Kampanye Rabies Inklusif di SLB-B Tunas Kasih 2 Kota Bogor
Rabies masih menjadi ancaman nyata di Indonesia. Penyakit zoonosis ini hamper selalu berakibat fatal bila gejala klinis sudah muncul. Namun, kabar baiknya rabies bisa dicegah. Vaksinasi hewan penular rabies, edukasi masyarakat, dan penerapan perilaku yang tepat adalah kunci pencegahannya.
Sayangnya, tidak semua kelompok masyarakat mendapat akses informasi yang sama. Salah satunya adalah anak-anak penyandang disabilitas, khususnya tuna rungu.
Berangkat dari keprihatinan inilah, Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) Kementerian Pertanian bersama mitra menggelar Kampanye Rabies Inklusif di Sekolah Luar Biasa (SLB)-B Tunas Kasih 2 Kota Bogor pada September kemarin, mengusung tema “Bersama Lawan Rabies, Tanpa Ada yang Tertinggal.” Kegiatan ini dirancang agar pesan pencegahan rabies bisa sampai juga kepada anak-anak tuna rungu, kelompok yang kerap luput dari sasaran kampanye kesehatan.
Edukasi dengan Cara yang Ramah Disabilitas
Kegiatan berlangsung interaktif sejak pagi hingga siang. Setelah sambutan dari berbagai pihak, siswa-siswi SLB-B Tunas Kasih 2 diajak mengenal rabies melalui presentasi sederhana yang disertai bahasa isyarat, pemutaran video edukasi, serta ice breaking berupa kuis berhadiah. Guru dan orang tua turut dilibatkan, sehingga edukasi tidak berhenti di sekolah, tetapi berlanjut hingga ke rumah.
Yang menarik, sebelum dan sesudah sesi edukasi, anak-anak diberikan pre dan post-test. Hasilnya cukup mengejutkan. Dari 45 siswa, awalnya hanya sembilan anak yang memperoleh nilai 100. Namun setelah kampanye, jumlah tersebut melonjak menjadi 34 anak. Artinya, lebih dari 50% siswa menunjukkan peningkatan pengetahuan yang signifikan.
Kolaborasi Multipihak
Kampanye ini juga menegaskan pentingnya kerja sama lintas sektor. Hadir dalam kegiatan ini Direktur Kesmavet Kementan secara daring, Kepala BBPMSOH, perwakilan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bogor, Ketua Umum ASOHI, serta mitra strategis dari KONEKSI. Kolaborasi seperti ini membuktikan bahwa pengendalian rabies tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan butuh sinergi semua pihak, termasuk sekolah dan komunitas disabilitas.
Menyentuh Hati, Membuka Mata
Bagi tim pelaksana, salah satu momen paling berkesan adalah ketika seorang siswa dengan penuh semangat menggunakan bahasa isyarat untuk menjelaskan kembali bagaimana cara mencegah rabies. Sederhana, tapi bermakna, pesan kampanye benar-benar terserap. Di sinilah letak pentingnya pendekatan inklusif, pesan kesehatan bisa diterima, dipahami, dan diterapkan oleh semua kalangan.
Kegiatan ini hanyalah langkah awal. Harapannya, model kampanye rabies inklusif dapat direplikasi di sekolah luar biasa lain, terutama di wilayah endemik rabies. Karena melawan rabies berarti melindungi semua tanpa ada yang tertinggal. ***
Ditulis oleh:
Muhammad Zahid
Analis Kebijakan - Kementerian Pertanian


