Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Budi Daya | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

LEWATI MASA KRITIS DI AWAL PEMELIHARAAN

Anak itik peking umur 20 hari yang dipelihara Aan. (Foto: Dok. Infovet)

Dalam beternak itik peking, 10 hari pertama persiapan day old duck (DOD) merupakan masa kritis. Banyak kematian anak bebek yang terjadi karena masih rentannya DOD terhadap lingkungan baru. Keberhasilan melewati 10 hari pertama adalah kunci sukses budi daya berikutnya.

Secara alami, anak itik yang baru menetas setelah dierami akan dirawat langsung oleh induknya. Jika sudah tiba waktunya, induk itik akan mengajari anaknya keluar mengenal lingkungan, mencari makan, memilih jenis makanan yang sesuai, memberikan kehangatan saat suhu lingkungan dingin, serta menjaga dari pemangsa yang datang mengancam. Lantas, bagaimana dengan anak itik yang baru menetas dari mesin tetas?

Di sinilah peran peternak dibutuhkan untuk memberi perawatan terbaik. Dibutuhkan perlakuan khusus agar kelangsungan hidup anak itik terjaga hingga siap untuk dipindahkan ke kandang pembesaran. Berikut pengalaman budi daya itik peking yang dilakukan Ahmad Najib Taufik Ihsaan, biasa dipanggil Aan. Selain beternak itik peking pedaging, peternak muda dari Rejotangan, Tulungagung, ini juga beternak ayam ras petelur. Kali ini, beliau membagikan pengalamannya melewati 10 hari pertama budi daya DOD itik peking dengan tingkat kematian yang minimalis.

Persiapan Kandang Brooding DOD
“Kandang yang digunakan untuk memelihara DOD bisa berupa kandang panggung atau kandang lantai. Masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Kalau saya menggunakan kandang lantai dengan pertimbangan cukup murah dan peralatan yang dibutuhkan sederhana,” ungkap Aan.

Untuk DOD sebanyak 300 ekor dibutuhkan kandang brooding seluas 6 m x 2 m atau 12 m2. Ukuran kandang bisa disesuaikan dengan ketersediaan lahan. Agar memudahkan proses pemindahan DOD dari brooder ke kandang pembesaran, sebaiknya kandang brooding dibuat di dalam kandang pembesaran, sehingga kandang brooding tinggal dibongkar saja.

Kandang brooding bisa dibuat sederhana dengan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2023. (RA)

RAHASIA PERAWATAN DOMBA EFEKTIF DAN EFISIEN

Perhatikan manajemen kandang, pakan dan manajemen kelompok jika ingin beternak domba efektif dan efisien. (Foto: Istimewa)

“Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, masalah manajemen kandang. Kedua, sedikit masalah pakan. Ketiga, manajemen kelompok. Tiga hal itu yang menentukan keberhasilan,” kata Manajer BUMMas Jetis Berdaya, Husain Fata Mizani, mengawali webinar Rahasia Perawatan Domba Efektif dan Efisien yang diselenggarakan Desa Berdaya Foundation. “Saya ingin sharing kegagalan dan keberhasilan membangun BUMMas Jetis seperti apa.”

Manajemen Kandang
Husain berbagi tips dan pengalamannya memanajemen kandang penggemukan domba. Pada waktu Idul Adha 2020, dirinya pernah mengalami kematian domba penggemukan cukup banyak, sekitar 5% dari 2.500 ekor domba.

Menurutnya, pertama kali yang harus dilakukan dalam loading domba adalah identifikasi. Sebab biasanya kematian domba banyak terjadi di bulan pertama akibat penyakit. Sedangkan di bulan-bulan berikutnya penyakit cukup mudah dikondisikan.

Jadi yang pertama harus dilakukan adalah mengidentifikasi kondisi kesehatan dan penyakit domba. Terutama untuk domba yang didatangkan dari luar kota, karena cukup resisten terhadap kematian di satu bulan pertama.

Dijelaskan, setelah identifikasi segera dilakukan pengobatan apabila ada penyakit yang dicurigai. Lalu Husain menyarankan agar domba diinjeksi dengan antibiotik diikuti dengan injeksi vitamin B kompleks.

“Kalau memang domba benar-benar kondisinya capek kita kasih minuman isotonik sebanyak 1 liter dicampur dengan 10 liter air, lalu kita berikan kepada ternak itu cukup baik untuk pengkondisian loading ternak,” kata Husain yang juga menjabat Ketua HPDKI Madiun.

Kemudian sebelum dimasukkan ke kandang koloni, domba bakalan yang baru saja dating harus dimasukkan ke kandang karantina selama sehari. Sebelum masuk ke kandang penggemukan juga dilakukan pemberian obat cacing. Husain menyarankan selama proses penggemukan selanjutnya domba setiap satu bulan sekali diberikan obat cacing.

Untuk menjaga kesehatan diberikan vitamin B kompleks cair dalam air minum 2-3 hari sekali. Dari pengalamannya, Husain mengatakan hal tersebut cukup efektif mengurangi risiko penyakit pada domba.

Tips Pakan
Pakan yang ideal adalah pakan yang efektif dan ekonomis. Untuk menentukan itu bisa dilakukan perhitungan. “Semua itu bisa dihitung, meskipun demikian saya meyakini namanya hewan ternak yang hidup itu pasti ada titik dimana perhitungan matematis tidak 100% benar. Tapi itu bisa dihitung di awal sebagai parameter kita untuk menentukan benar atau salah, tepat atau tidak,” kata Husain.

Secara umum, pakan kering direkomendasikan Husain untuk peternak yang fokus pada penggemukan agar mendapatkan kualitas daging yang baik. Tapi harus diperhatikan apakah tujuan penggemukan akan dijual untuk keperluan Idul Adha, akikah, atau dijual dagingnya.

Pada Idul Adha 2020, Husain pernah mengalami kekurangan domba dan membuatnya mengambil ternak dari koleganya. Domba itu gemuk namun setelah dipotong ternyata lemaknya sangat banyak. Tidak masuk untuk perhitungan daging, bahkan jika untuk keperlukan akikah pasti akan ditolak.

Kontinuitas produk keluar, keberlanjutan peternakan, pasti akan terganggu jika kualitas produk tidak sesuai ekspektasi. Karena itu setiap kali Husain mengirim domba ke pemotongan, ia menanyakan hasil dagingnya. Jika terdapat banyak lemaknya ia akan melakukan evaluasi pakan.

Manajemen Kelompok
Kemudian Husain menceritakan pengalaman menarik selama menjadi Manajer BUMMas (Badan Usaha Milik Masyarakat) Jetis Berdaya, di Desa Jetis, Madiun. Menurutnya, keberhasilan atau kegagalan pemberdayaan masyarakat dalam hal peternakan, dikarenakan pemberdayanya sendiri bukan peternak. Sehingga tidak berpengetahuan memadai tentang masalah-masalah peternakan. Berikutnya adalah tidak adanya pendampingan yang baik.

BUMMas yang dikelola Husain menggunakan model bottom up. Apa yang dimiliki BUMMas dan masyarakat butuh bisa untuk mengambilnya. Misal BUMMas memiliki 10 ekor domba bakalan, jika ada masyarakat yang mau mengambil untuk dipelihara diperbolehkan.

Namun Husain menegaskan bahwa jangan pernah memberikan domba begitu saja. Sebagian besar warga desa yang diberi domba tanpa pendampingan gagal dalam beternak. Karena domba cenderung dijual dan kegiatan beternak tidak diteruskan.

Hal itu kemungkinan bukan karena warga desa malas beternak. Tapi karena mereka tidak mendapatkan pendampingan yang baik dan ternak terpaksa dijual untuk kebutuhan sehari-hari.

Karena itu Husain akhirnya merumuskan formula dan ternyata menuai hasil baik. Masyarakat yang menerima bantuan domba didampingi dalam beternak dan dibantu memenuhi kebutuhan sehari-harinya. “Peternak atau orang yang bakal diberdayakan itu kita selesaikan dulu masalah perutnya, masalah dapurnya, selesaikan dulu masalah keluarganya baru kita arahkan,” jelas Husain.

Cara yang ditempuh Husain adalah dengan mempekerjakan orang yang diberdayakan pada BUMMas. Setengah hari bekerja mereka digaji Rp 40-50 ribu yang cukup untuk kebutuhan sehari keluarganya. Lalu setengah hari sisanya mereka gunakan untuk memelihara domba mereka sendiri.

“Jadi seperti halnya mereka dapat gaji sehari kerja itu Rp 80 ribu. Kalkulasinya Rp 50 ribu untuk makan, Rp 30 ribu disimpan,” kata Husain. “Karena Rp 30 ribu kalau berbentuk uang itu rata-rata masyarakat desa ini juga bakal habis. Kalau berbentuk ternak maka uang tersebut inilah yang nanti akan menjadi simpanan, bisa diambil saat mereka perlu.”

Husain berkaca pada pengalaman klasik yang ada di peternak. Banyak pemberian ternak dari dinas-dinas terkait maupun NGO tidak lama setelah diberi, dalam jangka 3-4 bulan akan dijual. Dengan berbagai macam alasan seperti sakit, ternak tidak mau makan, ternak akan mati dan sebagainya. Jika yang diberi bantuan 10 orang dan yang berhasil beternak hanya dua itu sudah termasuk bagus.

“Faktanya seperti itu, apalagi bantuan dalam bentuk kambing. Kalau sapi lebih aman meskipun kadang ternaknya tidak karuan bentuknya. Kualitasnya tidak sebanding dengan ekspektasi pemberinya. Tapi kalau kambing itu yang jadi tidak karuan tempatnya, yaitu sudah dijual ke pasar,” ucapnya.

Maka Husain menyarankan agar para pendamping peternak yang belum beternak mulai untuk lebih mengenal ternak. Karena jika tidak begitu, peternak maupun pendampingnya akan sampai pada titik jenuh. (NDV)

CETAK PULLET BERKUALITAS DARI PETERNAKAN SENDIRI

Pullet umur empat bulan di kandang produksi Aan. (Foto: Dok. Aan)

Ayam petelur dengan performa baik dihasilkan dari pullet berkualitas. Untuk mendapat pullet berkualitas baik, dibutuhkan perawatan sejak fase DOC yang baik pula. Gagal tangani DOC akan berpengaruh pada performa produksi seumur hidup ayam. Lantas, bagaimana mencetak pullet berkualitas dari peternakan sendiri?

Pullet adalah sebutan untuk ayam muda yang sudah melewati masa pertumbuhan, tetapi belum mencapai kematangan organ reproduksi sehingga belum siap bertelur secara sempurna. Standar minimal usia bertelur bisa berbeda untuk setiap ayam, tergantung jenis atau strain yang diternakkan. Umumnya, pullet berusia di bawah satu tahun atau sekitar 15-22 minggu. Namun, ayam berusia 13 minggu juga lazim dijual untuk pullet petelur.

Sering kali peternak lebih memilih membeli pullet yang sudah siap berproduksi dibanding merawat ayam dari DOC untuk menghemat waktu dan tenaga. Tentu saja, biaya pengadaan pullet menjadi relatif lebih mahal. Tak hanya itu, terdapat faktor lain yang harus dihadapi peternak yaitu stres, penurunan berat badan dan waktu adaptasi yang dibutuhkan ayam di tempat baru.

Tujuan peternak menjual atau membeli ayam di bawah umur 15-22 bulan yaitu untuk mempermudah penyeragaman berat badan, melancarkan stimulasi perkembangan, serta agar ayam bisa lebih beradaptasi di kandang baru. Pada umumnya, pullet membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk beradaptasi. Pada saat bersamaan, ayam mengalami penurunan berat badan akibat stres berada di lingkungan baru. Hal ini menjadi salah satu alasan utama pullet dipanen lebih awal sehingga bisa mempercepat adaptasi dan mengejar berat badan yang “hilang” agar sesuai target standar.

Penurunan berat badan ayam bisa menjadi masalah lebih serius bagi peternak rakyat, yang menggunakan kandang model terbuka ataupun semi terbuka. Selain harus beradaptasi dengan lingkungan, ayam juga lebih berisiko terpapar iklim serta cuaca di tempat baru sehingga dibutuhkan waktu adaptasi lebih lama. Hal ini bisa dihindari jika sejak kecil ayam sudah terbiasa dengan lingkungan, iklim dan cuaca di lokasi produksi. Waktu adaptasi dan stres yang ditimbulkan akibat adaptasi bisa ditekan.

Persiapan Kandang dan Peralatan
Pembesaran DOC menjadi pullet merupakan proses krusial, yang menentukan produktivitas ayam petelur ke depannya. Minggu pertama pemeliharaan merupakan periode pertumbuhan paling intensif karena organ dalam tubuh ayam berkembang pesat pada periode ini. Kondisi ayam selama minggu pertama sangat memengaruhi performa dan produktivitas ayam seumur hidupnya. Tak heran, untuk menghindari risiko, banyak peternak memilih jalan pintas dengan membeli ayam yang sudah memasuki usia pullet.

Perawatan ekstra memang dibutuhkan DOC agar bisa berkembang dengan sempurna. Jika mengetahui ilmunya, peternak tak perlu khawatir untuk mengadakan pullet sendiri. Bahkan, kandang dan peralatan yang disediakan tidak perlu muluk-muluk. Peternak bisa membuat sendiri kandang penghangat DOC dengan bermodalkan seng, atap asbes, serta beberapa buah lampu untuk penghangat.

Seperti yang dilakukan Ahmad Najib Taufiq Ihsan, atau akrab disapa Aan, seorang peternak ayam petelur skala rakyat di Banjarsari, Rejotangan, Tulungagung. Pria yang juga menjabat Direktur Pelaksana SIT Insantama Blitar ini memberi contoh... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (MFR/RA)

SOLUSI JITU ATASI POLUSI BAU PADA PETERNAKAN AYAM

Salah satu masalah klasik yang menghinggapi setiap peternak ayam adalah bau pada kandang yang disebabkan oleh feses. (Foto: Dok. Rochim)

Tak hanya mengundang kemarahan warga sekitar, bau kandang yang menyengat terkait erat dengan gas berbahaya yang bisa mengganggu kesehatan ayam. Bahkan, mengakibatkan kegagalan usaha.

Salah satu masalah klasik yang menghinggapi setiap peternak ayam adalah bau pada kandang yang disebabkan oleh kotoran ayam. Apalagi peternak ayam kampung skala rumah tangga, yang umumnya memiliki lokasi kandang tak jauh dari lingkungan pemukiman warga. Tak jarang, kekhawatiran munculnya bau dari kandang ayam menyebabkan calon peternak mengurungkan niat usahanya.

Memang, bila tidak segera ditangani, bau yang menguar dari kandang dapat berdampak erat pada kesehatan ayam, hingga kesehatan peternak sendiri. Kelalaian dalam menangani masalah bau pada kandang dapat mengakibatkan ayam mengalami kesulitan bernapas, iritasi tabung pernapasan, radang kantung udara, radang selaput lendir mata, atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut.

Selain itu, kondisi tak nyaman akibat bau dapat memicu munculnya stres yang berpengaruh pada sistem imun tubuh ayam. Akibatnya, tingkat efektivitas pakan dan produktivitas ayam pun menurun.

Akar Masalah Bau Kandang
Penyebab utama munculnya bau pada kandang tidak lain adalah amonia dalam kotoran atau feses yang dihasilkan ayam. Amonia adalah salah satu sumber utama bau pada kandang. Gas ini berbau menyengat dan merupakan senyawa tidak berwarna yang dapat larut dalam air.

Feses ayam tidak menghasilkan gas amonia secara langsung. Gas ini terbentuk melalui penguraian unsur asam urat pada feses ayam oleh mikroba yang seringnya terjadi di litter atau alas kandang atau tanah. Kelebihan protein atau unsur nitrogen berasal dari pakan yang diekskresikan ayam dalam bentuk zat asam urat di dalam feses.

Secara alami, feses ayam akan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022.

Ditulis oleh: 
Muhammad Faris Ridwan &
Rochim Armando
Koresponden Infovet Tulungagung, Jawa Timur

MENEKAN RISIKO KEMATIAN AYAM DI PERJALANAN

Pengisian ayam jangan melebihi standar masing-masing keranjang agar terhindar dari hal buruk. (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam usaha peternakan unggas, peternak akan berusaha maksimal dalam memperoleh keuntungan. Namun begitu, ada saja hal yang bisa memangkas pendapatan selain masalah penyakit, manajemen dan lain sebagainya, yakni kematian ayam saat transportasi/perjalanan dari kandang menuju tempat pemasaran, atau pemindahan ke rumah pemotongan ayam (RPA). Semakin jauh jarak yang ditempuh dan semakin banyak muatan, maka semakin besar risiko yang akan terjadi.

Sebab, ayam mudah terkena stres panas karena tidak memiliki kelenjar keringat untuk mengatur suhu tubuhnya. Cara ayam menstabilkan suhu tubuh melalui sistem termoregulasi, yaitu meningkatkan detak jantung, meningkatkan pernapasan, membuka sayap dan konsumsi air minum.

Oleh karena itu, peternak perlu peka terhadap masalah tersebut bila ingin meminimalisir angka kematian ayam saat di perjalanan.

Pengangkutan yang Aman
Untuk anak ayam umur sehari (DOC) menjadi perhatian lebih karena sangat rentan, dimana secara alamiah DOC memerlukan perlindungan dan kehangatan, serta terbebas dari suhu panas maupun dingin yang berlebihan, disamping risiko gangguan jenis hewan lainnya.

Peternak perlu mencari solusi dalam mengatasi permasalahan ini, khususnya saat transportasi diantaranya:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2022.

Ditulis oleh: 
Ir Sjamsirul Alam
Praktisi perunggasan, tinggal di Bandung

TANTANGAN PRODUKSI DAGING BIAKAN (CULTURED MEAT)

Prof Budi Tangendjaja. (Foto: Infovet/Ridwan)

Tantangan untuk menghasilkan daging biakan (Cultured Meat) atau daging tiruan adalah cita rasa yang harus dibuat agar sesuai dengan aslinya. Banyak komponen flavor daging yang masih harus diperoleh melalui proses metabolisme langsung dalam tubuh. Kandungan nutrisi daging biakan mungkin masih dapat dibuat serupa aslinya untuk menghasilkan produk seperti nugget ayam, namun membuat daging biakan seperti steak menjadi tantangan tersendiri.

Daging biakan dapat dibuat untuk berbagai jenis hewan seperti tikus, babi, ayam, sapi bahkan daging manusia. Daging biakan adalah daging yang ditumbuhkan di laboratorium (daging in vitro) menjadi topik perbincangan di berbagai media karena merupakan hal baru dan juga menjadi jalan keluar kebutuhan daging untuk manusia di masa mendatang, terutama bagi mereka yang masih mau makan daging atau tidak merubah pola makannya tetapi merasa lebih bertanggung jawab terhadap dunia.

Data produksi dan konsumsi daging di berbagai negara di dunia akan terus meningkat sejalan dengan naiknya pendapatan penduduk. Peningkatan konsumsi daging berkorelasi dengan pendapatan per kapita, dimana makin tinggi pendapatan penduduk maka terjadi perubahan pola makanan dengan meningkatkan konsumsi protein hewani. Hal ini nampak tidak hanya di negara miskin dan pendapatan menengah, tetapi juga dijumpai di negara maju meskipun lebih melandai.

Daging Biakan. (Sumber: Sauthey (2020) Food Navigator).

Untuk memenuhi kebutuhan daging yang terus meningkat, maka diperlukan peningkatan produksi ternak yang umumnya diperoleh dari tiga jenis daging utama, yaitu daging ayam, babi dan sapi. Akan tetapi peningkatan produksi ternak di dunia mengalami berbagai tantangan, tidak hanya dari teknik produksinya, tetapi ketersediaan sumber daya seperti lahan untuk pakan, air, manusia, termasuk lingkungan dan keberlanjutannya (sustainability).

Pertimbangan Manghasilkan Daging Biakan
Berbagai argumentasi mengenai keinginan mengembangkan daging biakan dikemukakan berbagai pihak. Pertama, bahwa… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2021.

Ditulis oleh:
Prof (Riset) Dr Ir Budi Tangendjaja MSc MAppl
Peneliti Utama Bidang Pakan dan Nutrisi Ternak,
Balai Penelitian Ternak (Balitnak),
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor

PROGRAM PEMBERIAN CAHAYA PENGARUHI KUALITAS PRODUKSI

Program pemberian cahaya pada layer bertujuan meningkatkan pertumbuhan tubuh, mengontrol sexual maturity dan mencapai target bobot badan pada produksi. (Foto: Dok. Infovet)

Pada pemeliharan ayam petelur komersil atau layer yang berlangsung cukup panjang, yaitu lebih kurang 76 minggu, diperlukan manajemen yang baik dan sesuai standar teknis agar diperoleh ayam petelur yang produktif dan menguntungkan usaha, salah satunya ialah program pemberian cahaya (lighting programme).

Program pemberian cahaya ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tubuh, mengontrol sexual maturity dan mencapai target bobot badan pada produksi 2-2,5%. Pemberian cahaya yang asal-asalan sudah barang tentu akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diharapkan dalam produksi, walau faktor teknis lainnya seperti biosekuriti, kualitas dan kuantitas pakan/air minum dan lainnya sudah memenuhi standar teknis, karena ayam sangat sensitif terhadap perubahan cahaya dan berpengaruh terhadap kematangan seksual dan sangat berpengaruh pada penambahan konsumsi pakan, disamping berpengaruh pada produksi telur, daya hidup, ukuran telur dan kualitas kulit telur.

Adapun hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam proses pemberian cahaya, antara lain durasi cahaya alami setempat selama setahun berjalan, karakteristik unit pemeliharaan (kontrol cahaya, kandang terbuka), kondisi musim per tahun (berkurang/bertambahnya hari pencahayaan), suhu (durasi cahaya pada suhu lingkungan tertinggi), tanggal tetas (apakah cahaya alami pada bobot badan yang ditargetkan ketika rangsangan cahaya untuk mulai betelur), perkembangan ayam tiap flock, pencatatan performa secara ayam tepat dalam tiap unit pemeliharaan, hindari masuknya cahaya luar yang tidak diinginkan ke dalam kandang gelap, yang akan memberikan efek pada program pencahayaan dan kasus mematuk bulu (kanibal).

Program Pencahayaan Minggu Pertama DOC
Pada pemeliharaan di kandang tertutup (closed house) memungkinkan untuk melakukan “pembatasan cahaya” (intermittent lighting) pada umur ayam 1-2 minggu, dimana ini untuk sinkronisasi tingkah laku DOC untuk makan, minum dan istirahat yang memberi efek menguntungkan dalam menstimulasi kekuatan DOC, sehingga dapat memperbaiki keseragaman. Setelah umur dua minggu secara bertahap program cahaya selanjutnya.

Tabel 1: Program Pembatasan Cahaya Umur DOC Layer 1-2 Minggu

Periode

Schedule Pemberian Cahaya

Selama 4 hari

·       4 jam terang

·       2 jam gelap

·       4 jam terang

·       2 jam gelap

Setelah 4 hari

·       8 jam terang

·       2 jam gelap

·       4 jam terang

·       6 jam elap

Sumber: Novogen Layer Management Guide, 2018.

Yang perlu diperhatikan pada kandang closed house adalah hal-hal berikut, yaitu… Selangkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2021. 

Ditulis oleh: Ir Sjamsirul Alam
Praktisi perunggasan, alumnus Fapet Unpad

MEMANFAATKAN HERBAL SEBAGAI TERAPI MEDIS PADA HEWAN

Sediaan herbal dapat digunakan sebagai terapi kesehatan pada ternak unggas. (Foto: Dok. Infovet)

Di masa kini tren gaya hidup manusia semakin berubah, termasuk dalam hal kesehatan. Manusia di masa kini banyak mengonsumsi obat-obatan herbal dan jejamuan demi menunjang kesehatannya. Namun pada kenyataannya, sediaan herbal juga dapat digunakan sebagai terapi dalam kesehatan hewan.

Menurut Drh Slamet Raharjo, selaku praktisi dokter hewan sekaligus peneliti dan staf pengajar dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM), Indonesia sebagai salah satu negara mega biodiversity memiliki potensi yang besar karena keanekaragaman tanaman obatnya. Hal itu ia sampaikan dalam webinar Dr B The Vet show, beberapa bulan lalu.

Lebih lanjut dijelaskan Slamet, ada ratusan bahkan ribuan jenis tanaman obat yang tersedia di Tanah Air. Kendati demikian, belum banyak termanfaatkan dengan maksimal, khususnya pada sektor medis veteriner.

Pria kelahiran Kebumen tersebut kemudian menjelaskan beberapa penelitiannya yang bisa dibilang sederhana tetapi menakjubkan. Seperti misalnya ketika meneliti tentang potensi daun sambiloto pada luka iris ke beberapa jenis hewan seperti domba dan anjing.

“Ini berawal dari pengalaman pribadi saya, ketika mengalami kecelakaan, saya mencoba pada diri saya. Lalu berpikir bahwa seharusnya pada hewan juga memiliki efek yang sama dan saya mencobanya, ternyata bisa,” tutur Slamet.

Selain daun sambiloto, Slamet juga menyebut beberapa jenis tumbuhan obat lain yang telah banyak digunakan sebagai obat pada hewan. Misalnya kunyit dan meniran yang dikombinasikan sebagai imunomodulator pada ayam petelur yang telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan tubuh ayam terhadap serangan Avian Influenza (AI).

Selain itu dalam beberapa literatur yang sudah dipublikasikan, khasiat tumbuhan obat sambiloto juga digunakan untuk menggantikan peran antibiotika seperti tetracycline yang secara luas digunakan oleh peternak sebagai aditif pakan ayam pedaging. Diantara spesies dalam famili Acanthaceae, sambiloto mempunyai khasiat obat paling populer (Prapanza dan Marianto, 2003). 

Pada umumnya sambiloto digunakan sebagai obat infeksi saluran pencernaan, disentri (Sindermsuk, 1993), diare (Duke dan Ayensu, 1985), infeksi saluran pernapasan (SCHRI, 1996), demam, batuk (Akbarsha et al. 1990; Prapanza dan Marianto, 2003). Khasiat sambiloto telah diketahui karena sifat antimikrobial yang dimiliki oleh komponen aktif penyusunnya, yaitu andrographolide (Deng dkk., 1982). Ekstrak sambiloto dapat diperoleh dari seluruh bagian tumbuhan atau akarnya saja dimana bagian daun mengandung komponen aktif tertinggi (2.5-4.8% dari berat keringnya) (Prapanza dan Marianto, 2003).

Saat ini belum banyak kajian tentang peranan sambiloto jika diberikan pada ayam pedaging. Diyakini bahwa penggunaan sambiloto dapat menurunkan pH dalam saluran pencernaan. Hal ini akan menyebabkan mikroba patogen dalam saluran pencernaan dapat ditekan atau bahkan dimatikan pertumbuhannya. Sedangkan mikroba yang menguntungkan, seperti Lactobacillus sp. dan Bacillus sp. dapat meningkat pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan kondisi tersebut, diharapkan kesehatan ayam meningkat sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas, menurunkan penggunaan antimikroba dan meningkatkan efisiensi pakan. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan ekstrak daun sambiloto untuk ayam pedaging.

Indonesia memiliki potensi herbal yang dapat dimanfaatkan dalam terapi medis veteriner. (Sumber: Istimewa)

Perhatikan Penggunaan Herbal
Dalam penggunaan obat herbal, kembali dijelaskan Slamet, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, khususnya sebagai media terapi pada hewan. Menurut dia, herbal digunakan sebagai terapi suportif, untuk itu penggunaan herbal akan lebih baik jika dikombinasikan dengan sediaan konvensional.

Ia juga mengingatkan agar para dokter hewan untuk memahami jenis herbal yang digunakan, serta spesies pasien yang akan diterapi dengan herbal, karena hal ini juga berkaitan dengan efek fisiologis dari pasien tersebut.

Selain itu, penting juga memperhatikan cara pemberian sediaan herbal, karena terkait dengan jenis herbal dan spesies yang diobati tadi. Terakhir ia juga mengingatkan bahwa agar sediaan herbal memiliki khasiat obat, volume, konsentrasi dan aplikasinya harus tepat dan digunakan sesuai kaidah medis.

“Jika volume kurang tidak berefek, jika berlebih bisa jadi toksik, oleh karena itu harus tepat. Lebih penting lagi, gunakan herbal yang memang sudah diteliti memiliki efek dan khasiat, jadi jangan serampangan juga menggunakan tumbuhan yang belum pernah diteliti di laboratorium," pungkasnya. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer