Wirausaha dengan di era milenial memiliki sejumlah keunggulan antara lain, mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha dengan memangkas rantai pasok dan distribusi. Digitalisasi bisnis bahkan mampu membuka akses pasar yang jauh lebih luas bagi pelaku usaha hingga ke ranah global, berkat adanya internet dan sosial media.
Di sisi lain, bagi konsumen mendapat manfaat berupa sarana pemerataan akses pasar bagi masyarakat di berbagai pelosok daerah. Adanya bisnis berbasis digital memungkinkan mereka yang berada di daerah mendapatkan produk dengan harga nyaris sama dengan yang tinggal di kota besar.
Bisnis kuliner menjadi tren di seluruh kota di Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Mulai dari menu yang bervariasi, cemilan hingga makanan berat. Memiliki usaha sendiri merupakan keinginan banyak orang. Fleksibilitas kegiatan dan waktu, hingga omzet yang tak terhingga membuat banyak generasi muda lebih memilih menjalankan usaha sendiri ketimbang bekerja di perusahaan.
Hal itu mengemuka dalam Indonesia Livestock Club (ILC) #Edisi17 yang diselenggarakan Indonesia Livestock Alliance (ILA), Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI) dan Poultry Indonesia, Senin (15/2/2021). ILC kali ini dilaksanakan dalam rangka Program Hilirisasi Industri Perunggasan, dengan tajuk “Kiat Bisnis Kuliner Produk Hasil Unggas”.
Kegiatan menghadirkan tiga narasumber, diantaranya Guru Besar Fapet UGM dan owner Super Farm Prof Dr Yuny Erwanto, yang membahas tentang peran peternak dalam menyiapkan bahan baku kuliner hasil unggas yang berkualitas. Kemudian owner Azyro Fried Chicken, Setya Winarno, membahas seputar manajemen stok bahan baku dan distribusi produk ayam dalam grup warung makan dan Excecutive Chef Hotel Bogor, Sahira Inno Satria, yang memaparkan tentang penerapan dapur terpadu (central kitchen) untuk efisiensi kuliner produk hasil unggas.
Kuliner dengan bahan produk hasil unggas merupakan pilihan tepat, apalagi sumber protein hewani ini relatif mudah diperoleh, harga terjangkau, dapat diolah menjadi berbagai hidangan yang mengundang selera dan disukai banyak orang. Berbagai inovasi dapat dilakukan agar bisnis kuliner tetap relevan sesuai permintaan konsumen, sehingga harus mengetahui seluk-beluk karakter produk hasil unggas, memahami permintaan pasar, pemilihan bahan baku, pengelolaan logistik hingga penanganan keamanan pangannya.
Dengan makin banyaknya kuliner berbahan utama produk hasil unggas dengan berbagai inovasi, layanan dan hidangan menarik, maka akan makin banyak masyarakat yang mengonsumsi sumber protein hewani ini, sehingga meningkatkan asupan gizi protein hewani masyarakat, sekaligus meningkatkan konsumsi unggas dan produknya.
“Menyiapkan rumah makan itu harus menyiapkan juga bahan bakunya, yakni dari ayam hidup. Hal tersebut tidak terlepas dari tujuan untuk menjaga kualitas dan kontinuitas bahan baku,” ujar Setya Winarno.
Oleh karena itu, ia mengingatkan untuk senantiasa menjaga aliran bahan baku agar tidak kelebihan atau kekurangan stok. Kelebihan stok akan membuat uang tidak bisa diputar dan bahan menjadi riskan untuk rusak. Sedangkan jika kekurangan stok, rumah makan tersebut akan mengalami libur dan tidak bisa mendapatkan pemasukan karena tidak ada bahan untuk diolah.
Sementara dari sisi peternak sebagai penyuplai bahan baku produk hasil unggas, Yuny Erwanto berpesan agar para peternak bisa memahami prinsip bisnis kuliner seperti rumah makan, yang kebutuhannya memerlukan spesifikasi khusus seperti ukuran, bentuk potongan, jumlah potongan per ekor, jam pengantaran dan lain-lain.
“Peternakan sebagai penyedia bahan baku produk kuliner hasil unggas juga perlu untuk memahami perihal tata niaga seperti kesepakatan harga, persaingan dan cara pembayaran,” kata Yuny. (IN)
0 Comments:
Posting Komentar