Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Feedtech | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TANTANGAN PENYEDIAAN PAKAN BERKUALITAS UNTUK PETERNAKAN SAPI RAKYAT

Kondisi ideal peternakan sapi rakyat akan dapat dicapai apabila faktor utamanya, yakni aspek pakan dapat dikelola dengan baik. (Foto: Istimewa)

((Era industri 4.0 saat ini menuntut upaya efisiensi optimal budi daya peternakan sapi pedaging, termasuk di peternakan rakyat. Pakan sebagai salah satu faktor utama penentu keberhasilan dalam usaha sapi pedaging dituntut untuk melakukan hal yang sama dalam mendukung upaya efisiensi tersebut.))

Era disrupsi yang ditandai dengan adanya revolusi industri 4.0 melanda berbagai bidang, termasuk bidang pemenuhan pakan. Di era ini, perubahan yang terjadi adalah adanya upaya melakukan peningkatan efisiensi yang setinggi-tingginya di tiap tahapan proses rantai nilai suatu proses industri. Langkah efisiensi tersebut salah satunya dilakukan dengan menerapkan sistem digital baik pada proses produksi, penyimpanan, distribusi bahan pakan, hingga kontrol digital pada saat pemberian pakannya.

Pada industri pakan ternak sapi pedaging, memasuki industri 4.0 ini, telah memiliki bekal teknologi berupa kendali penuh terhadap sumber bahan baku penyusun pakan, serta dosis aditif dan suplemen dari setiap formulasi pakan yang digunakan. Dengan kombinasi aplikasi digital, maka seluruh tahapan proses produksi pakan semakin terkontrol dan terautomasi.

Ahli nutrisi dan teknologi pakan dari Universitas Diponegoro (Undip), Prof Dr Bambang Whep, dalam sebuah kesempatan menyatakan, kontribusi peralatan canggih di industri ruminansia sudah banyak dilakukan, seperti sistem kontrol Radio Frequency Identification (RFID), sistem perangkat lunak untuk penimbangan dan lain sebagainya.

Namun kemajuan industri pakan tersebut belum diimbangi oleh kondisi umum peternakan sapi rakyat, yang memiliki karakteristik seperti calving interval yang panjang lebih dari 14 bulan, pemilihan bakalan sapi yang tidak selektif, pemberian pakan yang belum memadai dalam hal mutu, jumlah maupun penyediaannya secara rutin.

Ciri lain peternakan sapi rakyat yakni kenaikan berat badannya yang rendah, kurang dari 0,8 kg/hari, posisi tawar peternak rakyat yang juga rendah, karena sapi dijual melalui blantik atau pengepul, serta sapi seringkali dijual atau disembelih sebelum waktunya.

Demi kemajuan peternakan sapi rakyat, maka kondisi ideal yang diharapkan untuk dapat diraih adalah seperti hasil kajian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak), yakni dari segi sistem pembibitan diharapkan angka service per conception (S/C) kurang dari 1,55, calving interval kurang dari 14 bulan, angka kelahiran pedet dari populasi induk lebih dari 70%, kematian pedet pra sapih kurang 3% dan penambahan berat badan harian (average daily gain/ADG) pedet pra sapih pada sapi Bali atau Madura lebih dari 0,3 kg, sapi Peranakan Onggole (PO) lebih dari 0,4 kg dan sapi silangan lebih dari 0,8 kg.

Kondisi berikutnya yang diharapkan dari peternakan sapi rakyat yakni pemilihan bibit atau bakalan sapi dilakukan secara selektif dan ditimbang berat hidupnya, pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan idealnya, baik mutu, jumlah dan keberlangsungan pasokannya. Kemudian kenaikan berat badan harian minimal kurang lebih 1,3 kg/hari, sapi dijual atau disembelih pada kondisi yang tepat, antara lain pada berat badan telah mencapai sekitar 500kg dan sapi dijual langsung ke pembeli atau ke rumah potong hewan tanpa melalui perantara, serta penjualan sapi dilakukan dengan berdasar timbang berat hidup dan persentase karkas bisa lebih dari 50%.

Kondisi ideal peternakan sapi rakyat tersebut akan dapat dicapai apabila faktor utamanya, yakni aspek pakan dapat dikelola dengan baik. Apalagi kalau melihat komposisi usaha peternakan sapi, maka pakan menempati porsi 57,67% (BPS, 2017).

Dalam tata kelola penyediaan sapi pedaging, maka setidaknya ada empat aspek utama yang harus diperhatikan, yakni penaksiran nilai nutrisi bahan baku pakan, kebutuhan nutrisi ternak, formulasi pakan, serta identifikasi, perkiraan dan penanggulangan kekurangan nutirisi dan metabolisme.

Namun di lapangan, terdapat tantangan pakan ruminansia ini, yakni bahan baku pakan sumber protein yang mahal dan sulit didapat, kandungan protein dalam formula pakan belum memenuhi standar, karena biaya tinggi dan seringkali bahan baku pakan yang dipakai adalah produk samping industri pertanian dan perkebunan seperti jerami padi, dedak atau onggok, sehingga terjadi permasalahan defisiensi protein.

Khusus tentang permasalahan kekurangan protein yang kerap terjadi di tingkat peternak, maka saat ini telah dikembangkan model pemberian nutrisi protein untuk sapi yang relatif baru. Jika sebelumnya pemberian protein pakan sapi menganut sistem crude protein (CP sistem) atau berbasis serat kasar, maka kini para ahli telah mengembangkan lebih lanjut ke sistem yang lebih komplek, yakni mengacu pada metabolism protein (MP sistem).

Pada prinsipnya, MP sistem ini berbasis pada tiga hal utama, yakni degradabilitas protein rumen (rumen degradable protein/RDP), protein tidak terdegradasi di rumen (rumen undegradable protein/RUP) dan RUP yang tercerna di usus halus. Keunggulan pendekatan dengan sistem ini adalah dirancang untuk memenuhi kebutuhan protein bagi mikrobial rumen, serta pemberian protein yang lolos degradasi rumen, tetapi tercerna dalam usus.

Untuk menjaga performa sapi pedaging yang dipelihara, maka paling tidak pakan yang diberikan harus memiliki empat syarat penting, yakni dapat dicerna dan disukai ternak, bernilai ekonomis, mampu memenuhi kebutuhan ternak dan mikrobia rumen yakni berupa hijauan dan bahan baku konsentrat, serta dapat menghasilkan produk ternak yang berkualitas sekaligus aman dikonsumsi manusia.

Khusus untuk hijauan pakan yang berkualitas baik, adalah hijauan yang berciri kadar lignin rendah, kadar Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF)  yang tidak terlalu tinggi, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan ADF dan NDF sapi, serta kadar protein dan total digestible nutrient (TDN) yakni ernergi/kalori yang tinggi.

Untuk mengatasi masalah rendahnya protein dalam pakan sapi pedaging akibat kualitas pakan yang diberikan kurang, maka disamping hijauan berkualitas baik, perlu juga tambahan pakan dalam bentuk suplementasi protein terpadu untuk memenuhi kekurangan nutrien lainnya.

Menurut Bambang Whep, program ini sangat strategis karena disamping efisien dalam hal waktu dan mampu mengurangi beban tenaga kerja, dosis pemberian yang sedikit, mampu memperbaiki metabolisme dan kemampuan mikrobial rumen, bahan baku suplemen protein yang dapat diusahakan secara lokal, serta mampu mengatasi defisiensi protein, terutama pada sapi pedaging yang memiki potensi genetika tinggi, seperti sapi Brahman Cross.

Suplementasi protein terpadu juga mengandung nutrien penting lain, yakni mineral dan vitamin, termasuk vitamin A yang sangat vital peranannya dalam sistem pencernaan sapi pedaging, apalagi kondisi di peternakan rakyat yang seringkali hijauan pakannya berkualitas rendah, bahkan hijauannya terbatas, atau kadar karoten pada konsentrat yang diberikan rendah.

Hal yang tak kalah pentingnya dalam pemenuhan nutrisi bagi ternak sapi pedaging adalah air minum. Pemberian air minum bagi sapi pedaging sebaiknya disediakan secara ad libitum (tak terbatas), karena air sangat penting dalam upaya meningkatkan konsumsi pakan, membantu proses pencernaan, medium untuk aktivitas metabolik, sebagai pelumas pertautan tulang dan bantalan pada sistem syaraf sapi. ***

Bahan Baku Pakan Lokal untuk Konsentrat Sapi

Jenis Bahan Baku

Sumber

Sumber serat

Rumput gajah, pucuk tebu, bagasse, jerami padi, jerami jagung, tongkol jagung, tumpi jagung, kulit kopi, kulit kacang, kulit cokelat, kulit ketela dan lain-lain

Sumber protein

Ampas tahu, bungkil sawit, solid sawit, bungkil kelapa, bulu ayam, bungkil kapuk, tepung ikan, tepung daun lamtoro dan lain sebagainya

Sumber energi

Tetes, onggok, dedak bekatul, polard, gaplek, dedak jagung dan lain-lain

Sumber: Bambang Whep, 2019.

Syarat Teknis Pakan Konsentrat Sapi Pedaging (Penggemukan)

Nutrisi

Kandungan

Kadar air

Maksimal 14%

TDN

Minimal 70%

Protein kasar (PK)

Minimal 13%

UDP 40% PK

Minimal 5,2%

NDF

Maksimal 35%

Lemak

Maksimal 7%

Abu

Maksimal 12%

Kalsium

0,8-1,0%

Fosfor

0,6-0,8%

Aflatoksin

Maksimal 200 ppb

Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) Konsentrat Sapi Potong (Penggemukan).

Ditulis oleh: Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

MENYIAPKAN KONSENTRAT BERKUALITAS UNTUK SAPI PERAH

Ternak sapi perah memerlukan asupan pakan yang baik, berkualitas dan tersedia sepanjang tahun. (Foto: Dok. Fapet UGM)

Untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, pakan konsentrat sapi perah harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang baik, serta berasal dari bahan baku pakan yang tepat, sehingga tidak hanya terjaga performa ternaknya, peternak pun dapat meraih margin keuntungan yang nyata dari budi daya sapi perah.

Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya. Adapun konsentrat, merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan/atau sumber energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan.

Dalam memilih bahan baku pakan dalam penyusunan konsentrat harus memperhatikan beberapa persyaratan, seperti memiliki kandungan nutrien yang baik, tersedia dalam jumlah banyak dan mudah diperoleh, harga relatif murah, serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein yang berasal dari kacang-kacangan dan hasil samping industri-agro.

Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Bahan Baku Pakan Sumber Energi

Bahan Baku

Kelebihan

Kekurangan

Jagung kuning

Energi tinggi (TDN 80,8%), provitamin A tinggi, asam lemak linoleat tinggi

Metionin, lisin dan Triptopan, Ca dan P rendah, rentan tumbuh jamur

Dedak padi

Protein lebih tinggi dari jagung, kandungan thiamine, niasin, asam lemak dan fosfor tinggi

Kualitas bervariasi, mudah tengik, asam amino isoleusin dan treonin rendah, sering dipalsukan (ditambah dengan sekam)

Polar

Protein lebih tinggi dari dedak padi, memiliki thiamin dan niasin

Riboflavin rendah, vitamin A dan D tidak ada

Sorgum

Nutrien hampir sama dengan jagung

Mengandung tannin 0,2-2 %, menurunkan kecernaan ransum

Onggok

Energi siap pakai tinggi

Basah, amba, mudah berjamur, harus diperhatikan kualitasnya karena kadangkala terdapat pasir

Gaplek

Energi siap pakai tinggi

Mengandung HCN, jumlah banyak keracunan

Tetes

Energi siap pakai tinggi

Kadar K tinggi, jumlah banyak menyebabkan mencret, perhatikan kualitasnya karena kadangkala  dicampur dengan air

Sumber: Hernaman (2021).


Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Bahan Baku Pakan Sumber Protein

Bahan Baku

Kelebihan

Kekurangan

Bungkil kedelai

Sumber protein nabati terbaik, protein 45%, kandungan Ca dan P tinggi

Terdapat antitrypsin, pada kacang mentah mengandung haemaglutinin

Bungkil kacang tanah

Kualitas protein baik

Tumbuh jamur aflatoksin, lisin rendah

Bungkil kelapa

Kualitas protein baik, kandungan minyak 2,5-6,5%

Mudah tengik; serat kasar 12%; lisin dan histidin rendah

Bungkil Sawit

Kualitas protein sedang

Serat kasar tinggi, harus selalu diperiksa kualitasnya karena sering tercampur dengan serpihan cangkangnya

Ampas bir

Kualitas protein sedang

 Bentuk basah, mudah busuk

Ampas kecap

Kualitas protein sedang

 Bentuk basah, NaCl tinggi

Ampas tahu

Kualitas protein sedang

Bentuk basah, mudah busuk, perdagingan pucat

Bungkil biji kapuk

Kualitas protein sedang

Terdapat asam siklopropenoid, menurunkan fertilitas

Sumber: Hernaman (2021).


Maksimum Penggunaan Berbagai Bahan Baku dalam Konsentrat

Bahan Baku

Maksimum Penggunaan

Jagung

20%

Gandum

20%

Polar

25%

Dedak padi

10%

Gaplek

10%

Onggok

30%

Tetes/molases

10%

Tepung ikan

3%

Bungkil kacang kedelai

10%

Bungkil kelapa

15%

Bungkil sawit

10%

Bungkil biji kapuk (klentheng)

10%

Kulit biji coklat

5%

Ampas kecap

5

Ampas bir

5

Garam dapur

0,25

Sodium bicarbonate

0,35

Tepung tulang

2

Dicalcium fosfat

1

Kapur

2

premiks

0,2


Sumber: Hernaman (2021).

Dalam sebuah pendampingan manajemen pakan untuk peternak sapi perah belum lama ini, Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Dr Iman Hernaman IPU, menjelaskan tentang penggunaan bahan baku pakan untuk ternak sapi perah yang tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pakan. Pada Pasal 8 Ayat 4 dalam Permentan disebutkan, untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Di samping itu, penggunaan bahan baku pakan juga harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan baku digunakan, karena agar dapat mengoptimalkan manfaat nutrisi yang terkandung di dalamnya, hal itu juga untuk mengantisipasi adanya zat antinutrisi yang ada. Zat antinutrisi adalah senyawa yang terdapat dalam pakan, yang sistem kerjanya adalah mengganggu metabolisme nutrien. Oleh karena itu, para ahli telah merekomendasikan penggunaan maksimum berbagai bahan baku pakan dalam penyusunan ransum.

Pembuatan konsentrat pada sapi perah dibedakan atas umur dan statusnya, hal itu untuk menyesuaikan kebutuhan nutrisinya, sehingga pemberian pakan dapat berjalan optimal dan ekonomis. Jenis-jenis konsentrat itu yakni:

• Konsentrat dara, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari enam bulan sampai dengan umur 12 bulan dan/atau sudah dikawinkan.

• Konsentrat laktasi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan.

• Konsentrat produksi tinggi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai sapi bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan, dengan produksi susu rata-rata lebih dari 15 liter/hari.

• Konsentrat kering bunting, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah dua bulan sebelum beranak kedua dan seterusnya setelah periode laktasi selama 10 bulan.

• Konsentrat pemula-1, yakni pakan konsentrat untuk pedet yang baru lahir sampai dengan umur tiga minggu.

• Konsentrat pemula-2, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari tiga minggu sampai dengan enam bulan.

• Konsentrat pejantan, yakni pakan konsentrat yang diperuntukkan untuk sapi pejantan.

Cara Pemberian Konsentrat
Untuk metode pemberian konsentrat pada sapi perah, Iman Hernaman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering, yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat, serta komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan. Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen. Konsentrat juga sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, dengan penyediaan air tidak dibatasi.

Hal lain yang harus diperhatikan yakni pemberian konsentrat harus diberikan secara bertahap selama enam minggu pertama laktasi dan konsentrat dapat diberikan pada sapi perah laktasi sebanyak 50% dari tampilan produksi susunya, atau dengan perbandingan 1:2.

Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter. Selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

Adapun metode tahapan pemberian konsentrat untuk hasil terbaik, maka sebaiknya mengacu pada Permentan No. 100/Permentan/OT.140/7/2014 tentang pedoman pemberian pakan sapi perah, yang diklasifikasikan dalam tujuh periode, yakni:

• Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter, selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

• Periode pedet prasapih (umur 8 hari-3 bulan). Diberikan susu atau susu pengganti sebanyak 4-8 liter/hari dengan pengaturan berkurang secara bertahap sampai dengan tidak diberikan susu pada umur tiga bulan, pada umur satu bulan mulai diberikan serat berkualitas secukupnya, seperti rumput star grass atau rumput lapangan, diberikan pakan padat dalam bentuk calf starter (konsentrat pedet) berkualitas dengan kandungan protein kasar (PK) 18-19% dan total digesti nutrien (TDN) 80-85% dengan jumlah pemberian mulai 100 gram dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 1,5 kg/ekor/hari; serta diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum).

• Periode pedet lepas sapih (umur di atas 3-12 bulan). Diberikan pakan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN 75% sebanyak 1,5 kg/ekor/hari dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 2 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan, diberikan hijauan pakan berkualitas sebanyak 7 kg/ekor/hari dan ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi 25 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan (atau 10% dari berat badan) dan diberikan air minum tidak terbatas.

• Periode dara siap kawin (umur 12-15 bulan). Diberikan hijauan pakan sebanyak 25-35 kg/ekor/hari, diberikan konsentrat berkualitas minimum PK 15% dan TDN 75% dengan jumlah 2-3 kg/ekor/hari. Pemberian konsentrat di bawah PK 15%, diberikan penambahan sumber pakan lain sebagai protein seperti ampas tahu dan bungkil kedelai, serta diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode dara bunting (setelah umur 15 bulan sampai beranak pertama 24 bulan). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan dan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN75% sebanyak 2-3 kg/hari dan diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode laktasi (setelah beranak sampai dengan kering kandang). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan sebelum sapi diberi konsentrat untuk menghindari asidosis, diberikan konsentrat sesuai periode laktasi (produksi susu) dengan PK 16-18% dan TDN 70-75% sebanyak 1,5-3% dari berat badan dan pemberian air minum tidak terbatas.

• Periode bunting kering/kering kandang (setelah tidak diperah sampai beranak). Diberikan hijauan pakan berkualitas dalam jumlah adlibitum, diberikan konsentrat minimum PK 14% dan TDN 65% sebanyak 2 kg/ekor/hari sampai dengan dua minggu sebelum beranak dan mulai ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi konsentrat sesuai estimasi produksi sapi laktasi awal dan diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum). ***

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

PEMILIHAN PAKAN YANG TEPAT UNTUK MENGOPTIMALKAN BUDIDAYA KELINCI

Dari hasil penelitian para ahli, kemampuan kelinci untuk menghasilkan daging adalah 20 kali lipat dibanding ternak sapi dalam kurun waktu yang sama. (Sumber: Istimewa)

Kelinci merupakan salah satu komoditas peternakan yang sangat cocok untuk dikembangkan secara luas sebagai penganekaragaman konsumsi protein hewani. Daging kelinci kaya protein dan rendah kolesterol, sehingga cocok dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat. Dari hasil penelitian para ahli, ternyata kemampuan kelinci untuk menghasilkan daging adalah 20 kali lipat dibanding ternak sapi dalam kurun waktu yang sama.

Proses pengembangbiakan dan pertumbuhan kelinci sangatlah cepat sehingga seorang pebisnis kelinci bakal memperoleh hasil yang lebih cepat pula, asal dikelola dengan baik. Menurut analisis Himpunan Masyarakat Perkelincian Indonesia (Himakindo), dalam setahun seekor induk kelinci mampu menghasilkan paling tidak 40 kg bobot hidup pada pola pemeliharaan tradisional (ekstensif) dan 120 kg pada pola pemeliharaan intensif.

Pada pemeliharaan pola intensif kelinci dapat dikawinkan hingga 7-8 kali/tahun untuk satu induk kelinci. Dengan jumlah anak-anak kelinci yang terseleksi sebanyak 8-10 ekor yang bisa dipanen, sehingga dapat dihasilkan 56 ekor/tahun.

Pada pemeliharaan intensif pula seekor kelinci bisa dipanen pada umur 80 hari dengan bobot 2,5 kg/ekor, sehingga dari satu induk anak kelinci saja bisa menghasilkan total daging sekitar 120 kg/tahun.

Melihat besarnya potensi beternak kelinci, maka kini budidaya kelinci telah berkembang di berbagai provinsi dengan teknik budidaya yang relatif sederhana. Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, sentra produksi kelinci telah ada di Berastagi, Bogor, Lembang, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Magelang, Semarang, Temanggung, Batu, Malang, Magetan, Blitar, Kediri, Bedugul-Tabanan dan Wamena di Papua.

Untuk efisiensi usaha, maka sebaiknya para peternak kelinci bergabung dalam satu kelompok peternak. Badan Litbang Pertanian, Kementan, merekomendasikan kelompok peternak kelinci yang efektif dan efisien adalah kelompok peternak dengan keanggotaan minimal 100 peternak dengan rataan kepemilikan induk sebanyak 20 ekor/peternak.

Kelebihan kelinci dibanding jenis ternak lain adalah ukuran tubuhnya yang kecil hanya 2,5-3,5 kg/ekor, sehingga tidak memerlukan banyak tempat, biaya tidak besar dalam pengadaan induk dan kandang. Umur dewasa kelinci relatif singkat, yakni hanya 4-5 bulan sudah siap bunting, masa kebuntingan 29-25 hari, dengan kemampuan berkembang biak tinggi, mampu beranak 4-10 kali/tahun, masing-masing 4-10 anak/kelahiran. Masa penggemukan kelinci relatif singkat, kurang dari dua bulan sejak masa sapih. Secara rata-rata, umur hidup ternak herbifora ini berkisar 5-8 tahun.

Penyediaan Pakan dan Sifat Caprophagy
Dalam hal pakan, ternak ini memiliki kebiasaan yang disebut dengan caprophagy, yakni memakan sendiri feses atau tinjanya. Feses yang pertama keluar adalah yang berbentuk lunak atau lembek. Feses itulah yang dimakan kelinci karena kandungan nutrisinya masih tinggi guna memaksimalkan kebutuhan nutrisi kelinci (lihat Tabel). Itulah sebabnya kelinci termasuk dalam kategori ternak pseudo ruminansia.

Sistem pencernaan kelinci terbagi menjadi dua bagian, yaitu perut depan terdiri dari lambung, pankreas, duodenum, jejunum dan ileum, serta perut belakang yakni sekum, appendix dan kolon. Pada perut bagian belakang, berperan penting dalam sistem pencernaan, karena merupakan tempat terjadinya fermentasi pakan di dalam sekum, pemisahan dan pencernaan kembali isi sekum. Sekum merupakan tempat pertumbuhan bakteri yang memiliki fungsi mirip dengan rumen pada sapi, yaitu sebagai tempat terjadinya proses pencernaan pakan.

Kelinci merupakan ternak herbivora yang bukan ruminansia, kurang mampu untuk mencerna serat kasar, tetapi dapat mencerna protein dari tanaman berserat dan memanfaatkannya dengan efektif berkat adanya sekum tadi. Sifat tersebut menyebabkan kelinci dapat mengonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecahkan selulose atau serat menjadi energi.

Tabel Komposisi Kandungan Kimiawi Feses Keras dan Lunak pada Kelinci
Zat Nutrisi
Feses Keras
Feses Lunak
Abu (%)
34-52
63-82
Bahan kering (%)
48-66
18-37
Protein (% bahan kering)
9-25
21-37
Serat kasar (% bahan kering)
22-54
14-33
Lemak (% bahan kering)
1,3-5,3
1-4,6
Mineral (% bahan kering)
3,1-14,4
6-10,8
NFN (% bahan kering)
28-49
29-43

Sumber: Proto (1980) dalam Sjofjan, dkk (2019).

Pada kelinci yang baru lahir, makanan utama adalah air susu yang diberikan oleh induknya sekali dalam 24 jam, dengan lama waktu menyusui 2-3 menit saja. Setelah minggu ketiga, anak kelinci akan bergerak ke luar dari sarangnya, menyusu ke induknya dan sedikit air minum yang disediakan. Pada periode waktu tersebut terjadi perilaku makan yang nyata, dari hanya meminum air susu, menjadi mengonsumsi pakan yang disediakan.

Kelinci merupakan jenis ternak yang tenang, lembut, serta termasuk dalam jenis ternak yang suka mengunyah dan tak dapat bertahan lama tanpa makan. Oleh karenanya, pakan harus selalu tersedia dalam bentuk campuran rumput dan jerami. Untuk tempat minum, sebaiknya disediakan tempat minum dalam bentuk tube yang dapat dijilat. Tempat minum seperti ini cocok untuk kelinci, sehingga terjaga higienitasnya. Jika memungkinkan, kelinci dapat ditempatkan di area terbuka yang banyak terdapat rumput atau tanaman leguminosa yang merupakan pakan alami kelinci. Namun jika kelinci dikandangkan, sebaiknya tersedia selalu pakan hijuaun segar dalam kandang.

Untuk pakan yang diberikan, bahannya tidaklah terlalu rumit, mayoritas berupa hijauan sehingga mudah diperoleh, dengan demikian biaya produksinya relatif rendah. Untuk hidup dan berkembang normal sesuai dengan mutu genetikanya, kelinci membutuhkan zat-zat nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta telah mengidentifikasi setidaknya terdapat tujuh bahan pakan yang sesuai untuk kelinci, diantaranya:

• Air susu induk. Ini merupakan pakan alami terbaik karena memiliki zat paling lengkap serta cocok dan tepat untuk anak kelinci yang masih menyusu. Air susu induk kelinci lebih baik daripada susu sapi, karena memiliki kandungan bahan kering lebih banyak dua kali lipat, lemak dan protein empat kali lebih besar, abu/mineral lebih banyak tiga kali lipat.

• Hijauan. Pakan hijauan yang sesuai untuk kelinci diantaranya rumput lapangan, daun kacang panjang, lamtoro, daun duri, daun kembang sepatu, daun ubi jalar, daun pepaya, daun jagung dan daun kacang tanah. Sisa-sisa atau limbah sayuran seperti wortel, selada, kangkung, kol, sawi, caisim, atau daun singkong juga merupakan sumber hijauan bagi kelinci. Cara pemberian pakan hijau segar diberikan secukupnya, namun sebaiknya dilayukan terlebih dahulu agar kadar air berkurang. Jika pakan hijauan dipaksakan diberikan dalam kondisi segar, maka urin kelinci dapat berbau menyengat, menyebabkan mencret, perut gembung, gatal-gatal dan scabies, serta dapat berakibat fatal.

• Biji-bijian. Bentuk pakan berupa biji-bijian bisa berupa biji jagung, padi, gandum, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Pakan berbentuk biji-bijian tersebut termasuk dalam salah satu bahan pakan yang baik untuk kelinci karena tinggi kandungan protein. Namun jika dirasa bahan pakan tersebut mahal, maka dapat diganti dengan pakan alternatif seperti bungkil kelapa, dedak, bekatul, bungkil tahu, atau bungkil kacang tanah, yang fungsi utamanya adalah sebagai sumber protein. Pemberian bahan pakan berupa biji-bijian sebaiknya ditumbuk dahulu, baru kemudian diberikan dengan takaran 150-250 gram/ekor dalam satu hari.

• Jerami kering. Bahan pakan ini adalah salah satu sumber serat kasar yang dapat mencegah gigi kelinci tumbuh lebih cepat. Dengan demikian, jerami kering dapat menjadi pilihan terbaik.

• Hay. Bahan pakan ini adalah rumput yang dipotong sebelum berbunga, yang kemudian diawetkan dengan cara dikeringkan secara bertahap, agar kandungan gizinya tidak rusak dan kadar serat kasarnya tinggi. Rumput yang cocok dijadikan hay untuk pakan kelinci diantaranya rumput gajah, daun turi, rumput lapangan, pucuk tebu, batang jagung dan daun kacang-kacangan. Hay yang dibuat secara benar akan berasa manis, cocok untuk kelinci yang memang menyukasi manis. Selain itu, ampas tebu yang direndam selama 24 jam dan telah difermentasikan dengan molase juga dapat menjadi alternatif bahan pakan kelinci. Jika kelinci mengalami gangguan seperti mencret, disarankan segara menghentikan pemberian hijauan dan menggantikannya dengan hay dalam jumlah banyak.

• Umbi-umbian. Bahan pakan ini merupakan salah satu alternatif pakan kelinci yang sesuai, diantaranya talas, ubi jalar, singkong rebus dan jenis umbi-umbian lainnya. Bahan pakan jenis ini sebagai bahan pakan tambahan.

• Konsentrat. Pakan konsentrat berfungsi meningkatkan nilai gizi dan penguat pakan pokok kelinci berupa hijauan. Keuntungan jenis pakan ini mudah didapat di pasaran, namun risikonya adalah harga relatif mahal. Pakan konsentrat biasanya terdiri dari pelet atau pakan pabrikan, bekatul, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas tapioka, atau bungkil kacang tanah. Jika nutrisi dalam pelet sudah mencukupi kebutuhan kelinci, maka pakan hijauan tidak perlu diberikan. ***

Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer