Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Teknik Pemberian Pakan pada Layer Daerah Tropis

Pemberian satu kali pakan pada ternak layer memberi banyak manfaat.

Pemberian pakan pada layer di daerah tropis yang paling tepat adalah satu kali, yaitu pada pukul 15:00 waktu setempat. Dalam artikel ini penulis ingin mengulasnya agar para peternak layer benar-benar jelas dan tidak terjadi simpang siur pengertiannya tentang teknik pemberian pakan pada ayam di daerah tropis yang bisa diterapkan.

Secara alami, dorongan ayam untuk makan adalah untuk mencukupi kebutuhan akan energi/kalori, karena ayam memiliki suhu tubuh tinggi, 40oC (manusia 37oC). Sedangkan komponen pakan yg lain, hanya sebagai pelengkap kecukupan gizinya. Secara alami pula, nafsu makan ayam terbanyak (70-80%) adalah pada sore hari, tiga jam sebelum matahari tenggelam dan ayam lebih suka makan saat cuaca bersuhu dingin, <27oC.

Menurut pengalaman penulis, pada malam sampai dini hari, pukul 18:00-01:00 waktu setempat (7 jam), tanpa lampu tambahan, biarkan ayam tidur. Makhluk hidup perlu istirahat yang cukup 7-8 jam. Justru penyerapan gizi pakan terutama kalsium akan lebih sempurna saat makhluk hidup tidur. Jika lampu dinyalakan pada pukul 18:00-22:00 waktu setempat, sisa cuaca panas sore hari masih ada, belum benar-benar dingin. Cukup berikan sinar tambahan pada pukul 01:00-06:00 waktu setempat (5 jam) dengan dosis 20-40 lux, bila pakai lampu neon SL, dayanya 0,8-1,0 Watt/m-2 luas dalam kandang atau lampu pijar 3,0-3,5 Wat/m-2.

Jarak terjauh dari titik lampu ke mata ayam dua meter, agar memudahkan pengaturan menyala dan mati otomatis, instalasi listrik penerangan di dalam kandang harus dipasangi “timer” untuk mengatur nyala lampu secara terprogram. Keuntungannya, bisa dipastikan pada dini hari cuacanya dingin, begitu lampu menyala pada pukul 01:00 waktu setempat, ayam akan bangun kemudian minum dan makan. Saat cuaca dingin lah, ayam akan lebih suka makan tanpa resiko heat stress.

Hal itu pun dapat dilakukan dengan, pagi hari antara pukul 06:00-07:00 waktu setempat, sisa pakan diratakan, seharusnya masih tersisa -/+ 1,5 cm, kemudian pada pukul 09:00 waktu setempat, pakan diratakan kembali, yang tebal dipindah ke bagian yang tipis dan standarnya pakan yang tersisa -/+ 0,5 cm, bila pada pukul 09:00 waktu setempat pakan tipis atau habis, langsung ditambah 2-3 gram/ekor, dibagi secara merata. Sebagai catatan, jatah pakan yang akan diberikan pada sore hari pukul 15:00 waktu setempat perlu ditambah 2-3 gram/ekor agar pakan habis di hari berikutnya pukul 12:00 waktu setempat. Sebab pada waktu itulah yang digunakan sebagai patokan feed intake harian sesuai dengan kebutuhan ayam layer (ad libitum) dan bisa berubah setiap harinya.

Puasakan pakan selama tiga jam mulai pukul 12:00-15:00 waktu setempat, setiap hari, dengan tetap memberikan air minum (ad libitum). Bila pada pukul 12:00 waktu setempat pakan belum habis, sisa pakan harus dikuras. Hasil kurasan pakan ditimbang, bisa diberikan kembali pada pukul 15:00 waktu setempat. Karena ada pakan sisa, maka jatah pakan sore hari dikurangi sebanyak dua kali sisa pakan, agar jatah pakan hari berikutnya tepat habis pada pukul 12:00 waktu setempat.

Dengan program pengosongan pakan tiga jam pada siang hari memberi manfaat:
• Mengurangi resiko stress akibat panas (heat stress).
• Tempat pakan selalu bersih terhindar dari jamur.
• Dalam siklus sehari (24 jam), supaya ayam memakan semua komponen pakan, baik yang berbentuk butiran mau pun yang berbentuk tepung (mash).
• Karena itu perlu didukung pemotongan paruh ayam yang kedua pada umur 9-10 minggu. Selain untuk mengurangi sifat kanibalisme, manfaat lain agar ayam bisa makan dengan baik walau pakannya berbentuk tepung.
• Penghematan pakan 1 gram/ekor/hari dibanding tidak dipuasakan.

Sebenarnya, ayam itu sendiri yang menentukan berapa jatah pakannya (feed intake) yang dibutuhkan, tugas peternak hanya menyediakan pakan yang jumlahnya cukup dengan kualitas baik dan benar, serta seimbang komponen penyusunnya. Ibarat bahan bakar, berikan pakan dengan kualitas yang setara dengan Pertamax Plus Ron-95 atau Pertamax Turbo Ron-98, agar irit.

Sebisa mungkin gunakan Digestible Booster untuk pakan, yaitu probiotika khusus untuk ayam, yang bermanfaat untuk membantu meningkatkan daya cerna pakan di saluran pencernaan.

Dari metode pemberian pakan satu kali ini, bila dicatat dengan baik dan benar, maka peternak bisa mengevaluasi dan tahu korelasi antara kualitas pakan dengan:
a. Feed intake (asupan pakan) yang tepat sesuai kebutuhan ayam layer.
b. Bobot badan ayam layer harus ditimbang setiap bulan dengan pengambilan sampel secara diagonal random sampling.
c. HD % diharapkan bisa sesuai standar strain, yaitu antara 82-84%.
d. Bobot telur (egg weight) per butir diharapkan bisa minimum 63 gram/butir.
e. Bobot kg telur per 1.000 ekor (egg mass) diharapkan bisa 51-52 kg.
f. FCR diharapkan bisa rata-rata 2,05-2,09.

Manfaat
Kombinasi pencahayaan pada dini hari (01:00-06:00 waktu setempat) dan pemberian pakan satu kali dalam sehari pada pukul 15:00 waktu setempat, memberikan keuntungan diantaranya:
1. Sampai dengan pukul 12:00 waktu setempat, keluarnya telur sudah 80-85%. Misal, jumlah layer 1.000 ekor, saat HD 90% (900 butir), maka telur yang keluar sudah 720-765 butir. Sisanya, 20-15% keluar siang sampai sore.
2. Beban kerja operator kandang terbagi merata. Pagi panen telur tanpa memberi pakan, sebaliknya sore hari sedikit panen telur, sembari memberi pakan.
3. Ada sisa waktu longgar pada pagi sampai siang untuk urusan membersihkan tempat pakan, tempat minum dan lain-lain.
4. Ada kepastian jumlah feed intake berdasarkan kemauan dan kemampuan ayam untuk makan sesuai cuaca yang sedang dirasakan oleh ayam. Saat musim panas feed intake sedikit, namun saat musim dingin feed intake tinggi.

Bila peternak ingin merubah kebiasaan pemberian pakan dari 2-3 kali sehari menjadi satu kali sehari, harus dilakukan secara bertahap selama dua minggu. Perlu diingat, jangan pernah melakukan perubahaan kebiasaan secara mendadak, sebab hal itu akan menimbulkan behavior stress (stress akibat perubahan kebiasaan). (Djarot Winarno)

Rakernas GOPAN, Evaluasi Kebijakan Non AGP



Bertajuk "Kiprah GOPAN Dalam Pembangunan Perunggasan Nasional", Rapat Kordinasi Nasional dihelat Gabungan Organisasi Peternakan Ayam Nasional (GOPAN) pada 4 Mei 2018 di Bogor Icon Hotel.

Dibuka oleh Dirkeswan Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, PhD mewakili Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Drh I Ketut Diarmitha, MSi, Rakernas dihadiri lebih kurang 80 undangan.

Rakornas didahului dengan seminar dengan narasumber tunggal Prof Budi Tangendjaja, MAPPc yang menyuguhkan "Evaluasi Pengunaan Pakan Tanpa AGP: Bagaimana Peternak Menyikapinya?"

Budi mengupas tuntas bagaimana peternak harus mengkiati kebijakan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian RI (Permentan RI) No 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan itu, adalah terkait upaya Biosekuriti ketat utamanya perihal sanitasi kandang.

Dari Kiri : Sigit Prabowo, Muladno, Fadjar Sumping, Budi Tangendjaja, Herry Dermawan
Professor Riset itu mengungkap bahwa data risetnya menyebutkan kandang ayam di Indonesia 80% masih menggunakan kandang terbuka yang umumnya dari sudut kebersihan kandang masih sangat memprihatinkan sebagai sebuah peternakan yang dituntut profesional, efisien dan produktif.

Tentu kondisi tersebut akan sangat membahayakan ketika AGP saat ini benar-benar dilarang. Berbagai bibit penyakit akan mudah menginfeksi pada jenis kandang terbuka. Dan peran AGP pada kondisi ini memang sangat berguna dan membantu mengendalikan kontaminasi penyakit. Kini peran AGP itu memang sudah dilarang dan berhasil digantikan oleh bahan-bahan alternatif yang macamnya cukup beragam, namun Budi menyebutkan bahwa sebenarnya AGP itu tidak akan berpengaruh nyata terhadap produksi ketika kandang tersebut benar-benar bersih sanitasinya, seperti ketika AGP diperlakukan pada ayam SPF _(Specific Pathogen Free)_ di closed house.

Hal tersebut mengkondisikan satu dilema bagi peternak ayam Indonesia. Karena migrasi dari kandang konvensional ke kandang _closed house_ tidak mudah dilakukan peternak umumnya. Selain melibatkan faktor modal yang cukup besar, juga masalah teknis yang menyertainya. Dan, Herry Darmawan, Ketua Umum Gopan pada sambutan pembukaan acara menyebutkan, bahwa tujuan Rakernas sebagai instrumen organisasi menjadi penting untuk berdiskusi dari berbagai masukan dan evaluasi guna menyikapi suatu kebijakan sebagaimana terbitnya Permentan Non AGP tersebut. "Nantinya kita itu akan seperti apa dengan kebijakan ini, terus sebagai peternak apa menjadi pedagang ayam beku saja?" kilah Herry yang disambut gerr...hadirin. *(DS)*


Seminar Nasional Kesehatan Unggas Soroti Budidaya Unggas Zaman Now


Zaman telah berubah, ditandai dengan kebijakan baru berupa pelarangan AGP, sehingga budidaya peternakan juga berubah, tantangan penyakit unggas juga berubah. Untuk menangani semua itu diperlukan SDM yang lebih tangguh, disiplin, dan mencintai  perunggasan.

Dari kiri: Haryono Jatmiko, Heri Setiawan, Irawati Fari, Michael Haryadi, Andi Wijanarko
Demikian benang merah dari seminar nasional kesehatan unggas yang diselenggarakan ASOHI, Kamis 3 Mei 2018 di Menara 165 Cilandak Jakarta Selatan.

Seminar dihadiri sekitar 100 orang dari kalangan pelaku usaha obat hewan, pakan, pembibitan, budidaya  serta sejumlah pengurus asosiasi perunggasan dan tamu undangan. Dibuka oleh Direktur Kesehatan Hewan Drh. Fajar Sumping Tjatur Rasa PhD, seminar ini menghadirkan pembicara Drh Heri Setiawan dari Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) dan Dr.Drh. Michael Hariyadi dari FKH UGM. Acara dipandu oleh moderator Drh Haryono Jatmiko, salah satu pengurus ASOHI Pusat.

Ketua Panitia Seminar Drh. Andi Wijanarko mengatakan, awal 2018 Indonesia secara resmi mulai memberlakukan pelarangan AGP melalui Permentan no 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Hal ini menuntut perubahan dalam budidaya perunggasan. Oleh karena itu seminar nasional kesehatan unggas tahun ini mengangkat tema Manajemen Pemeliharaan Unggas Zaman Now, yang maksudnya adalah sejak berlakunya Permentan no 14/2017.

Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari dalam sambutan pembukaannya mengatakan, sebagai pelaksanaan dari amanat Munas ASOHI tahun 2015, ASOHI secara konsisten menyelengarakan seminar tahunan, yakni seminar nasional bisnis peternakan yang biasanya berlangsung setiap akhir tahun dan seminar nasional kesehatan unggas setiap triwulan kedua. "Tahun lalu seminar mengangkat topik tentang dampak La Nina bagi perunggasan yang di dalamnya ada topik khusus membahas H9N2 yang saat itu menjadi trending topic di kalangan perunggasan. Tahun ini trending topicnya adalah budidaya perunggasan non AGP. Ini adalah topik yang sangat tepat untuk dibahas di seminar ini,"ujar Ketua Umum ASOHI.

Bertindak sebagai keynote speaker,Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur Rasa menyatakan, ASOHI adalah mitra pemerintah yang sangat aktif memberi berbagai masukan konstrutif untuk pemerintah. "Kami sering ketemu membahas berbagai permasalahan dan mencari solusinya. Jadi kami sangat terbantu oleh ASOHI termasuk dalam seminar ini, yang membahas topik yang sedang banyak dibicarakan. Saya percaya seminar ini akan bermanfaat bagi kita sebagai pengetahuan untuk dapat diimplementasikan dalam budidaya perunggasan," tambah Dirkeswan.

Dirkeswan menjelaskan, terkait dengan kebijakan pelarangan AGP pihaknya tidak bermaksud menyulitkan dunia usaha perunggasan. "Ini adalah tuntutan zaman dan juga merupakan pelaksanaan Undang-undang," ujarnya.

Dirkeswan melihat kecenderungan saat ini, banyak kasus penyakit seolah-olah disebabkan karena adanya pelarangan AGP. "Bahkan ada media yang memberitakan produksi turun hingga lebih dari 60% karena pelarangan AGP. Informasi ini perlu diluruskan,"tambah Dirkeswan.

Oleh karena itu ia berharap melalui forum seminar ini, kita mendapatkan informasi yang akurat dan dapat saling berbagai informasi penting untuk kemajuan perunggasan.

Tuntutan Zaman Now

Dalam paparan presentasinya yang berjudul Tata kelola Pemeliharaan Unggas Pasca Berlakunya Permentan no 14/2017, Drh Heri Setiawan menekankan pentingnya SDM perunggasan yang lebih bagus. Karakteristik unggas zaman now antara lain pertumbuhan lebih cepat, konversi pakan makin efisien, lebih peka terhadap lingkungan, gerakan lebih lambat dan unggas mudah stress. Hal ini membutuhkan penanganan yang lebih hati-hati.

"Tata kelola pemeliharaan unggas zaman now harus menggunakan hati nurani," ujar Heri .
Hati nurani yang dimaksud adalah yang memahami, peduli dan memenuhi kebutuhan unggas.

Heri juga menjelaskan bahwa saat ini biosekuriti adalah aspek yang sangat penting dalam manajemen pemeliharaan zaman now. Dalam hal ini ia memperkenalkan komponen biosekuriti yang meliputi biosekuriti konseptual, struktural, operasional, serta yang tak kalah menariknya adalah biosekuriti mental. Biosekuriti mental maksudnya adalah disiplin dan kepedulian bekerja, bertanggungjawab pada tugasnya dan rasa ikut memiliki yang tinggi. "Tanpa biosekuriti mental, tata kelola pemeliharaan zaman now tidak akan berhasil,"tegas Heri

Pada sesi berikutnya, Michael Haryadi saat menyampaikan materi tentang tantangan penyakit bakterial di era non AGP menegaskan bahwa pelarangan AGP harus disikapi positif, karena ini adalah tuntutan global. (Bams)**

Selengkapnya akan diulas di Infovet edisi Juni 2018




Jamur Tiram Makin Berkualitas, Gara-gara Limbah Unggas

Budidaya jamur tiram putih.
Terobosan di dunia peruggasan di dalam negeri tampaknya bukan saja terjadi di bidang produksi ayam dan telur. Berbagai riset juga dilakukan para ahli untuk memanfaat produk luaran (limbah) dari peternakan ayam yang terus berlimpah. Komoditas peternakan, di samping menjadi sub sektor pertanian yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, juga menghasilkan limbah yang mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Sebab itu, diperlukan pengolahan limbah dengan teknologi tepat guna untuk dapat diterapkan oleh masyarakat. Pengolahan ini akan menjadi solusi dalam penanganan limbah peternakan, bahkan berpotensi dalam menambah nilai tambah bagi masyarakat.

Saat ini, pemanfaatan limbah peternakan unggas ini bukan sekadar wacana. Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM), belum lama ini melakukan terobosan mengubah limbah unggas atau sludge biogas dari kotoran ayam menjadi media tanam bagi jamur tiram putih berkualitas.

Ambar Pertiwiningrum
“Kami memandang, perlu dilakukan penelitian mengenai pengolahan lain dari limbah yang dihasilkan untuk dapat menghasilkan nilai tambah dan mengacu pada orientasi pangan manusia,” ujar Ambar Pertiwiningrum Ph.D, Dosen Laboratorium Teknologi Kulit, Hasil Ikutan dan Limbah Peternakan, Departemen Teknologi Hasil Ternak, Fapet UGM kepada Infovet.

Perlakuan Khusus Limbah
Untuk memanfaatkan limbah ternak unggas menjadi media tanam jamur tiram putih, menurut Ambar, tidak serta merta digunakan layaknya para petani menggunaknnya sebagai pupuk kandang selama ini. Ada proses yang dilalui agar menghasilkan media tanam dan hasil panen jamur yang berkualitas.

Seperti apa perlakuan khususnya? Sludge ekskreta ayam yang keluar dari bak penampungan kemudian diambil dengan menggunakan plastik atau karung. Selanjutnya, dikeringkan terlebih dahulu selama 2-3 hari hingga teksturnya menyerupai tanah dengan kadar air sekitar 10%.

Dalam penelitian yang dilakukan, sludge ekskreta ayam yang telah kering diambil sekitar 4.000 g, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin grinder. Sludge ekskreta ayam yang telah halus dibungkus dengan kertas koran lalu dioven dalam suhu 55oC selama 3-5 hari, kemudian dipindahkan pada plastik dan disterilisasi pada suhu 121oC dengan tekanan 15 psi.

“Selain membuat media jamur sebagai substitusi dedak oleh limbah biogas kotoran ayam, kami juga gunakan limbah kerabang (cangkang) telur yang dapat digunakan sebagai pengganti kapur yang lebih ramah lingkungan,” papar peneliti yang sedang berjuang untuk meraih gelar guru besar ini.

Menurut Ambar, dalam penggunaannya pada media, komposisi limbah unggas dapat dilakukan tanpa penambahan dedak maupun dilakukan dengan penambahan bahan lain seperti dedak atau lainnya. “Keduanya berperan sebagai sumber protein pada jamur tiram pada media jamur dan untuk komposisi substitusi kerabang telur masih disertai kapur,” tambahnya.

Kenapa Jamur Tiram Putih?
Memilih jamur sebagai “user” media tanam ini bukan tanpa alasan. Salah satu alasannya, tingkat konsumsi jamur di Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, lantaran kandungan gizinya yang tinggi.

Berdasar penelitian sebelumnya (Parjimo dan Andoko, 2013), protein pada jamur tiram setiap 100 gram kandungan sebesar 27%, atau lebih tinggi dibanding protein pada kedelai tempe sebesar 18,3% setiap 100 gram. Serat jamur sangat baik untuk pencernaan, kandungan seratnya mencapai 7,4-24,6%, sehingga cocok untuk tubuh.

Maka itu, perlu memperoleh komposisi yang baik untuk dapat mensubstitusi bahan penyusun media jamur, yang selama ini digunakan para petani yakni dedak. Limbah unggas ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan penyusun media jamur, pengganti dedak yang harganya cukup mahal dan berkompetisi untuk pakan ternak.

“Temuan lain dari hasil penelitian yang kami lakukan, kualitas media jamur tiram putih dengan penggunaan sludge biogas 100% didapatkan hasil yang terbaik. Karena meningkatkan kadar C-organik, kadar Nitrogen (N), kadar P (P2O5) dan kadar K (K2O). Artinya, limbah unggas kini tidak lagi menjadi sampah, tetapi justru dapat meningkatkan kesehatan dan perekonomian masyarakat,” terang Ambar.

Perbandingan Nustrisi 
Hasil penelitian yang dilakukan Ambar menunjukkan adanya perbedaan cukup signifikan dalam penggunaan limbah unggas sebagai media jamur. Berikut tabel hasil penelitiannya.

Tabel 1. Kadar Nutrien Media Jamur Tiram Putih
Variabel
P0
P1
P2
P3
P4
Kadar airns
67,97
64,02
67,70
71,42
70,82
Bahan organikns
68,20
60,78
63,09
53,15
49,35
Serat kasar
28,30
29,56
25,05
20,76
15,14
C-organik
46,67
48,26
41,04
43,66
49,12
Nitrogen
0,34
0,42
0,35
0,53
0,71
C/N rasio
142,61
118,07
105,63
87,75
77,56
Phospor
0,55
0,56
0,44
0,86
1,42
Kalium
0,13
0,22
0,19
0,39
0,94
Keterangan:
P0 : media jamur dengan komposisi dedak 100%
P1 : media jamur dengan komposisi dedak 75% dan sludge 25%
P2 : media jamur dengan komposisi dedak 50% dan sludge 50%
P3 : media jamur dengan komposisi dedak 25% dan sludge 75%
P4 : media jamur dengan komposisi sludge 100%

Tabel 2. Parameter Biologis Jamur Tiram Putih
Variabel
P0
P1
P2
P3
P4
Mulai umur panen (hari)
65,00
72,00
71,00
72,33
66,33
Berat segar (gr)
143,03
173,20
195,63
104,20
163,33
Panjang tangkai (cm)
7,82
8,33
8,80
6,84
8,61
Diameter tudung (cm)
11,79
11,54
12,40
12,88
13,83
Jumlah tudung (cm)
13,33
13,67
12,67
5,00
6,33
Keterangan:
P0 : media jamur dengan komposisi dedak 100%
P1 : media jamur dengan komposisi dedak 75% dan sludge 25%
P2 : media jamur dengan komposisi dedak 50% dan sludge 50%
P3 : media jamur dengan komposisi dedak 25% dan sludge 75%
P4 : media jamur dengan komposisi sludge 100%

Tabel 3. Kadar Nutrien Jamur Tiram Putih
Variabel
P0
P1
P2
P3
P4
Kadar air (%)
57,95
63,25
79,15
82,26
61,79
Bahan organik (%)
78,76
76,72
79,35
83,16
79,57
Serat kasar (%)
20,59
22,75
17,45
18,05
21,46
Lemak kasar (%)
6,15
6,09
6,54
6,18
6,67
Protein kasar(%)
20,63
20,80
18,58
20,62
16,52
Keterangan:
P0 : media jamur dengan komposisi dedak 100%
P1 : media jamur dengan komposisi dedak 75% dan sludge 25%
P2 : media jamur dengan komposisi dedak 50% dan sludge 50%
P3 : media jamur dengan komposisi dedak 25% dan sludge 75%
P4 : media jamur dengan komposisi sludge 100%

Hasil uji kimia yang dilakukan menunjukkan bahwa kualitas media yang paling baik pada substitusi dedak dengan sludge biogas ekskreta ayam 15% (P4) dengan kandungan kadar serat kasar, kadar C-organik, kadar P dan kadar K secara berturut-turut yaitu 15,14%; 49,1%; 0,54%; 77,56%; 1,42% dan 0,94%.

Uji parameter biologi yang dilakukan meliputi umur mulai panen, berat segar, panjang tangkai, diameter tudung dan jumlah tudung yang paling baik adalah pada perlakuan P2 (dedak 50% dan sludge 50%) karena dapat meningkatkan berat segar jamur dengan berat sebesar 195,63 g. “Dapat disimpulkan bahwa dedak dapat diganti dengan sludge biogas ekskreta ayam sebesar 50% dalam media jamur tiam putih,” kata Ambar.

Nilai Ekonomi 
Hasil penelitian Fapet UGM ini, diakui Ambar, hingga saat ini belum ada yang memanfaatkan. Alasannya, masih mencari komposisi (formula) dan nilai gizi dari jamur tiram yang sesuai untuk media berbahan dasar limbah sepenuhnya. Saat ini produksi jamur dari bahan limbah hanya dilakukan oleh para mahasiswa yang masih aktif dan alumni yang memang ingin fokus wirausaha untuk mengembangkan jamur tiram putih.

Meski demikian, dosen ini yakin, penggunaan sludge biogas sebagai media tanam jamur tiram putih ini memiliki nilai ekonomi yang lebih menguntungkan, jika diterapkan oleh para petani jamur.

Nilai ekonomi yang dapat dihitung jika hanya dengan memanfaatkan limbah unggas ini hanya mampu men-substitusi peran dedak sebesar 15% pada setiap media. Jika dikalkulasikan harga dedak 8000/kg, maka hanya dapat dimanfaatkan dalam 6-7 media dan dalam satu kali produksi, biasanya para petani  jamur akan memproduksi minimalnya 500 baglog.

Dalam perhitungan Ambar, kalau dihitung nilai ekonominya, total biaya yang dapat dihemat jika menggunakan limbah unggas untuk pengganti dedak, maka 500 baglog dapat menghemat biaya dedak sekitar 600 ribu rupiah. “Dengan catatan 1 kg dedak dapat digunakan pada enam baglog (media jamur) dalam berat 1 kg pada masing-masing baglog,” pungkas Ambar. (Abdul Kholis)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer