Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Medicated Feed | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Pakan Pengobatan (Medicated Feed)

Oleh: Budi Tangendjaja

Pemerintah Indonesia sudah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian yang melarang penggunaan Antibiotic Growth Promotor (AGP) di dalam pakan mulai awal tahun ini. Di samping itu, pemerintah memasukkan ionophore yang sedianya termasuk kedalam antiprotozoa untuk mencegah terjadinya penyakit koksi ke dalam kelompok antibiotika, sehingga hanya diperbolehkan pemakaiannya selama tujuh hari. Keputusan yang terakhir ini menimbulkan berbagai kendala baik dari segi teknis maupun pelaksanaannya di lapangan, termasuk pabrik pakan. Belajar dari pengalaman negara maju, maka ada baiknya jika Indonesia dapat menerapkan kebijakan untuk mengembangkan “Medicated Feed” atau pakan pengobatan.

Apa itu Pakan Pengobatan?
Pakan pengobatan merupakan pakan yang dibuat khusus untuk mengobati ketika terjadi penyakit yang ditemukan di kandang. Kandungan obat yang di masukkan dapat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi, baik karena bakteri maupun karena koksi. Oleh karena itu, pakan pengobatan hanya dapat dibuat setelah mendapat rekomendasi dari dokter hewan yang berwewenang. Penggunaan pakan pengobatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya akan mengakibat tujuan untuk mengobati ternak yang sakit tidak tercapai dan terlebih dapat menimbulkan residu dalam produk ternak yang akan berisiko terhadap konsumen yang mengonsumsinya.

Beberapa negara menerapkan pakan pengobatan dalam rangka menangulangi penyakit koksi terutama pada ayam dara (pullet). Pakan pengobatan dibuat dengan memasukkan amprolium sebagai bahan aktif untuk mencegah penyakit koksi. Sifat amprolium yang tidak mematikan koksidia (coccidostat) diharapkan masih menyisakan koksidia dan pullet dapat mengembangkan kekebalan tubuhnya dalam persiapan ketika bertelur, kekebalan terhadap koksi sudah terjadi. Berbeda dengan broiler yang dipelihara dalam umur yang pendek (<40 hari) maka obat koksi yang digunakan bersifat untuk membunuh (coccidicide) agar penyakit koksi tidak berkembang sama sekali. Mengingat siklus emeria sebagai bibit penyakit koksi yang panjang dan juga sulit dihilangkan dalam kandang terutama lantai/litter, maka pemakaian antikoksi merupakan suatu keharusan di dalam pakan.


Penyakit koksi hanya terjadi pada unggas dan anti-koksi tidak pernah digunakan pada manusia, sehingga di luar negeri antikoksi masih diperbolehkan digunakan dalam pakan unggas. Antikoksi yang tersedia di lapangan dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan sifat kimianya, yaitu sintetik dan ionophore. Bahan yang disebut belakangan ini diperoleh dari fermentasi mikroba dan diklasifikasikan lagi ke dalam mono dan divalent. Contoh ionophore adalah Salinomisin, Monensin, Semduramisin, Lasalocid sedangkan yang sintetik kimia adalah Diclazuril, Robenidin, Nicarbazin, Halofuginine, Amprolium dan ClopidolMeskipun diberi anti-koksi dalam pakan, emeria masih mampu beradapatsi terhadap bahan tersebut dan menimbulkan kekebalan. Oleh karena itu, pabrik pakan broiler selalu menerapkan sistim rotasi untuk mengganti jenis anti-koksi secara berkala, baik jenis ionophore maupun sintetik kimia. Beberapa pabrik pakan di luar negeri ada yang menerapkan sistem “suttle”, yaitu dengan membedakan jenis antikoksi yang digunakan untuk periode starter dan grower/finisher. Tetapi di Indonesia, kebanyakan menggunakan sistem rotasi mengingat praktisnya dan umur panen yang lebih cepat (<35 hari).

Pencegahan terhadap penyakit koksi dapat juga dilakukan dengan vaksinasi, tetapi hal ini kebanyakan dilakukan pada breeder atau pullet yang membutuhkan pemeliharaan lama. Sedangkan untuk broiler, vaksinasi dilaporkan kurang efektif. Dengan peraturan yang diterapkan pemerintah saat ini, maka pembuatan pakan pengobatan merupakan jalan yang mungkin dapat ditempuh, agar dapat diterapkan di lapangan. Meskipun demikian, petunjuk pelaksanaan perlu dibuat, agar pembuatan, peredaran dan penggunaan di peternak dapat berjalan dengan baik... ***


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Juni 2018.

Mengkaji Aturan tentang Medicated Feed

Tahun 2017 lalu setidaknya ada dua Permentan (Peraturan Menteri Pertanian) yang menjadi pembicaraan hangat di kalangan pelaku usaha peternakan. Yaitu Permentan No.14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan yang di dalamnya ada aturan pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promoter) dan Permentan No. 22/2017 tentang Pendaftaran dan Peredaran Pakan. Dua peraturan ini saling terkait.

Permentan No.14/2017 antara lain mengatur pelarangan penggunaan antibiotika sebagai imbuhan pakan atau lebih populer dengan istilah AGP yang efektif berlaku sejak 1 Januari 2018. Sedangkan Permentan No. 22/2017 mengatur pendaftaran dan peredaraan pakan yang diantaranya menegaskan bahwa pabrik pakan harus membuat pernyataan “pakan tidak mengandung AGP”.

Permentan No. 22/2017 terdiri dari tujuh bab, meliputi ketentuan umum, pendaftaran pakan, peredaran pakan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan sanksi, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Pada Pasal 2  Ayat 1 Permentan No. 22/2017 menyebutkan, pakan yang dibuat untuk diedarkan (untuk diperdagangkan maupun tidak diperdagangkan) wajib memiliki Nomor Pendaftaran Pakan (NPP). Selanjutkan pada Pasal 25 Huruf a disebutkan, pakan yang diedarkan harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Pakan yang Baik (CPPB). Kemudian pada syarat-syarat teknis untuk mendapatkan NPP salah satunya adalah produsen pakan harus membuat pernyataan “tidak menggunakan Hormon Sintetik “ dan pernyataan “tidak menggunakan AGP”.

Sementara itu, di dalam Permentan No. 14/2017 ditegaskan bahwa antibiotika sebagai imbuhan pakan (AGP) dilarang untuk digunakan, namun antibiotika untuk pengobatan (terapi) tetap diperbolehkan. Beberapa jenis antibiotik yang semula didaftarkan sebagai feed additive (berfungsi sebagai AGP), boleh didaftar ulang menjadi antibiotika yang berfungsi sebagai terapi (pharmasetic) jika dapat memenuhi persayaratan teknis sebagai terapi. Peraturan ini sudah dijalankan pemerintah dan untuk menjamin ketersediaan antibiotika di peternakan, pihak pemerintah melakukan proses percepatan registrasi sehingga saat ini sudah ada beberapa jenis antibiotika yang semula dengan kode F (Feed Additive) berubah menjadi P (Pharmaceutic).

Karena antibiotika yang berfungsi sebagai terapi ini boleh dicampur di dalam pakan maka kini muncul dua jenis pakan, yakni pakan biasa (reguler) yang dipakai sehari-hari dan sudah dijamin tanpa AGP, serta pakan yang diproduksi pabrik pakan yang pemakaiannya sekaligus untuk mengobati penyakit (mengandung antibiotik untuk pengobatan). Pakan jenis ini digolongkan sebagai medicated feed.

Karena medicated feed dipakai untuk terapi jika ada kasus penyakit, maka penggunaanya harus melalui resep dokter hewan. Berarti harus ada “pengaturan lebih lanjut” mengenai mekanisme pembuatan resep oleh dokter hewan. Perlu diatur apakah semua dokter hewan boleh membuat resep penggunaan medicated feed atau hanya dokter hewan yang memiliki izin tertentu.

Berikutnya muncul pemikiran, mengingat ada dua jenis pakan, yakni pakan regular (non-medicated) dan medicated feed, berarti perlu juga pengaturan lebih lanjut tentang pendaftaran medicated feed.

Dalam sebuah seminar di Jakarta Maret 2018 lalu, Kasubdit Mutu dan Peredaran Pakan Ossy Ponsania yang hadir mewakili Direktur Pakan mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan hamonisasi aturan medicated feed dengan Direktorat Kesehatan Hewan.

Sebagaimana diketahui, pelayanan pakan dan obat hewan di Ditjen PKH dikelola oleh dua direktorat (jabatan eselon II, di bawah Dirjen PKH), yakni Direktorat Kesehatan Hewan (mengurus obat hewan) dan Direktorat Pakan (mengurus pakan). Dalam hal medicated feed, berarti ada irisan antara kedua direktorat tersebut. Obat hewan yang dicampurkan di pakan adalah kewenangan Direktorat Kesehatan Hewan, sedangkan produksi, pendaftaran dan peredaran pakan di bawah kewenangan Direktorat Pakan.

Muncul pendapat bahwa medicated feed harus didaftar tersendiri (punya NPP tersendiri) di luar non-medicated feed. Pertanyaannya adalah mendaftarnya di Direktorat Kesehatan Hewan atau Direktorat Pakan? Bagaimana tata aturan pendaftarannya?

Menarik juga disimak pemikiran lain yang lebih sederhana. Bahwa obat hewan yang dicampur di pakan sudah pasti memiliki nomor registrasi dari Direktorat Kesehatan Hewan. Demikian pula pakan, sudah pasti memiliki NPP. Selain itu, di perusahaan obat hewan maupun di pabrik pakan ada penanggung jawab teknis obat hewan, dan sudah ada sertifikasi CPOHB (Cara PembuatanObat Hewan yang Baik) di pabrik obat hewan dan sertifikasi CPPB (Cara Pembuatan Pakan dan Baik) di pabrik pakan.

Di pihak pemerintah juga ada pengawas obat hewan dan pengawas mutu pakan. Tak kalah pentingnya adalah, penggunaan medicated feed harus melalui resep dokter hewan. Karena aturan yang  akan dan tengah berjalan saja sudah berjalan demikian ketat, mengapa masih perlu registrasi tersendiri untuk medicated feed?

Pertanyaan di atas hendaknya mendapat perhatian pemerintah. Jangan sampai terjadi overregulated, pengaturan yang berlebihan, yang menyebabkan suasana usaha kurang kondusif, bahkan kontra produktif, yang membuat dunia usaha menjadi tidak efisien.

Ketua Umum GPMT Desianto Budi Utomo, sepakat dengan pendapat di atas. Sebaiknya medicated feed tidak perlu pendaftaran tersendiri. “Lebih baik kita percayakan saja dengan kewenangan dokter hewan yang memberi resep, serta penanggung jawab teknis obat hewan yang ada di pabrik pakan maupun di perusahaan obat hewan,” ujar Desianto.

Kiranya pernyataan Ketua Umum GPMT layak mendapat respon positif dari pemerintah. Dengan mekanisme yang ada, yakni adanya resep dokter hewan dan juga penanggung jawab teknis obat hewan, serta pengawas obat hewan dan pengawas mutu pakan, maka peternak sudah cukup mendapat jaminan atas keamanan dan kualitas pakan. pemerintah tinggal memastikan dan melakukan  monitoring agar mekanisme yang ada dapat berjalan sesuai dengan koridornya. ***

Editorial Majalah Infovet Edisi 285 April 2018

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer