Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

YUK HADIRI SEMINAR KESEHATAN UNGGAS PERSEMBAHAN ASOHI


Seminar Kesehatan Unggas bersama Prof. Drh. Charles Rangga T, M.Sc, Ph.D dan Dr. Drh. Nlp. Indi Dharmayanti, M.Si.

Di Menara 165 Jakarta, 22 Mei 2019, biaya Rp 500.000,-

Pendaftaran hubungi 0877 7829 6375 (Mariyam), 0818 0659 7525 (Aidah), 0811 1642 812 (Eka).

NOVOGEN LAYER CLASS, HADIRKAN STRAIN AYAM PETELUR FLEKSIBEL

Peserta Novogen Layer Class (Foto: Infovet/NDV)

Membahanakan slogan “The Most Flexible Layers”, Novogen hadir di Indonesia berbeda dengan lainnya. Melalui acara Novogen Layer Class yang digelar pada Selasa (26/2/2019) di IPB International Convention Center, Bogor, Novogen Indonesia ingin berbagi pengetahuan dan informasi terkini kepada peternak serta pelaku industri perunggasan.       

“Novogen terhitung baru 8 tahun di Indonesia, namun sudah sangat cepat dikenal oleh banyak kalangan insan perunggasan. Kami menawarkan strain ayam petelur yang paling fleksibel dengan kemampuan adaptasi dengan baik,” terang Country Manager Novogen Indonesia, Paulus Sukartono.

Dalam kata sambutannya, Paulus juga mengemukakan bahwa seleksi genetik hanya berdasarkan pada produktivitas dengan melupakan kemampuan beradaptasi, potensi genetik tersebut tidak bisa tampil. 

“Keungggulan strain Novogen, kami tawarkan yang akan memberikan solusi kepada peternak secara genetik sehingga ayam kami dengan satu strain satu varian dapat dipelihara di segala tempat. Bicara Novogen yang ada di Indonesia, Eropa, Amerika, Asia, Afrika semua sama hanya 1 varian,” urainya.

Paulus menambahkan, Novogen berkomitmen berupaya secara genetik menciptakan ayam yang kalem (tenang), tahan tekanan lingkungan, tahan sistem pemeliharaan, sekaligus memperlihatkan peningkatan nafsu makan yang lebih baik.

Acara Novogen Layer Class sesi pertama menghadirkan Nutritionist of Novogen France, Antoine Le Calve. Sepanjang acara berlangsung, Prof Dr Ir Budi Tangendjaja MS MApp Sc didaulat menjadi moderator.

Antoine dihadapan para peserta menjelaskan topik “Feed News 2019” secara lengkap dan akurat. Tahun 2019 saat ini, yang terjadi pada industri ayam petelur dikaitkan dengan adanya pelarangan penggunaan antibiotik di beberapa negara.

“Ada banyak desakan konsumen, perusahaan maupun restoran-restoran yang menginginkan produk atau makanan berbahan baku daging ayam bebas antibotik. Selain itu, di Eropa juga berkembang agar petani peternak meninggalkan sistem perkandangan dalam sangkar, jadi ayam diumbar atau free range,” urai Antoine.

Masa pemeliharaan ayam, dikatakan Antoine di Eropa juga terjadi perubahan, bahwa diperpanjang selama 80 hingga 95 minggu bahkan ada rekomendasi 100 minggu. Hasil-hasil memperlihatkan bahwa angka berat telur semakin besar, kerabang semakin membaik, serta perkiraan ekonomi yang lebih baik dari biaya produksi.

Nutrisi untuk hewan di Eropa juga telah berkembang dengan dimanfaatkannya insect meal sebagai sumber protein. Kendati FAO telah memperkenalkan insect meal ini, namun belum rujukan untuk dicampurkan ke dalam pakan ayam. Sementara, inset meal hanya digunakan untuk pakan ikan (aquaculture).

Lebih lanjut Antoine juga menekankan bahwa saat ini genetik ayam paling dicari adalah yang mudah beradaptasi dengan lingkungan, seperti beradaptasi ketika dipelihara baik itu di kandang (cage), colony cage, maupun diumbar. 

“Ayam yang mudah adaptasi dengan lingkungan berpengaruh pada mudahnya mengonsumsi pakan. Secara otomatis, ayam memiliki kesehatan prima karena saluran pencernaannya baik dalam menyerap nutrisi,” tukas Antoine.   

Daya Tetas 

Stephan Hemon, Hatchery Specialist of Novogen sebagai pemateri kedua mengungkapkan bahwa kunci kualitas DOC salah satunya pada faktor penetasan. “Selain parent stock, kualitas DOC ditentukan oleh daya tetas,” kata Stephan.

Teknologi memegang peranan penting dalam kemajuan di hatchery. Stephan memaparkan bahwa sebagian besar industri menganjurkan penggunaan mesin tetas Single-stage karena lebih mempunyai keunggulan dibandingkan dengan Multi-stage.

Mesin tetas Single-stage memiliki keunggulan yakni biosekuriti dan sanitasi yang lebih baik. Lebih dari itu, ketepatan kontrol temperatur dan CO2 merupakan keuntungan besar di dalam hatchery di samping efisiensi tenaga kerja. Selain itu, mempengaruhi performa penetasan yang bagus.

Kilas Balik Novogen di Indonesia 

Topik “Kilas Balik Novogen di Indonesia” dipaparkan Public Relation Manager PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Drh Heri Setiawan. Dalam presentasinya, Heri menerangkan dua perilaku ayam yakni giras (liar) dan kalem (tenang). 

“Ayam yang tenang diketahui cepat beradaptasi tahan terhadap stres, dan punya konsumsi pakan lebih baik,” katanya.

Hadir dengan strain ayam petelur unggul untuk daerah tropis, salah satu produk Novogen, Heri menyebutkan Novogen Brown mempunyai banyak keunggulan. Antara lain, berperilaku tenang (tidak kanibal), mudah dipelihara baik masa brooding kemudian pertumbuhan maupun produksi.
Novogen Brown juga mempunyai daya hidup yang tinggi, daya adaptasi terhadap panas serta kelembaban dan sistem pemeliharaan yang tinggi.

“Secara resmi, Novogen memasuki Indonesia pada tahun 2012 dengan menggandeng PT Wonokoyo sebagai partner dan distributor tunggal,” sambung Country Manager Novogen Indonesia menyusul presentasi di sesi keempat.

Novogen menawarkan alternatif baru dalam hal penyediaan bibit ayam petelur yang unggul. Perusahaan yang berhasil memasok bibit ayam di sejumlah negara besar ini telah memberikan bukti bahwa produk mereka memiliki banyak keunggulan-keunggulan.

Keunggulan produk Novogen lainnya yaitu telur yang dihasilkan mempunyai warna kerabang yang bagus serta kekuatan kerabang yang tinggi sehingga telur tidak mudah retak. Selain itu, strain ini mampu menghasilkan telur dengan banyak pilihan warna, mulai dari cokelat, putih dan kekuningan. Nilai FCR ayam Novogen juga rendah serta kemampuan menghasilkan telur per tahunnya lebih banyak. (Adv/NDV)

KEMENTAN: SELAMA RAMADAN STOK DAGING DAN TELUR AMAN

Kementan memastikan stok daging sapi, daging ayam dan telur aman selama Ramadan. (Dok. Ditjen PKH)

Selama bulan Ramadan 1440 H, Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan stok daging sapi, daging ayam dan telur ayam ras dalam kondisi aman. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, menegaskan Kementan terus menjaga ketersediaan pasokan produk pangan asal hewan dalam menghadapi hari besar keagamaan dan nasional (HBKN).

“Berdasarkan data per minggu pada Mei ini, stok daging sapi sebanyak 65.410 ton, sedangkan kebutuhan ada diangka 59.047 ton, jadi masih ada surplus 6.363 ton yang kita miliki,” kata Ketut dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/5/2019). 

Sementara, lanjut dia, stok daging ayam yang tersedia sebanyak 277.910 ton dengan kebutuhan masyarakat di kisaran 274.382 ton (surplus 3.528 ton). Sedangkan untuk telur ayam ras tersedia 243.510 ton dan kebutuhannya 167.144 ton (surplus 76.366 ton). “Kami harapkan dengan ketersediaan stok yang cukup, harga semestinya stabil di pasaran dan konsumen tenang,” jelasnya. 

Selain menjaga harga di level konsumen stabil, Kementan juga menjamin peternak dengan harga yang bagus, sehingga masing-masing pihak nyaman dan menikmati hasil yang baik.

Ia juga menegaskan, Kementan terus melakukan operasi pasar dan memantau perkembangan stok daging dan telur di pasaran, selain memastikan pangan asal hewan memenuhi prinsip ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal), dengan mengerahkan tim pengawas dari Kesmavet, dinas, BPMSPH, Kementerian Agama dan instansi lainnya.

Selain itu, Ketut juga mengimbau masyarakat mewaspadai dan tidak terpengaruh berita hoax mengenai pangan asal hewan. Seperti munculnya beberapa pemberitaan telur palsu dan ayam disuntik hormon di media sosial.

“Berita itu tidak benar, Kementan menjamin bahwa tidak ada telur palsu dan ayam yang disuntik hormon di Indonesia. Saya himbau pihak-pihak yang menyebarkan informasi tersebut untuk berhenti membuat resah,” ucap dia.

Ia berharap, masyarakat lebih bijak dalam menyikapi sebuah informasi. Kementan bersama instansi terkait rutin melakukan pengawasan terhadap produk pangan asal hewan agar produk tersebut ASUH bagi masyarakat.

Pihaknya akan menindaklanjuti laporan apabila terdapat produk hewan tidak sesuai kriteria ASUH dan melakukan penindakan bila ditemukan pelanggaran hukum. Kementan juga menyediakan informasi melalui media sosial dan website yang dapat dijadikan referensi masyarakat sebagai pengetahuan. (INF)

DINAS PETERNAKAN JATENG CEGAH PEREDARAN DAGING GELONGGONGAN

Ilustrasi daging sapi mentah (Foto: Pixabay)

“Praktik penggelonggongan sapi sebelum dipotong itu tidak sesuai dengan kesejahteraan hewan atau animal welfare,” ungkap Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Provinsi Jateng, Lalu Muhammad Syafriadi di Semarang, Selasa (7/5/2019).

Lalu menambahkan, penggelonggongan juga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 yang diubah menjadi UU Nomor 41/2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Saat ini, menurut Lalu, Disnak Keswan Provinsi Jawa Tengah bersama pihak terkait mengintensifkan sosialisasi di masyarakat guna mencegah peredaran daging sapi gelonggongan yang tidak aman, sehat, utuh, dan halal.

"Ditengarai praktik penggelonggongan sapi sebelum dipotong masih banyak terjadi di Jateng, tapi angka pastinya saya belum dapat," kata Lalu.

Lebih lanjut Lalu menjelaskan, pada UU Peternakan dan Kesehatan Hewan disebutkan bahwa kesejahteraan hewan memiliki tiga aspek penting yakni pengetahuan, etika, serta hukum.

"Aspek-aspek tersebut tidak dipenuhi dalam praktik penggelonggongan sehingga jelas menipu konsumen dan menyiksa hewan lebih dulu," ujarnya.

Selain menipu masyarakat dari segi berat timbangan, daging gelonggongan yang mengandung banyak air juga lebih cepat terkontaminasi bakteri sehingga membahayakan kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya.

Sebagai upaya pencegahan daging gelonggongan, jajaran Disnak Keswan di tingkat provinsi dan kabupaten /kota telah meminta petugas rumah pemotongan hewan (RPH) agar tidak menerima sapi yang diduga digelonggong air terlebih dulu.

Menurut Lalu, pelaku penggelonggongan terhadap sapi bisa ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

"Kami tidak bisa berdiri sendiri mengingat terbatasnya jumlah SDM dan pengawasnya, sehingga butuh peran aktif masyarakat. Sementara pemotongan sapi bisa dilakukan di rumah-rumah warga," tandasnya. (Sumber: antaranews.com)

KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP RESISTENSI ANTIMIKROBA PERLU DITINGKATKAN

Isu mengenai resistensi antimikroba hingga kini masih menjadi topik yang kerap kali dibicarakan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Faktanya penggunaan antimikroba baik di dunia kesehatan manusia dan hewan yang masih serampangan menimbulkan resistensi antimikroba. Berbagai ahli dari bermacam disiplin ilmu medis hadir dalam Seminar Studium Generale bertajuk Peningkatan Kesadaran tentang Pencegahan dan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Jakarta (8/5) lalu. Acara tersebut diprakarsai oleh ASOHI, PB PDHI, Kementan, dan didukung oleh FAO serta USAID.

Ketua panitia yang juga merupakan pengurus ASOHI Drh Andi Widjanarko mengatakan bahwa resistensi antibiotik merupakan tanggung jawab dari semua disiplin ilmu medis. “ Mudah – mudahan terjadi kolaborasi yag baik dari semua lini medis, dokter, dokter hewan, serta ilmu lain yang berkaitan. Karena masa depan generasi selanjutnya juga dipertaruhkan sekarang,” tuturnya.

Para peserta dan pemateri berfoto bersama (Dok : CR)


Dalam seminar tersebut Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan yang diwakili oleh Dr Harry Parathon Sp.OG menyampaikan kekhwatirannya akan resistensi antimikroba. Bisa jatuh korban sekitar 10 juta jiwa pada tahun 2050 akibat resistensi antimikroba menurut studi WHO pada 2014, ini kan mengkhawatirkan sekali,” tutur Harry. Selain itu Harry juga menunjukkan beberapa contoh kasus resistensi antimikroba yang terjadi di Indonesia yang bahkan menyebabkan kematian.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diwakili oleh Kasubdit POH Drh Ni Made Ria Isriyanthi mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Kementan dan Kementerian terkait telah mengambil langkah strategis dengan adanya Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN PRA) yang merupakan tidak lanjut dari Rencana Aksi Global. 

Selain itu sejak 2014 yang lalu Kementan telah melakukan kegiatan peningkatan kesadaran dan pemahaman terkait resistensi antimikroba pada berbagai kesempatan. Misalnya melalui kegiatan Pekan Kesadaran Antibiotik sedunia, seminar bagi mahasiswa kedokteran hewan di 11 universitas di Indonesia, seminar bagi peternak unggas melalui sarasehan, Expo dan pameran (Indolivestock, ILDEX dan Sulivec) dengan melibatkan sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan.

PB PDHI yang diwakili oleh Drh Tri Satya Putri Naipospos, menyampaikan bahwa dalam mengendalikan AMR harus digunakan pendekatan one health yang melibatkan multisektor dan semua aktor dari peternakan ke konsumen, dan dari fasilitas kesehatan ke lingkungan. Penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab juga harus dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam sektor peternakan, termasuk dokter hewan dan kesadaran tersebut harus ditularkan kepada seluruh lapisan masyarakat. 

"Ke depan mereka dapat menjadi agen perubahan dalam penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab di tingkat peternakan dan masyarakat veteriner untuk mengurangi risiko resistensi antimikroba di sektor peternakan dan kesehatan hewan" ujar wanita yang akrab disapa Ibu Tata tersebut.

Selain Kementan dan PB PDHI ASOHI juga tidak mau ketinggalan. Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari menekankan pentingnya peran dokter hewan sebagai petugas lapang dalam memastikan pemberian antibiotik yang tepat dan bijak. “Jangan hanya terpaku karena omzet, pemakaian antibiotik nanti jadi serampangan, harus ada tanggung jawab moralnya juga dong,” tuturnya. 

Ira juga menambahkan bahwa selama ini ASOHI selalu dan akan selalu mendukung serta menjadi partner Pemerintah dalam implementasi berbagai peraturan, seperti peraturan terkait pelarangan penggunaan antibiotik untuk imbuhan pakan, juga petunjuk teknis untuk medicated feed.

Menutup pertemuan tersebut Ketua Umum PB PDHI yang diwakili oleh Drh B. Suli Teruli Sitepu mengapresiasi semua pihak yang telah mensukseskan serta turut mengampanyekan isu resistensi AMR. Selain itu ia juga mengingatkan kembali akan landasan etika profesi dokter hewan terkait isu resistensi AMR. “Sebagai seorang dokter hewan, yang telah disumpah maka harus professional dalam setiap langkahnya, termasuk dalam bidang pengobatan. Saya setuju dengan Ibu Ketum ASOHI, bahwa jangan hanya terpacu karena keuntungan materil saja, tetapi etika dan tanggung jawab moral sebagai dokter hewan terabaikan,” tukasnya. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer