Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Profil | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Gery Buwana, Peternak Muda yang Suka Berwirausaha

Gery menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Peternakan IPB (Foto: Nunung)

Kedatangan Infovet Selasa pagi (22/5/2018) disambut senyuman lebar oleh Gery Buwana, pemilik Global Buana Farm yang berlokasi di Desa Cihideung Udik, Ciampea, Bogor. “Beternak itu sangat mengasyikkan,” ungkapnya mengawali perbincangan santai dengan Infovet.

Selepas lulus dari Monash University Australia, Gery memutuskan untuk beternak ayam layer/petelur. Terlepas dari sang ayah yang juga memang seorang peternak, Gery mengaku sangat suka berwirausaha.

Tepatnya tahun 2013, Gery mengisi kandang-kandangnya dengan ayam Lohman Brown. Sejak awal, Gery telah menggunakan sistem kandang closed house.  “Meski semua kandang belum closed house,” ujarnya.

Bagi pria kelahiran Kota Salatiga ini, mengembangkan usaha peternakan sendiri, dirinya belajar untuk lebih bersiap dan menyelesaikan rintangan dengan segera. “Masalah yang berkaitan dengan kandang itu kompleks dan treatment-nya unik-unik atau berbeda satu dengan lainnya. Saya pribadi merasakan dipacu untuk kreatif ketika beternak ,” ungkap Gery diselingi tawa.

Bergulirnya peraturan yang melarang penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP) di Indonesia, berpengaruh besar bagi peternak. Gery menegaskan dari segi manajemen pemeliharaaan mengambil peran penting. 

“Penerapan biosekuriti sangat penting demi ayam yang sehat,” katanya. Gery menyatakan, kendati di Indonesia sudah banyak produk vaksin bagus kemudian diperkuat dengan kandang yang memberlakukan sistem biosekuriti ketat, bagaimanapun peternak tetap sedih ketika terjadi penurunan produksi karena ayam sakit.

Antibiotik yang selama ini dimanfaatakan untuk membersihkan/menjaga saluran pencernaan ayam agar terhindar dari penyakit, harus dihilangkan. Menurut Gery, larangan penggunaan AGP membuat ayam lebih rentan penyakit.

“Dampak lainnya dari segi pakan mengalami penurunan kualitas, karena bahan baku impor juga diberhentikan. Mengingat bahan baku lokal, seperti jagungnya kurang kering , mudah sekali terkena jamur, dan harga sangat mahal tidak sebanding dengan kualitasnya,” kritiknya.  

Berbagi pengalaman, Gery pernah memberikan ayamnya pakan dengan jagung lokal. “Awal sih memang biasa saja atau belum ada tanda-tanda masalah ketika ayam memakannya. Jamur akan berasa setelah jangka waktu tiga bulan,” kisahnya.

Setelah ayamnya memakan jagung yang terkontaminasi jamur, hasil produksi mengalamai penurunan. “Produksi yang biasanya 95% turun jadi 75%,” lanjut Gery. Langkah yang ditempuh Gery, sebisa mungkin mengusahakan agar produksi telur tidak turun lagi.

Pada era Indonesia bebas AGP ini, Gery mengatakan dirinya setiap hari menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang pengganti AGP seperti acidifier, probiotik, prebiotik, asam amino, hingga tanaman herbal. Gery pun membeli buku serta melakukan diskusi dengan sesama peternak dan berkonsultasi dengan dokter hewan.

“Perkara cost pasti naik, karena pakan saja tidak cukup. Perlu menambahkan enzim maupun vitamin, sebagai upaya menjaga ayam tetap sehat,” imbuh Gery. ***

Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Infovet edisi 290 - September 2018 



Mengenang Drh Abadi Soetisna MSi ; Membimbing dengan Canda


Pesan-pesannya selalu sederhana, disertai canda,  tapi lebih mengena

Kamis, 26 April 2017, Drh Abadi Soetisna menghubungi  saya melalui sambungan telepon. Ia mengabarkan sedang berada di rumah sakit. Nada bicaranya tetap terdengar ceria dan penuh semangat meskipun dalam kondisi kurang sehat.

“Mudah-mudahan besok sudah pulih  dan bisa rapat dengan Pak Bambang,” ujar Abadi di ujung telepon dengan nada yang jelas. Abadi menyampaikan hal ini karena Jumat 27 April ada jadwal rapat konsultasi mengenai CPOHB dengan sebuah perusahaan di kantor Infovet/ASOHI.

“Maaf, sakit apa Pak? Mudah-mudahan tidak serius ya Pak, karena suara Bapak seperti orang sehat saja hehehe,” ujar Bambang Suharno, menanggapi kabar sakit tersebut.

“Nggak apa-apa Cuma sakit perut saja,”tanggapnya sambil melontarkan beberapa humor segar.

Itulah komunikasi terakhir Drh Abadi dengan Infovet. Jumat dini hari, 27 April 2018, Allah SWT memanggilnya.
Innalilahi wa inna ilaihi rojiun. Telah berpulang ke rakhmatullah, Drh Abadi Soetisna MSi, Jumat 27 April 2018 pukul 02.01. Mohon dimaafkan atas segala kekhilafannya
Jumat  pagi hari, kabar duka ini menyebar ke keluarga, sahabat dan kolega. Semua menyatakan kaget dengan berita ini.

Selalu Akrab dan penuh Canda

Abadi Soetisna sudah demikian dekat dengan Infovet dan ASOHI. Setiap kali ditanya seseorang tentang berapa lama aktif di ASOHI, ia biasanya menjawab enteng,” alhamdulilah baru sekitar 30 tahun”. Yang diajak bicara kaget dan langsung tertawa mendengar respon Abadi yang akrab dan penuh tawa.  Memang seperti itulah pembawaannya. Awal berkenalan kelihatan serius, lantas lawan bicara diajak bercanda sehingga kemudian menjadi akrab, seperti seorang sahabat.

Sebagai mantan dosen di FKH IPB dan beberapa perguruan tinggi, Abadi tidak suka mengenalkan diri sebagai senior ketika bertemu dengan mantan anak didiknya.
 “Dokter Rakhmat itu teman sekelas saya. Bedanya dia yang bayar uang kuliah jadi dapat tempat duduk,  sedangkan saya berdiri di depan kelas, karena saya yang dibayar,” jelasnya ketika menjelaskan tentang Drh Rakhmat Nuriyanto yang waktu itu sebagai Ketua Umum ASOHI di sebuah pertemuan dengan pejabat. Pertemuan itupun menjadi cair.  Semua mantan mahasiswanya  disebutnya sebagai teman sekelas, karena baginya, semua yang berada di dalam satu ruang kelas bisa disebut sebagai teman sekelas.


Sejak tahun 1990an, Abadi sering diundang sebagai pembicara maupun narasumber acara seminar dan training ASOHI. Sudah menjadi kebiasaan, Abadi dijadwalkan mengisi acara sesi siang, karena pada saat siang peserta butuh materi yang disertai selingan humor. Dengan cara ini peserta merasa betah hingga acara usai.

Dalam beberapa kesempatan mengisi in house training CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik), Abadi selalu membuat peserta tak berhenti tertawa  tanpa mengurangi makna pesan yang ingin disampaikan. Beberapa peserta training justru berterima kasih padanya.

“Ini baru saya paham dan bersemangat untuk menjalankan CPOHB, karena yang bapak sampaikan itu simpel tapi mengena,” ujar seorang peserta kepada Abadi usah ikut pelatihan.
Saat mengisi pelatihan, Abadi lebih fokus memberi motivasi kepada karyawan produsen obat hewan bahwa CPOHB itu membantu memajukan perusahaan, bukan untuk menyulitkan karyawan maupun perusahaan.

“Prinsip pelaksanaan CPOHB adalah tulis apa yang kita kerjakan, dan kerjakan apa yang kita tulis. Misalnya menimbang bahan, itu kan pekerjaan biasa. Tapi demi hasil timbangan yang lebih akurat, perlu ditulis  SOP (standard Operating Procedure) dan instruksi kerja penimbangan bahan. Bagaimana cara mengaktifkan timbangan, bagaimana kalau sedang menimbang kemudian bersin, sampai bahannya berhamburan. Nah setelah barang ditimbang, harus dicatat semua hasil timbangan,” jelas alumni FKH IPB angkatan ke-3 ini, sambil memperagakan orang menimbang bahan baku serbuk kemudian bersin hingga serbuk berhamburan.

Peragaan ini sekaligus untuk menjelaskan bahwa kerja di pabrik harus menggunakan masker. Dosen farmakologi veteriner ini lantas bertanya ke peserta, “kenapa kalau kita pakai masker yang ditutup mulut dan hidung?”

Beberapa peserta menjawab dengan berbagai variasi opininya. Ada yang mengaitkan kalau menimbang terus bersin bisa hilang bahan yang akan ditimbang. Ada yang menjawab alasan kesehatan, polusi dan sebagainya . Tatkala terjadi simpang siur, barulah ia memberikan jawaban yang di luar dugaan.

“Ya, karena kalau masker dipakai di sini (memperagakan masker  menutup mata-red) , kita ggak bisa kerja,” ujarnya, disambut gelak tawa peserta.
“Wah saya kira bapak serius,” celetuk peserta di belakang yang juga ikut tertawa.

Perihal bahan candaan, Abadi Soetisna adalah gudangnya. Kadang kala apa yang menjadi bahan candaan malah menjadi kenyataan. Misalkan humor tentang seorang laki-laki yang  tak sengaja masuk toilet wanita. Ketika keluar, ia ditegur seorang  ibu, “Pak ini kan untuk wanita.”
Laki-laki itu tak mau disalahkan dengan menjawab,” ini kan juga buat wanita,” sambil menunjuk ke arah alat kelaminnya.

Suatu pagi hari ketika dalam perjalanan menuju Tangerang, Abadi mengajak mampir ke sebuah Mall untuk sarapan sekalian ke toilet. Entah kenapa ketika saya masuk ke toilet lak-laki, ia tak sengaja masuk ke toilet perempuan. Ketika keluar, saya langsung menegur, “lho Bapak kok masuk ke toilet buat wanita”.

Ia langung menengok tulisan di belakang yang bergambar wanita. Langsung ia tertawa , “wah candaan saya jadi kenyataan. Ini kan buat wanita hahaha” Abadi tertawa sambil memperagakan kisah yang sering ia sampaikan di beberapa forum.

Aktif di ASOHI dan Berbagai Organisasi

Begitulah Abadi Soetisna yang saya kenal. Ia aktif di ASOHI sejak kepemimpinan A. Karim Mahanan (pendiri ASOHI), hingga era kepemimpinan Drh Irawati Fari saat ini. Posisi di ASOHI antara lain sebagai pernah menjadi anggota Dewan Kode Etik, Ketua Dewan Kode Etik, anggota Dewan Pakar dan hingga akhir hayatnya tercatat sebagai sekretaris merangkap anggota Dewan Pakar ASOHI.
Abadi lahir di Serang 6 April 1947, mengeyam pendidikan FKH angkatan ke-3, satu angkatan dengan Dr.Drh. Sofyan Sudardjat (Dirjen Peternakan 1999-2004). Sempat menempuh pendidikan lanjutan di Jerman, namun belum sampai selesai, ia dipanggil pulang oleh rektor karena ada tugas lain.

Ahli farmakologi veteriner ini mengajar di FKH IPB hingga masa pensiunnya.  Selain itu juga mengajar Farmakologi di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI), menjadi dosen dan Rektor di Universitas Djuanda serta konsultan di Kementerian Pertanian (Kementan) dan  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Abadi juga aktif menulis artikel di Infovet dan Info Akuakultur.  Bahkan tahun 2008 ia ikut merintis terbentuknya divisi Konsultan (GITA Consultant) di PT Gallus Indonesia Utama (Infovet Group) untuk memberikan pelayanan kepada perusahaan bidang peternakan dan kesehatan hewan antara lain konsultasi registrasi produk, izin usaha, sertifikasi CPOHB, sertifikasi CPPB dan lain-lain .

Selain di ASOHI, ia juga pernah aktif di beberapa organisasi antara lain sebagai Wakil Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Ketua Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia (IKAFI), Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia (IAIFI).

Selamat jalan Drh Abadi Soetisna. Kami senantiasa mengenang jasa dan kebaikanmu.***
Bambang Suharno
 


Drh. Gowinda Sibit: Modal Tekad Untuk Bisa Mandiri

Sebagai pengusaha, keuntungan dan kerugian adalah konsekuensi yang harus diperhitungkan. Dua hal tersebut bukanlah keinginan, melainkan pilihan. Tentunya merintis usaha tidaklah mudah, bila hanya bermodalkan materi tanpa ada niat, tidak menjamin usaha itu akan maju dan berkembang. Namun dengan tekad yang kuat, sudah pasti suatu usaha akan bertahan dan akan terus maju ke depan.
Tulisan di atas bukanlah sebuah kiasan, melainkan bukti dari kunci keberhasilan seorang pengusaha yang sudah jatuh-bangun dalam menjalankan usahanya di industri obat hewan, seperti halnya Drh. Gowinda Sibit yang cukup berhasil mengembangkan perusahaannya PT Tekad Mandiri Citra (TMC) sebagai Produsen, Importir dan Distributor Obat Hewan yang berada dikota yang dikenal sebagai   Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum (Bandung).


Drh. Gowinda Sibit, Direktur Utama PT. Tekad Mandiri Citra 

Tekad mandiri adalah sebuah konsep dimana saat awal ia merintis pada tahun 2000 di Bandung,  dengan bermodalkan tekad dan kerja keras ia meyakini pasti bisa mandiri, walaupun situasi Indonesia kala itu sedang mengalami krisis moneter. “Awal merintis, saya tidak punya modal banyak, hanya kasih Tuhan dan dukungan teman-teman, serta bermodalkan tekad untuk bisa mandiri” ujar pria yang biasa disapa Erwin ini saat ditemui dikantornya beberapa waktu lalu di Bandung.
Ia mengungkapkan, kala ia membangun usahanya, tentu tidak senantiasa mulus. Kadang bagai kapal dihantam badai, usahanya nyaris roboh. “Contoh nyata hantaman itu datang di tahun 2005, saat itu ibarat sedang belajar jalan, disitulah saya mendapat tekanan cukup besar. Sebab di tahun itu munculnya kasus flu burung yang nyaris membuat perusahaan collapse. Namun dengan berbagai upaya yang dilakukan kami bisa survive,” kata Erwin kala mengingat kembali perjuangannya.
Lebih lanjut dikatakan pria kelahiran Surabaya lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) ini, mulai tahun 2006 usahanya perlahan stabil dan tepat di tahun 2010, ia langsung mencanangkan bahwa perusahaannya harus tumbuh dan memiliki fasilitas serta sarana yang baik.
“Sasarannya saat ini adalah berusaha melengkapi keragaman produk-produk yang dibutuhkan pasar Obat Hewan di Indonesia, dengan berbasis teknologi agar bisa berkompetisi di pasar global,” tambahnya.
Standar produk yang baik bagi Erwin, harus ditopang dengan sarana uji yang baik pula sebagai bagian dalam upaya menopang keberhasilan usaha peternak. Untuk ini TMC berhasil mendapatkan sertifikat CPOHB pada tahun 2011. Dengan begitu, menurut pria yang juga pernah menjadi Ketua Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Daerah Jawa Barat selama dua periode berturut-turut ini, TMC memiliki komitmen menjadi perusahaan yang selalu bisa mengatasi permasalahan peternak. Bila diibaratkan TMC merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, karena selalu bersedia mendengar masukan dan kritikan dari masyarakat.
“TMC kini telah melengkapi diri dengan berbagai sarana produksi untuk produk Inovasi yang berbasis high-tech dan fasilitas laboratorium diagnostik untuk pengujian penyakit. Perusahaan sengaja membangun dan melengkapi laboratorium ini dengan berbagai peralatan canggih. Hal ini semata untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada peternak. Jadi apa yang kita dapat dari peternak akan dikembalikan lagi ke peternak dalam bentuk peningkatan pelayanan,” tegas Erwin.
Karena itu, TMC sebagai perusahaan yang mengedepankan profesionalisme dan teknologi, dirinya terus mempersiapkan cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. “Saya selalu siapkan waktu dan kesempatan untuk melakukan berbagai training karyawan baik untuk meningkatkan skill manajerial ataupun kemampuan teknis mereka,” ungkapnya.


Salah satu contoh kegiatan training peningkatan skill manajemen di TMC.

Selain itu, ia juga selalu memberikan motivasi bagi para karyawannya agar selalu memiliki tekad yang kuat dalam hidup. “Saya selalu tekankan kepada para karyawan, bahwa ada tiga kutub yang harus diseimbangkan dalam hidup. Yakni Spiritual, Keluarga dan Pekerjaan. Bila itu bisa diseimbangkan maka hidup kita akan balance,” imbuhnya.
Dengan selalu berbagi pengalaman bersama karyawannya bahkan dengan kompetitor usahanya sekalipun, karena ia ingin memberi inspirasi, bahwa apa yang pernah ia lakukan sebelumnya bisa dipetik sebagai pelajaran sekaligus bukti bahwa semua anak bangsa Indonesia adalah saudara.
“Ya, saya bersyukur saat ini bisa terus membangun Tim Sales dan Marketing untuk melayani masyarakat peternak di seluruh Indonesia,” paparnya
Seiring usahanya yang terus berkembang cukup baik Ia paham betul keberhasilan butuh tekad dan usaha serta hemat. Dan ia senantiasa berusaha menyeimbangkan antara Spiritual, Keluarga dan Bekerja, bagi anggota keluarga dan karyawan, bagi karyawan antara lain Family Gathering, karya wisata keluar negeri dan  umroh. Ia pun juga bisa menikmati bersama keluarga, tapi tidak berlebihan. “Saya bertekad akan terus tumbuhkan TMC untuk peternak,” pungkas Erwin.
Atas keberhasilannya dalam membangun bisnis sebagai pengusaha yang juga dokter hewan, Erwin mendapat penghargaan Indonesian Poultry Veterinarian Awards (Inpova) 2015 dalam momen pameran International Livestock, Dairy, Meat Processing and Aquaculture Exposition (ILDEX) Indonesia pada 8-10 Oktober 2015 di Jakarta International Expo Kemayoran Jakarta. (rbs/wan)

Ir. H. Herry Dermawan, KETUA GOPAN GENERASI III

Kecintaanya dengan suasana pedesaan yang khas oleh nuasa pertanian dan peternakan, membuat pria yang baru saja dilantik menjadi Ketua Umum (Ketum) Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), 30 September 2015 kemarin, memutuskan untuk menekuni dunia peternakan, yang menurutnya kala itu masih minim saingan.
Ditemui secara singkat di depan loby Botani Square, Bogor, Jawa Barat, usai makan siang hari kedua Musyawarah Nasional (Munas) III GOPAN, Ir. H. Herry Dermawan sedikit-banyak bercerita seputar pengalaman hidupnya, khususnya di bidang peternakan unggas.
Mengawali perbincangan siang itu, pria kelahiran Sidoarjo, 30 September 1960 ini, mengenyam bangku pendidikan SD-SMA nya di Surabaya. Usai lulus, ia melanjutkan pendidikan formalnya di Univesitas Mataram (Unram) mengambil jurusan Fakultas Peternakan. “Awal terjun ke dunia peternakan, karena Saya menyenangi pedesaan dan menurut Saya peternakan bidang yang paling mudah, dan sedikit saingannya. Namun ternyata perkuliahaannya tidak semudah yang diperkirakan,” tutur Herry sembari tertawa mengingat hal itu.
Kendati begitu, ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dan lulus pada tahun 1984. Setelah lulus, pria yang juga Ketua Perhimpunan Peternak Ayam Nasional (PPAN) ini, langsung bekerja di PT. Bamaindo yang merupakan perusahaan pabrik pakan di Sidoarjo dari tahun 1985-1992. “Saat itu sebagai Technical Service, kemudian menjadi Supervisor, dan terakhir sebagai Marketing Manager,” ujarnya.
Setelah memutuskan behenti dari pekerjaannya pada tahun 1993, Herry yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal GOPAN ini, memulai usahanya sendiri dengan membangun peternakan broiler yang sampai sekarang terus berkembang di daerah Priangan Timur dan sekitarnya.
Selain mengupas tentang sekilas perjalanan hidupnya, kesibukan pria yang satu ini juga patut diacungi jempol. Dia sangat aktif di berbagai organisasi. Diantaranya, Ketua PPAN, pengurus Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Litbang Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Ketua Komite Penyuluh Pertanian Kabupaten Ciamis, Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kab. Ciamis selama 10 tahun dan sekarang menjadi Sekretaris Partai PAN provinsi Jawa Barat (komisi II) yang juga salah satunya membidangi sektor peternakan, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kab. Ciamis, dan berbagai organisasi lain diluar bidang peternakan.
Sesuai motto hidupnya ‘menjalankan apa yang sudah direncanakan’ semua yang telah ia lakukan, merupakan hasil dari perencanaanya yang matang. Ia berharap, kedepan jalannya bisa terus mengalir bagai air. “Ya, tetap on the track saja,” harapnya singkat.

Rencana dalam memimpin GOPAN
Usai pelantikannya sebagai Ketum GOPAN periode 2015-2020, perioritas utama yang akan dilakukannya adalah menyempurnakan kepengurusan berikutnya. “Sebagai pemimpin, sebelum berbicara eksternal kita bicara internal dulu, untuk membangun kekompakan yang sudah dijalin sebelumnya agar menjadi lebih baik lagi. Sebab di daerah, organisasi juga sudah berkembang, dimana nanti akan kita data dan kita ajak bersama agar bisa satu suara,” tutur Herry.
Ia menambahkan, untuk bisa menjadi organisasi yang baik harus mampu merangkul semua anggota di seluruh wilayah. “Ke depan semoga GOPAN menjadi organisasi yang bisa mensejahterakan anggotanya, untuk itu kita akan memantapkan organisasinya dulu. Untuk memantapkan organisasinya, dibutuhkan orang-orang yang rela mengorbankan waktu, tenaga dan dana-nya. Sebenarnya kepengurusan yang lama sudah baik, kita ingin membuat lebih baik lagi,” ungkapnya.
Selama kepemimpinannya di GOPAN, ia juga bertekad untuk mengangkat kembali para peternak kecil agar bisa kembali meraup untung. Karena sebagian anggota GOPAN juga merupakan para peternak kecil dan mandiri. “Karena saat ini petenak rakyat hanya tinggal 20 persen saja, kita ingin ke depan bagaimana caranya bisa tercapai 60-70 persen kembali dipegang peternak rakyat, namun tanpa mengurangi eksistensi peternak besar,” katanya
Oleh karena itu, kata dia, dalam Munas kemarin, ada beberapa butir yang dijadikan rekomendasi untuk pemerintah. Salah satunya mendesak pemerintah membuat regulasi pasar unggas di Indonesia yang sudah dikuasai peternak besar. dan secepatnya segera menerbitkan aturan tentang perunggasan.
Sebab, kondisi perunggasan saat ini memang sedang ‘sakit’. Tak adanya aturan, sampai ketidakjelasan data, membuat bisnis ini semakin carut-marut. Menurutnya, harus benar-benar ada pendataan supply-demand yang jelas, jika hal itu bisa diselesaikan maka ke depan ia yakin perunggasan bisa berjalan mulus.
Semoga apa yang sudah ia pikirkan bisa berjalan sesuai rencana. Selamat berkarya untuk Ir. Herry Dermawan, semoga dapat mengemban amanah Munas dengan sebaik-baiknya dan bisa mengangkat GOPAN menjadi lebih baik lagi. (rbs)

Biodata :
Nama         : Ir. H. Herry Dermawan
Alamat         : Jln. Siliwangi No.63, Ciamis
Tempat, tanggal lahir : Sidoarjo, 30 September 1960
Agama         : Islam
No. telepon & email : 0813-9505-5181 / dermawan.herry@yahoo.com
Pendidikan         : • SD GIKI Surabaya
                                          • SMP N 1 Surabaya
                                          • SMA N 2 Surabaya
                                          • Fakultas Peternakan Universitas Mataram
Riwayat Pekerjaan : • Tahun 1985-1987 : Technical Service PT. Bamaindo
                                  • Tahun 1987-1989 : Supervisor PT. Bamaindo
                                  • Tahun 1990-1992 : Marketing Manager PT. Bamaindo
                                  • Tahun 1993-Sekarang : Wiraswasta
Motto hidup : ‘Menjalankan apa yang sudah direncanakan’

Satu Persatu Impiannya Terwujud

Drh. Meiti Ifianti
Tidak disangka ternyata kuliah atau pekerjaan yang Anda jalani sekarang, bisa saja menjadi sebuah perjalanan yang manis untuk hidup Anda. Hal ini dibuktikan oleh Meiti Ifianti, mahasiswi lulusan Fakultas Kedokteran Hewan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Perjalanannya dimulai saat dia hijrah dari Banten untuk kuliah di IPB tahun 1997, ia masuk IPB dengan menempuh jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) dan memilih sendiri masuk di jurusan Dokter Hewan. Ia mengaku tertarik dengan dunia kedokteran hewan sebab awalnya ia menyukai hewan peliharaan dan mempunyai mimpi untuk membuka praktek sebagai dokter hewan, dan tak pernah terbayang oleh dirinya akan bekerja di perusahaan swasta. Pada saat kuliah, ia mengambil SKH selama empat tahun dan profesi dokter hewan selama dua tahun.

Kemudian dia lulus pada 2003 dan langsung bekerja di PT Indovetraco Makmur Abadi (IMA), Charoen Pokphand Group selama kurang lebih tiga tahun. Awal masuk, ia menjadi Technical dan Marketing Officer di PT IMA. PT IMA merupakan salah satu distributor obat hewan yang mendistribusikan produk-produk dari beberapa supplier seperti Lohman Animal Health (LAH), CEVA, Phibro dan Novartis serta beberapa perusahaan multinasional lainnya pada saat itu. Setelah satu tahun bekerja, ia diminta menjabat menjadi Produk Manager untuk Vaksin dan satu tahun berikutnya ia juga menjabat sebagai Produk Manager untuk Feed Additive, itu menjadi posisi terakhirnya di IMA.

Pada Agustus 2006, ia bekerja di Schering Plough Animal Health sebagai Key Account Manager, dan kemudian terjadi proses akuisisi menjadi Intervet/Schering Plough dan kemudian berubah lagi menjadi MSD Animal Health, posisi terakhir dia di MSD adalah sebagai Associate Director Business Unit sampai April 2014. Dan pada Mei 2014 sampai sekarang ia bergabung bersama Adisseo Asia Pacific Pte Ltd sebagai Country Manager Indonesia.

Tepat di 2015 ini, dia juga berhasil merampungkan cita-citanya menempuh pendidikan S2. Dimana ia mengambil double degree secara sekaligus di Swiss German University (SGU) sebagai Magister Management (MM) dan di University of Applied Sciences Jena sebagai Master of Business Administration (MBA).

Semua hal yang telah ditempuhnya tentu tak luput dari dukungan orang-orang terdekatnya. Berkat dukungan dari keluarga dan suami, kini wanita berambut pendek tersebut bisa menggapai satu persatu keinginannya. “Awalnya saya terinspirasi dari film-film jepang, dimana saya melihat wanita karir disana bisa survive dan itu yang memotivasi saya, namun setelah saya masuk kerja, hal yang memotivasi adalah saya ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga dan anak, tentunya berharap anak saya bisa lebih baik dari saya, mulai dari pendidikan dan pekerjaan , saya bisa membantu membangun masa depannya dengan cara memberikan wawasan yang saya ketahui,” ujar ibu satu anak itu.

Walau ia jauh dari orang tuanya yang tinggal di Banten, tetapi ungkap dia, kedua orang tuanya mengerti bahwa ia memang benar-benar serius untuk mengejar cita-cita dan mau belajar. Meskipun begitu, tentunya dia juga tahu tanggung jawabnya sebagai anak. Sang suami, Sonny Cokro juga sangat mendukung apapun yang ia lakukan. “Tentunya saya tidak bisa berada di posisi ini tanpa dukungan dari suami dan keluarga. Suami juga ga jauh beda dengan saya, tetapi dia di bidang Aquaculture,” tutur wanita yang hobi traveling dan reading ini.

Hal terpenting dalam menjalani pekerjaan yang ia pegang teguh sampai saat ini adalah fokus. Fokus terhadap apa yang diinginkan dan fokus berusaha memberikan yang terbaik untuk perusahaan, serta fokus dalam menjaga keseimbangan dalam bekerja dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Menurutnya, bidang kesehatan hewan atau kedokteran hewan mempunyai prospek yang sangat baik ke depannya. Tentunya tidak hanya dengan belajar pada saat kuliah, tetapi juga dibarengi dengan pelajaran lain seperti bahasa inggris dan kemampuan berkomunikasi diluar dari bidang kesehatan itu sendiri. Sebab di jaman sekarang, teknologi yang semakin maju dapat dengan mudah dipergunakan untuk mencari ilmu, karena hal itu penting untuk bekal nanti di dunia kerja.

Wanita kelahiran Pandeglang 1979 itu mengaku sangat beruntung, dari bekerja, hobi traveling-nya bisa sekaligus terealisasi dengan sendirinya. Sebab pekerjaannya kerap dilakukan di luar Jakarta, tidak hanya domestik tetapi juga mancanegara. Hampir seluruh negara pernah ia kunjungi, mulai dari Malaysia, Singapura, China, Korea, Taiwan, Philipina, Thailand, Australia, Amerika, Perancis, Jerman, dan Belanda. Katanya, Itu juga mungkin bisa menjadi motivasi, bahwa sebenarnya dengan bekerja di dunia kesehatan hewan  bisa membawa kita untuk melihat dunia internasional.

Wanita yang juga penyayang kucing ini, masih menginginkan bisa membuka praktek sendiri. Apabila diberi kesempatan oleh yang Maha Kuasa, tentunya ia ingin menambah skill untuk bisa praktek. Ia sudah dapat membayangkan kliniknya nanti bisa memberikan tempat untuk tim dokter hewan bisa bekerja disana. Sebab, untuk karir saat ini ia sudah bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. “Sebab, untuk karir saat ini saya sudah merasa bersyukur atas apa yang sudah dan sedang di jalani. Saat ini prioritas saya mungkin akan tetap fokus terhadap pekerjaan, mencoba memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan yang sekarang, karena saya baru setahun dan saya ingin menikmati pekerjaan saya dengan enjoy,” ungkap wanita penyuka warna terang ini.

Langkah demi langkah karir dan pendidikan dipetiknya dengan penuh kerja keras, dan ia ingin terus membangun mimpinya. Jika satu mimpi tercapai, janganlah berhenti. Terus buat mimpimu untuk memotivasi diri sendiri. (rbs)

Biodata
Nama : Drh. Meiti Ifianti, MM, MBA
Tempat, tanggal lahir : Pandeglang, 14 Mei 1979
Jabatan saat ini : Country Manager – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd
Email : meiti.ifianti@adisseo.com
Nama Suami : Sonny Cokro, SE, MM
Nama Anak : Ravalea M. Cokro,
Riwayat Pendidikan :
  1. University of Applied Sciences Jena - Master of Business Administration
  (MBA), Business Administration and Management, General (2014 – 2015).
  2. Swiss German University - Magister Management (MM), Business,
  Management, Marketing and Related Support Services (2013 – 2015).
  3. Bogor Agriculture University - Doctor of Veterinary Medicine (DVM),
  Veterinary Medicine (1997 – 2003).
Pengalaman Kerja :
  1. Country Manager Indonesia – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd (Mei 2014 –
  Present) Indonesia.
  2. Associate Director Business Unit – Poultry & Companion Animal - MSD
  Animal Health (April 2012 – April 2014) Indonesia.
  3. Business Unit Manager – Poultry - MSD Animal Health (Januari 2010 –
  Maret 2012) Indonesia.
  4. Key Account Manager - Intervet/Schering Plough Animal Health
  (Agustus 2006 – Desember 2009) Indonesia.
  5. Product Manager Vaccine and Feed Additive - PT. Indovetraco Makmur Abadi, Charoen Pokphand Group (September 2003 – Juli 2006) Greater Jakarta
  Area, Indonesia.
Hobi : Traveling dan Reading

Mengenang Bob Sadino; Salah Satu Perintis Bisnis Ayam Ras

Bambang Suharno (kanan) bersama Bob Sadino dan Wan Hasim
Akhir tahun 1980an, ketika masih menempuh kuliah di Fakultas Peternakan Unsoed Purwokerto, saya selaku ketua Senat Mahasiswa, menghadiri seminar nasional agribisnis dan agroindustri di UGM. Salah satu pembicara paling menarik adalah Bob Sadino. Waktu itu nama Bob baru mulai populer, sebagai pengusaha nyentrik yang kemanapun pergi pakai celana pendek.

Tentu saja, peserta seminar dari berbagai perguruan tinggi terkejut dan sekaligus tertarik dengan pengusaha yang hadir di forum resmi dengan celana pendek. Topik bahasan pada sesi itu adalah deregulasi dan debirokratisasi pertanian. Ketika ditanya dampak deregulasi pada bisnisnya, Bob dengan gaya bicaranya yang tajam dan tanpa basa basi berkata,” saya tidak tahu binatang apa itu deregulasi. Bagi saya yang penting adalah bagaimana bisnis ini harus berkembang”.

Sejak itulah saya menjadi tertarik dengan sosok Bob yang cara berpikirnya unik, di luar kebiasaan. Belakangan di berbagai forum ia sering mengkritik sistem pendidikan Indonesia yang banyak memasukkan sampah ke otak mahasiswa. Sebenarnya saya pun merasakan betapa banyak pola pendidikan yang tidak efektif. Bayangkan, orang Indonesia harus belajar Bahasa Inggris dari SMP sampai perguruan tinggi, tapi nyatanya hanya sedikit yang benar-benar bisa Bahasa Inggris . Jadi seberapa efektifkah belajar Bahasa Inggris di pendidikan formal?

Ketika saya lulus kuliah dan pergi ke Jakarta, saya bertemu dengan sahabat dekat Bob yang bernama H Abdul Karim Mahanan, seorang pengusaha obat hewan dan pendiri Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Karena kedekatan ini, saya menjadi punya kesempatan beberapa kali ketemu Bob. Suatu hari saya ke rumah Bob di Lebak Bulus. Dalam perbincangan itu ia berkata, “Karim Mahanan itu sama dengan saya. Suka ngerjain orang hehehe ”. Ya, saya pikir ada benarnya juga. Hampir setiap ketemu orang, apalagi mahasiswa, Karim maupun Bob langsung menggertak dengan kritik tajam. Tapi habis itu ia menjadi sangat akrab. Bedanya, bob suka bicara “kalian goblok”, Karim berkata “You nggak ada gunanya kalau cuman gitu”.

Suatu hari, ketika krisis tahun 1998, saya silaturahmi ke rumah Bob di Lebak Bulus untuk wawancara bagaimana menghadapi krisis ekonomi. Bob waktu itu menjawab,”orang lain menghadapi krisis, saya menerima krisis!”.

“Dari cara berpikir saja saya sudah beda kan. Dan saya lebih santai,” ujarnya dengan nada khas, santai , tegas dan sekali-kali diselingi canda. Belakangan saya sadar, jelas saja ia menerima krisis, karena nilai rupiah melemah, sementara Bob mengekspor sayuran dengan nilai dollar. Tak terbayang betapa berlipat untung yang ia terima dari krisis ekonomi yang mengubah US dollar dari Rp 2500 menjadi  di atas Rp. 10.000. Benar-benar ia menerima krisis hehehe.


Suatu kali di tahun 2000an saya ikut sebagai panitia seminar bisnis unggas dan saya mengundang Bob sebagai pembicara. Di situlah dua sahabat, Bob dan Karim bertemu begitu akrab. Mungkin itulah pertemuan terakhir dua sahabat yang sama-sama sebagai perintis bisnis perunggasan modern Indonesia. Bob dikenal sebagai salah satu perintis yang mengenalkan telur ayam ras. Karim aktif di organisasi perunggasan yang memperkenalkan cara-cara budidaya ayam yang modern. Karim yang usianya 2 tahun lebih tua dari Bob Sadino, berpulang tahun 2004  di usia 74 tahun.

Beberapa tahun lalu saya menghadiri seminar Andrie Wongso, dimana Bob hadir sebagai peserta. Saya mengira ia menjadi pembicara tamu yang diundang Andrie Wongso, ternyata tidak sama sekali. Andrie Wongso sendiri heran. “Bob kok mau-maunya ikut seminar saya,” katanya. Jadinya seminar ini bertambah heboh, karena Andrie Wongso mengajak Bob ke podium di akhir sesi seminar, dan seperti biasanya, ia menggoblok-goblokan orang kuliah.

Andrie Wongso sebagai motivator yang getol menanamkan pentingnya pendidikan menanggapi omongan Bob dengan berbicara,” kita perlu hati-hati mencerna saran om Bob. Beliau kan dari kecil sudah kaya, nggak seperti saya yang dari keluarga miskin. Kalau sekolah nggak penting, trus gimana kalau mau jadi dokter, mau jadi pilot, mau jadi ahli teknik. Itu semua didapat dengan sekolah.”
Saya pikir, betul juga kata Andrie,”jangan menelan mentah-mentah petuah om Bob”. Itulah terakhir kali saya bertemu dan berkomunikasi Bob Sadino. Saat itu ia masih sempat mengenang Karim Mahanan sebagai sahabat yang sama-sama merintis usaha perunggasan. Ia juga menyampaikan maaf tidak hadir saat pemakaman alm Karim Mahanan, karena mendengar kabar duka belakangan.

Sekilas Riwayat Bob Sadino

Bob Sadino lahir di Lampung, 9 Maret 1933. Pemilik jaringan usaha Kemfood dan Kemchick ini lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam ras atau ayam negeri untuk melawan depresi yang dialaminya. Teman yang dimaksud adalah Sri Mulyono Herlambang, seorang pensiunan jenderal angkatan udara yang menjadi salah satu perintis usaha ayam ras dan dikenal sebagai pendiri dan pimpinan Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI). Waktu itu ayam ras belum begitu populer dan Bob langsung tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, pembantu orang asing sekalipun. Namun Bob dan istri cukup bersabar dan justru berkaca pada diri sendiri, untuk memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.

Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob terampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.

Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.

Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Bob Sadino meninggal dunia di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Senin 19 Januari 2015 pukul 17.30 WIB, pada usia 82 tahun. Masyarakat Indonesia kehilangan seorang tokoh yang menjadi teladan dalam dunia bisnis dan kewirausahaan.

Selamat jalan Om Bob. Semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat terbaik dan menerima semua amal ibadahmu. Aamiin ***
Dari berbagai sumber, disusun oleh Bambang Suharno, Pemred Majalah Infovet,

Ir Suryo Suryanta: Syukur dan Yakin

”Saya tidak memandang segala sesuatu yang ada di hadapan mata sebagai suka dan duka, semua perjalanan ini disyukuri dan dijalani dengan didasari keyakinan.” Demikian prinsip hidup 
Ir. Suryo Suryanta, Sales Manager PT. Hobbard & Novogen.

Awal perjalanan Suryo di ranah perunggasan dimulai dengan bekerja di CPJF, sebuah farm yang terletak di kawasan Curug, Tangerang. Suryo menceritakan tepatnya pada 15 Mei 1995, ia dipercaya menjadi supervisor produksi, yang kesehariannya berada di kandang.

”Saya belajar dari kandang, belajar menjadi anak kandang serta bagaimana mengurus ayam. Karena saya meyakini dasar bisnis ayam ada di kandang,” ungkapnya. “Saya mempelajari kendala maupun permasalahan yang muncul di dalam kandang. Kunci keberhasilannya adalah pada tahap memelihara ayam,” sambungnya.
Jodoh beserta garis nasib kita siapa yang tahu. Rupanya, ditengah menjalani masa sebagai pegawai baru, Suryo dengan berani mengambil langkah untuk mengakhiri masa lajang dan memboyong sang istri untuk menetap tinggal di Curug.

Kemantapan Suryo untuk membina keluarga tadi, semakin mendorongnya untuk berani menghadapi perubahan keadaan. “Saya memperoleh dukungan mental untuk berpindah tempat kerja, hingga saat ini sudah yang ke 6 perusahaan saya berlabuh,” tutur suami dari Drh Ani Juwita Handayani itu.
Bagi Suryo, semua yang kita hadapi direfleksikan sebagai tantangan yang harus ditaklukkan, sehingga menjadi motivasi untuk melangkah. Ujar Suryo, dengan dorongan keluarga perjalanan lebih ringan dan dikaruniai kemudahan-kemudahan untuk mencapainya.

Jadilah Pemenang
Pengalamannya bekerja di CPJF, kemudian berpindah ke SHS, lalu BUPS, Tiga Dara, hingga ISA Indonesia, Suryo beropini bahwa bisnis perunggasan di Indonesia sangat baik dan peluangnya sangat besar. Ia melihat dari sisi jumlah penduduk sebagai pasar, serta kemajuan ekonomi Tanah Air yang akan membuat kita layak membusungkan dada di kancah dunia.

Menurutnya, bangsa Indonesia lebih baik dibanding Malaysia maupun Thailand. “Mereka di sana sudah stagnan, atau seperti mati suri karena tidak ada semangat untuk maju. Semua tidak bisa ekspansi, sementara biaya produksi semakin naik,” urai Suryo. “Namun harus menjadi dasar kita untuk berhati-hati setelah nanti memasuki Pasar Tunggal Asean, jadilah kita sebagai pemenang dan jangan jadikan kita bagian pasar dari negara lain,” tandasnya.

Lanjut Suryo, perlunya penggarapan di struktur produksi Tanah Air yang masih belum efisien, karena mayoritas pelaku produksi ada di farm level 3 dan 4. Mereka yang memiliki populasi ribuan sampai puluhan ribu saja, dapat terjadi ketidakefisienan disana-sini. Strategi berikutnya adalah dipikirkan bagaimana pada level mereka tersebut, menjadi usaha kompetitif dan efisien.

“Sudah saatnya mengubah jiwa peternak ke jiwa bisnis. Maksud saya menuju bisnis yang efisien, dengan memaksimalkan performance serta memiliki daya saing pasar yang kuat,” saran Suryo untuk para pelaku bisnis perunggasan di Indonesia. Ia menambahkan, sangat penting menjadkan karyawan kadang sebagai aset, sehingga mereka mendapatkan kemajuan seiring dengan kemajuan perusahaan/farm.

Sukses Adalah Sekarang
Kesuksesan adalah sesuatu yang abstrak bukan berwujud fisik, sehingga relatif dan hak setiap orang untuk sukses serta dapat mencapainya setiap saat. Makna sukses bagi Suryo adalah sukses bukanlah nanti, tetapi sukses adalah sekarang. Prinsip Suryo dalam berkarya ia ibaratkan seperti air mengalir. “Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, sehingga kita harus mempunyai bobot. Disitulah kita selalu belajar dan belajar. Karena untuk belajar, semua menjadi ingin terus berkarya,” terang ayah 2 putra dan 1 putri ini.

Kepada Infovet, Suryo menyampaikan obsesinya menjadi pribadi yang bermanfaat bagi keluarga dan banyak orang pada umumnya. Suryo sangat senang bisa berbagi atau sharing ilmu dan pengalaman./nung.

Dan simak lengkap pengalaman inspiratifnya di Infovet edisi Mei 2014.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer