny juga menjawab berbagai pertanyaan dari para penonton terkait masalah higiene pangan serta serba - serbi, hoax, dan mitos yang beredar di masyarakat tentang pangan terutama pangan asal hewan.

Misalnya saja terkait daging ayam yang mengandung hormon, secara tegas Dr Denny menolak isu tersebut dimana sebenarnya tidak pernah ada daging ayam yang disuntikkan hormon ke dalamnya.

"Ayam negeri (broiler) itu sudah dikondisikan sedemikian rupa oleh para ilmuwan agar cepat tumbuh, jadi memang tumbuhnya cepat, enggak ada pakai - pakai hormon. Kalau tidak percaya ayo sama - sama kita ke peternakan langsung lihat apakah peternak itu pakai hormon atau tidak?," tutur Denny.

Denny juga memberikan beberapa tips terkait membeli, mengonsumsi, dan treatment pada pangan asal hewan sebelum dikonsumsi agar tetap aman bagi konsumennya. Ia juga mengajak kepada para penonton yang memiliki hewan peliharaan baik pet animal maupun exotic animal agar "rajin - rajin" memeriksakan hewannya ke dokter hewan karena hewan peliharaan berpotensi menularkan zoonosis kepada pemiliknya.

Hingga kini kanal acara tersebut sudah ditonton sebanyak 29 ribu kali dan mendapatkan banyak feedback positif oleh penontonnya. Tentunya ini merupakan salah satu media yang efektif sebagai ajang edukasi masyarakat terutam kaum milenial agar lebih cerdas terkait isu - isu di peternakan, kesehatan hewan, dan pangan asal hewan. Untuk mengaksesnya silakan kllik link ini. (CR)



HARI KEAMANAN PANGAN SEDUNIA: SETIAP ORANG HARUS PASTIKAN TERSEDIANYA MAKANAN YANG AMAN

Susu, pangan asal hewan yang harus terjamin keamanannya
Tepat pada tanggal 7 Juni yang lalu, dunia memperingati Hari Keamanan Pangan Sedunia bersamaan dengan pandemi COVID-19, saat orang harus memberikan perhatian ekstra pada keamanan pangan mereka.  Pandemi telah meningkatkan kesadaran tentang perlunya kebersihan diri, seperti sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir untuk menghindari penularan virus, juga mengingatkan semua orang bahwa praktik kebersihan yang baik selalu diperlukan dalam mempersiapkan makanan.

Selain itu, Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menghimbau semua negara untuk bersungguh-sungguh melanjutkan upaya meningkatkan keamanan pangan di sepanjang sistem rantai pertanian dan pangan.

"Perayaan tahun ini didedikasikan untuk semua orang yang telah memastikan bahwa pandemi tidak mengganggu rantai pasokan pangan, sehingga pangan yang aman tetap tersedia. Untuk itu diperlukan partisipasi dari para pekerja atau petani di lahan pertanian hingga mereka yang ada di supermarket dan semua orang yang menyiapkan makanan untuk orang lain dan diri mereka sendiri.  Setiap orang memiliki peran besar untuk memastikan makanan yang kita konsumsi aman di sepanjang rantai pangan, dari lahan  sampai ke meja makan "kata Stephen Rudgard, Kepala Perwakilan FAO di Indonesia.

Dengan tema "Keamanan Pangan, Tanggung Jawab Semua Orang", FAO dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mempromosikan kesadaran keamanan pangan global dan menyerukan kepada negara dan para pembuat keputusan, sektor swasta , masyarakat sipil, organisasi PBB, dan masyarakat umum untuk meningkatkan peran dalam memastikan keamanan pangan.

FAO akan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan keamanan pangan melalui  koordinasi yang lebih baik dengan otoritas yang bertanggung jawab atas keamanan pangan, mengembangkan kerangka kerja peraturan yang kuat, dan membantu dalam penerapan praktik yang baik di dalam rantai pangan, dari produsen hingga konsumen.

FAO bekerja dengan pemerintah, industri, petani, pelaku rantai pangan, dan LSM untuk memastikan makanan yang aman tersedia bagi konsumen dan meningkatkan perdagangan pada komoditas pertanian. (INF)

BIOSEKURITI TIGA ZONA, ALTERNATIF AMPUH NAIKKAN PERFORMA


Biosekuriti, aspek yang penting diaplikasikan dalam peternakan namun kurang dimaksimalkan oleh para peternak di Indonesia. Sejak beberapa tahun silam, FAO ECTAD giat mengkampanyekan sistem biosekuriti tiga zona, seperti apakah biosekuriti tiga zona?

Prinsip paling mendasar dari biosekuriti adalah mencegah penyakit agar tidak masuk dan keluar dari suatu peternakan. Penerapannya terserah kepada masing – masing peternak, namun begitu karena alasan budget rerata peternak abai terhadap aspek biosekuriti. Setidaknya minimal ada tujuh aspek yang harus dilakukan dalam menjaga biosekuriti di peternakan menurut Hadi (2010) yakni : (1) kontrol lalu lintas, (2) vaksinasi, (3) recording flok (4) menjaga kebersihan kandang, (5) kontrol kualitas pakan,(6) kontrol air dan (7) kontrol limbah peternakan. Sangat mudah diucapkan, namun sulit untuk diimplementasikan.

Mengganti alas kaki pada tiap zona, wajib hukumnya (Foto : CR)

3 Warna, 3 Zona

Kekhawatiran akan implementasi biosekuriti yang buruk di peternakan unggas Indonesia sudah lama dikhawatirkan oleh FAO ECTAD Indonesia. Terlebih lagi ketika AGP telah dilarang penggunaannya dalam pakan, bayang – bayang anjloknya performa makin menghantui peternak. Untungnya, kerumitan konsep biosekuriti bagi peternak berhasil disederhanakan oleh FAO ECTAD menjadi sistem biosekuriti tiga zona. Alfred Kompudu selaku National Technical Advisor FAO ECTAD memaparkan bahwa selama ini peternak kesulitan dan tidak memahami dengan baik konsep biosekuriti, sehingga abai akan hal tersebut.

“Kami sudah beberapa tahun ini melakukan pendekatan kepada para peternak dengan cara yang lebih santai dan casual, kami tidak ajak mereka seminar atau workshop atau yang lain – lain, kami ajak mereka agar mau menambah keuntungan, akhirnya pelan – pelan mereka mau,” papar Alfred.

Dalam konsep biosekuriti tiga zona. suatu peternakan dibagi menjadi tiga wilayah yakni zona merah, kuning dan hijau. Zona merah berada di area luar peternakan yang menjadi batas antara media kontaminan dan peternakan. Zona kuning adalah zona peralihan yakni perantara zona merah dan hijau. Dalam zona ini orang yang masuk ke peternakan harus didesinfeksi bila perlu mandi dan berganti baju kerja, termasuk alas kaki. Sementara zona hijau adalah lokasi peternakan dan pekerja/individu yang sudah steril.

“Kalau diperhatikan, sederhana ya sebenarnya ini penggabungan aspek kontrol lalu lintas dan hygiene personal saja. Namun hal ini kami rasa cukup efektif, karena beberapa data yang kami kumpulkan, metode ini dapat mengurangi penggunaan antibiotik sebesar 40% dan reduksi penggunaan desinfektan sebesar 30%,” kata Alfred. Selain itu Alfred juga mengklaim bahwa investasi yang dikeluarkan untuk pengaplikasian sistem ini dapat menghasilkan keuntungan hingga 1:10.” Ada peternak yang mengeluarkan modal Rp. 10 juta dalam membangun sarana biosekuriti 3 zona, dan dia untung sebesar Rp. 100 – Rp. 120 juta,” kata Alfred.

Fakta di Lapangan

Infovet berkesempatan mengunjungi Subadio, peternak layer asal Kecamatan Purbolinggo, Lampung yang sudah menerapkan biosekuriti tiga zona di peternakannya. Dirinya mengaku tertarik mengaplikasikan biosekuriti tiga zona karena dinilai menguntungkan. “Di Lampung ada pendampingan dan penyuluhan bagi peternak yang ingin mengaplikasikan sistem ini, kami dibimbing langsung oleh Dinas Peternakan setempat, FAO ECTAD, UNILA, Technical Service produsen pakan dan PPN (Pinsar Petelur Nasional) Lampung,” tutur Subadio.

Tanpa pikir panjang Subadio membangun fasilitas seperti yang disarankan oleh para mentornya. Walhasil, kandang layernya yang baru setahun enam bulan berdiri mengalami banyak kemajuan. “Kandang saya sebelumnya bukan yang di sini mas, ini kandang baru tetapi produksi, performa dan nilai rupiah yang di dapat sangat menjanjikan,” tukas Subadio kepada Infovet. Pernyataan Subadio tadi didukung oleh data yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya saja kini disaat ayam di kandangnya menginjak usia sekitar 29 minggu produksinya stabil di angka 90% lebih. Selain itu dalam data juga disebutkan bahwa tingkat kematian ayam di peternakannya sangat rendah, hanya 1% dari 30.000 ekor populasi. “Di farm sini per hari enggak melulu ada yang mati mas, enggak kaya di farm saya yang satunya yang belum saya bangun biosekuriti tiga zona,” pungkas Subadio.

Ketika ditanya mengenai penyakit dan wabah AI, Subadio juga mengatakan bahwa belum pernah kandang tersebut terjangkit wabah mematikan semisal AI. “Paling penyakit cuma nyekrek – nyekrek (CRD) saja mas, kalau AI mah engak pernah kan lihat sendiri tadi recording saya, kalau bisa jangan sampai kena AI deh,” tukas Subadio. Ia juga mengaku bahwa ketika terjadi penyakit, petugas kesehatan di farm-nya hanya memberikan terapi suportif berupa pemberian vitamin beserta suplemen pemacu sistem imun. “Kasus yang agak parah kemarin sih ada beberapa ekor yang kena fowl pox, sudah dibakar yang mati, terus sisanya kita pisahkan, isolasi dan kita vaksin ulang sambil diberikan terapi suportif mas,” kata Subadio.

Perihal dana yang dikeluarkan, Subadio enggan menyebut nominal angka yang ia gelontorkan untuk membangun sistem tersebut. “Yang jelas enggak sampai seratus juta mas untuk sistemnya saja, kurang dari itu deh. Tapi hasil yang saya dapatkan Alhamdulillah sudah bailk modal itu biaya pembuatan sistemnya dalam dua bulanan,” papar Subadio.

Hal yang berbeda nampak pada kandang milik peternak layer lainnya, H. Tumino yang berasal dari daerah yang sama. H. Tumino yang telah menjadi peternak sejak tahun 1988 tidak mengaplikasikan sistem biosekuriti tiga zona di kandang miliknya. Hasilnya tentu bisa ditebak, performa dari layer miliknya tidak sebaik milik Subadio. 

Biaya menjadi alasan utama bagi H. Tumino yang tidak meng-upgrade kandangnya dengan sistem biosekuriti tiga zona. “Anak saya ada tujuh mas, masih sekolah tiga, kalau saya keluarkan uang buat kandang nanti mereka bisa terhambat sekolahnya,” tutur H. Tumino. Walaupun begitu, H. Tumino mengakui bahwa dirinya juga mendapatkan pendampingan dan penyuluhan dari pihak yang sama terkait penerapan biosekuriti tiga zona, hanya saja H. Tumino belum bisa mengaplikasikan hal tersebut. “Mungkin nanti ketika anak saya sudah pada selesai sekolahnya, baru saya rehab ini kandang, sebenarnya saya tertarik mas, tapi memang masih mentok kalau dalam hitungan saya,” tukas H. Tumino.
           
Penyuluhan Berkelanjutan

Terlepas dari memiliki niat atau tidaknya peternak di Lampung dalam mengaplikasikan sistem biosekuriti tiga zona, hal yang dilakukan para stakeholder peternakan unggas di Lampung patut diapresiasi. Pemerintah Daerah di Lampung mencanangkan provinsi Lampung sebagai zona bebas flu burung pada tahun 2021. Salah satu upaya dalam mengendalikannya yakni dengan penerapan biosekuriti tiga zona pada peternakan ayam yang ada di Lampung. Selain itu dalam menjamin food safety & security bagi konsumen, peternak layer di Lampung diwajibkan memiliki NKV.

Drh Madi Hartono sebagai pendamping dari UNILA lebih jauh menjelaskan program yang ada di Lampung. “Nantinya farm yang sudah punya sistem biosekuriti tiga zona ini akan diwajibkan memiliki NKV. Syaratnya NKV kan salah satunya punya sistem biosekuriti yang bagus kan?. Dengan adanya NKV kan peternak nyaman, konsumen aman mas,” tukas pria alumni FKH UGM tersebut.

Madi menyebutkan bahwa dalam mendapatkan NKV, peternak akan dibimbing dan didampingi oleh PPN Lampung, Dinas Peternakan, Produsen Obat Hewan dan Sapronak, FAO dan UNILA dari awal sampai NKV tersebut terbit. “Pertama kita survey dulu kandangnya, kita bantu buatkan denah, sistem, dan cek kelayakan lainnya. Beberapa waktu kita pantau, dan kalau sudah layak kita minta Dinas Provinsi untuk datang dan mengaudit, ketika ada koreksi dan penyesuaian dari Dinas tetap kita damping sampai NKV-nya terbit,” tutur Madi.

Dalam pengurusan NKV, peternak tidak dipungut biaya sepeser pun oleh Dinas. Hal ini dikemukakakn oleh Drh Anwar Fuadi Kepala Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung. “Kita enggak pungut biaya sama sekali, karena kita sadar bahwa dengan begitu kita juga membantu peternak. Kalau peternak lebih semangat, punya NKV, produksinya meningkat, kualitasnya bagus, kan kita juga bangga, kalau bisa semua peternak di sini punya NKV,” pungkas Anwar.

Data dari PPN Lampung menyebutkan bahwa jumlah populasi layer di Lampung sekitar 4 juta ekor, dengan produksi telur 200 ton perhari, dengan jumlah peternak mencapai kurang lebih 1.000 peternak yang tersebar di 8 Kabupaten dan populasi terbanyak di Lampung Selatan dan Lampung Timur. Sebanyak 20 persen dari produksi tersebut telah dipasarkan ke Jakarta.

Sertifikasi NKV merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan persyaratan kelayakan dasar dalam sistem jaminan keamanan pangan dalam aspek hygiene & sanitasi, dengan adanya sertifikat NKV, suatu unit usaha dinilai layak dari aspek keamanan pangan sebagai produsen pangan asal hewan.

Selain itu NKV juga menjadi bukti bahwa produk milik peternak memiliki daya saing dalam perdagangan baik nasional maupun internasional. Anwar berharap kedepannya peternak di Lampung semakin peduli dan concern dalam mendapatkan sertifikat NKV, karena nilai jual produk akan semakin bertambah. “Untuk mendapatkan NKV, biosekuriti harus baik, minimal mengadopsi sistem biosekuriti tiga zona, makanya saya berterimakasih atas apa yang dilakukan oleh teman – teman di lapangan dalam membantu dan membimbing peternak – peternak kita di Lampung ini,” tutup Anwar. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer