Webinar ILC #edisi10 yang membahas mengenai industri itik Indonesia. (Foto: Istimewa) |
Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia yang sangat membutuhkan asupan protein hewani. Saat ini pemenuhannya masih didominasi oleh ayam ras. Namun dalam beberapa tahun ini, permintaan pasar terhadap produk unggas air yakni itik (daging dan telur) kian meningkat. Hal itu tak lepas dari tren kuliner berbahan daging itik yang sedang melanda masyarakat Indonesia, sehingga kini banyak tersaji berbagai kuliner berbahan dasar itik.
Hal itu dibahas dalam Indonesia Livestock Club (ILC) #Edisi10, Sabtu (29/8/2020), yang diselenggarakan Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI), Indonesia Livestock Alliance (ILA) dan Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI) dengan mengangkat tema “Masa Depan Bisnis Itik Pasca Pandemi COVID-19”.
Tren tinggi permintaan produk itik seharusnya bisa dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis itik di Indonesia, sehingga peternak itik dapat terus mengembangkan usahanya dalam rangka memenuhi permintaan pasar.
Fakta tersebut sekaligus memberi tantangan dan peluang bagi pemangku kepentingan di industri itik untuk dapat mengembangkan itik baik dari segi penelitian dan pengembangannya, pembibitan, pembudidayaan, hingga ke pasca panen itik, sehingga dapat memanfaatkan peluang pasar peternakan itik.
Pembudidayaan itik di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan masyarakat sejak berabad-abad yang lalu, baik untuk memproduksi telur maupun produksi daging. Namun tren yang terjadi saat ini adalah masyarakat cenderung menggemari daging itik daripada telurnya. Hal itu seperti dikemukakan Ketua Waterfowl Working Group, WPSA Asia Pasifik, Dr L. Hardi Prasetyo dalam presentasinya berjudul “Pembibitan dan Produksi Itik dalam Memenuhi Permintaan Pasar”.
“Permintaan tinggi daging itik yang tidak diimbangi dengan sistem pembibitan yang baik, akan berisiko terjadinya kesenjangan antara permintaan dan kebutuhan, bahkan lebih riskan lagi terjadi pengurasan sumber daya genetik ternak itik Indonesia,” kata Hardi.
Hal senada juga disampaikan oleh Duck Farm Manager PT Satwa Primaindo, Agus Prayitno, melalui materi “Prospek Budi Daya dan Bisnis Itik Pasca Pandemi COVID-19”.
“Tidak hanya sistem pembibitan yang perlu dibenahi, sistem budi daya, tata niaga dan pasca panen itik dari hulu hingga ke hilir juga harus dibenahi. Terlebih pada masa pandemi COVID-19 ini, tidak hanya terjadi pergeseran pola konsumsi masyarakat akan produk hasil unggas air ini, namun juga perubahan dalam pola pembelian daging, tata niaga, serta sistem rantai pasokan bahan bakunya,” ucap Agus.
Para pelaku usaha, terutama dalam hal tata niaga dan pasca panen sangat diperlukan dalam hal ini, terlebih daging itik adalah termasuk bahan baku pangan yang bersifat mudah rusak, sehingga cara penanganannya harus menggunakan sistem rantai dingin yang disiplin dan tertata. Pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk mengharmonisasikannya sejak dari hingga hilir, sehingga pasca pandemi COVID-19 prospek bisnis itik makin cerah. (IN)