Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Pangan Bergizi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

RAYAKAN HPS KE-40, ILC BAHAS PROTEIN HEWANI YANG AMAN, HALAL DAN BERGIZI

ILC ke-12 bahas protein hewani yang aman, halal dan bergizi. (Foto: Istimewa)

Dalam menghasilkan generasi emas 2045 yang sehat, cerdas dan berdaya saing tinggi di tingkat global, sangat penting dalam menjamin ketersediaan pangan sumber protein hewani yang aman, halal dan bergizi.

Protein hewani juga berperan penting dalam pemberantasan stunting atau gagal tumbuh di Indonesia yang saat ini menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan lebih dari 20%. 

Hal itu menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia akibat kurangnya asupan protein hewani. Protein hewani merupakan makronutrien penting bagi tumbuh kembang anak. Beberapa fungsi protein hewani yang banyak terkandung asam amino esensial (tak tergantikan) yaitu membentuk jaringan baru dalam tubuh, memelihara jaringan tubuh, memperbaiki dan mengganti jaringan yang rusak atau mati, serta menyediakan asam amino yang diperlukan tubuh untuk membentuk enzim dan metabolisme. 

Hal itu dibahas dalam Indonesia Livestock Club (ILC) pada Sabtu (17/10/2020) dalam sebuah webinar yang diselenggarakan Indonesia Livestock Alliance (ILA), Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI), Pinsar Indonesia, Pergizi Pangan Indonesia dan Majalah Poultry Indonesia, sekaligus menyambut perayaan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-40.

ILC ke-12 kalinya tersebut menghadirkan narasumber penting, yakni Direktur Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha BPOM, Dra Dewi Prawitasari Apt MKes yang membahas tentang “Regulasi Seputar Produk Pangan Risiko Sedang pada Produk Hasil Ternak”, Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia Prof Dr Hardinsyah yang membahas “Strategi Menjaga Manfaat & Nilai Gizi produk Pangan Hasil Ternak”, Wakil Ketua Umum Pinsar Indonesia Ir H. Eddy Wahyudin MBA membahas “Kiat Peternak dalam Menghasilkan Produk Hasil Ternak yang Aman, Halal dan Bergizi”, serta Technical Manager PT Elanco Animal Health Indonesia Drh Agus Prastowo yang membawakan materi “Pengendalian Salmomella Sejak dari Budi Daya untuk Hasilkan Produk Unggas yang aman dan Sehat”.

Dalam menghasilkan produk protein hewani baik telur maupun daging ayam, pihak produsen sejak di tingkat kandang, transprotasi, rumah pemotongan hewan unggas (RPHU) hingga penyimpanan dan pengiriman ke konsumen, harus senantiasa menerapkan prinsip keamanan pangan dan kehalalan. Apalagi produk hasil ternak merupakan bahan baku pangan yang mudah rusak (perishable), sehingga penanganannya harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, agar dihasilkan produk olahan hasil ternak yang aman, halal dan terjaga status gizinya. (IN)

CEGAH STUNTING ITU PENTING!

Suasana diskusi mengenai stunting di Menara 165, Jakarta. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Wujudkan SDM Unggul Indonesia Melalui Pengendalian Stunting dengan Pangan Bergizi dan Terjangkau” menjadi tema bahasan dalam forum diskusi yang dilaksanakan oleh Majalah Agrina, Rabu (12/2) di Menara 165, Jakarta.

“Tema yang kita bahas kali ini sesuai dengan program presiden, salah satunya pengembangan sumber daya manusia (SDM). Hal ini menjadi sangat penting dan strategis sekali,” ujar mantan Menteri Pertanian Prof Bungaran Saragih saat memberikan sambutannya.

Lebih lanjut, pengembangan tersebut saat ini menurutnya masih terkendala oleh persoalan stunting. Data statistik menunjukkan bahwa Indonesia menduduki posisi kedua tingkat ASEAN dan posisi kelima dunia untuk masalah stunting.

“Masalah ini sangat penting dan urgent. Beberapa upaya yang dilakukan sampai saat ini masih belum membantu. Karena beberapa strategi yang dilakukan dan implementasi di lapangan sering tidak nyambung,” ucap Bungaran.

Hal itu pun lanjut dia, harus diselesaikan melalui pemetaan secara mendetail dan komplit, mengingat masalah stunting yang sangat kompleks.

“Dilakukan pemetaan mengenai siapa, dimana dan kenapa masalah stunting bisa terjadi. Pertanyaan pokok itu yang harus dipetakan, jika bisa menjawabnya, kita bisa rumuskan strategi, kebijakan dan implementasi dalam mengatasi masalah stunting,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, “Walau rumit, kerjasama sektoral, inter-sektoral dan inter-regional dibutuhkan. Seperti ketika penanggulangan pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana, itu cukup berhasil, kita bisa belajar dari pengalaman itu. Intinya kita butuh nasional strategi dan nasional policy yang terkoordinasi, jangan hanya sibuk saja namun tidak ada hasil yang dicapai.”

Selain membutuhkan strategi secara nasional, pemberian asupan pangan bergizi  juga menjadi hal utama dalam penanganan kasus stunting. Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia IPB, Prof Hardinsyah, sebagai narsumber.

“Konsumsi pangan bergizi dari daging, ikan, telur dan susu sangat baik bagi pertumbuhan anak dan juga ibu hamil untuk mencegah terjadinya stunting,” tuturnya. Ia menjelaskan, konsumsi satu butir telur dalam sehari saja pada anak usia 6-9 bulan selama enam bulan, berpotensi menurunkan angka stunting.

Hal senanda juga diungkapkan Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Andriko Noto Susanto.

“Konsumsi bahan pangan berkualitas, menyehatkan dan bergizi sangat baik bagi pertumbuhan. Pemerintah terus melakukan edukasi terkait itu, kita dorong on farm-nya agar produksi tidak menurun dan melakukan modernisasi untuk menarik minat para petani muda menghasilkan produk pangan yang sehat,” katanya.

Kendati demikian, persoalan stunting yang multi-dimensional tidak hanya sebatas kekurangan makan. Direktur Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Dhian Proboyekti, mengemukakan bahwa akar masalah disebabkan oleh rerata penduduk masih minim pendidikan dan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi.

“Adapun penyebab tidak langsung terjadinya stunting yakni masih terjadinya kasus rawan pangan, pertumbuhan balita yang tidak terpantau dan persoalan sanitasi. Kemudian penyebab langsungnya diakibatkan anak usia dini (6-23 bulan) mengonsumsi makanan yang tidak beragam dan tidak memberikan imunisasi pada anak,” jelas Dhian.

Untuk itu, kata dia, pemberdayaan masyarakat dari bawah mutlak harus dilakukan. “Kami pemerintah terus berkoordinasi antar kementerian fokus pada persoalan stunting. Terbukti sejak 2018-2020 angka stunting kita menurun. Dan pada 2020-2024 kita fokus lakukan percepatan penurunan stunting, tahun ini target 24,1% dan di 2024 ditargetkan 14%,” pungkasnya. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer