Pemakaian minyak tanah sebagai bahan bakar pemanas untuk sistem pengindukan alias brooding pernah mendominasi kurang lebih 75 persen peternak di Indonesia. Sangat masuk akal, lantaran harga minyak saat disubsidi sangat murah dan mudah didapat. Investasi peralatannya pun relatif murah, oleh sebab pemakaiannya cukup banyak.
Pada saat itu pun banyak usaha skala industri rumah tangga yang memproduksi alat pemanas berbahan bakar minyak tanah sebagai sarana penunjang produksi peternakan. Namun saat ini, keberadaan minyak tanah susah didapat oleh para peternak yang sangat membutuhkan bahan bakar untuk pemanas dan pengindukan anak ayamnya.
Maka untuk lebih praktisnya, saat ini, “Banyak peternak menggunakan gas elpiji (LPG),” kata Drh Setyono Al Yoyok pemilik Pakarvet Citra Agrindo Malang perusahaan yang bergerak di bidang peternakan, obat-obatan dan bisnis alat-alat umum untuk peternakan.
Selain lebih praktis, papar Drh Yoyok (nama akrabnya), “Elpiji juga mempunyai keunggulan-keunggulan umum. Keunggulan itu antara lain dengan elpiji suhu lebih terkontrol, selain itu elpiji juga mudah diperoleh. Dibanding minyak tanah, elpiji lebih bagus, lantaran elpiji tidak banyak menyebabkan polusi udara dibanding minyak tanah.”
Saat ini, hampir semua breeding farm menggunakan bahan bakar gas sebagai pemanas untuk brooding. Paling mudah digunakan, sebagian besar peternak ayam petelur skala menengah dan besar meyakini bahwa gas paling aman digunakan sebagai pemanas brooding. Pemakaian gas untuk brooding memudahkan pengoperasian, pengaturan suhu, penyalaan dan pematiannya.
Itulah sumber bahan bakar untuk brooding. Sementara untuk alat pemanasnya sendiri, dari bermacam-macam brooder, yang paling disukai dan dianggap terbaik oleh peternak adalah Gasolec yang di antaranya dipasarkan oleh Medion, Agrinusa Jaya Sentosa, dan Mensana Aneka Satwa, selain dari yang terbanyak selama ini didatangkan secara impor.
Beredar secara umum di kalangan peternak, bahwa gasolec adalah alat penghangat DOC dengan bahan bakar gas elpiji. Ada yang bisa menghangatkan 800- 1000 ekor DOC.
Menurut banyak peternak, gasolec merupakan brooder yang paling mudah digunakan. Menjadi rahasia umum, hampir semua breeding farm menggunakan gasolec yang berbahan bakar gas sebagai pemanas untuk brooding. Adapun, gasolec juga diyakini oleh peternak skala menengah dan besar sebagai pemanas gas paling aman dibanding dengan pemanas dengan bahan bakar lainnya.
“Pemakaian gasolec memudahkan dalam pengoperasian, pengaturan suhu, penyalaan dan mematikannya,” kata peternak. Selain itu juga dikenal adanya kanopi yang terbuat dari seng dengan diameter 120 cm digunakan untuk lebih mengoptimalkan kerja dari gasolec.
Ada pula taktik peternak di lapangan peternakan untuk menghasilkan pemanasan yang terbaik dengan modifikasi. Yang ini, “Untuk efisiensi dan lebih irit,” kata Drh Setyono Al Yoyok. Modifikasi ini wujudnya adalah kombinasi menggunakan elpiji dan juga memakai kanopi sebagai alat pemanasnya. Bagusnya alat semacam ini, menurut Drh Yoyok adalah ada regulatornya.
Penghangat DOC berbahan bakar gas elpiji ini, di antaranya sudah dilengkapi kanopi berdiameter 100 cm, 2 meter slang, 1 buah regulator dan 2 buah klem slang yang bisa dipakai.
Selain itu ada pula penghangat DOC dengan bahan bakar batu bara, dilengkapi dengan kanopi salah satunya berberdiameter 100 cm. Penghangat DOC ini di antaranya bisa menghangatkan 500 ekor DOC.
Briket batubara sendiri merupakan bahan bakar padat berbentuk dan berukuran tertentu yang tersusun dari partikel batubara yang kokas maupun semikokas halus yang telah diproses dan diolah dengan daya tekan tertentu agar lebih mudah dimanfaatkan. Banyak pula peternak skala menengah dan besar menggunakan briket batubara sebagai pengganti minyak tanah dan gas.
Penghangat DOC dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah tak ketinggalan. Yang unik, penghangat ini di antaranya sudah dilengkapi dengan kanopi berdiameter 100 cm dan bisa dipakai untuk 500 DOC.
Diakui oleh alumnus FKH Unair ini, alat pemanas untuk brooder memang bervariasi. Begitulah variasinya, ada yang berupa kompor biasa, ada yang berbahan bakar gas elpiji, ada yang memakai bahan bakar arang, batubara, dan lain-lain. Semua ini lantaran, “Tingkatan peternak juga bermacam-macam,” kata Drh Yoyok.
Menurutnya, bagi peternak besar dan peternak sedang, brooding yang digunakan biasanya adalah gasolec. Adapun, peternak kecil yang kebanyakan merupakan peternak ayam pedaging, biasanya memanfaatkan sumber panas apapun yang ada termasuk kompor, arang, maupun kayu bakar.
Selain Alat Pemanas Juga
Harus Bagus
Selanjutnya dengan terpenuhinya sumber bahan bakar pemanas itu maka faktor-faktor yang lain di dalam masa brooding alias pemanasan pengindukan itu juga harus bagus. Faktor-faktor itu antara lain masalah layar, litter, dan air minum.
Adapun masalah-masalah dalam brooding menurut Setyono Al Yoyok juga dapat terjadi. Menurutnya, kegagalan brooding dapat menyebabkan timbulnya penyakit Kolibasilosis yang biasanya muncul pada, “Ayam usia mau panen,” katanya.
Kegagalan sistem pengindukan dan pemanasan ini jelas merugikan secara ekonomi. Bahkan akibat serangan kuman itu dapat pula memunculkan penyakit dengan gejala utama ayam ngorok. Penyakit itu, apalagi kalau bukan CRD (Chronic Respiratory Disease).
Dari banyak kasus penyakit yang muncul akibat kegagalan brooding itu, Drh Yoyok mengungkap bahwa yang paling dominan adalah Kolibasilosis. Secara berurut sebab akibatnya, ayam yang terserang penyakit ini dimulai dengan serangan-serangan fisik ayam kembung lantaran suhu dan tubuh terlalu dingin, temperatur brooding tidak sesuai dengan kebutuhan DOC.
Kondisi ayam yang demikian dapat berlanjut ayam mengalami asites. Kondisi buruk ini diperparah lagi dengan penyebaran kuman Koli di dalam air minum. Bilamana Escherechia coli ini masuk dan terus berkembang biak, sedangkan kondisi ayam buruk, tingginya kasus serangan Kolibasilosis pun tak terbendung.
Sebaliknya, kata Drh Setyono Al Yoyok, “Kalau brooding bagus, kasus Kolibasilosis minim.” Dan, lanjutnya, “Supaya pemanas pengindukan ini bagus, maka ada kondisi yang harus kita persiapkan.”
Dokter hewan yang berpengalaman di banyak tempat peternakan baik di sektor produksi maupun sarana produksi ini pun mengungkap persiapan yang diperlukan itu antara lain manajemen pemilihan waktu DOC. “Layar kandang harus diperhatikan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan di daerah Malang, sistem brooding yang diterapkan ada yang memakai sistem brooding termos. Dengan sistem ini tempat brooding bisa di bawah juga bisa di atas. Kandang dengan sistem ini, layar tertutup atau terbuka bisa separuhnya. Sementara yang separuh lagi juga bisa dibuka atau ditutup. Jadi, “Ada dobel layar,” ucap Yoyok.
Setelah pengaturan layar itu, brooding bisa disekat sesuai dengan kebutuhan. Adapun jumlah tempat makan atau tempat minum pun mesti diatur, supaya, “Saat DOC makan dan minum, tidak berebut,” kata Drh Yoyok. Ia pun menambahkan untuk pakan pemberiannya sedikit demi sedikit, dengan tujuan pakan tidak tumpah.
Dengan tidak tumpahnya pakan, dan ayam memakan secara bertahap akan memberi rangsangan nafsu makan, sehingga konversi pakan (FCR) pun akan menjadi yang terbaik. Kondisi ayam pun selalu segar. Tentu saja mesti dilengkapi dengan semua kebutuhan yang lain tersebut, tak terkecuali dan teristimewa dalam konteks ini: pemanas yang meski berbeda-beda wujudnya tetap bertujuan sama dalam sistem brooding alias sistem pengindukan. (red)