![]() |
Drh Ni Made Ria Isriyanthi dan DrhYurike Elisadewi (berkerudung merah) berada dalam konferensi (Foto: Istimewa) |
Kasubdit Pengawasan Obat Hewan - Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Drh Ni Made Ria Isriyanthi PhD selaku OIE-National
Focal Point untuk Veterinary Product, serta Drh Yurike Elisadewi Ratnasari
M Si (Kasi Mutu Obat Hewan) hadir dan berpartisipasi aktif dalam “2nd Global Conference on Antimicrobial
Resistance and Prudent Use of Antimicrobial Agents in Animals”.
Konferesi yang berlangsung pada 29-31 Oktober 2018 ini diikuti
oleh 97 perwakilan delegasi negara anggota Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (World Organization for Animal Health/Office
Internationale des Epizooties/OIE).
Pertemuan ini dibuka oleh Monique Eloit selaku Director General OIE. Kongres
ini diselenggarakan di Palais des Congres de la palmeraie, Palmeraies Resort,
Marrakesh, Morocco.
Pemateri-pemateri dari OIE, World Health Organization (WHO), Food and Agricultural Organization (FAO), serta dari beberapa
negara anggota OIE dalam berbagi
pengalaman pengendalian Antimikrobial (AMR) di negaranya, mewarnai konferensi ini.
![]() |
Para pemateri dari berbagai negara (Foto: Istimewa) |
Salah satu
topik bahasan yang menarik dalam pertemuan ini adalah tentang penggunaan kajian
ekonomi dalam penetapan kebijakan terkait AMR, dengan pembicara Dr Jonathan
Rushton dari Department of Epidemiology
and Population Health, Institut for Infection and Global Health, University of Liverpool, UK serta Dr Michael M Ryan
dari Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD), Paris, France yang menyampaikan topik
Analisa Ekonomi Cost Benefit dalam penggunaan antimikrobial pada produksi
pangan asal ternak .
Pertemuan ini
menghasilkan beberapa rekomendasi bagi negara-negara anggota OIE diantaranya adalah
diperlukan memobilisasi sumber-sumber yang memadai untuk pengembangan
komunikasi terkait AMR yang sejalan dengan OIE International Standard, dan memastikan keterlibatan semua stake holder dalam pengembangan strategi
pengendalian AMR.
Di sela-sela pertemuan tersebut, Drh Ni
Made Ria PhD menyampaikan tanggapan bahwa Indonesia sudah mengeluarkan Permentan
No. 14 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan yang telah mengatur pelarangan
penggunaan AGP, dimana antimikrobial hanya diizinkan untuk terapi diberikan
pada saat yang tepat, dengan dosis yang tepat, dengan resep dokter hewan, dan
di bawah pengawasan dokter hewan dengan memperhatikan with drawal time/waktu
henti obat.
Selanjutnya,
diikuti dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Nomor : 09111/Kpts/PK.350/F/09/2018 tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Obat Hewan Dalam Pakan Untuk Tujuan Terapi.
![]() |
Dr Hirofumi Kugita, OIE Regional Representative for Asia Pasific (Foto: Istimewa) |
Beberapa
rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh OIE dari hasil konferensi ini, yaitu masih
diperlukan riset yang fokus pada dinamika dan epidemiologi AMR dari sisi One Health, pengembangan vaksin dan
alternatif pengganti antimikrobial melalui public-privat
partnership; untuk mempertimbangkan kemungkinan penggunaan vaksin autogeneous maupun alternatif lain,
untuk mengurangi kebutuhan penggunaan antimikrobial; untuk melanjutkan
pengembangan daftar antimikrobial yang hanya digunakan untuk companion animal, spesies hewan lain,
termasuk obat antiparasit; serta masih diperlukannya pengembangan kerangka
kerja terkait monitoring dan evaluasi dalam rangka memantau kemajuan
pelaksanaan strategi pengendalian AMR, seperti yang tertuang dalam Resolusi OIE
No. 36 Tahun 2016 pada Sidang Umum Delegasi OIE ke-84. (Sumber: Rilis Subdit POH)
0 Comments:
Posting Komentar