Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Pemerintah Klaim Ekspor Peternakan Terus Meningkat

Dirjen PKH beserta jajarannya usai bincang di acara BAKPIA. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan daya saing dengan mempermudah perizinan ekspor bidang peternakan. Ekspor tersebut diklaim terus meningkat dari waktu ke waktu.

Hal tersebutdikatakan Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, saat Bincang Asik Pertanian Indonesia (BAKPIA), Selasa (8/1), di Gedung Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Kementan.

Menurutnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pencapaian nilai ekspor komoditas peternakan pada 2017 mengalami peningkatan sebesar 40,98% dibanding 2015. Selain itu, volume ekspor sejak Januari-November 2018 mencapai 229.180 ton dengan nilai mencapai 578.402.448 dolar AS. Terhitung volume ekspor naik sebesar 9,67% dengan nilai ekspor meningkat 3,19% dibanding periode yang sama pada 2017 dengan angka 208.965 ton dan 569.230.610 dolar AS.

“Berdasarkan data realisasi rekomendasi ekspor Ditjen PKH capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan dalam 3,5 tahun terakhir mencapai 32,13 triliun rupiah. Kontribusi terbesar pada industri obat hewan menyumbang 21,58 triliun rupiah ke 91 negara ekspor,” ujar Ketut.

Ia menambahkan, produk hewan non pangan, telur tetas, produk olahan ternak pakan, DOC dan semen beku juga menyumbang devisa cukup besar pada 2018. “Kita ingin meningkatkan ekspor, manfaat ekspor bukan hanya meningkatkan pendapatan pelaku usaha, tetapi juga menambah devisa dan mengangkat martabat bangsa di mata dunia,” tambahnya.

Dalam rangka meningkatkan daya saing produk peternakan, lanjut Ketut, sejak 2016 pihaknya telah membina dan memfasilitasi UMKM peternakan di 22 provinsi, diantaranya dengan bimbingan teknis, sarana dan prasarana, pendampingan CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik) dan fasilitasi izin edar.

Untuk jaminan mutu dan keamanan pangan, ia juga bekerjasama dengan Badan POM mengenai pemenuhan persyaratan izin edar produk peternakan. Selain itu, pihaknya juga menginisiasi pengembangan sistem pertanian organik komoditas peternakan. (RBS)

Silaturahmi IKA FKH IPB

IKA FKH IPB Mengadakan silaturahmi. (Foto: Infovet/Cholill)

Sabtu 12 Januari 2019, sejumlah dokter hewan yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Kedokteran Hewan IPB (IKA FKH IPB) mengadakan silaturahmi di Gedung Alumni IPB, Bogor. Acara tersebut dihadiri Dekan dan Wakil Dekan FKH, IPB Prof Drh Srihadi Agung Priyono dan Dr Drh Agus Setiyono.

Ketua IKA FKH IPB, Drh Fitri Nursanti Purnomo, dalam sambutannya mengapresiasi anggota yang datang ke acara tersebut. “Selain dalam rangka menyambung tali silaturahmi antar angkatan, acara ini juga bertujuan membahas program-program kerja IKA FKH IPB yang telah berjalan sepanjang 2018 dan sosialisasi program IKA FKH IPB 2019. Semoga program yang telah berjalan bisa dilanjutkan dengan konsisten serta tahun 2019 semua program dapat terealisasi,” pungkasnya.

Sementara, Prof Drh Srihadi Agung Priyono dalam pidatonya mengingatkan tentang pentingnya menjaga silaturahmi antar alumni. Pria yang akrab dipanggil Yoni itu, juga mengingatkan bahwa dokter hewan alumni IPB harus bisa menjaga nama baik almamater dan mampu bersaing di tingkat global.

“Banyak alumni kita yang sudah go international, itu bagus, tapi tetap jangan seperti kacang lupa kulit, silaturahmi kita sesama mantan mahasiswa tetap harus dijaga, bila perlu kita berkontribusi bagi adik-adik kita yang sekarang masih menempuh pendidikan di kampus,” tutur Yoni.

Kontribusi yang dimaksud yakni salah satunya menyukseskan program beasiswa untuk mahasiswa FKH IPB yang kurang mampu. Sejak 2012 lalu IKA FKH IPB terus konsisten menyalurkan bantuan beasiswa kepada mahasiswa FKH IPB yang dianggap kurang mampu. Dana diperoleh secara kolektif dari alumni FKH IPB yang dikoordinir melalui masing-masing ketua angkatan. (CR)

Dirut Bulog: Impor Jagung 30.000 Ton Itu Permintaan Peternak

Ilustrasi (Foto: Pixabay)

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso memastikan impor jagung sebanyak 30.000 ton pada awal 2019 itu bukan permintaan perusahaannya.

"Bukan Bulog yang minta, tapi peternak. Di mana kebutuhan peternak ini data dari seluruh Indonesia dan itu kebutuhan sekian. Kita impor sesuai dengan kebutuhan dan terus kita distribusikan dan kita enggak akan stok sesuai dengan kebutuan," ujarnya di Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Budi Waseno menjelaskan, bahwa impor jagung untuk pakan ternak sebanyak 100.000 ton pada akhir tahun lalu, sudah habis. Pasalnya Bulog mengimpor berdasarkan kebutuhan yang sesuai data dari Jawa Timur (Jatim), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Barat (Jabar), Sulawesi Selatan.

"Sehingga waktu itu perhitungan kita dengan data kebutuhan itu, kita butuh berapa? Ternyata kebutuhan tersebut riil 100.000 ton. Oleh karena itu kita impor 100.000 ton, begitu datang langsung didistribusikan jadi enggak nyampe di gudang kita," tuturnya.

Lanjut dia, impor jagung itu nantinya dijual sebesar Rp4.500 per kilogram (kg), dari Bulog. "Jadi kalau ada yang jual Rp8.000 per kg itu, salah, kita jualnya Rp 4.500," ungkapnya.

Dia menambahkan, bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan bila impor akan dilakukan kembali. Apabila hal tersebut dibutuhkan oleh peternak dan dapat mengajukan penugasan impor kepada pemerintah. "Maka itu, impor itu, semata-mata dilakukan sesuai kebutuhan," pungkasnya.

Seperti diketahui, setelah memutuskan untuk melakukan impor pakan ternak sebanyak 100.000 ton pada akhir tahun lalu, kini pemerintah kembali membuka impor jagung sebanyak 30.000 ton pada awal 2019.

Impor ditugaskan kepada Perum Bulog, yang rencananya jagung tersebut masuk ke Indonesia paling lambat di akhir Maret 2019. (Sumber: economy.okezone.com)

Sisa Jagung Impor Tahap Pertama 26.000 Ton Disalurkan

Ilustrasi jagung (Foto: Pixabay)

Perum Bulog segera mendistribusikan sisa jagung impor tahap pertama sebanyak 26.000 ton begitu tiba di Indonesia pekan depan. Sisa jagung tersebut akan disalurkan kepada peternak layer. Sementara sebelumnya sebanyak 74.000 ton telah disalurkan lebih dahulu.

Pada 2018, Bulog mendapat izin impor 100.000 ton. Karena izin impor baru di dapat menjelang tutup tahun, sebagian impor jagung itu baru terealisasi di Januari 2019 ini.

Bulog juga sudah mendapat izin impor jagung dari Kementeri Perdagangan (Kemdag) sebanyak 30.000 ton yang akan dieksekusi pada bulan ini juga untuk kebutuhan peternak layer.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, pihaknya mengimpor jagung sesuai kebutuhan. Impor yang direalisasikan dalam dua bulan terakhir ini dilakukan karena sudah mendesak.

"Impor 100.000 ton kemarin itu berdasarkan kebutuhan setelah didata dari peternak di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi,"ujarnya, Kamis (10/1/2019).

Pria yang akrab disapa Buwas ini melanjutkan, Bulog tidak mengimpor jagung dalam volume besar karena sebentar lagi memasuki panen raya. Sementara jagung saat ini hanya untuk menstabilkan harga jagung di pasar.

Jagung tersebut dilepas Bulog ke peternak dengan harga Rp 4.500 per kilogram (kg) atau jauh lebih murah daripada rata-rata harga pasar yang sudah tembus Rp 6.000 per kg. (Sumber: industri.kontan.co.id)

Fapet UGM Optimis Tanaman Chicory Jadi Pakan Unggul Indonesia

Ir Nafiatul Umami menunjukkan Chicory di kebun rumput Fapet UGM (Foto: Dok. UGM)

Fakultas Peternakan (Fapet) UGM tengah mengembangkan riset tanamana forbs Chicory. Fapet UGM sangat optimis bahwa tanaman Chicorium Intybus ini mampu menjadi pakan unggul di Indonesia.

Riset yang dilakukan Fapet UGM dan Cropmark Seed Company New Zealand menunjukkan bahwa produksi Chicory di Indonesia lebih besar 2—3 kali lipat dibandingkan dengan produksi di negara asalnya, New Zealand.

“Kami melaksanakan riset untuk mengembangkan tanaman tersebut di Indonesia. Chicory mampu beradaptasi dengan baik di sini dengan kandungan protein kasar yang tinggi (25.5% BK) dan serat kasar yang rendah (26,0% BK). Dibandingkan dengan tanaman pakan legum yang umum dibudidayakan di Indonesia, kandungan nutriennya jauh lebih baik. Ini menjadi keunggulan utama dari tanaman Chicory,” ujar Dekan Fapet UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU dalam keterangan pers yang diterima Infovet, Rabu (9/1/2019).

Prof Ali Agus menambahkan, Chicory yang ditanam di kebun rumput Fapet UGM dapat menghasilkan produksi segar sebanyak 55 ton/hektar pada umur potong 30 hari dengan kadar air sekitar 18%. Pada musim kering (Agustus 2017 – Februari 2018), Chicory dapat menghasilkan produksi hijauan sebanyak 27,5 ton/hektar setiap kali panen.

Jika panen dilakukan setiap bulan, maka produksi Chicory pada musim kering dapat mencapai 330 ton/hektar/tahun atau sekitar 60 ton bahan kering/hektar/tahun.

“Produksi ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Chicory yang ditanam di New Zealand dengan bahan kering berkisar 8 – 19% dengan protein kasar 20 – 26 % dan kandungan serat kasar 20 – 30%. Di New Zealand, produksi bahan kering yang dihasilkan sebanyak 8--16  ton/hektar/tahun,” jelasnya.

Hal ini berarti bahwa produksinya 3 sampai 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan di negara asalnya. Kesuburan lahan di Jawa menjadi salah satu faktor pendukung produktivitas yang tinggi.

Selain Dekan, tim peneliti yang terdiri atas Ir. Nafiatul Umami, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM., Dr. Ir. Bambang Suhartanto, DEA, Slamet Widodo, S.Pt, Dr. Tim Cookson, dan Brian Thorrington yang berasal dari pihak Cropmark Seed Company New Zealand.

Seperti Apa itu Chicory?

Chicory merupakan jenis forbs, yaitu tanaman pakan herbaceous (bukan kayu) berdaun lebar dan tidak seperti rumput, sehingga tidak termasuk kategori rumput maupun legum. Jenis tanaman ini banyak terdapat pada ladang penggembalaan, dapat hidup 2 tahun atau lebih.

Tanaman ini penting untuk meningkatkan produktifitas ladang penggembalaan. Di negara asalnya, New Zealand, tanaman Chicory merupakan tanaman andalan bagi ternak sapi perah maupun domba di padang penggembalaan.

Sejak 2015, Fapet UGM menjalin kerja sama dengan industri pengembang rumput dan legum Cropmark Seed Company New Zealand yang merupakan salah satu industri eksportir biji rumput dan legum terkemuka di seluruh dunia.

Mulanya, Fapet UGM melaksanakan uji coba pada lebih dari 30 jenis rumput dan legum dari
Cropmark New Zealand untuk dievaluasi potensi pengembangannya di Indonesia.

Hasil studi awal, ditemukan 3 jenis yang sangat potensial dan adaptif dengan kondisi agroekologi Indonesia. Salah satunya adalah tanaman forbs Chicory. (NDV)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer