![]() |
Ilustrasi jagung (Foto: Unsplash) |
Polemik
harga jagung masih belum tuntas. Sebagai gambaran, saat ini harga jagung di
pasaran mencapai Rp 5.200 – Rp 5.500 per kilogram. Situasi ini membuat para
peternak sekaligus pelaku industri pakan ternak terpukul.
Di
sisi lain, pada rapat Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKAKL),
Komisi IV DPR RI telah mengabulkan pagu/alokasi anggaran 2019 Kementerian
Pertanian (Kementan).
“Komisi
IV DPR RI menyetujui pagu RAPBN Kementan Tahun 2019, berdasarkan
hasil pembahasan Badan Anggaran DPR-RI sebesar Rp 21,6 Triliun," kata Ketua Komisi IV DPR
RI Edhy Prabowo di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (22/10/2018).
![]() |
Andi Amran Sulaiman (Foto: Infovet) |
Usai
disetujuinya anggaran tersebut, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman
menanggapi pihaknya akan segera bekerja di awal Januari ketika anggaran
2019 dipercepat.
Selama
periode kepemimpinan Amran, Kementan merilis data perkembangan
produksi jagung dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Data tersebut menunjukkan
terjadi peningkatan berarti diawali dari tahun 2014 hingga tahun 2018.
Produksi
jagung di tahun 2014 yaitu 19.008.426 ton, tahun 2015 19.612.453 ton, tahun
2016 merangkak naik menjadi 23.578.413 ton, dan pada tahun 2017 melejit hingga
28.924.009 ton. Tahun 2018, produksi jagung Indonesia mencapai angka 30.043.218
ton.
Kementan juga mengeluarkan statement
solusi jangka panjang agar peternak mendapatkan pakan dengan harga murah. Diantaranya
mengimbau peternak untuk membeli bibit ayam/DOC dan jagung sebagai bahan baku
pakan secara bersama-sama guna memperoleh harga
murah.
Para
petani di sentra-sentra jagung pun diberikan bantuan seperti 3 unit combine harvester, 5 unit traktor, benih
jagung untuk 50 ribu hektar. Selain itu, kelompok petani dan peternak diberi 2
unit alat pengering jagung serta diberi subsidi pembelian jagung sebesar Rp 100
juta.
“Subsidi
dilakukan guna menutupi selisih harga pasar dengan kemampuan para peternak
untuk membeli jagung di harga Rp 4.600/kg,” kata Dirjen Tanaman Pangan,
Sumardjo Gatot Irianto.
Sentra
produksi jagung Tanah Air tersebar di 10 Provinsi yakni Jatim, Jateng, Sulsel,
Lampung, Sumut, NTB, Jabar, Gorontalo, Sulut, dan Sumba.
Nasib Jagung
Terkait
harga jagung untuk pakan ternak, Gatot menjelaskan bahwa bahwa kebutuhan jagung
untuk pabrik pakan saat ini sebesar 50 persen dari total kebutuhan nasional
sehingga sensitif terhadap gejolak.
“Kendalanya
yang terjadi adalah karena beberapa pabrik pakan tidak berada di sentra
produksi jagung. Penting sekali dijembatani antara sentra produksi dengan
pengguna agar logistiknya murah,” terang Gatot saat jumpa awak media, September
lalu.
Saat
ini tercatat ada 93 pabrik pakan di Indonesia yang tersebar di Sumut 11 unit,
Sumbar 1 unit, Lampung 5 unit, Banten 16 unit, Jabar 11 unit, DKI Jakarta 6
unit, Jateng 12 unit, Jatim 21 unit, Kalbar 1 unit, Kalsel 2 unit, dan Sulsel 7
unit.
Beberapa
pabrik pakan di daerah seperti Banten, DKI Jakarta, Kalbar dan Kalsel, tidak
berada di sentra produksi jagung," kata Gatot.
Tahun
2018, pemerintah bertekad memenuhi kebutuhan jagung sepenuhnya dari produksi
dalam negeri tanpa impor jagung sama sekali.
Dalam
rangka mencapai target tersebut, Kementan mengalokasikan bantuan benih jagung
seluas 2,8 juta hektare yang tersebar di 33 provinsi sesuai dengan potensi
lahan, lokasi pabrik pakan, dan ekspor. Dampak dari kebijakan ini sudah
dirasakan dengan adanya peningkatan produksi.
Selain
bantuan benih, tahun ini Kementan juga telah menganggarkan pembangunan
pengering jagung (dryer) sebanyak
1.000 unit untuk petani. Hal ini dilakukan karena sebagian besar petani jagung
tidak memiliki alat pengering, sehingga menyebabkan timbulnya persoalan
kualitas jagung yang dipanen pada musim hujan kurang baik dan cenderung basah.
"Pemerintah
Provinsi juga didorong untuk berperan dengan membangun buffer storage yaitu menyerap surplus produksi pada waktu puncak
panen dan menyimpannya untuk dilepas kembali pada waktu produksi menurun,"
jelas Gatot.
Gatot
juga menerangkan bahwa persoalan lain yang juga perlu diselesaikan adalah
menyederhanakan rantai pasok. Menurutnya, alur perdagangan jagung saat ini
umumnya masih panjang dan menyebabkan harga cenderung tinggi.
Jagung
dari petani biasanya dijual ke pedagang pengumpul, dan selanjutnya dijual lagi
ke pedagang besar. Dari pedagang besar ini, barulah dipasarkan ke industri.
(NDV)
0 Comments:
Posting Komentar