Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Biosekuriti 3 Zona | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENUAI HASIL APLIKASI BIOSEKURITI

Mencuci kandang merupakan bagian dari tindakan biosekuriti. (Foto: Istimewa)

Pentingnya aspek biosekuriti terkadang membuat orang salah kaprah, oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman mendalam. Selain itu, kini penerapan biosekuriti dapat berbuah manis bagi siapapun yang mengaplikasikannya.

Prinsip paling hakiki dari biosekuriti adalah mencegah penyakit agar tidak masuk dan keluar dari suatu peternakan, apapun caranya. Dalam aplikasinya terserah kepada masing-masing peternak, namun begitu karena alasan budget rata-rata peternak abai terhadap aspek biosekuriti. 

Setidaknya minimal ada tujuh aspek yang harus dilakukan dalam menjaga biosekuriti di peternakan menurut Hadi (2010), yakni: 1) Kontrol lalu lintas. 2) Vaksinasi. 3) Recording flock. 4) Menjaga kebersihan kandang. 5) Kontrol kualitas pakan. 6) Kontrol air. 7) Kontrol limbah peternakan. Sangat mudah diucapkan, namun sulit diimplementasikan.

Hewan Produktif, Manusia Sehat

Banyak peternak di Indonesia menanyakan efektivitas penerapan biosekuriti. Sebagai contoh Infovet pernah melakukan kunjungan ke Lampung dimana FAO ECTAD Indonesia beserta stakeholder peternakan di Lampung sedang menyosialisasikan biosekuriti tiga zona pada peternak layer di sana.

Kusno Waluyo seorang peternak layer asal Desa Toto Projo, Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur, bercerita mengenai keputusannya untuk hijrah dari sistem beternak konvensional menjadi rasional, bisa menjadi salah satu rujukan jika ingin mengetahui efektivitas penerapan biosekuriti.

Peternak yang berusia 46 tahun tersebut memang sudah terkenal sebagai produsen telur herbal. Hal ini diakuinya karena ia sendiri memberikan ramuan herbal sebagai suplementasi pada pakan ayamnya. Hasilnya memang cukup memuaskan, namun ia masih kurang puas karena merasa masih bisa lebih efektif lagi.

“Akhirnya saya mengikuti program FAO yang ada di sini, saya dengar dari Ketua PPN Lampung kalau ini bagus, makanya saya coba ikutin saja. Ternyata benar, biaya yang dikeluarkan makin irit, hasilnya lebih jos,” tutur pemilik Sekuntum Farm tersebut.

Kendati demikian, Kusno enggan bercerita mengenai modal yang ia keluarkan dalam pembangunan fasilitas biosekuriti miliknya, tetapi dengan sejumlah uang yang ia gelontorkan menurutnya hasil yang diperoleh benar-benar menguntungkan.

Salah satu tolak ukur suksesnya penerapan biosekuriti di kandang Kusno adalah saat ayam di kandangnya menginjak usia sekitar 29 minggu produksi telurnya stabil di angka 90% lebih. Selain itu dalam data juga disebutkan bahwa tingkat kematian ayam di peternakannya sangat rendah, hanya 1% dari 30.000 ekor populasi. “Di farm sini per hari enggak melulu ada yang mati, enggak kaya sebelumnya,” ucap dia.

Menurut National Technical Advisor FAO ECTAD, Alfred Kompudu, sebenarnya konsep biosekuriti tiga zona merupakan pengejawantahan dari program EPT2 (Emerging Pandemic Threats Programme) yang telah lama menjadi fokus FAO di Indonesia.

“Melalui program ini kita berkomitmen membantu pemerintah dalam meanggulangi pandemi penyakit, terutama zoonosis, program ini sudah lama berjalan dan masih akan lanjut sepertinya di Indonesia,” tutur Alfred.

Selain itu kata dia, dengan adanya wabah COVID-19 penerapan biosekuriti tiga zona yang baik dan benar bukan hanya menguntungkan peternak dari segi ekonomis karena ternaknya sehat dan produktivitasnya meningkat, tetapi juga… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2020) (CR)

PERAN BIOSEKURITI DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT UNGGAS

Bilik disinfeksi untuk kendaraan yang akan masuk ke peternakan. (Foto: Dok. AKI)

Penyakit merupakan salah satu tantangan besar dalam industri perunggasan. Adanya kontak antara agen penyakit dengan unggas adalah kunci terjadinya suatu infeksi. Apabila infeksi penyakit terjadi, efek kerugian ekonomi yang dirasakan peternak akibat adanya kematian dan penurunan produksi bisa sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk membantu mengurangi intensitas kontak tersebut, biosekuriti merupakan salah satu langkah yang penting dilakukan.

OIE (2009) menyebutkan bahwa biosekuriti adalah implementasi tindakan untuk menurunkan risiko pemaparan dan penyebaran agen penyakit. Terdapat tiga elemen utama dari biosekuriti, yaitu segregasi, cleaning dan disinfeksi. Jeffrey (1997) menyatakan bahwa ada tiga komponen dalam biosekuriti yang membatasi masuknya agen penyakit dalam suatu peternakan, yaitu isolasi, kontrol lalu lintas dan sanitasi.

Dalam pemeliharaan ayam, ada berbagai titik yang memiliki pengaruh dalam resiko terjadinya penyakit. Siahaan (2007) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya penyakit Avian influenza (AI) adalah keberadaan burung liar yang masuk ke dalam area peternakan, perlakuan terhadap unggas yang sakit dan mati, jarak peternakan dengan rumah penduduk, pembersihan kandang secara berkala, serta penanganan limbah feses.

Selain itu, lalu lintas keluar-masuk peternakan oleh kendaraan maupun personal juga memiliki andil dalam kontak agen infeksi dengan ayam sebagai hospes targetnya. Sebagai makhluk hidup yang sangat kecil, virus dan bakteri memiliki peluang besar untuk terbawa dari satu tempat ke tempat lain. Agen infeksi ini dapat menempel pada pakaian dan alas kaki personal, maupun pada roda kendaraan yang digunakan saat masuk ke dalam suatu peternakan. Saswiyanti (2012) menyebutkan beberapa variabel kontrol lalu lintas yang memiliki pengaruh terhadap paparan penyakit AI adalah kontak unggas dengan pengunjung dan karantina terhadap unggas baru.

Melihat berbagai titik resiko tersebut, pelaksanaan biosekuriti perlu dilakukan secara konsisten untuk menghindari terjadinya penyakit. Pembagian area peternakan menjadi tiga zona (merah, kuning dan hijau) sangat penting agar kontak agen penyakit dengan ayam dapat diminimalisir. Peralatan dari luar, personel yang kontak dengan lingkungan luar peternakan dan kendaraan sebisa mungkin dibatasi hanya pada zona merah. Sementara itu disinfeksi dan pembersihan personel maupun peralatan dapat dilakukan ke zona kuning. Sedangkan zona hijau merupakan area peternakan ayam yang tidak boleh dimasuki tanpa adanya pembersihan di zona kuning terlebih dahulu. Pembatasan akses personel di zona hijau ini juga sangat diperlukan. Seirama dengan pembagian zona biosekuriti ini, pelaksanaan manajemen biosekuriti harus mendapat perhatian khusus. Beberapa contoh pelaksanaan manajemen biosekuriti bisa dilihat... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2020) (ADV SANBIO)

JANGAN REMEHKAN BIOSEKURITI

Desinfeksi sebelum masuk dan keluar kandang. (Foto: Infovet/CR)

Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, manajemen pemeliharaan ayam juga ikut berkembang. Apalagi sejak diberlakukannya larangan AGP (Antibiotic Growth Promoter) dalam pakan, semua yang berkecimpung di sektor budidaya berlomba-lomba mengakali manajemen pemeliharaan agar performa ayam tetap terjaga.

Budidaya ayam layer maupun broiler di zaman now bisa dibilang susah-susah gampang. Peternak kini dihadapkan pada pesatnya pertumbuhan ayam, namun lebih rentan terhadap faktor eksternal, seperti iklim, penyakit dan lain sebagainya. Ditambah lagi AGP yang selama ini menjadi andalan untuk memacu pertumbuhan telah dilarang pemerintah. Tentunya hal ini semakin menjadi tantangan bagi para peternak dan stakeholder di sektor perunggasan.

Padahal, sejak dulu sudah ada “obat” alami agar usaha budidaya lancar tanpa adanya gangguan penyakit. Namun begitu tidak semua peternak mau dan mampu mengaplikasikannya, yakni program biosekuriti.

Dipandang Sebelah Mata
Sering didapati bahwa peternak tidak mengindahkan biosekuriti, misalnya saja masih bebasnya lalu lintas keluar-masuk suatu peternakan tanpa adanya treatment khusus. Padahal, treatment khusus semacam dipping atau semprot desinfektan merupakan salah satu aspek biosekuriti, dalam hal ini menjaga lalu lintas manusia.

Mengingatkan kembali bahwa ada beberapa aspek dasar dalam biosekuriti misalnya kontrol lalu lintas, vaksinasi, recording flok, menjaga kebersihan kandang, kontrol kualitas pakan, kontrol air dan kontrol limbah peternakan.

Dengan semakin berkembangnya zaman, ada juga peternak yang semakin sadar bahwa biosekuriti ini penting diaplikasikan. Misalnya saja yang dilakukan oleh Jenny Soelistiyani, peternak layer asal Lampung. Wanita yang juga merupakan Ketua Pinsar Petelur Nasional (PPN) ini sedang giat-giatnya menggalakkan penerapan biosekuriti di peternakan layer.

“Penerapan biosekuriti yang baik mutlak harus dimiliki, enggak bisa disepelkan. Peternak harus mau berubah, lah wong zaman berubah masa tata cara beternak gitu-gitu aja?,” tutur Jenny. 

Apa yang diutarakan Jenny bukannya tanpa alasan, terlebih lagi ketika AGP dilarang, otomatis untuk mencegah meledaknya wabah penyakit yang tak terkendali dibutuhkan upaya lain, menurut Jenny yang paling masuk akal adalah penerapan biosekuriti.

Jenny dan para peternak di Lampung kini sedang getol-getolnya mengajak para peternak layer di Lampung untuk mengaplikasikan biosekuriti tiga zona. Ia dibantu oleh FAO ECTAD, akademisi dari UNILA, pemerintah dan juga perusahaan yang bergerak di bidang obat hewan.

“Semua turun tangan, FAO memberi penyuluhan dan teknis aplikasi, UNILA juga mendampingi peternak, dinas juga aktif, perusahaan obat hewan juga jadi auditor internal kami, peternaknya jadi semangat dan rata-rata di sini peternak sudah mau mengaplikasikan biosekuriti tiga zona,” jelasnya.

Menuai Hasil Manis
Ketika biosekuriti diterapkan dengan baik, hasil manis dituai oleh peternak. Misalnya saja yang dirasakan oleh Subadio, peternak layer asal Kecamatan Purbolinggo, Lampung, yang sudah menerapkan biosekuriti tiga zona di peternakannya.

Subadio mengaku tertarik mengaplikasikan biosekuriti tiga zona karena dinilai menguntungkan. “Di Lampung ada pendampingan dan penyuluhan bagi peternak yang ingin mengaplikasikan sistem ini, kami dibimbing langsung oleh dinas peternakan setempat, FAO ECTAD, UNILA, technical service produsen pakan dan PPN Lampung,” tutur Subadio.

Tanpa pikir panjang Subadio membangun fasilitas seperti yang disarankan oleh para mentornya. Walhasil, kandang layer-nya yang baru setahun enam bulan berdiri mengalami banyak kemajuan. Tidak lupa ia mengajak para karyawannya untuk berkomitmen menjalankan SOP yang berlaku di peternakannya untuk dipatuhi. Subadio menerapkan sistem reward and punishment agar karyawan lebih berkomitmen dalam menerapkan SOP di peternakannya.

“Kandang saya awalnya kacau mas, sampai saya mulai tertarik ikut menjajal biosekuriti tiga zona, baru deh kandang ini produksi dan performanya benar. Sudah gitu ternyata nilai rupiah yang didapat Alhamdulillah bertambah,” tukas Subadio kepada Infovet. Pernyataan Subadio tadi didukung oleh data yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Misalnya saja kini disaat ayam di kandangnya menginjak usia sekitar 29 minggu produksinya stabil di angka 90% lebih. Selain itu, dalam data juga disebutkan bahwa tingkat kematian ayam di peternakannya sangat rendah, hanya 1% dari 30.000 ekor populasi. “Di farm sini per hari enggak melulu ada yang mati mas, enggak kaya di farm saya yang satunya yang belum saya bangun biosekuriti tiga zona,” ucap dia.

Ketika ditanya mengenai penyakit dan wabah AI, Subadio juga mengatakan bahwa belum pernah kandang tersebut terjangkit wabah mematikan seperti AI. “Paling penyakit cuma nyekrek-nyekrek (CRD) saja mas, kalau AI enggak pernah, kalau bisa jangan sampai kena AI deh,” kata Subadio.

Ia juga mengaku bahwa ketika terjadi penyakit, petugas kesehatan di farm-nya hanya memberikan terapi suportif berupa pemberian vitamin beserta suplemen pemacu sistem imun. “Kasus yang agak parah kemarin sih ada beberapa ekor yang kena fowl pox, sudah dibakar yang mati, terus sisanya kita pisahkan, isolasi dan kita vaksin ulang sambil diberikan terapi suportif,” kata Subadio.

Perihal dana yang dikeluarkan, Subadio enggan menyebut nominal angka yang ia gelontorkan untuk membangun sistem tersebut. “Yang jelas enggak sampai seratus juta untuk sistemnya saja, kurang dari itu. Tapi hasil yang saya dapatkan Alhamdulillah sudah balik modal itu biaya pembuatan sistemnya dalam dua bulanan,” tukasnya.

Hal serupa juga dirasakan Bambang Sutrisno, peternak layer asal Ungaran, Kabupaten Semarang. Bambang mengaku telah menerapkan biosekuriti tiga zona secara menyeluruh sejak 2015. Kini, Bambang merasakan hasilnya berupa keuntungan yang lebih baik ketimbang sebelum penerapan biosekuriti.

“Saya setelah mengadopsi sistem ini enggak nyangka bisa naik pendapatannya. Darimana? Pertama dari produksi yang bagus mas, per seribu ekor kini produksi telurnya stabil di 55-60 kg, padahal tadinya enggak segitu,” tutur Bambang berapi-api.

Selain itu dengan diterapkannya biosekuriti tiga zona, ia juga dapat menghemat penggunaan antibiotik di kandang sekitar 40%, begitu pula penggunaan obat-obatan lain yang dikurangi sampai 30% karena ayam jarang terserang penyakit.

“Dari penghematan itu kira-kira saya bisa kantongi 10 juta rupiah, yang tadinya buat beli antibiotik, obat-obatan dan lainnya, sekarang jadi masuk ke kantong saya. Lumayan banget,” ucap Bambang.

Menurutnya, menerapkan biosekuriti dengan baik itu mudah, modalnya hanya satu yakni niat. Jika niat sudah bulat otomatis komitmen akan terbangun, dengan terbangunnya komitmen akan timbul kebiasaan baik yang konsisten dan mengakar.

Efek Samping
Penerapan biosekuriti yang baik dan konsisten juga akan menghasilkan efek samping. Bukan efek samping yang negatif melainkan sebaliknya. Jenny Soelistiyani menerangkan, kini di Lampung animo peternak dalam menjalankan biosekuriti tiga zona meningkat pesat. Hal ini karena peternak yang menerapkan biosekuriti tiga zona dapat memperoleh Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dari Dinas Peternakan Provinsi.

“Ini juga jadi kerjasama kami dengan pemerintah, kemajuannya juga luar biasa. Tahu sendiri lah kalau sudah dapat NKV otomatis nilai produk yang dihasilkan juga meningkat. Tentu saja ini akan meningkatkan pendapatan peternak,” kata Jenny.

Yang lebih luar biasa, beberapa waktu lalu di Lampung, sekitar 14 peternak layer memperoleh sertifikat NKV dalam kurun waktu sembilan bulan. Ini merupakan salah satu capaian luar biasa bagi peternak di Lampung. Atas pencapaian itu, Provinsi Lampung mendapat ganjaran rekor MURI sebagai Pemprov yang menerima sertifikat NKV terbanyak dalam kurun waktu setahun. Selain menguntungkan peternak, tentunya ini juga dapat mengharumkan nama daerah.

Kepala Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung, Drh Anwar Fuadi, sangat bangga dengan pencapaian ini. Menurutnya, ini adalah hasil kerja nyata dari semua stakeholder peternakan layer yang ada di Lampung.
“Kami bangga, ini menunjukkan bahwa peternak rakyat juga mampu bersaing, selain menguntungkan peternak. Saya harap nantinya kedepan makin banyak peternak yang sadar akan hal ini,” tukas Anwar.

Tidak lupa Anwar juga mengingatkan bahwa penghargaan ini bukanlah titik akhir. Lampung memiliki program menjadi zona bebas AI di 2021 mendatang. Melalui penerapan biosekuriti yang baik, konsisten dan berkelanjutan, ia berharap bahwa program itu dapat tercapai. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer