Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Pemerintah Dengan Tegas Katakan Tidak Akan Impor Daging Ayam Brazil

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita (tengah) dan Dirkesmavet, Syamsul Ma'arif (kiri)
saat konferensi pers di kantornya.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, mengatakan bahwa saat ini Indonesia tidak akan impor daging ayam asal Brazil. Hal itu Ia sampaikan untuk menanggapi isu yang beredar terkait adanya rencana impor daging ayam dari Brazil pasca putusan WTO.

Pada konferensi pers yang dilaksanakan di kantornya, Selasa (8/5), Ketut menjelaskan, pada 12 Februari 2018 kemarin, telah dilakukan pertemuan antara Menteri Pertanian dengan Tim Kementerian Pertanian Brazil untuk membicarakan peluang peningkatan hubungan bilateral kedua belah negara. 

Dari pertemuan tersebut tecapai kesepakatan, diantaranya Menteri Pertanian hanya menyetujui impor daging sapi Brazil dan Tim Kementerian Pertanian Brazil menyetujui untuk tidak memasukkan daging ayam dan produknya ke Indonesia setelah memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan.

“Karena kami telah menjelaskan bahwa sudah oversupply unggas. Justru kita sudah berhasil mengekspor produk unggas ke enam negara. Itu yang menjadi pertimbangan kita. Dan kami tegaskan sekali lagi Indonesia tidak akan mengimpor daging ayam dari Brazil,” kata Ketut dihadapan para awak media.

Terkait putusan WTO atas gugatan Brazil, ia mengatakan, kebijakan dan regulasi impor produk hewan harus disesuaikan dengan ketentuan perjanjian WTO. “Kita sedang mengakselerasikan keputusan itu dengan memperbaiki regulasi kita terkait WTO, dan Indonesia tidak perlu melakukan banding. Kita berharap kesepakatan yang sudah disepakati bisa berjalan agar hubungan kedua belah negara tetap terjaga,” ungkapnya. Saat ini Pemerintah sedang menyelesaikan Rancangan Peraturan Menteri Pertanian (RPMP) tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian No. 34/2016 yang menyesuaikan dengan rekomendasi Panel WTO.

Kendati begitu, sampai saat ini (red-kemarin) kepastian impor daging sapi asal Brazil masih menunggu langkah konkret selanjutnya. “Begitu juga dengan Brazil yang kemungkinan masih menunggu langkah kita. Tapi tim audit sudah berangkat ke sana (Brazil) untuk meninjau terkait RPH, kehalalan, kesehatan dan penyakit, masih dilakukan kajian. Kita masih menunggu hasilnya, saya tidak mau mengintervensi,” ucap Ketut.

Sementara, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Dirkesmavet), Syamsul Ma'arif, mengatakan, para pelaku usaha peternakan bisa meningkatkan efisiensi produknya. “Kita berharap bisa meningkatkan daya saing dan kesadaran masyarakat untuk mencintai produk peternakan dalam negeri,” ucapnya. (RBS)

Tak Usah Ragu Terapi Antibiotika dan Antikoksidia Melalui Pakan


Sejak berlakunya pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promoter) Januari 2018 melalui Permentan no 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, makin banyak  acara sosialisasi dan diskusi tentang AGP yang dilakukan pemerintah, asosiasi, perguruan tinggi maupun swasta. Hal ini menunjukkan bahwa dunia usaha peternakan memiliki kepedulian yang tinggi untuk menyukseskan implementasi kebijakan pemerintah.

Kita layak memberikan apresiasi kepada semua pihak yang ikut berkontribusi membantu pemerintah dalam mensosialisasikan Permentan no 14/2017. Infovet setidaknya juga ikut berkontribusi dalam melakukan sosialisasi permentan no 14/2017 melalui berbagai kegiatan seminar di Jakarta dan luar kota, serta melalui sajian artikel di Infovet versi cetak maupun online.

Dari kegiatan sosialisasi ini tampak bahwa perusahaan dan peternak pada umumnya berkomitmen untuk menjalankan kebijakan pelarangan AGP.  Bahkan mungkin karena ada perusahaan pakan yang khawatir dicurigai masih menggunakan AGP, mereka menjadi bersikap “sangat hati-hati” menggunakan antibiotika sebagai terapi  melalui pakan. Sikap “sangat hati-hati” ini berujung pada tidak adanya pemakaian antibiotika dan antikoksidia sebagai terapi melalui pakan. Padahal pemakaian antibiotika sebagai terapi dan antikoksidia melalui pakan unggas di negara maju pun masih berjalan karena lebih praktis dan tidak ada pelarangan.

Di sinilah yang perlu diluruskan. Pelarangan antibiotika sebagai imbuhan pakan alias AGP tidaklah mengandung arti pelarangan antibiotika secara keseluruhan. Sudah sangat jelas bahwa jika hewan sakit membutuhkan obat golongan antibiotika, hal itu sama sekali tidak ada larangan.  Sudah berulang-kali ditegaskan oleh Dirkeswan maupun Kasubdit Pengawasan Obat Hewan (POH) bahwa antibiotika sebagai pengobatan atau terapi tetap diperbolehkan. Hanya saja, karena antibiotika termasuk obat keras, maka pemakaiannya harus dengan resep dokter hewan.  Selain itu antibotika tersebut juga harus sudah memiliki nomor registrasi sebagai terapi, bukan nomor registrasi sebagai imbuhan pakan. Bahwa penggunaan antibiotika dan antikoksidia yang nomor registrasinya sudah berubah dari F (feed additive) menjadi P (pharmaceutic) berarti sudah bisa dimanfaatkan oleh industri  perunggasan untuk kepentingan kesehatan unggas.

Tampaknya perusahaan pakan masih ekstra hati-hati mengenai kebijakan ini. Mereka masih bertanya-tanya,  dokter hewan mana yang diperbolehkan membuat resep untuk pemakaian obat melalui pakan ? Apakah semua dokter hewan boleh membuat resep? Bagaimana mekanisme pembuatan resepnya? Apakah resep per kandang, per wilayah atau bagaimana?

Hal ini pun sebenarnya sudah dijelaskan oleh Dirkeswan Drh. Fajar Sumping Tjatur Rasa PhD, dalam beberapa forum. Ia menjelaskan, untuk saat ini dokter hewan mana saja boleh membuat resep penggunaan obat hewan melalui pakan, karena pada hakekatnya dokter hewan sudah diambil sumpahnya untuk menjalankan profesinya sesuai etika profesi. Adapun mengenai resepnya per kandang atau per peternakan, itu diserahkan ke dokter hewan tersebut karena dia yang bertanggungjawab akan penulisan resep.  

Rencananya akan diterbitkan petunjuk teknis tentang implementasi permentan , antara lain mengatur mengenai bagaimana mekanisme resep dokter hewan maupun yang lainnya.  Dirkeswan menjamin bahwa petunjuk teknis itu nantinya akan lebih memperjelas bagaimana pelaksanaan Permentan di lapangan.  Ia menegaskan bahwa pihaknya bertugas untuk melayani publik agar usaha berjalan lancar sesuai tata aturan perundang-undangan, bukan untuk mempersulit.

Sambil menunggu terbitnya petunjuk teknis, usaha perunggasan harus terus berjalan dengan jaminan bahwa urusan kesehatan hewan dapat ditangani dengan baik.  Untuk itu dokter hewan di lapangan hendaknya dapat melakukan tindakan terbaik sesuai profesinya, dan pabrik pakan tidak perlu ragu untuk mencampurkan antibiotika dan antikoksidia di dalam pakan, asalkan ada resep dan di bawah pengawasan dokter hewan.***

Bambang Suharno
Editorial Infovet Edisi Mei 2018







Mewaspadai Beredarnya Daging Oplosan Jelang Ramadhan



Dalam hitungan hari, Bulan Suci Ramadhan akan segera tiba. Momentum yang penuh hikmah ini membawa keberkahan hampir di setiap lini bisnis, mulai dari bisnis makanan, busana dan lainnya. Pada bulan ini, lazimnya, banyak pedagang dadakan yang membuka usaha menu berbuka puasa (takjil) hingga beragam lauk-pauk. Keuntungan berlipat sudah terbayang oleh para pelaku usaha setahun sekali itu.

Namun, kali ini ada rasa khawatir yang menyergap Rindha Wardani. Seorang ibu rumah tangga di Depok, Jawa Barat, ini punya kisah tak mengenakkan saat akan berjualan daging rendang untuk menu berbuka puasa, tahun lalu. Tak kurang dari 5 kg daging yang ia beli di pasar tak jauh dari tempat tinggalnya harus dibuang sia-sia.

Daging yang ia beli itu ternyata daging oplosan antara daging sapi dengan daging babi hutan (celeng). Rindha mengetahui daging yang ia beli ternyata oplosan, setelah diinformasikan seorang temannya yang berprofesi sebagai dosen dan ahli gizi.

“Saat beli di pasar, tidak kelihatan beda warnanya karena dicampur. Baru kelihatan beda warna dagingnya setelah mau diolah di rumah. Pantas saja waktu itu harganya jauh lebih murah dibanding biasanya,” tutur Rindha kepada Infovet.

Ia bisa jadi, hanya salah satu korban saja dari kasus daging oplosan yang hampir setiap tahun terjadi. Di beberapa kota lain, cukup banyak orang yang juga terkena imbas dari bisnis licik ini. Banyak ragam modus yang dilakukan oleh para pelaku untuk mengoplos daging sapi dan daging babi hutan. Dari pemberitaan yang ada selama ini, pihak kepolisian menemukan sedikitnya dua modus yang bisa dilakukan pelaku. Modus pertama, dengan mengoplos daging sapi dengan daging celeng ke dalam satu kotak, lalu dimasukan ke dalam tempat pendingin. Untuk mengelabuhi petugas, bagian luar dari kontak penyimpanan itu diberi label daging impor.

Modus kedua, menyamarkan daging babi hutan sebagai daging sapi dengan cara menyiram daging celeng dengan darah sapi. Dengan begitu, sekilas daging celeng itu menjadi mirip daging sapi. Untuk menghindari ini, biasanya aparat kepolisian akan mengimbau masyarakat sebaiknya membeli daging sapi pada pedagang yang biasa berjualan daging sehari-hari. Hindari membeli daging pada pedagang daging dadakan yang berjualan di pinggir jalan.

Rugi Jasmani dan Rohani
Berulangnya kasus daging oplosan yang terjadi di berbagai daerah mengundang keprihatinan dari banyak kalangan, termasuk para ahli gizi. Menurut Dosen Laboratorium Ilmu dan Teknologi Daging, Departemen Teknologi Hasil ternak, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Ir Edi Suryanto, MSc., Ph.D., IPU, peristiwa pencampuran daging sapi dengan daging babi hutan yang berulang-ulang merupakan tindakan kriminal.

Edi Suryanto
“Peristiwa ini harus dilakukan tindakan pencegahan dengan mendasarkan pada UU PK No. 8 tahun 1999, UU Pangan No. 18 tahun 2012 dan UURI No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH),” ujarnya.

UU JPH menyatakan, bahwa untuk menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. 

Menurut pakar gizi ini, dari sisi Agama Islam, pencampuran atau pengoplosan akan menimbulkan kerugian kerohanian yang besar, karena masuknya barang atau zat yang haram ke dalam tubuh seorang Muslim, sehingga amal ibadahnya dapat tidak diterima atau tidak berpahala.

Bahkan, kerugian juga datang dari sisi jasmani atau tubuh orang yang mengkonsumsi barang haram tersebut. Dari sisi gizi dan kesehatan barang yang haram mengandung berbagai kotoran yang dapat minimbulkan gangguan kesehatan tubuh (fisik) dan gangguan kejiwaan (psikis).

“Kotoran yang ada dalam barang yang haram antara lain seperti racun-racun, mikrobia perusak, mikrobia penyebab penyakit, parasit, virus dan sampah-sampah metabolit lainnya,” tegasnya. 

Perbedaan Kasat Mata
Untuk menghindari keraguan masyarakat dalam membeli daging, Edi menjabarkan tips penting untuk membedakan antara daging sapi dan daging babi hutan. Tidak terlalu sulit untuk membedakan antara daging sapi dengan daging babi hutan yang masih mentah, secara kasat mata.

Cara membedakan jenis daging dapat dilakukan secara sensoris atau organoleptis dan secara laboratorium (fisis, kemis dan biokemis). “Pembedaan secara kasat mata daging sapi dengan daging babi dapat dilakukan menggunakan indera manusia atau secara inderawi,” kata Edi.

Menurut dia, daging mempunyai ciri-ciri atau karakteristik sendiri-sendiri. Misalnya, daging sapi berbeda dengan daging babi, daging unggas berbeda dengan daging sapi atau pun daging babi. Perbedaan ini dapat disebabkan antara lain oleh genetik, pakan, umur dan manajemen. 

Berikut adalah perbedaan kandungan kimia atau sering disebut kandungan gizi daging-daging tersebut secara kasat mata.

Daging sapi
Daging babi hutan (celeng)
Warna merah tua
Warna merah muda
Bau: khas daging sapi dan lebih kuat aromanya
Bau: khas daging babi agak apek
Serat daging lebih kasar
Serat daging lebih halus
Perlemakan lebih rendah
Perlemakan lebih banyak
Lemak punggung tipis
Lemak punggung tebal
Kulit dilepas dari karkas
Kulit tetap menempel pada karkas

Pemahaman lain yang perlu diperhatikan konsumen dalam mencermati perbedaan antara daging sapi dan daging babi hutan, adalah saat kedua daging sudah diolah atau matang. Menurut Edi, daging sapi dan daging babi hutan yang sudah matang juga masih dapat dibedakan dari sensorisnya. “Warna daging sapi matang coklat gelap, sedangkan warna daging babi matang coklat pucat,” ujarnya.

Jika olahan berkuah, maka kuah daging sapi memberikan aroma yang khas daging sapi, sedangkan kuah daging babi aromanya berbeda dari daging sapi. Sementara itu, lemak daging sapi akan menggumpal saat dingin, sedangkan lemak daging babi tetap cair saat dingin.

“Namun jika telah dilakukan pengolahan lebih lanjut, misalnya sosis, maka pembedaan secara sensoris ini tidak mudah dilakukan. “Perlu didukung dengan analisis laboratorium menggunakan metode yang lebih canggih yaitu penentuan DNA (metode PCR),” jelas Edi.

Tips Pilih Daging Berkualitas 
Selain kasus daging oplosan, di beberapa daerah juga masih terjadi kasus penjualan daging sapi yang sudah busuk yang diberi perlakuan khusus, sehingga terlihat seperti daging sapi segar. Karena itu, ahli gizi dari UGM ini memberikan tips sederhana dalam memilih daging sapi segar, agar kandungan gizinya sempurna.

Menurutnya, belilah daging yang berasal dari sapi sehat dan yang disembelih secara halal. Daging sapi sehat berwarna merah segar. Memiliki bau atau aroma khas daging sapi, yaitu lebih amis atau anyir. Serat daging lebih kasar dan tampak jelas. Selain itu, tidak ada memar atau pembuluh darah yang pecah karena jatuh, terhimpit, tertanduk, serta memiliki tekstur padat, solid dan kaku. “Jika ditanya, antara daging beku dan daging segar, lebih baik mana untuk dipilih? Itu sangat tergantung dari tujuan pengolahan berikutnya,” ujarnya.

Untuk produksi bakso, misalnya, kata Edi, maka daging segar adalah daging yang lebih baik dipilih, karena akan menghasilkan bakso yang kenyal, padat dan kompak. Sehingga tidak perlu menambahkan banyak bahan pengenyal, terkadang tidak perlu ditambahkan.

Sementara untuk daging beku, sebelum diolah harus disegarkan kembali atau thawing. Thawing ini akan menyebabkan cairan daging yang berwarna merah (drip) keluar. Drip ini membawa sebagian nutrien atau zat gizi daging, sehingga terjadi penurunan zat gizi daging. (Abdul Kholis)

Mengenang Drh Abadi Soetisna MSi ; Membimbing dengan Canda


Pesan-pesannya selalu sederhana, disertai canda,  tapi lebih mengena

Kamis, 26 April 2017, Drh Abadi Soetisna menghubungi  saya melalui sambungan telepon. Ia mengabarkan sedang berada di rumah sakit. Nada bicaranya tetap terdengar ceria dan penuh semangat meskipun dalam kondisi kurang sehat.

“Mudah-mudahan besok sudah pulih  dan bisa rapat dengan Pak Bambang,” ujar Abadi di ujung telepon dengan nada yang jelas. Abadi menyampaikan hal ini karena Jumat 27 April ada jadwal rapat konsultasi mengenai CPOHB dengan sebuah perusahaan di kantor Infovet/ASOHI.

“Maaf, sakit apa Pak? Mudah-mudahan tidak serius ya Pak, karena suara Bapak seperti orang sehat saja hehehe,” ujar Bambang Suharno, menanggapi kabar sakit tersebut.

“Nggak apa-apa Cuma sakit perut saja,”tanggapnya sambil melontarkan beberapa humor segar.

Itulah komunikasi terakhir Drh Abadi dengan Infovet. Jumat dini hari, 27 April 2018, Allah SWT memanggilnya.
Innalilahi wa inna ilaihi rojiun. Telah berpulang ke rakhmatullah, Drh Abadi Soetisna MSi, Jumat 27 April 2018 pukul 02.01. Mohon dimaafkan atas segala kekhilafannya
Jumat  pagi hari, kabar duka ini menyebar ke keluarga, sahabat dan kolega. Semua menyatakan kaget dengan berita ini.

Selalu Akrab dan penuh Canda

Abadi Soetisna sudah demikian dekat dengan Infovet dan ASOHI. Setiap kali ditanya seseorang tentang berapa lama aktif di ASOHI, ia biasanya menjawab enteng,” alhamdulilah baru sekitar 30 tahun”. Yang diajak bicara kaget dan langsung tertawa mendengar respon Abadi yang akrab dan penuh tawa.  Memang seperti itulah pembawaannya. Awal berkenalan kelihatan serius, lantas lawan bicara diajak bercanda sehingga kemudian menjadi akrab, seperti seorang sahabat.

Sebagai mantan dosen di FKH IPB dan beberapa perguruan tinggi, Abadi tidak suka mengenalkan diri sebagai senior ketika bertemu dengan mantan anak didiknya.
 “Dokter Rakhmat itu teman sekelas saya. Bedanya dia yang bayar uang kuliah jadi dapat tempat duduk,  sedangkan saya berdiri di depan kelas, karena saya yang dibayar,” jelasnya ketika menjelaskan tentang Drh Rakhmat Nuriyanto yang waktu itu sebagai Ketua Umum ASOHI di sebuah pertemuan dengan pejabat. Pertemuan itupun menjadi cair.  Semua mantan mahasiswanya  disebutnya sebagai teman sekelas, karena baginya, semua yang berada di dalam satu ruang kelas bisa disebut sebagai teman sekelas.


Sejak tahun 1990an, Abadi sering diundang sebagai pembicara maupun narasumber acara seminar dan training ASOHI. Sudah menjadi kebiasaan, Abadi dijadwalkan mengisi acara sesi siang, karena pada saat siang peserta butuh materi yang disertai selingan humor. Dengan cara ini peserta merasa betah hingga acara usai.

Dalam beberapa kesempatan mengisi in house training CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik), Abadi selalu membuat peserta tak berhenti tertawa  tanpa mengurangi makna pesan yang ingin disampaikan. Beberapa peserta training justru berterima kasih padanya.

“Ini baru saya paham dan bersemangat untuk menjalankan CPOHB, karena yang bapak sampaikan itu simpel tapi mengena,” ujar seorang peserta kepada Abadi usah ikut pelatihan.
Saat mengisi pelatihan, Abadi lebih fokus memberi motivasi kepada karyawan produsen obat hewan bahwa CPOHB itu membantu memajukan perusahaan, bukan untuk menyulitkan karyawan maupun perusahaan.

“Prinsip pelaksanaan CPOHB adalah tulis apa yang kita kerjakan, dan kerjakan apa yang kita tulis. Misalnya menimbang bahan, itu kan pekerjaan biasa. Tapi demi hasil timbangan yang lebih akurat, perlu ditulis  SOP (standard Operating Procedure) dan instruksi kerja penimbangan bahan. Bagaimana cara mengaktifkan timbangan, bagaimana kalau sedang menimbang kemudian bersin, sampai bahannya berhamburan. Nah setelah barang ditimbang, harus dicatat semua hasil timbangan,” jelas alumni FKH IPB angkatan ke-3 ini, sambil memperagakan orang menimbang bahan baku serbuk kemudian bersin hingga serbuk berhamburan.

Peragaan ini sekaligus untuk menjelaskan bahwa kerja di pabrik harus menggunakan masker. Dosen farmakologi veteriner ini lantas bertanya ke peserta, “kenapa kalau kita pakai masker yang ditutup mulut dan hidung?”

Beberapa peserta menjawab dengan berbagai variasi opininya. Ada yang mengaitkan kalau menimbang terus bersin bisa hilang bahan yang akan ditimbang. Ada yang menjawab alasan kesehatan, polusi dan sebagainya . Tatkala terjadi simpang siur, barulah ia memberikan jawaban yang di luar dugaan.

“Ya, karena kalau masker dipakai di sini (memperagakan masker  menutup mata-red) , kita ggak bisa kerja,” ujarnya, disambut gelak tawa peserta.
“Wah saya kira bapak serius,” celetuk peserta di belakang yang juga ikut tertawa.

Perihal bahan candaan, Abadi Soetisna adalah gudangnya. Kadang kala apa yang menjadi bahan candaan malah menjadi kenyataan. Misalkan humor tentang seorang laki-laki yang  tak sengaja masuk toilet wanita. Ketika keluar, ia ditegur seorang  ibu, “Pak ini kan untuk wanita.”
Laki-laki itu tak mau disalahkan dengan menjawab,” ini kan juga buat wanita,” sambil menunjuk ke arah alat kelaminnya.

Suatu pagi hari ketika dalam perjalanan menuju Tangerang, Abadi mengajak mampir ke sebuah Mall untuk sarapan sekalian ke toilet. Entah kenapa ketika saya masuk ke toilet lak-laki, ia tak sengaja masuk ke toilet perempuan. Ketika keluar, saya langsung menegur, “lho Bapak kok masuk ke toilet buat wanita”.

Ia langung menengok tulisan di belakang yang bergambar wanita. Langsung ia tertawa , “wah candaan saya jadi kenyataan. Ini kan buat wanita hahaha” Abadi tertawa sambil memperagakan kisah yang sering ia sampaikan di beberapa forum.

Aktif di ASOHI dan Berbagai Organisasi

Begitulah Abadi Soetisna yang saya kenal. Ia aktif di ASOHI sejak kepemimpinan A. Karim Mahanan (pendiri ASOHI), hingga era kepemimpinan Drh Irawati Fari saat ini. Posisi di ASOHI antara lain sebagai pernah menjadi anggota Dewan Kode Etik, Ketua Dewan Kode Etik, anggota Dewan Pakar dan hingga akhir hayatnya tercatat sebagai sekretaris merangkap anggota Dewan Pakar ASOHI.
Abadi lahir di Serang 6 April 1947, mengeyam pendidikan FKH angkatan ke-3, satu angkatan dengan Dr.Drh. Sofyan Sudardjat (Dirjen Peternakan 1999-2004). Sempat menempuh pendidikan lanjutan di Jerman, namun belum sampai selesai, ia dipanggil pulang oleh rektor karena ada tugas lain.

Ahli farmakologi veteriner ini mengajar di FKH IPB hingga masa pensiunnya.  Selain itu juga mengajar Farmakologi di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI), menjadi dosen dan Rektor di Universitas Djuanda serta konsultan di Kementerian Pertanian (Kementan) dan  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Abadi juga aktif menulis artikel di Infovet dan Info Akuakultur.  Bahkan tahun 2008 ia ikut merintis terbentuknya divisi Konsultan (GITA Consultant) di PT Gallus Indonesia Utama (Infovet Group) untuk memberikan pelayanan kepada perusahaan bidang peternakan dan kesehatan hewan antara lain konsultasi registrasi produk, izin usaha, sertifikasi CPOHB, sertifikasi CPPB dan lain-lain .

Selain di ASOHI, ia juga pernah aktif di beberapa organisasi antara lain sebagai Wakil Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Ketua Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia (IKAFI), Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia (IAIFI).

Selamat jalan Drh Abadi Soetisna. Kami senantiasa mengenang jasa dan kebaikanmu.***
Bambang Suharno
 


Manajemen Stok Air Peternakan Broiler

Tendon air.

Air merupakan salah satu sumber nutrisi yang dibutuhkan makhluk hidup, tak terkecuali bagi ayam broiler. Dalam website Info Medion, dikatakan bahwa ayam mampu bertahan hidup meskipun tidak diberi ransum selama 15-20 hari. Namun, ayam bisa mengalami kematian jika tidak diberi minum 2-3 hari saja. Mengingat pentingnya air minum bagi tubuh ayam, penyediaan air yang berkualitas harus mendapatkan perhatian yang serius, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

Air Berkualitas
Kebutuhan air di peternakan bisa berasal dari beragam sumber, seperti air sumur, sungai, hujan dan sumber lain. Namun, kualitas air sumber juga perlu diperhatikan sesuai peruntukannya, misalnya untuk air minum ayam, air minum petugas kandang, mencuci kandang dan peralatan, serta penggunaan air lainnya.

Sebagai gambaran, parameter kualitas air untuk peternakan broiler bisa dibandingkan dengan data standar parameter air berkualitas untuk peternakan ayam versi Cobb dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Parameter standar kualitas air untuk peternakan ayam
Kandungan Pencemar, Mineral atau Ion
Level Rata-rata
Level Maksimum yang Diperbolehkan
Bakteri
Total bakteri
0 CFU/ml
100 CFU/ml
Coliform bacteria
0 CFU/ml
50 CFU/ml
Keasaman dan kesadahan
pH
6,8-7,5
6,0-8,0
Total kesadahan (hardness)
60-180 ppm
110 ppm
Naturally occurring elements
Calcium (Ca)
60 mg/L

Klorida (Cl)
14 mg/L
250 mg/L
Tembaga (Cu)
0,002 mg/L
0,6 mg/L
Besi (Fe)
0,2 mg/L
0,3 mg/L
Timbal (Pb)
0
0,02 mg/L
Magnesium (Mg)
14 mg/L
125 mg/L
Nitrat (NO3)
10 mg/L
25 mg/L
Sulfat (SO4)
125 mg/L
250 mg/L
Seng (Zn)

1,5 mg/L
Sodium (Na)
32 mg/L
50 mg/L

Sumber: Cobb Broiler Management Guide-Revised (2012).

Untuk memastikan kualitas air dari sumber yang ada, uji kelayakan kualitas air perlu dilakukan sebelum digunakan. Secara fisik, air yang digunakan pada peternakan hendaknya jernih, tidak berasa dan tidak berbau.

Secara fisik, peningkatan mutu bisa dilakukan dengan melakukan filtrasi. Metode sederhana yang bisa dilakukan yaitu menjernihkan air lewat pengendapan dan penyaringan bertingkat pada media batu kerikil, pasir, ijuk dan karbon aktif yang disusun bertumpuk secara berlapis.

Penambahan tawas, kaporit atau klorin dilakukan sebagai bahan pengendap atau koagulan partikel didalam air. Selain itu, klorin juga berperan untuk mengatasi keberadaan bakteri E. coli.

Ir Hadi Santosa
Tentu saja, perlakuan air tersebut dilakukan jika memang dibutuhkan, misalnya air dari sumber yang terlalu dangkal dan dekat dengan tumpukan bahan organik, feses, septictank, rawa atau sungai. Namun, untuk air yang bersumber dari air tanah dalam yang jernih dan berkualitas baik, perlakuan khusus dilakukan jika dibutuhkan. Seperti yang dituturkan peternak ayam broiler asal Blitar, Ir Hadi Santosa, kepada Infovet.

Untuk memenuhi kebutuhan peternakan ayam broiler-nya, Hadi mengambil air dari sumber air tanah. “Sumber air dari air tanah dengan jalan mengebor hingga kedalaman 50 meter. Selanjutnya, air dipompa masuk ke tandon air,” ungkapnya.

Menurut pria kelahiran Blitar ini, pada saat kualitas air jelek, air bisa disinar UV atau ditambah klorin. Klorin diberikan Hadi hanya waktu ayam terkena pilek atau snot dengan dosis 1 kg untuk 5.000 liter air minum. Namun, dosis yang digunakan tidak boleh berlebih. “Perlu diperhatikan, terlalu banyak klorin bisa menyebabkan iritasi pada tenggorokan ayam,” terangnya.

Mengelola Jumlah Kebutuhan Air
Mengingat kebutuhan air minum ayam sangat penting, pendistribusian air di peternakan perlu pengelolaan yang baik. Hal ini untuk menghindari kejadian kurangnya kebutuhan air minum ayam karena terpakai untuk keperluan lainnya.

Penyimpanan air yang memadai harus disediakan di peternakan jika sistem utama gagal. Menurut Cobb, pasokan air ideal untuk peternakan sama dengan kebutuhan maksimal selama 48 jam. Namun, angka ini masih bisa dikompromikan sesuai potensi sistem yang ada di peternakan.

Sementara Hadi Santosa, memisahkan stok antara persediaan air minum untuk ayamnya yang berjumlah 40.000 ekor tersebut dan kebutuhan peternakan lainnya. “Untuk populasi 40.000 ekor ayam dibutuhkan air minum sebanyak 3.000 liter per hari. Air yang diambil dari sumber langsung dipompa menuju tandon yang diletakkan dengan ketinggian 6 meter dan berkapasitas 5.000 liter. Pompa air disetel otomatis. Jika ketinggian permukaan air berkurang 30 cm, pompa akan menyala secara otomatis,” papar Hadi.

Kapasitas tandon air minum ayam sengaja dibuat lebih dari kebutuhan harian dengan alasan untuk mengantisipasi listrik mati atau pompa rusak. Dengan begitu, masih ada air cadangan sebanyak 2.000 liter yang bisa diberikan sambil mengupayakan perbaikan instalasi air minum.

Adapun kebutuhan air untuk masak penjaga kandang dan kebutuhan kandang lainnya, Hadi menyediakan tandon lain yang terpisah dengan tandon air minum ayam. Tandon untuk kebutuhan lain ini berkapasitas lebih kecil, yaitu 500 liter.

Tak hanya memastikan ketersediaan air minum ayam, pemisahan tandon air minum ayam dan kebutuhan peternakan lainnya penting untuk mengamati kondisi instalasi air minum dan kondisi kesehatan ayam.

Berkurangnya stok air secara signifikan bisa disebabkan karena adanya kebocoran pada pipa air atau tekanan yang terlalu tinggi pada nipple. Jika tidak terdeteksi, selain boros air, kebocoran ini akan berpengaruh pada tingkat kebasahan litter, yang pada tingkat tertentu berakibat buruk bagi kesehatan ayam.

Berkurangnya stok air minum di luar kebutuhan juga bisa disebabkan kondisi suhu kandang yang terlalu tinggi. Penguapan yang cepat pada tubuh ayam akan merangsang peningkatan konsumsi air pada ayam. Terlalu banyak minum akan menurunkan tingkat kosumsi pakan, sehingga pertumbuhan bobot ayam menjadi lebih lambat. Dampak lainnya, feses ayam lebih cair dan membuat litter menjadi lebih cepat basah.

Dalam panduan manajemen broilernya, Cobb menjelaskan adanya hubungan antara tingkat konsumsi air minum dan pakan. Beberapa hubungan itu dijelaskan sebagai berikut:
• Konsumsi air minum pada ayam adalah 1,6-2 kali dari kebutuhan pakan. Namun, bervariasi tergantung suhu lingkungan, kualitas pakan dan kesehatan ayam.
• Pada suhu antara 20-32°C, konsumsi air meningkat sebesar 6% untuk setiap kenaikan sebesar 1 derajat.
• Pada suhu antara 32-38°C, konsumsi air meningkat 5% untuk setiap peningkatan 1 derajat.
• Pada suhu di atas 20°C, konsumsi pakan akan menurun sebesar 1,23% untuk setiap kenaikan 1 derajat.

Lebih lanjut, hubungan antara suhu lingkungan dan rasio air-pakan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Hubungan suhu lingkungan dengan rasio air-pakan
Suhu ºC/ºF
Perbandingan Air dan Pakan
4°C/39°F
20°C/68°F
26°C/79°F
37°C/99°F
1,7 : 1
2 : 1
2,5 : 1
5 : 1

Singleton (2004).

Tak hanya untuk minum ayam, kebutuhan air di peternakan ayam broiler juga untuk memenuhi kebutuhan lain seperti kebutuhan masak penjaga kandang, menyiram tanaman di sekitar kandang atau membersihkan kandang setelah panen. Untuk kandang tipe closed house, kebutuhan air untuk sistem pendingin, baik fogging maupun evaporatif, juga perlu mendapat perhatian. Contoh kebutuhan air maksimum cooling pad pada ventilasi model tunnel yang beroperasi pada kecepatan 3 m/s (600 fpm) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan kebutuhan air cooling pad dengan lebar kandang, kecepatan udara, kapasitas kipas dan jumlah kipas
Lebar Kandang

Kecepatan Udara

Kapasitas Kipas Tunnel
Jumlah Kipas
(790 m3/menit atau 28.000 cfm)

Kebutuhan Air pada Cooling Pad
12 m (40 ft)

3 m/s (600 fpm)

6.456 m3/min (228.000 cfm)

8

45 l/min
15 m (50 ft)

3 m/s (600 fpm)

8.093 m3/min (285.800 cfm)

10

53 l/min
18 m (60 ft)

3 m/s (600 fpm)

9.684 m3/min (342.000 cfm)

12

64 l/min
20 m (66 ft)

3 m/s (600 fpm)

10.653 m3/min (376.200 cfm)

13

72 l/min
Sumber: Cobb Broiler Management Guide-Revised (2012).

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen stok air pada peternakan ayam broiler adalah laju air. Dengan mengetahui tingkat laju air yang dihasilkan, peternak bisa memutuskan untuk memilih ukuran pipa air yang tepat sesuai populasi ayam untuk kebutuhan air minum dan kebutuhan cooling pad sesuai kelembapan yang diinginkan. Perkiraan laju aliran untuk berbagai ukuran pipa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkiraan laju aliran berdasarkan ukuran pipa
Laju Aliran (l/min)
Ukuran Pipa (mm/inci)
20 l/min
20 mm/0,75”
38 l/min
25 mm/1”
76 l/min
40 mm or 1,5”
150 l/min
50 mm or 2”
230 l/min
65 mm or 2,5”
300 l/min
75 mm or 3”

Sumber: Cobb Broiler Management Guide-Revised (2012).

Pengelolaan Tandon (Water Storage)
Air yang segar tentu menjadi pilihan ayam broiler, begitu pula dengan para penjaga kandangnya. Sebagaimana air yang aman untuk dikonsumsi ayam, begitu pula dengan kebutuhan konsumsi penjaga kandangnya.

Menurut Cobb, meningkatnya suhu air minum bisa mengurangi tingkat konsumsi air. Adapun suhu air ideal yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat konsumsi air yaitu 10-14°C (50-57°F). Oleh karena itu, pada musim panas, tandon perlu diberi peneduh agar suhu air di dalamnya bisa lebih terjaga.

Banyak tandon air yang bisa dijadikan pilihan, baik dari sisi harga maupun bahannya. Ada tandonn yang terbuat dari bahan fiber, ada juga yang berbahan logam stainless steel. Bila memungkinkan, pilih tandon yang anti-lumut. Kalau pun tidak, kebersihan tandong harus dipantau secara berkala. Pengadaannya bisa disesuaikan antara kelebihan-kekurangannya dengan anggaran yang ada, yang terpenting kebutuhan air ayam bisa dipenuhi secara optimal. (Rochim)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer