Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini pakan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PETERNAK MANDIRI KHAWATIRKAN KENAIKAN HARGA SAPRONAK


Harga Daging Ayam Disinyalir Bakal Melonjak Seiring Kenaikan Harga Sapronak


Peternak ayam mandiri tengah was-was akibat pergerakan harga pakan. Pasalnya, pakan merupakan komponen terbesar biaya produksi ayam baik petelur maupun broiler. Hal tersebut disampaikan Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah Pardjuni. Ia mengatakan harga pakan sejak Januari 2022 hingga akhir Maret 2022 sudah naik 8-10%. Selain itu harga DOC yang sudah mencapai Rp7.700-7.800 per ekor untuk yang sudah vaksin, menyebabkan biaya produksi peternak naik menjadi Rp20-21 ribu per ekor.

"Harga pakan ini mengalami kenaikan luar biasa. Dan akan susah turunnya. Karena sistemnya kan begitu ada order, pabrik akan memproduksi. Jadi, harga cocok, deal, pakan diproduksi, beli, Kalau harga nggak cocok yang nggak diproduksi," kata Pardjuni.

Padahal, lanjut dia, 70% biaya produksi ayam adalah untuk pakan.

"Yang naik itu semua jenis pakan dan konsentrat. Biaya produksi di peternak sekitar 70% untuk pakan," kata Pardjuni.

Di sisi lain, dia menjelaskan, saat ini adalah low season untuk peternak. Dimana, pembelian bibit atau anakan ayam untuk panen saat Lebaran 2022 sudah dilakukan pekan lalu. Selanjutnya, ujar dia, pembelian DOC akan turun sehingga harga anakan akan turun ke kisaran Rp5.500 - 6.000 per ekor.

"Karena nggak ada momen. Pembelian DOC saat ini adalah untuk panen setelah Lebaran. Jadi slow, puncak permintaan itu pekan lalu buat kejar panen Lebaran. Tapi pasokan aman, untuk Lebaran akan naik 20-30% seiring permintaan," kata Pardjuni.

Dengan turunnya harga DOC, biaya produksi diharapkan bisa terkoreksi.

"Kita prediksi Mei harga bagus dan biaya pokok produksi bisa turun karena DOC turun. Itu kalau harga pakan nggak naik. Ini harga pakan sudah alami kenaikan luar biasa, sudah 8-10% dari Januari ke akhir Maret 2022," kata Pardjuni.

Karena itu, dia menambahkan, peternak akan meminta perusahaan pembibitan ayam menurunkan harga DOC.

"Karena komponen yang paling bisa diturunkan itu biaya DOC-nya. Kalau pakan nggak bisa. Ibaratnya, suka harga, deal, produksi. Kalau nggak ya nggak ada pakan. Karena itu harga pakan juga nggak akan gampang turun," kata dia.

Dia memprediksi, harga pokok produksi bisa turun ke bawah Rp20.000 per kg jika harga DOC turun disertai harga pakan stabil tanpa lonjakan berarti.

"Sekarang saja kami beli pakan sudah Rp8.400 - 9.050 harga kandang. Biaya pokok produksi bisa Rp20-21 ribu per kg. Dengan harga jual saat ini, kami masih menikmati keuntungan. Tapi, nanti kalau pakan naik lagi, DOC turun, berarti jual impas. Kecuali kalau pakannya melonjak," kata Pardjuni.

Sementara itu, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) nasional mencatat, harga rata-rata daging ayam ras pada 5 April 2022 bertengger di Rp37.800 per kg. Harga termahal di Nusa Tenggara Timur yang mencapai Rp47.650 per kg. Padahal sebelum puasa, harga daging ayam masih berkisar Rp 32.000 per kg. (INF)

WEBINAR PENGELOLAAN BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI PAKAN

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar webinar bertema “Pengelolaan Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan”, Rabu (12/1/2022).

Rektor IPB, Prof Dr Arif Satria SP MSi dalam sambutannya menuturkan saat ini dihadapkan pada situasi di mana perguruan tinggi dituntut untuk memberikan solusi kreatif maupun inovasi ke depan dijadikan trensetter atau perubahan.

“Penemuan sekaligus penelitian yang dilakukan Prof Nahrowi membanggakan dan memberi harapan baru bahwa bungkil inti sawit dapat menjadi bahan baku untuk pakan ternak. Selain itu, hal ini menunjukkan peran perguruan tinggi untuk berkreasi meningkatkan kreatifitas untuk mengembangkan inovasi yang berorientasi future practice,” jelas Arif.

Industri pakan pada Indonesia masih dihadapkan pada dinamika ketersediaan bahan standar pakan yang musiman, serta tidak berkelanjutan.

Pakan ternak merupakan hal yang krusial karena memegang kontribusi terhadap biaya pakan sebesar 80-85%, maka dari itu perlu adanya substitusi bahan pakan yang terjangkau dan berkualitas. Salah satu bahan pakan yang sedang dikembangkan yakni bungkil inti sawit.

Dalam webinar ini hadir Agus Sunanto MP, Direktur Pakan dan Plt Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak yang menyampaikan beberapa kebijakan dan pemanfaatan bungkil inti sawit sebagai pakan.

Agus mengatakan kebijakan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan ada dua hal, pertama adalah feed security untuk terkait menjamin ketersediaan pakan unggas dan ruminansia. Kedua adalah feed safety sebagai langkah meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pakan yang diproduksi dan diedarkan.

Pengembangan hijauan pakan ternak, menurut Agus sebaiknya memanfaatkan varietas hijauan pakan baru dan pemanfaatan lahan dengan sistem integrasi. Selanjutnya adalah pengembangan pakan olahan seperti bank pakan dari hijauan dan limbah pertanian.

Bahan pakan impor sudah sangat langka sehingga diperlukan pemanfaatan bahan pakan lokal. “Selain bungkil inti sawit sebagai bahan protein, maggot juga perlu dipertimbangkan untuk mengganti bahan pakan yang diimpor,” tambah Agus.

Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Drh Desianto Budi Utomo PhD menjelaskan, pemanfaatan bahan pakan lokal di Indonesia mencapai 65%. Bungkil inti sawit belum diprioritaskan, dikarenakan tingkat kecernaan yang rendah dan masih sering ditemukannya sisa batok atau cangkang.

Lebih lanjut dijelaskan teknologi pengelolaan bungkil inti sawit dapat dilakukan dengan teknologi pemisahan cangkang, extruder (pemanasan dengan uap air dan tekanan tinggi), dan fermentasi dengan bakteri, kapang serta formulasi ransum dengan enzim. “Perlunya kerjasama antara peneliti, pemerintah, dan industri pakan serta perlu edukasi dalam peningkatan pemanfaatan sumber bahan pakan lokal,” kata Desianto.

Narasumber berikutnya dalam webinar yaitu Ir Didiek Purwanto IPU selaku Ketua ISPI membahas “Kontribusi Bungkil Inti Sawit dalam mendukung Industri Feedlot dan Dairy”. Perkebunan kelapa sawit nasional tahun 2019 di Indonesia memiliki luas lebih dari 16 juta hektar, sehingga sangat berpotensi untuk menggunakan bungkil inti sawit.

“Perlunya mengoptimalkan penggunaan bungkil sawit dengan terobosan strategis dengan tata niaga yang efisien, peningkatan kualitas, prioritas untuk kebutuhan dalam negeri dengan regulasi yang mendukung” tuturnya.

Dalam acara yang sama, Prof Dr Ir Nahrowi MSc selaku peneliti dari IPB sebagai menuturkan bungkil inti sawit merupakan hasil samping dari sawit dan sangat berpotensi karena harga yang murah dan ketersediaan yang terjamin, namun perlu ditingkatkan kualitasnya. Teknologi pangan yang sedang digunakan saat ini adalah dengan fraksinasi dan hidrolisa sehingga menghasilkan palmofeed dan mannan.

“Teknologi fraksinasi yang diikuti dengan proses hidrolisis tidak hanya dapat meningkatkan kualitas fisik, tetapi kualitas kimianya. Bungkil inti sawit terhidrolisis (palmofeed) dapat dipakai dalam campuran ransum unggas sebesar 12,5% yang masih dapat ditingkatkan lagi penggunaannya diikuti dengan penambahan enzim penghidrolisis serat,” terang Nahrowi. (NDV)

MENGAKALI BIAYA PAKAN AGAR LEBIH EFISIEN

Webinar interaktif dan menambah wawasan

Naiknya harga berbagai macam bahan baku pakan membuat formulator dan peternak harus memutar otak dalam formulasi pakan agar harganya tetap terjangkau. Atas dasar keresahan tersebut PDHI bersama Samyou International menggelar webinar bertajuk “Energi Mahal, Peranan Lipozyme Memaksimalkan Energi dalam Pakan” pada Jumat (7/1). Webinar terrsebut juga digelar dalam menyambut Hari Ulang Tahun PDHI yang ke-69 yang jatuh pada 9 Januari 2022.

Drh Muhammad Munawaroh selaku Ketua Umum PB PDHI mengatakan bahwa tingginya harga pakan menjadi concern tersendiri bagi PDHI. Hal ini tentunya akan menjadi beban bagi peternak karena pakan merupakan komponen tersbesar dalam suatu usaha budidaya ternak.

“Untuk itu dengan digelarnya acara ini peternak dan para formulator di produsen pakan diharapkan dapat lebih efisien dalam formulasi pakan dan outputnya dapat mengurangi harga pakan agar lebih terjangakau,” tutur Munawaroh.

Prof Budi Tangendjaja yang menjadi pembicara dalam webinar tersebut memaparkan bahwa mindset peternak masih saja salah terkait pakan. Menurut beliau, masih banyak peternak Indonesia menganggap bahwa pakan yang baik adalah pakan dengan kadar protein yang tinggi.

“Ini salah, padahal yang terpenting adalah nilai energinya dan terpenuhinya unsur – unsur makro dan mikro yang ada di dalam pakan. Makanya ini harus diluruskan, nah untuk energi ini kan mahal, jadi bagaimana caranya supaya energi di dala pakan ini cukup dan harganya murah,” tutur Budi.

Dalam suatu formulasi ransum pada pakan ternak Budi mengatakan bahwa ada lebih dari 30 jenis nutrient yang dibutuhkan dan nutrient – nutrient tersebut berasal dari beragam bahan baku. Oleh karenanya kecakapan formulator tidak hanya dinilai dari terpenuhinya suatu nilai gizi pada suatu formulasi pakan, tetapi juga dari segi ekonomis pakan.

“Singkatnya pakan itu harus bergizi, murah, dan aman bagi yang memakan (ternak). Formulator yang jago harus bisa menggunakan keahliannya dalam meracik pakan,” kata Budi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa energi dalam pakan diperoleh dari jagung, namun karena ketersediaan dan kualitasnya, para formulator harus mencari substituent dari jagung. Sebut saja minyak, Indonesia merupakan salah satu penghasil CPO terbesar di dunia dimana CPO ini dapat dijadikan substituent jagung sebagai sumber energi.

Namun kata Budi, tidak semua ternak dapat mencerna minyak dengan baik, terutama pada ternak yang berusia muda dimana aktivitas enzim pankreasnya belum bekerja secara maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan suplementasi enzim lipase secara eksogen dalam mempermudah ternak muda terutama ayam dalam mencerna minyak, dalam hal ini lemak.

“Anak ayam sampai umur 8 hari enzim pankreatiknya belum bekerja, bahkan bisa dibilang dia tidak punya enzim lipase yang bekerja di dalam ususnya, nah makanya ada penelitian yang menyebutkan bahwa penambahan enzim lipase dalam pakan membantu kecernaan lemak dan energi pada anak ayam,” tutur Budi.

Sementara itu Dr Zhang Yang selaku Direktur Teknik dan Aplikasi Nutrisi Hewan Mianyang Habio Engineering menyebutkan bahwa lemak merupakan unsur yang mengandung lebih banyak nutrisi daripada karbohidrat. Bahkan nilainya sampai 2,25x dari karbohidrat.

“Oleh karena itu sayang apabila ini tidak dimanfaatkan, apalagi Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar yang merupakan sumber lemak pada ransum ternak,” tutur Dr Zhang.

Lebih lanjut, Zhang mengatakan bahwa lemak juga merupakan bahan pakan yang paling mahal di antara semua bahan saat ini. Namun, karena lemak kasar dalam bahan pakan umumnya tidak banyak dimanfaatkan, hal itu menyebabkan pemborosan biaya pakan yang besar. Beberapa alasan mengapa lipase digunakan antara lain lipase yang ada dalam tubuh tidak mencukupi, terutama ketika ternak berada di bawah pengaruh kepadatan yang tinggi, stres, dan adanya penyakit sub klinis.

“Solusinya adalah dengan memilih enzim lipase spesifik yang sesuai dengan karakteristik saluran pencernaan ternak serta memilih enzim lipase yang memiliki efisiensi enzimolisis tinggi untuk lemak kasar yang ada dalam beberapa bahan pakan,” pungkasnya. (CR)

 

JANGAN SAMPAI LAYER KEKURANGAN NUTRISI

Penuhi Kebutuhan Nutrisi Agar Performa Optimal


Memenuhi kecukupan nutrisi ayam layer merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh peternak agar performa ternaknya maksimal. Namun sayangnya tidak semua peternak paham dan dapat memenuhi nutrisi ternaknya, ancaman penyakit dan performa yang anjlok pun kerap menghantui peternak akibat tidak terpenuhinya nutrisi.

Dengan tujuan untuk mengedukasi dan menambah wawasan di bidang tersebut, PT Medion melangsungkan technical education melalui daring instagram secara livestreaming pada Rabu (6/10). bertindak sebagai narasumber yakni Hindro Setiawan dan dimoderatori oleh Drh Amir Muhammad.

Dalam presentasinya Hindro Setiawan dari dvisi technical education & consultation PT Medion memaparkan beberapa hal penting terkait komponen nutrisi yang mutlak harus dipenuhi oleh peternak agar ternaknya sehat dan produksinya maksimal.

Ia juga menyinggung beberapa unsur esensial yang luput dipenuhi kebutuhannya dalam pakan seperti Ca, Mg, dan vitamin D. Akibatnya ayam yang mengalami defisiensi akan menunjukkan kelainan pada kualitas telur.

"Kadang kalau kualitas telur menurun, kerabang tidak sempurna, kita sudah curiga duluan dengan penyakit EDS, AI, dll. Padahal yang sering luput adalah kurangnya nutrisi terutama mineral dan vitamin D, ini sering kita temui di lapangan," tutur Hindro.

Ia juga menyinggung terkait kualitas bahan baku pakan yang bisa saja tercemar toksin. Untuk itu dirinya menghimbau kepada peternak agar tidak segan mengujikan sampel pakan maupun bahan bakunya ke laboratorium Medion agar lebih terjamin kualitasnya.

Sesi tanya jawab pun berjalan sangat interaktif dimana para peserta dapat lebih memahamai permasalahnnay dengan mudah dan solutif. Selain itu Medion juga membagikan doorprize menarik bagi para peserta yang beruntung. (CR)


PENGARUH WARNA PAKAN PADA PERFORMA BROILER



Unggas, termasuk ayam, dapat melihat dalam rentang spektrum warna yang luas, dan beberapa warna dapat menjadi rangsangan bagi mereka. Sebuah studi dilakukan oleh Joseph P Gulizia dan Kevin M Downs di School of Agriculture di Middle Tennessee State University di AS, untuk menentukan apakah pakan berwarna dapat merangsang ayam broiler untuk mengkonsumsi lebih banyak pakan.

Ayam memiliki penglihatan trikromatik yang berkembang dengan baik, memungkinkan mereka untuk melihat semua bagian dari spektrum cahaya yang tampak dan beberapa ultraviolet. Telah dilaporkan bahwa aktivitas ayam seperti mematuk, dapat dipengaruhi oleh warna dan dapat digunakan untuk meningkatkan minatnya pada makanan tertentu.

Meskipun agak tidak konsisten, penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa warna pakan berpotensi meningkatkan atau menurunkan konsumsi pakan pada ayam broiler, sehingga mempengaruhi pertambahan bobot badan selama masa pertumbuhan. H Khosravinia mengamati bahwa ayam broiler mengkonsumsi pakan secara signifikan lebih banyak dengan pencahayaan hijau dan pakan hijau dibandingkan kombinasi cahaya dan pakan lainnya.

Selain itu, JB Cooper mengeksplorasi warna pakan pada kalkun dan melaporkan bahwa unggas lebih menyukai warna hijau, seperti yang ditunjukkan oleh penerimaan mereka yang kuat terhadap pakan hijau. White Leghorn diuji responnya terhadap warna pakan merah, kuning, hijau, dan biru, hasilnya paling menyukai pakan biru dan kurang menyukai pakan merah yang secara signifikan mengurangi konsumsi pakan. Sebaliknya, Leslie menemukan bahwa ketika anak ayam broiler diberi pilihan antara pakan yang tidak berwarna dan berwarna, mereka lebih memilih pakan yang tidak berwarna.

Untuk memperluas pengetahuan dasar terkait dengan pewarnaan pakan unggas, penelitian dilakukan untuk menilai bagaimana perubahan warna pakan dapat mempengaruhi kinerja ayam broiler yang tumbuh hingga usia 21 hari. Warna yang dipilih untuk penelitian mewakili warna primer dan sekunder, dan mewakili panjang gelombang yang lebih panjang (merah, oranye, kuning, hijau) dan lebih pendek (biru dan ungu).

2 percobaan dilakukan di School of Agriculture di Middle Tennessee State University untuk menentukan efek warna pakan pada kinerja ayam pedaging:

  • Percobaan 1 meliputi 4 treatment yaitu kontrol (diet starter ayam pedaging lengkap), merah, hijau, dan biru.
  • Percobaan 2 meliputi 4 treatment, yaitu kontrol, oranye, kuning, dan ungu.

Perlakuan warna makanan terdiri dari pewarna bubuk human food grade non nutrisi. Diet kontrol tidak memiliki inklusi pewarna. Setiap tratment (60 ekor/treatment) diberikan kepada 240 ekor ayam broiler Cobb 500 jantan selama 21 hari pembesaran, dan data dianalisis.

Untuk Percobaan 1, ditemukan sedikit efek warna pakan pada performa ayam. Pakan merah dan hijau menekan AFCR hari 1 sampai 21 masing-masing sebesar 3,2 dan 2,4%, dibandingkan dengan pakan kontrol. Efek serupa dari pakan merah terlihat untuk AFCR antara hari 1 dan 14, dengan peningkatan 2,6% dibandingkan dengan pakan kontrol.

Ayam yang mengonsumsi pakan biru memiliki AFCR yang sama dengan ayam kontrol pada setiap periode waktu. Namun, tidak ada parameter kinerja lain yang berbeda di seluruh treatment dalam percobaan ini. Seperti hasil Percobaan 1, Percobaan 2 menunjukkan sedikit pengaruh pakan oranye, kuning, atau ungu pada performa ayam secara keseluruhan dibandingkan dengan pakan kontrol.

Namun, beberapa efek menarik terdeteksi. BWG antara hari ke 1 dan ke 14 unggas yang diberi pakan ungu 6,4% lebih tinggi dibandingkan unggas yang diberi pakan kuning.

Hasil kinerja ayam pedaging dari penelitian ini menunjukkan bahwa efek warna pakan tidak konsisten, tetapi tidak menunjukkan keengganan terhadap warna tertentu. (via poultryworld.net)

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Memaksimalkan penggunaan SBM untuk pakan yang lebih efisien

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budidaya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budidaya lebih efisien.

Namun begitu tidak mudah rasa – rasanya mengefisienkan harga pakan dikala pandemi kini. Terlebih lagi banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia.

PT Agrimara Cipta Nutrindo selaku distributor dari Industrial Tecnica Pecuaria SA, perusahaan yang berpengalaman selama 50 tahun di bidang teknologi pakan, mengadakan webinar untuk berbagi ilmu dan pengalaman dalam memaksimalkan SBM. Webinar tersebut dihelat pada 10 Februari 2021 lalu melalui daring Zoom meeting.

Bertindak sebagai narasumber yakni Dr Josep Mascarell, BD Director ITPSA dan webinar tersebut dimoderatori oleh Prof Komang G Wiryawan dari departemen ilmu nutrisi dan teknologi pakan, Fakultas Peternakan IPB University.

Sebagai pembuka, Prof Komang kembali mengingatkan pada kita akan fungsi SBM sebagai sumber nutrisi (asam amino). Namun begitu jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, sisa protein dalam SBM akan menghasilkan gas yang akan berbahaya karena Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, ini akan dicerna bakteri patogen sehingga mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

Hal tersebut diamini oleh Josep, berdasarkan hasil riset asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa diantaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain. Selain itu Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budidaya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan pun harus berlomba – lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas, oleh karena itu dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrient, peradangan pada usus, dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan menyebabkan ternak stress dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan malah terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karena itu dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan,meningkatkan kecernaan nutrient (NSP, protein, dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan, dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum, dan SBM yakni Capsozyme SB Plus™. Produk tersebut memiliki bahan aktif kombinasi antara enzim α-galaktosidase dan xylanase yang sudah terbukti dan teruji dapat mengefisienkan formulasi pakan.

Berdasarkan trial pada ransum broiler dan babi pada tahun 2019, Capsozyme SB Plus™ terbukti dapat meningkatkan perfoma pada broiler dan babi. Selain itu, Capsozyme SB Plus™ juga terbukti dapat meningkatkan kecernaan dan menjaga kesehatan saluran pencernaan, sebagaimana terlihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Peningkatkan Kecernaan Pada Broiler (penggunaan Capsozyme SB Plus)


Tabel 2. Peningkatkan Kecernaan Pada Babi (penggunaan Capsozyme SB Plus)


Josep juga mengatakan bahwa Capsozyme SB Plus™ aman digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya. Dengan menambahkan Capsozyme SB Plus™ dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, dan tentunya akan lebih menguntungkan. (CR)



DAMPAK BURUKNYA MANAJEMEN KELEMBABAN DI FEED MILL


Pellet sering dipilih karena menawarkan homogenitas dan keseragaman nutrisi. Beberapa spesies lebih menyukai pelet daripada bentuk pakan lain seperti crumble atau meal. Pellet bisa lebih mudah dimakan, lebih mudah dicerna dan meningkatkan berat badan serta FCR.

Tetapi penyusutan, daya tahan pellet, dan jamur (semua dipengaruhi oleh tingkat kelembaban) dapat berdampak negatif pada kualitas pellet.

Ayam pedaging, misalnya, lebih menyukai pelet utuh dan akan menyingkirkan remah dari feeder, yang menyebabkan limbah pakan. Ayam yang lebih besar sering berkerumun di tempat makan dan hanya menyisakan remah untuk ayam yang lebih kecil. Remah tersebut tidak seimbang secara nutrisi.

Efisiensi Feed Mill

Penyusutan

Sering pellet memiliki kadar air di bawah 11%, sedangkan kadar air optimal pakan unggas biasanya antara 12% dan 14%. Pabrik yang mengurangi efek penyusutan, melalui manajemen kelembaban, dapat menghasilkan lebih banyak pakan hingga 3% dari volume bahan baku yang sama.

Pellet Durability Index

Kelembaban memengaruhi gelatinisasi pati, yang merupakan kunci dari pellet durability index (PDI). PDI yang terlalu tinggi membuang energi dan mengorbankan throughput. Pellet dengan PDI yang terlalu rendah, lebih mungkin rusak selama proses pelleting, selama pengangkutan dan penyimpanan. Di pabrik, remah yang terjadi memperlambat produksi, bahan halus yang berlebihan menyerap kelembapan dan merangsang pertumbuhan jamur.

Kualitas Pakan

Jamur dapat tumbuh dalam pakan yang kelembapannya tidak dikelola dengan baik. Pertumbuhan jamur sering terjadi karena:

  • Bahan yang terlalu lembab
  • Adanya remah halus yang berlebihan yang menyerap kelembapan dan merangsang pertumbuhan jamur
  • Pakan yang belum didinginkan dengan benar
  • Kondensasi dalam kantong pakan memungkinkan perkembangan populasi jamur

Setiap pakan yang disimpan, jika tidak segera digunakan, beresiko tumbuh jamur. Jika pakan yang terkontaminasi diberikan kepada ayam, akibatnya performa ayam menjadi rendah, dan timbul masalah kesehatan yang terkait dengan kontaminan seperti mikotoksin. (Sumber: Anitox)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer