![]() |
Pertemuan Dirjen PKH dengan para produsen obat hewan se-Indonesia (Foto: Humas Kementan RI) |
“Saya memberikan apresiasi kepada seluruh produsen obat
hewan di Indonesia. Nilai ekspor obat hewan periode Januari hingga Agustus 2018
ini saja meningkat 7,8 persen dari posisi nilai ekspor tahun 2017.” Demikian
pernyataan Direktur Jenderal PKH, I Ketut Diarmita dalam pertemuan dengan para
produsen obat hewan se-Indonesia, Jumat (19/10/2018) di kantor pusat
Kementerian Pertanian.
Dalam kurun waktu 3,5 tahun, ekspor obat hewan telah
signifikan mendatangkan devisa negara yang cukup besar. Berdasarkan data
Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), nilai ekspor
obat hewan dari tahun 2015 sampai dengan bulan Juni 2018 telah mencapai Rp
20,16 Triliun.
Ketut menambahkan ekspor obat hewan asal Indonesia telah
menembus lebih dari 80 negara di dunia yang tersebar di Benua Amerika, Asia,
Afrika, Australia, dan Eropa. Obat hewan yang diekspor tersebut ada 3 tiga
jenis sediaan, yaitu biologik, farmasetik, dan premiks.
Kementan meyakini ekspor ini masih terus dapat ditingkatkan,
baik dari segi volume ekspor, jenis produk maupun tujuan pasar baru
negara-negara di luar negeri. Untuk membuka pasar baru, perusahaan harus jeli
melihat dan mengatasi hambatan teknis ke negara tujuan, serta menyampaikannya
kepada Ditjen PKH.
"Kami akan fasilitasi dalam akselerasi ekspor dengan
menjalin harmonisasi persyaratan ekspor dengan berbagai negara tujuan,"
terang Ketut dalam keterangan resminya.
Upaya Percepatan dan Daya Saing
Saat ini, Ditjen PKH telah membentuk Tim Percepatan Ekspor
komoditas bidang peternakan dan kesehatan hewan, termasuk obat hewan untuk
membantu pelaku usaha dalam mengatasi berbagai kendala.
Pihaknya telah menerbitkan Surat Edaran kepada pimpinan
perusahaan ekspor obat hewan dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) bahwa
obat hewan produksi dalam negeri yang didaftarkan untuk orientasi ekspor, akan
mendapat prioritas dalam proses penerbitan SK Nomor Pendaftaran dengan tetap
mengacu pada ketentuan yang berlaku.
"Ditjen PKH juga sedang melakukan pemutakhiran
Peraturan Menteri Pertanian tentang Pendaftaran Obat Hewan, sehingga diharapkan
penerbitan nomor pendaftaran obat hewan dapat diterbitkan dalam waktu yang
lebih cepat dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis terkait mutu, khasiat
dan keamanan obat hewan," jelas Ketut.
Pada era pelarangan penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promoter) seperti saat ini, sangat diperlukan
inovasi-inovasi baru di bidang obat maupun pakan ternak, dengan cara membuat pilot-pilot project pembuatan pakan yang
melibatkan para ahli dari perguruan tinggi.
“Tingkatkan produksi dan kualitas obat hewan, serta buat
bagaimana agar dapat berdaya saing,” kata Ketut penuh semangat.
Untuk meningkatkan daya saing, Kementan mendorong para
produsen obat hewan untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik
(CPOHB). Penerapan CPOHB, pendaftaran obat hewan dan pengujian mutu obat hewan
merupakan penjaminan terhadap mutu, khasiat dan keamanan obat hewan.
Asisten Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM) Christina
Agustin pada acara tersebut juga menyampaikan bahwa pihaknya telah memberikan
fasilitasi kemitraan produksi dan pemasaran bagi usaha obat hewan skala kecil
maupun menengah.
Selain itu, Kementerian KUKM juga dapat memberikan pendampingan/pelatihan
vocational bagi produsen obat hewan
skala menengah. (NDV)
0 Comments:
Posting Komentar