Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Profil | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

LUKY RUSMAWAN MENGEDEPANKAN PERSONAL APPROACH

Bagi Drh Luky Rusmawan Subekti, selaku Animal Health Director PT Ganeeta Formula Nusantara, bagian dari Grup Cita Indonesia, dalam urusan apapun personal approach atau pendekatan pribadi sangat penting. Bahkan sering kali menentukan berhasil tidaknya dalam menyelesaikan masalah yang sedang ditangani.

Menurut Luky, cukup banyak orang mengabaikan hal tersebut. Karena merasa sudah sesuai prosedur lalu dengan over confident maju menyelesaikan urusan dengan menabrak rambu-rambu pendekatan pribadi.

“Di Cita Indonesia diisi SDM yang mayoritas masih muda, memang pastinya perlu effort membentuk tim yang solid. Ketika pondasi sudah kuat, ya beres,” kata Luky. “Trik saya mengedepankan personal approach, di dalam perusahaan memang ada struktur perusahaan namun saya tidak mau terlalu kaku secara hirarki.”

Ayah tiga anak ini menambahkan, ada masa ketika berada di dalam lingkungan pekerjaan harus bersikap tegas. Hal itu dibarengi dengan membangkitkan semangat di dalam tim. Ia menekankan pada timnya bahwa goal yang utama adalah goal tim, bukan individu dan selalu optimis dalam hal sales bahwa rezeki pasti selalu ada.

Ketika dalam timnya terjadi konflik, dia selalu mencari penjelasan dari kedua pihak. Sehingga permasalahan yang tadinya abu-abu menjadi jelas. Dia juga menghendaki timnya segera menceritakan masalah yang sedang dihadapi, tidak menunggu masalah meruncing dan membesar.

IPB Kampus Impian

Sejak sekolah di SMA PPSP IKIP Bandung (SMA Lab School Bandung), Luky sudah bercita-cita untuk kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Dan memang sekolahnya itu mempunyai jalur PMDK ke IPB.

Ketertarikannya pada kedokteran hewan dilatarbelakangi pengalaman sejak kecil. Orang tuanya yang berprofesi sebagai dosen ilmu biologi memelihara kelinci, burung, monyet dan hewan lainnya di rumah mereka yang dekat dengan Lembang. Bahkan ayahnya pernah beternak ayam dan memelihara sapi. Semasa kecil ia sering kali diajak bermain ke peternakan.

Tidak hanya dirinya, kedua kakaknya yang juga masuk IPB pun menyukai dunia pertanian dan peternakan sejak kecil. Putranya yang kedua mengikuti jejaknya sebagai dokter hewan dan bekerja di salah perusahaan industri perunggasan terpadu.

Lulus dari FKH IPB, Luky bekerja sebagai Technical Sales. Saat itulah dia merasakan kebutuhan peternak akan produk berkualitas untuk mengatasi penyakit dan meningkatkan performa ternaknya.

“Saya merasakan kepuasan ketika dapat mengatasi problem peternak dalam masalah penyakit dan manajemen. Peternak memerlukan bimbingan teknis dalam bentuk edukasi dan pendampingan,” cerita ayah berputra dua dan berputri satu ini. “Setelah saya pindah kerja ke beberapa perusahaan multinasional, saya mendapatkan lingkungan kerja dan kultur yang tepat sesuai dengan tujuan perusahaan dalam meningkatkan skill dan pengetahuan peternak.“

Luky Rusmawan bersama keluarga

Memegang teguh prinsip ingin selalu memberikan manfaat pada sekitar dan tidak menyukai konflik yang tidak sehat, Luky kerap melakukan business trip untuk bertemu para customer-nya. Di waktu luang, pria kelahiran Bandung, 27 Januari 1969 ini, menekuni otomotif, menonton sepak bola dan film.

“Salah satu film yang saya suka adalah trilogi Godfather,” ungkap Luky. “Saya suka nonton serial petualangan juga, terakhir yang saya tonton adalah Game of Thrones karena ceritanya sangat menarik. Saya juga kadang nonton di bioskop bersama keluarga.”

Bergabung dengan Cita Indonesia

Luky bergabung dengan Cita Indonesia pada 7 April 2022. “Di Cita Indonesia saya mendapatkan rekan kerja dan perusahaan yang tepat. Karena sesuai dengan tujuan awal saya, yaitu menjadi partner peternak untuk memberikan solusi dalam bisnis secara komprehensif, baik bimbingan teknis juga dalam hal penyediaan produk peternakan yang berkualitas,” terangnya.

Kepada Infovet, Luky mengungkapkan di tengah dinamisnya bisnis peternakan, Cita Indonesia berhasil menjual banyak antibiotik untuk pencegahan mycoplasma dan pest control untuk tikus dan serangga. Cita Indonesia juga memiliki produk herbal untuk maintenance kekebalan dan kesehatan ternak. Mengingat masalah kesehatan hewan selalu berkembang baik dalam hal tantangan penyakit, teknologi, genetika dan manajemen pemeliharaan.

Pada era keterbukaan informasi saat ini memang peternak dimudahkan mengakses informasi, sehingga mereka yang mempunyai keinginan untuk maju akan sangat terbantu. Tetapi Cita Indonesia merasakan bahwa peternak masih memerlukan edukasi melalui diskusi teknis maupun informasi yang tepat guna. Sehingga Cita Indonesia berusaha untuk memberikan layanan teknis dengan pendekatan yang spesifik sesuai kebutuhan customer.

“Dalam hal obat hewan kami menyadari masih ada ketergantungan pada impor, mengingat teknologi yang selalu berkembang di negara maju. Terutama teknologi vaksin yang belum bisa diadopsi perusahaan lokal,” papar Luky. “Sedangkan untuk suplemen meski beberapa bahan baku masih tergantung impor, namun kami berusaha mengembangkan substitusi dan pelengkap berupa produk herbal, seperti kunyit dan temulawak.”

Cita Indonesia telah menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan yang mempunyai reputasi internasional seperti BASF, Ceva dan Better Pharma. Tahun ini menargetkan pengembangan bisnis di Pulau Jawa dengan menambah personel lapangan di beberapa sentra peternakan, sehingga dapat meningkatkan servis pada pelanggan.

Hal itu dilakukan sambil terus konsisten mendistribusikan produk-produk berkualitas, yang dapat diandalkan peternak untuk mengatasi masalah penyakit dan gangguan vektornya.

Seiring dengan meningkatnya performa genetik dan masalah iklim yang terkadang ekstrem, peternak masih memerlukan edukasi dalam hal pemakaian produk yang tepat guna, untuk mendukung performa optimal dari ternak dan mengurangi stres akibat dampak cuaca.

“Strategi edukasi yang kami lakukan adalah sering menjalin komunikasi dengan customer. Tidak hanya ketika ada kasus, sebelum ada kasus pun kami mengedukasi bagaimana meningkatkan performance. Sehingga kami bisa memberi solusi yang menyeluruh bagi customer,” ujarnya.

Meskipun perkembangan dunia digital sedang pesat-pesatnya, bagi Luky hal itu dimanfaatkan lebih kepada untuk meningkatkan branding perusahaan. Sedangkan customer tidak mau hanya berinteraksi di medsos saja, mereka menginginkan edukasi secara langsung.

Untuk melakukan edukasi tersebut Cita Indonesia juga menggandeng supplier. Melakukan kunjungan langsung ke peternakan dan mengadakan diskusi teknis. “Target ke depan sebisa mungkin mempunyai legacy. Keinginan saya mengembangkan bisnis ini sehingga edukasi ke peternak bisa diteruskan,” tuturnya menutup sesi wawancara dengan Infovet, Selasa (25/10). (NDV)

IVAN ALEX SANJAYA, NAHKODAI PERUSAHAAN LEWATI BERBAGAI RINTANGAN

Ivan Alex Sanjaya

Saat teman-teman di masa perkuliahannya banyak yang berkecimpung di bidang fotografi maupun production house, Ivan yang seorang sarjana multimedia justru memilih terjun ke dalam bisnis peternakan. Ketekunan pemilik nama lengkap Ivan Alex Sanjaya ini berbuah hasil mendirikan PT Cahaya Sakti Kimia.

Proses yang cukup berliku pernah dilalui pria asal Kediri ini. Setelah memperoleh gelar sarjana komputer pada 2008, Ivan sempat menekuni dunia saham.

Memasuki 2010, Ivan mengembangkan bisnis pet food di Jakarta hingga meluas ke beberapa wilayah di Jawa. Takdir mempertemukan Ivan dengan dokter hewan sekaligus Vice President PT Indovetraco Makmur Abadi yang kini menjadi mertuanya.

“Pada 2012, ayah mertua memperkenalkan saya dengan salah satu perusahaan dari China yaitu Mintai. Kondisi bisnis pet food pada tahun itu terbilang kurang bagus, karena kebanyakan produk pet food yang notabene impor sudah banyak juga bermunculan produk sejenis yang diproduksi dalam negeri,” kenang ayah satu putra ini.

Momen tersebut digunakan Ivan untuk gencar mempromosikan produk Mintai berupa feed additive ke Indonesia. “Waktu itu saya juga masih melanjutkan bisnis impor produk pet food,” tambahnya.

Berdasarkan peluang yang kian terbuka lebar, Ivan menekuni bidang livestock dengan menjual berbagai produk dari Mintai, khususnya feed additive. Juga produk lain seperti obat dan vitamin.

Ivan menjelaskan bahwa keterlibatannya dengan Mintai tidak ada format yang berbeda, namun mengemasnya dengan cara yang lebih baru. “Saat saya mulai aktif menjual produk dari Mintai, masih mengikuti format dari Mintai dan tidak ada yang berbeda, hanya saja konsep yang saya bawa lebih segar sehingga produk Mintai dapat diterima dengan baik di Indonesia,” jelasnya.

Terhitung sampai akhir 2018, Ivan tidak saja menjual produk dari Mintai melainkan menjual produk lain yang berasal dari China. Berjalannya waktu dengan mengamati peluang yang semakin luas, pasar yang dia bangun semakin kuat dan banyak peternak yang membeli produk tersebut.

Melihat produknya semakin dikenal, Ivan kemudian melakukan format baru pada 2019, yang akhirnya mendirikan PT Cahaya Sakti Kimia dengan Mintai menjadi principle-nya. “Saya bukan lagi menjualkan produk Mintai, tetapi saya membeli produk Mintai,” ungkapnya.

Cepat dan Progresif
PT Cahaya Sakti Kimia didirikan Ivan pada 2019, bekerja sama dengan lebih banyak suplier. Selain Mintai, PT Cahaya Sakti Kimia mendistribusikan produk dari Spanyol seperti ITPSA dan produk asam amino dari Korea.

Seiring berjalannya waktu, Ivan sebagai Komisaris Utama PT Cahaya Sakti Kimia mengajak partner development berpengalaman untuk membangun manajemen perusahaan. Sebagai leader, dia menyadari dalam mengambangkan perusahaan dibutuhkan tim yang sudah berpengalaman agar pergerakannya lebih cepat dan progresif.

“Kalau saya mau jalan cepat bisa dengan jalan sendiri, tetapi kalau saya mau jalan lebih jauh maka harus bersama orang-orang yang berpengalaman,” tegasnya. Prinsip yang diyakini Ivan dalam mengembangkan bisnisnya tersebut merupakan strategi awal yang diterapkan untuk mengembangkan PT Cahaya Sakti Kimia.

Lewati Rintangan
Kendati PT Cahaya Sakti Kimia berusia masih muda, di masa pandemi COVID-19 menerpa dunia bisnis, Ivan menyatakan perusahaan yang dia rintis mampu melewati rintangan.

“Kami baru berjalan setahun kemudian harus berhadapan dengan situasi pandemi, tetapi dari PT Cahaya Sakti Kimia menggunakan kacamata yang lain. Bisnis kami harus fairnesss dan accountable, baik di dalam maupun di luar, sehingga kami tetap memberikan kenyamanan serta pengalaman yang menyenangkan untuk pelanggan,” ungkapnya.

Ivan juga menerapkan iklim yang nyaman bagi seluruh karyawannya, karena kenyamanan bekerja dapat menentukan tingkat semangat karyawan itu sendiri. Menurut Ivan, lingkungan suportif merupakan hal yang penting untuk menguatkan pondasi perusahaan.

“Kami berbeda dengan principle company yang menjual produk yang memang sudah ada, sedangkan kami menjual berbagai produk yang dibutuhkan oleh customer. Ibaratnya seperti supermarket, jadi produk apa yang customer butuhkan kami bisa adakan barangnya,” terangnya.

Artinya apa yang akan customer butuhkan dan ada dibeli, produk itu akan disiapkan serta dijual PT Cahaya Sakti Kimia. Semua produk yang didistribusikan olehnya, terdapat segmen pasar masing-masing. Hal inilah yang membuat PT Cahaya Sakti Kimia tetap menunjukkan growth positif walaupun di saat pandemi.

Suka Otomotif dan Hewan
Di sela kesibukannya mengembangkan perusahaan, pria kelahiran 16 November 1986 ini memiliki ketertarikan di dunia otomotif, terutama motor. Maka tak heran kalau saat ini Ivan sudah mengoleksi tujuh sepeda motor.

Ivan juga memiliki hewan peliharaan kesayangan kura-kura dan ikan. Katanya, “Anak saya itu suka memelihara hewan di rumah, karena darah kakeknya yang seorang dokter hewan, jadi menurun ke anak saya. Ya saya jadi ikutan anak juga akhirnya, saking banyaknya jenis hewan peliharaan akhirnya saya pindahkan ke gudang.” (NDV)

DEDDY F. KURNIAWAN, ENTREPRENEUR SAPI YANG GEMAR MENEBAR ILMU

Deddy F. Kurniawan

“Keinginan saya saat menjelang kelulusan kuliah, ingin bekerja di tempat atau di perusahaan terbaik di bidang sapi.” Pernyataan ini tercetus dari pria pemilik nama lengkap Drh H Deddy Fachruddin Kurniawan, di tengah-tengah wawancara dengan redaksi Infovet.

Dalam perjalanan menuju kelulusannya menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, founder Dairy Pro Indonesia dan CEO Sapimoo ini banyak mengikuti program magang di bidang persapian.

Saat itu, bekerja di Greenfields adalah impian setiap dokter hewan. Oleh karenanya dia sangat bersyukur sesudah resmi menyandang gelar dokter hewan, dia langsung diterima sebagai pegawai tetap di perusahaan susu terbesar di Asia Tenggara dan Indonesia itu.

“Berkat doa bapak juga pasti, setelah lulus langsung bekerja,” tutur ayah empat anak ini. Ada sebuah perjalanan hidup yang kemudian diungkapkan Deddy kepada Infovet.

Pria kelahiran Kota Batu, Malang ini mengaku kurang bisa fokus belajar di semester awal mengikuti perkuliahan di kedokteran hewan. “Dulu malah sibuk demo dan aktif di organisasi sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Saya sama sekali enggak belajar meski nilai ujian semester tetap bagus. Sampai akhirnya ada kakak tingkat yang mendatangi saya dan memberi nasihat,” ungkapnya.

Deddy masih mengingat dengan persis kakak kelasnya mengatakan bahwa “Mau tidak mau, suka tidak suka kita pada sesuatu, akan tetapi karena sudah menjadi pilihan kita bagaimanapun harus dipertanggungjawabkan.”

Memasuki semester lima, passion Deddy muncul untuk berkarir di bidang sapi. “Ketika ada orang bertanya kok kenapa sapi, saya jawab ya suka aja sama sapi,” kata Deddy diselingi tawa.

Impian terbesar Deddy adalah suatu hari jika ada orang yang berbicara tentang sapi, harus mengenal namanya sebagai trainer andal dari sisi edukasi. Motto simple action for significant improvement menjadi pegangannya, karena untuk menghasilkan perkembangan yang signifikan diperlukan tindakan sederhana agar mudah dilaksanakan dan justru tidak menjadi hambatan.

Jam Terbang
Berbagai pengalaman dan jam terbang yang dimiliki Deddy mengantarnya menjadi seorang konsultan dengan mendirikan Dairy Pro Indonesia. Sebuah perusahaan konsultan yang mengkhususkan layanan profesional di bidang manajemen dan bisnis peternakan sapi perah.

Cerita-cerita berkesan pun disampaikannya kepada Infovet. Pada 2004-2008, Deddy pernah dipercaya mengelola bagian reproduksi di Livestock Improvement Corporation, New Zealand. Selanjutnya di 2008-2010, Deddy mendapat tawaran menjadi konsultan peternakan sapi di Pakistan. Di sana ia dipercaya sebagai farm manager dan bertanggung jawab merancang konsep perencanaan farm serta melatih tenaga kerja.

Ada pengalaman sewaktu melatih tenaga kerja di Pakistan yang sampai saat ini masih melekat di ingatan Deddy. “Waktu itu staf saya 90% orang Pakistan, 10% dari Filipina. Karena mereka tidak mengerti bahasa Inggris, saya menempuh cara lain untuk dekat dengan mereka. Setiap pagi saya kumpulkan semua, selama kurang lebih 30 menit saya nyerocos saja dalam bahasa Inggris campur bahasa Indonesia, mereka paham atau tidak saya lepas aja,” cerita Deddy.

Selama tiga bulan Deddy melakukan kegiatan tersebut di Pakistan. Sampai Deddy dan stafnya merasakan kedekatan dan mereka memahami apa yang dia ajarkan. Menurut Deddy, keterampilan dan kepandaian saja tidak cukup untuk menjadi leader dan konsultan.

“Selain mumpuni dalam suatu bidang, kita harus secara terus-menerus atau konsisten mengajarkannya kepada orang lain,” tandas Ketua PDHI Jawa Timur ini.

Nothing to Lose 
Dalam berbagi ilmu atau transfer knowledge kepada orang lain, Deddy juga menerapkan prinsip nothing to lose atau tanpa berharap lebih.

“Kewajiban saya menyampaikan ilmu dengan berpegang teguh pada konsistensi. Kalau kita melakukan sekali dua kali tidak kena, karena chemistry terbentuk dengan dilakukan berulang sampai interaksi terjalin natural,” tambah penggemar lagu-lagu Coldplay ini.

Penulis buku “Fundamental Dairy Farming” ini menambahkan, di dalam kehidupan sering ditemui orang dengan bermacam karakter. “Dari berbagai acara seminar maupun kegiatan penyuluhan saya mengetahui pentingnya kontak mata dan intonasi saat berbicara di hadapan peserta. Misalnya, ketika mereka cuek atau kurang fokus, saya mesti bagaimana, dari situlah saya belajar,” jelas dia.

Integrated Business System
Dairy Pro Indonesia didirikan Deddy pada 2012, kini telah berkembang pesat dan dikenal sebagai perusahaan konsultan yang kompeten di bidang penggemukan sapi dan persusuan. Mengusung konsep integrated business system, Dairy Pro mengedepankan farm entrepreneur.

Seperti di negara-negara maju, peternak sapi terlibat pada tahap pengolahan dan pemasaran produk. Peternak sapi menjadi bagian dari pabrik pengolahan dengan mempunyai saham, jadi ketika pabrik pengolahan untung, peternak pun langsung menerima keuntungan juga.

“Indonesia masih berbeda karena masih terdapat pengepul, koperasi dan pabrik yang dimiliki pihak lain. Jadi masih ada saling menggencet, yang menjadi sasaran empuk pasti peternak sehingga kesejahteraan mereka masih jauh dicapai,” ujarnya.

Pada intinya, peternak harus dapat memahami secara teknis serta bisnis. Deddy pun memulai semua dari nol. Mulanya beternak sapi kecil-kecilan, membeli pedet umur satu minggu dan berpindah-pindah tempat karena belum memiliki lahan memadai. Populasi sapi di peternakannya mulai meningkat dengan tetap menjalankan peran sebagai konsultan.

Kini sukses hingga membangun obyek wisata edukasi Kampung Sapi Adventure terletak di Kota Batu, Jawa Timur. Imbuh Deddy, Dairy Pro fokus dengan sistem SOP, mengukur performa serta pembenahan manajemen. Masa-masa pandemi COVID-19 tidak memengaruhi bisnis konsultan yang dijalankannya. Karena sejak awal dirintis, digital marketing telah dibentuk dan pengembangan website sudah dilakukan.

“Kita sudah fokus di sosial media sejak dulu, jadi di saat pandemi seperti sekarang saya dan tim rutin mengadakan pelatihan secara online dalam kemasan Farminar (Farm Management Online Seminar). Nama ini sudah kita patenkan,” pungkasnya. (NDV)

SELAMAT JALAN PROF SOERIPTO



In Memoriam

Prof Drh Soeripto MVsc PhD dikenal sebagai Peneliti Utama di lembaga penelitian Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLITVET UI) Bogor telah wafat meninggalkan para teman sejawatnya para dokter hewan, yang tak habis pikir dan sangat terkejut di pagi hari tanggal 30 November 2020.

Soeripto sejatinya adalah dokter hewan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1974. Meniti karier pertama sebenarnya di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kemudian melanjutkan studi S2-nya di Melbourne University Australia dalam bidang Patologi Veteriner selesai pada 1977.

Setelah menyelesaikan studi S2, Soeripto dikembalikan ke Balai Penelitian Ternak Bogor sebagai Veterinary Services. Bekerja beberapa saat di tempat itu, akhirnya ia memutuskan untuk meneruskan studi S3-nya di universitas yang sama. Kali ini dipilih bidang Bacteriology. Praktis beliau sesudah 5 tahun (masuk program PhD tahun 1982 dan selesai tahun 1987) menyelesaikan studi S3. Bidang yang ditekuninya adalah Bacteriology khususnya Mycoplasma.

Prestasi yang sangat luar biasa dari Soeripto menurut catatan dari lembar SDM Badan Litbang adalah menjadi penerima royalty dari Melbourne University sampai saat ini untuk pengembangan vaksin TS11 pencegahan CRD pada ayam yang beredar di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Hampir seluruh hidupnya didekasikan untuk penelitian. Terbukti ia telah menghasilkan 91 karya tulis, 47 dalam bentuk buku, 3 buah artikel makalah berbahasa inggris, 10 buah artikel berbahasa inggris, 16 buah makalah berbahasa Indonesia dan 15 artikel ilmiah populer majalah peternakan.

Per 1 Desember 2004, Soeripto meraih jabatan Jenjang Fungsional sebagai APU, Ahli Peneliti Utama bidang penyakit unggas.

Berkat segala prestasi dan ketekunannya sebagai peneliti, maka pada 11 Agustus 2009 lalu pemerintah memberikan Profesor Riset kepada Soeripto. Ini juga sebenarnya sebagai hadiah ulang tahunnya yang jatuh sehari sesudahnya. Soeripto lahir pada 12 Agustus 1946. Judul orasi guru besarnya adalah “Teknologi Vaksin Mutan MTGS 11: Solusi Tepat Program Penyakit Menahun pada Ayam.”

Soeripto adalah sosok yang selalu gembira, optimis dan selalu siap membantu. Dari pengalaman Penulis yang pernah meneliti di Balai Penelitian Veteriner di tahun 1988, beliau sempat memberikan arahan bagaimana mengambil sampel penelitian ayam kampung secara proporsional untuk penyusunan tesis nantinya.

Pria berputra tiga orang dan dianugerahi enam orang cucu ini bersaudara 12 orang sebagai anak keempat warisan orang tua yang tergolong generasi baby boomers, banyak anak. Lulusan SMA Teladan 1 Yogyakarta, sebagai dokter hewan tak lupa menyenangi majalah peternakan dan kesehatan hewan semisal Infovet, Poultry Indonesia, Trobos, Cat&Dog seperti yang Soeripto tulis dalam akun Facebook-nya.

Soeripto resmi purna tugas pada 1 September 2011. Ia dianggap sebagai contoh seorang peneliti yang tekun sampai akhir hayatnya. Tidak menyangka secepat itu dan mendadak sakit di seputar perutnya. Sakit sebentar, dibawa ke RS Senior di Tajur dan langsung menghembuskan napas terakhirnya tanpa meninggalkan pesan apapun. Tentu keluarga terdekat paling merasakan kehilangan sosok seorang ayah, suami dan eyang bagi anak, isteri dan cucunya.

Tapi kita semua dokter hewan, khususnya para peneliti merasa kehilangan seorang tokoh inovatif di bidang vaksin unggas. Semoga akan terus bermunculan sosok Soeripto muda di kalangan veteriner yang terus berinovasi membangun sektor peternakan dan kesehatan hewan Indonesia. Selamat jalan prof, Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un. ***

Depok, 30 November 2020
M. Chairul Arifin

RAMADHANA DWI PUTRA MANDIRI: PETERNAK GENERASI KEDUA, FOKUS KEMBANGKAN MINI CLOSED HOUSE

Ramadhana Dwi Putra (Foto: Dok. Pribadi)


Kandang closed house, sudah pasti telinga kita tidak asing lagi dengan model kandang tertutup ini. Lalu bagaimana jika dengan mini closed house?

Kamis, 21 November 2019, Infovet berkesempatan mewawancarai sosok dibalik pengembang sistem kandang mini closed house. Dia adalah Ramadhana Dwi Putra Mandiri, peternak generasi kedua yang mengembangkan farm mini closed house di Tajurhalang dan Ciampea, Bogor.

Tepatnya di 2017, Rama begitu sapaan akrabnya, memulai terjun mengelola peternakan ayam broiler secara totalitas. Dua tahun sebelumnya, putra kedua dari Tri Hardiyanto, mantan Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) ini mengaku masih fase beradaptasi dalam menggeluti bisnis perunggasan. Pada 2016, Rama juga turut mempelajari manajemen dalam mengelola usaha Rumah Pemotongan Ayam (RPA) milik sang ayah.

Inisiatif muncul dari diri sendiri ditambah dengan suntikan semangat dari orang tua, pria kelahiran 14 Maret 1992 ini mantap untuk fokus dan totalitas menggeluti bisnis ternak ayam. Segala kendala yang dia jumpai di kandang, justru semakin membuatnya giat mencari solusi dalam memecahkan permasalahan.

Membangun peternakan dengan sistem kandang mini closed house merupakan salah satu ide yang dia cetuskan di fase sulitnya. “Peternakan mini closed house yang sudah berjalan empat periode ada di Kampung Tajurhalang, Bogor. Saat ini, sedang dalam proses pembangunan di Ciampea,” ungkap sarjana lulusan Teknik Industri Universitas Indonesia ini.

Sistem pakan pada peternakan mini closed house di Ciampea (Foto: Dok. Pribadi)

Kepada Infovet, Rama menjelaskan bahwa setiap kandang mini closed house mampu menampung maksimal 8 ribu ekor. “Idealnya satu kandang mini closed house menampung 7.500 ekor. Kapasitar 8 ribu ekor paling maksimal,” imbuh Rama yang sekarang ini menjabat sebagai Direktur PT Tri Satya Mandiri.

Suami dari Sarah Hayati Ardanti ini menambahkan, peternakan yang sedang dalam proses pembangunan di Ciampea merupakan penyempurnaan dari peternakan yang sudah berjalan.

“Model bangunan kami rekonstruksi ulang kemudian dari segi peralatan ditingkatkan, seperti tempat pakan yang sebelumnya manual dimodifikasi menjadi automatic line feeder. Cara kerjanya, pakan dijatuhkan memanfaatkan gaya gravitasi, sehingga seakan-akan feeder menjadi otomatis,” terang Rama.

Mini closed house menerapkan modifikasi buangan kipas dengan inovasi teknologi chamber yang baru diriset bersama tim Teknik Aerodinamika. Mengingat lokasi peternakannya yang sekarang ini dekat dengan pemukiman warga, bau sering menjadi masalah yang dikomplain masyarakat sekitar.

“Karena itu udara yang menimbulkan debu dan amoniak yang berasal dari kandang dibuang ke arah atas, agar tidak mengganggu lingkungan sekitar. Teknologi yang kami gunakan untuk exhaust system ini menggunakan material impor dan dikombinasi dengan produk lokal,” jelas dia.

Praktis dan Hemat Biaya

Keunggulan lainnya dari model kandang mini closed house yaitu sudah pasti lebih praktis, hemat waktu pemasangan dan hemat biaya. “Jika membangun kandang biasa kan material dibeli dulu kemudian diukur, harus dipotong dan dipasang.

Hal itu sangat memakan waktu, belum lagi uji struktur dan ketepatan yang tidak dilakukan,” ujarnya.

Rama mengatakan, kandang mini closed house telah melalui uji struktur. “Kami sudah menemukan blue print yang tepat, sehingga bisa diproduksi berkali-kali dengan kualitas yang konsisten,” urai pria yang punya hobi otomotif ini.

Saat ini model kandang mini closed house terus dikembangkan Rama bersama timnya di PT Tri Satya Mandiri. Secara teknologi terus ditingkatkan dengan sistem komputerisasi serta menerapkan teknologi mobile system.

“Sejauh ini sudah kami upgrade pada peralatan seperti adaptive climate V tunnel door, lengkapi juga dengan hydrant pemadam kebakaran, kotak P3K, real time temperature monitoring, alat pemantau bobot ayam yang terkoneksi ke komputer dan apps,” jelas Rama.

Menurut dia, biaya pembuatan mini closed house paling tinggi dihabiskan untuk peralatan. Disusul dengan pembiayaan struktur, material, listrik, hingga sistem komputerisasi.

Kendati demikian, kandang model mini closed house ini juga terbilang hemat SDM karena hanya membutuhkan satu karyawan untuk mengelola 7.500 ekor populasi.

Selain itu, lahan yang dibutuhkan juga tidak harus luas. Ditunjang dengan kemudahan syarat dan pra syarat secara regulasi, return of investment pun cenderung cepat. “Satu flock membutuhkan kandang dengan ukuran panjang 65 meter dan lebar 8 meter,” imbuhnya (NDV)

*Artikel selengkapnya di Majalah Infovet cetak edisi 305 – Desember 2019

H SINGGIH JANURATMOKO SKH MM: PETERNAK SUKSES, KINI MELENGGANG KE SENAYAN

Singgih Januratmoko (Foto: Istimewa)


Dua puluh tahun sudah, Singgih Januratmoko secara totalitas sebagai peternak. Dikenal juga menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia periode 2014 - 2019, rekan-rekannya mendorong Fungsionaris Pusat DPP Partai Golkar ini untuk berkontribusi lebih melalui parlemen.

Pendiri dan pemilik Janu Putra Group ini dinyatakan berhasil melenggang ke DPR RI untuk periode 2019-2024 mendatang.

Pria kelahiran Sleman 7 Januari 1976 ini merupakan orang pertama dari kalangan peternak unggas rakyat yang akan duduk di DPR, setelah bertarung di Dapil Jawa Tengah meliputi Kabupaten Boyolali, Kota Surakarta, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Sukoharjo.

Infovet pada Jumat, 15 Februari 2019 lalu berkesempatan berjumpa dengan Singgih di kawasan Jakarta Utara. Singgih mengatakan, tujuan utamanya menjadi anggota parlemen adalah memperjuangkan nasib peternak unggas rakyat yang selama ini menderita akibat harga unggas di peternak yang terus tertekan.

Berbincang santai, alumni Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini bercerita awal mula merintis usaha ternak ayam.

Semasa kuliah, Singgih memang berkeinginan kuat untuk membuka usaha sendiri. Menciptakan lapangan kerja dan bisa berbagi dengan sesama merupakan tujuan utamanya.

Usai memperoleh gelar Strata Satu di tahun 1999, Singgih saat itu memulai usaha peternakan ayam kecil-kecilan. Tanpa disangka usaha ini dapat berkembang pada saat itu.

“Sebenarnya dulu bisa dikatakan saya meneruskan usaha ternak ayam layer milik ayah,” kata pria 
kelahiran Sleman, 7 Januari 1976 ini.

Selanjutnya, Singgih mulai mandiri beternak ayam broiler dengan pola kemitraan perusahaan (inti) dengan peternak (plasma).

Ketekunannya membuahkan hasil, hingga  sudah memiliki puluhan kandang breeding farm dan hathcery yang terdapat di Wonosari dan Purbalingga, di bawah bendera Janu Putra Group.

Janu Putra Grup didirikan Singgih pada tahun 2002. Dua perusahaannya yaitu PT Janu Putra Sejahtera (Breeding dan Layer) dan PT Janu Putra Barokah (Kemitraan) telah berkembang pesat.

Sikapi dengan Tenang

Menurut Singgih, menjadi peternak ayam, tekun saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan kesiapan mental dalam menghadapi segala tantangan.

“Terpenting adalah kesiapan diri untuk bertahan di masa-masa sulit,” ujar suami Sova Marwati ini.

Masa sulit yang dimaksud, Singgih mencontohkan ketika ayam terserang penyakit, harga jual ayam rendah, hingga mahalnya harga pakan.

“Seperti sekarang nih, Harga Pokok Produksi (HPP) mahal sebisa mungkin menerapkan strategi supaya efisien semuanya,” tambah dia.

Lebih lanjut, ayah tiga anak ini mengatakan bahwa kendala teman-teman peternak sekarang adalah permodalan.

“Banyak bank yang sekarang ini tidak percaya, karena memang banyak kasus-kasus terdahulu yang kreditnya macet,” terangnya.

Imbuh Singgih, tepatnya tahun 2014 sampai tahun 2016 usaha breeding ayam mengalami masa masa berat dan banyak sekali peternakan closed house yang gulung tikar.

“Banyak yang akhirnya macet atau tidak terbayar sampai bank enggak percaya lagi,” katanya.
Selain persoalan modal, sambung Singgih, duka peternak ketika harga jual jatuh dan pasti ada rasa was-was dengan resiko penyakit seperti AI, IBH, dan harga jagung yang jatuh.     

Sekilas flashback di tahun 2017 silam, sebanyak empat kandang berisi sekitar 30 ribu ekor ayam potong miliknya hangus terbakar.

“Betul ada masalah pada listrik waktu itu, namun ya kami belajar dari kejadian itu untuk lebih hati-hati ke depannya,” ujarnya.

Rintangan demi rintangan disikapi dengan tenang oleh Singgih. “Lebih banyak suka. Rasanya luar biasa dapat menikmati kerja keras dari usaha mandiri, kemudian bisa membuka lapangan kerja sekaligus berbagi ke sesama,” ungkap lulusan Magister Manajemen Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta ini. 

Kampanye Gizi Terus Berlanjut

Bersama Pinsar, kampanye peduli gizi dengan mempromosikan ayam dan telur terus digelar di berbagai kota.

Mengaku senang, Singgih mengemukakan kalangan masyarakat seringkali memberi feedback usai kegiatan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN).

“Ada pastinya warga yang memberi tanggapan ke Pinsar dan minta kegiatan promosi ayam telur rutin dilaksanakan,” katanya.

Selain feedback dari warga masyarakat, terdapat juga peternak yang menyampaikan kepada Pinsar bahwa terjadi peningkatan daya beli ayam dan telur di pasaran.

Target penyelenggaraan HATN, tegas Singgih, bukan saja meningkatkan konsumsi ayam dan telur, namun juga memberi edukasi kepada masyarakat bahwa daging ayam aman dikonsumsi serta bebas dari suntikan hormon yang isunya selama ini beredar.

Peternakan Kerakyatan

“Peternak rakyat jangan sampai hilang dan harus terus berkembang lagi. Perjuangkan teman-teman yang masih bersemangat beternak mandiri,” tandas Singgih ketika ditanya harapannya pada masa depan peternakan Tanah Air.

Seiring dengan alih teknologi, diharapkan para peternak ayam secara perlahan tetapi pasti memperbaharui kandangnya menjadi closed house.

Singgih menambahkan, banyak orang lokal yang pandai membuat kandang ayam tanpa harus impor dari negara luar. “Kita bangun kandang ayam pakai brand lokal, banyak kok. Soal kualitas pun sudah layak,” sambungnya.   

Penuh tekad, Singgih akan bekerja sungguh-sungguh untuk menghasilkan karya nyata yang dapat diterima semua masyarakat, guna meningkatkan derajat hidup rakyat khususnya petani dan peternak dengan berpegang kepada prinsip keadilan sosial. (NDV)

IR SUAEDI SUNANTO: INDUSTRI OBAT HEWAN KIAN DINAMIS

Suaedi Sunanto (Foto: Infovet/NDV)

Memiliki kesempatan berjumpa dengan Chief Executive Officer (CEO) PT Nutricell Pacific, Ir Suaedi Sunanto, Infovet disambut dengan keramahan khas pria yang akrab disapa Edi ini. Seperti apa pandangan alumni Fakultas Peternakan IPB ini, perihal industri obat hewan di masa mendatang?

“Tantangan yang paling kelihatan pada industri obat hewan kain dinamis dan dinamika industri ini akan semakin besar dari hari ke hari,” kata Edi.

Mengambil contoh soal pelarangan Antibiotic Growth Promoter (AGP), lanjut Edi, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah begitu berdampak. “Kita tidak pernah menyangka soal pelarangan AGP ini benar-benar berdampak. Begitu dampaknya muncul, kita sendiri kebingungan apa yang harus kita lakukan. Tantangannya di situ,” ungkap pria berkacamata ini.

Selama pelaku usaha industri peternakan paham mengenai teknis dan aturannya, hal itu dinilai Edi justru sebagai peluang besar. “Saya ambil lagi contoh, mengapa pemerintah sempat menghalangi impor jagung? Kalau misalnya impor jagung itu benar-benar dilarang, apa yang dapat dilakukan industri? Dari situ kita bisa melihat kira-kira apa saja peluangnya,” ujar Edi.

Peluang tersebut, kata Edi, bukan hanya dari sisi industri seperti obat hewan, akan tetapi peluang itu juga terjadi di pabrik pakan. Indonesia memiliki pabrik pakan yang pasti inovatif serta paham betul bagaimana cara membuat pakan yang baik dan nilai nutrisi yang tepat.

“Bagaimanapun juga industri obat hewan ini akan lebih diatur, atau dengan kata lain aturan di industri obat hewan akan lebih ketat,” tambah dia.

Kendati perusahaan obat hewan semakin diperketat oleh kebijakan seperti pelarangan antibiotik, Edi melihatnya sebagai opportunity bagi pemain lokal untuk menemukan cara mengadopsi aturan baru lebih cepat.

“Sisi positioning kami dari Nutricell sebenarnya melihat ini sebagai peluang, artinya ingin membantu customer menghadapi situasi seperti ini dengan knowledge. Seperti knowledge tentang pengobatan, kesehatan hewan, termasuk juga pengetahuan mengenai peraturan pemerintah dan bagaimana penerapannya,” terang Edi.

Nutricell juga lengkap dengan adanya parameter, service dan tools yang membuat customer lebih mudah untuk mengakses maupun melihat secara langsung. Nantinya, customer sendiri dapat mengukur apakah produk Nutricell memang solusi dan betul-betul memberikan manfaat untuk mereka.

Menurut Edi, tidak ada satu produk atau satu molekul yang 100% dapat menggantikan fungsi AGP. Hal ini, imbuh Edi, pada akhirnya cara paling efektif menggantikan AGP adalah memperbaiki manajemen kandang seperti biosekuriti. Selain itu, melakukan analisa kira-kira substan atau produk apa yang bisa membantu meningkatkan performance di situasi seperti ini.

Bekerja dengan Enjoy

“Kerja di mana pun saya yakin sebagian besar waktu kita dihabiskan untuk pekerjaan, maka kita harus nyaman. Artinya sangat menderita sekali kalau hidup kita dalam sehari 12 jam lebih, kita habiskan untuk pekerjaan, kita tidak enjoy dan menurut saya itu tidak boleh terjadi,” tegas ayah dua putra ini.

Edi memberi motivasi, bahwa sebagai manusia harus merasakan tempat bekerja sebagai tempat yang terbaik. Berangkat bekerja pun harus dalam kondisi senang, jangan terpaksa. Jika ada masalah, entah itu pribadi maupun masalah dengan atasan, perusahaan pun harus punya mekanisme agar karyawan dapat menyampaikan keluh-kesah secara baik.

“Kalau saya punya masalah dengan anak buah saya, perusahaan harus punya mekanisme bagaimana menyampaikannya. Kita buka komunikasi seluas-luasnya,” ujar Edi.

Lebih lanjut dijelaskan Edi, ketika berada dalam satu tim, sebagai pimpinan harus percaya 100% kepada anak buahnya. “Ketika saya percaya dengan tim, apapun yang dilakukan oleh tim saya akhirnya tidak begitu membebani saya. Apapun yang dilakukan tim, saya yakin dasarnya adalah positif. Dari situ akan menimbulkan kenyamanan saya dalam bekerja,” terangnya. (NDV)

*Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi 297 April 2019

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer