Foto bersama pembicara dan peserta seminar. (Foto: Istimewa) |
Pusat Riset Peternakan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerjasama dengan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) dan Majalah Infovet mengadakan “Akselerasi Usaha Sapi Perah, Tingkatkan Gizi Masyarakat”. Seminar, yang juga dilakukan secara daring, berlangsung pada Senin, 29 September 2025, bertempat di ICC BRIN, Bogor.
Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Drh Irawati Fari, dalam sambutannya mengatakan, “Produksi susu sapi di Indonesia masih sangat rendah, mayoritas masih impor. Sementara pemerintah memiliki program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak bangsa. Juga untuk pengendalian stunting. Sehingga kebutuhan akan protein hewani adalah sangat penting.”
Irawati melanjutkan selain rendahnya produksi susu sapi tantangan lain yang dihadapi adalah ketersediaan susu, daya beli masyarakat, jalur distribusi, hingga penyakit sapi perah. Ia berharap semua stakeholder bersama pemerintah, pelaku usaha, dan peternak bersatu untuk bisa bersama-sama meningkatkan produksi susu.
Upaya Peningkatan Konsumsi dan Produksi Susu
Peningkatan produksi susu dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat menjadi salah satu program prioritas pemerintah yang dilaksanakan melalui Program Percepatan Peningkatan Produksi Susu dan Daging Nasional (P2SDN). Susu dan produk olahannya adalah asupan penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi esensial untuk tumbuh kembang generasi masa depan bangsa.
Menuju Indonesia emas pada tahun 2045, Indonesia harus memiliki human capital index (HCI) tinggi yang menjadi indikator potensi ekonomi dan daya saing warga negara suatu negara, dengan pertimbangan faktor pendidikan dan kesehatan.
Belajar dari keberhasilan banyak negara yang telah melaksanakan program susu gratis, seperti Skandinavia (Swedia dan Finlandia), Jepang, dan Amerika. Kebiasaan minum susu berdampak positif pada peningkatan gizi, mengurangi angka stunting, mendukung perkembangan kognitif, dan capaian akademik anak-anak.
Di Indonesia, tingkat konsumsi susu baru mencapai 16,6 kg/kapita/tahun, masih sangat jauh dari standar FAO yang mencapai 30 kg/kapita/tahun. Selain itu, jumlah masyarakat yang rutin minum susu tiap hari hanya sekitar 16%.
Dalam beberapa tahun terakhir, konsumsi susu dan produk olahannya menunjukkan tren positif yang disebabkan oleh peningkatan jumlah kelas ekonomi menengah atas, perubahan gaya hidup masyarakat, dan perkembangan pesat industri kuliner.
Rendahnya tingkat konsumsi susu masyarakat tidak terlepas dari keterbatasan akses, daya beli, dan ketersediaan susu segar yang mencukupi. Saat ini 80% kebutuhan susu nasional dipenuhi dari impor.
Kemampuan industri susu nasional yang hanya dapat mensuplai 20% kebutuhan susu segar dalam negeri (SSDN), tidak terlepas dari sedikitnya populasi dan rendahnya produktivitas sapi perah. Saat ini populasi sapi perah hanya sekitar 507 ribu ekor dengan produktivitas rata-rata 10-15 liter per ekor per hari, jauh di bawah potensi genetik maupun standar produktivitas global yang bisa mencapai 25-30 liter per ekor per hari.
Berbagai upaya peningkatan produktivitas juga sudah dilakukan dengan berbagai program modernisasi industri sapi perah, perbaikan kualitas pakan, perbibitan yang bermutu, dan perlindungan terhadap penyakit.
![]() |
Pemberian cinderamata dari Ketua ASOHI kepada perwakilan BRIN Puji Lestari SP, MSi, PhD dan perwakilan Ditjen PKH |
Rekomendasi Pengembangan Peternakan Sapi Perah
Prof Budi Tangendjaja, Ketua Dewan Pakar ASOHI, yang membawakan materi Pengembangan Usaha Sapi Perah Berkelanjutan melalui Optimalisasi Pakan, memberikan beberapa rekomendasi.
Ia menyarankan pemerintah bersama stakeholders melakukan studi secara detail untuk membuat roadmap industri susu. Kedua, lokasi peternakan dan pengembangan hijauan untuk pakan harus dicarikan lahan tersendiri yang sesuai.
Jumlah bahan pakan lokal yang dapat digunakan harus diidentifikasi dengan baik. Juga seberapa banyak kebutuhan impor bahan pakan.
Terakhir Budi mengatakan, “Semua membutuhkan waktu yang lama, peternakan sapi perah modern tidak dapat diwujudkan secara instan. Untuk itu negara seperti Thailand dan perusahaan-perusahaan yang sudah berjalan dapat dijadikan benchmark.”
Narasumber lain adalah Drh R Kurnia Achjadi MS, anggota Dewan Pakar ASOHI dengan materi Manajemen Kesehatan Reproduksi Sapi Perah Pasca Out Break Penyakit Mulut dan Kuku. Dadang Suryana, dari PT Sumber Cita Rasa Alam, dengan materi Kiat Sukses Pengembangan Usaha Sapi Perah Hulu Hilir. Serta Dr Santiananda Arta Asmarasari SPt, MSi, peneliti BRIN, yang memaparkan materi Pemanfaatan Teknologi Seleksi Berbasis Marka Molekuler untuk Perbaikan Genetik Sapi Perah. (NDV)
0 Comments:
Posting Komentar