-->

PERLUKAH KOMISI NASIONAL ZOONOSIS ?







oleh:
Drh Abadi Soetisna MSi,
Ketua Dewan Kode Etik ASOHI

Terdengar kabar bahwa Komisi Nasional (Komnas) Flu Burung akan berakhir masa kerjanya pada 13 Maret 2010 atau dengan kata lain akan di-stamping out. Salah satu alasan dibentuknya Komnas Flu Burung adalah untuk mengatasi segala permasalahan flu burung dan alhamdulillah sampai sekarang flu burung masih ada di Indonesia.

Flu burung adalah salah satu penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat menyerang hewan dan manusia. Artinya penyakit tersebut dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya dari manusia ke hewan.

Penyakit zoonosis ini dapat disebabkan oleh virus misalnya Rabies, Avian Influenza (AI); dan bakteri misalnya Anthrax, Tuberculosis (TBC). Hewan yang diserang Rabies diantaranya anjing, kucing, kelelawar, dll. Hewan yang diserang AI diantaranya adalah unggas. Hewan yang diserang Anthrax diantaranya adalah mamalia seperti kuda, sapi, kambing, dll. Sementara hewan yang terserang TBC contohnya adalah sapi.

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa jika Komnas Flu Burung diakhiri padahal A I masih banyak di Indonesia maka bagaimana kalau Komnas Flu Burung ini dilanjutkan atau ditingkatkan kapasitasnya menjadi Komisi Nasional Zoonosis yang aspeknya lebih luas dan penting bagi nasional dan internasional.

Sudah barang tentu dalam Komnas Zoonosis yang akan dibuat ini perlu mengkaji dengan baik agar “kegagalan/kesalahan” yang dibuat pada Komnas Flu Burung tidak terulang lagi. Jadi diperlukan penyempurnaan organisasi kelembagaan. Untuk itu persiapannya harus mantap, antara lain:

  1. Perlu jejaring (networking) yang baik antar lembaga terkait, misalnya antar lembaga pemerintah seperti Kementrian Kesehatan sebagai public health, Kementrian Pertanian sebagai aspek kesehatan hewan dan Kementerian Perhubungan sebagai aspek transportasi. Dukungan networking juga harus kuat diantara stakeholder seperti pemerintah, RS Umum, perusahaan swasta, asosiasi peternak, asosiasi obat hewan, organisasi profesi seperti IDI, PDHI, dll.
  2. Bagaimana birokrasinya? Hubungan yang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus baik, jangan sampai akibat otonomi daerah peraturan pemerintah pusat tidak berlaku di daerah
  3. Masalah sumber daya manusia (manpower), harus dipilih “the right man on the right place” . Jadi pejabat atau petugas yang memegang wewenang haruslah dipilih orang yang sesuai dengan kepakarannya, akuntabilitas, dan dedikasinya bukan atas dasar pertemanan atau politik.
  4. Kemudian diperlukan “bridging” atau penjembatani antara Pemerintah-Rakyat-Swasta. Orang ini haruslah yang mumpuni bukan sekadar mankus – ‘manusia rakus’.
  5. Kebijakan (Policy) yang digariskan oleh Pemerintah harus jelas dan tegas! Tujuannya apa, TORnya bagaimana, kemudian institusi yang dibuat sampai sejauh mana independensinya tapi jangan kebablasan terlalu merdeka. Buat alur kerja, hak dan kewajiban setiap kompartemen. Siapa bertanggung jawab terhadap apa.
  6. Pendanaan (Finance), memang uang bukan segalanya, tapi tanpa uang sulit untuk berbuat. Diperlukan kajian strategis berapa banyak anggaran yang diperlukan. Kemudian berapa banyak anggaran yang dapat disediakan, siapa yang mendanai. Bagaimana cara penggunaannya supaya tidak terjadi kebocoran pendanaan. Bagaimana carapertanggungjawaban penggunaan keuangan.
  7. Pencatatan (Recording), yang perlu ditata yaitu database yang meliputi data populasi hewan (sensus hewan), data populasi manusia, peta penyakit, daerah endemik, sistem transportasi, dll. Database ini pula sebagai landasan pijakan sebelum bertindak untuk mencapai tujuan. Upaya penanggulangan mau dimulai dari mana dari aspek manusianya atau hewannya.
  8. Sistem informasi, sangat penting karena kesenjangan informasi antara Pemerintah, Swasta dan Rakyat dapat menimbulkan penafsiran yang salah, kecurigaan dan sebagainya. Jangan menyepelekan penyakit, tetapi jangan menakut-nakuti. Perlu ditanamkan kewaspadaan rakyat terhadap penyakit, penyebabnya, cara mencegahnya, dll. Kepentingan informasi berkaitan dengan database misalnya penyakit apa saja. Yang sudah ada di Indonesia, didaerah mana, SOP pemberantasan, institusi yang berhak men-declare menyatakan bahwa ada/tidaknya penyakit zoonosis.
  9. Perlu dilakukan dH-akukan pelatihan dan penyuluhan (continuing sustainable education) sehingga rakyat tidak lengah terhadap penyakit.
  10. Tim evaluasi dan pengawasan supaya segala tindakan dapat ditelusuri dan dapat diantisipasi kesalahannya.

Menurut saya Komisi Nasional Zoonosis ini akan lebih baik bila dikoordinasikan oleh Menkokesra yang notebene membawahi Menkes, Mentan, dll. Tetapi perlu diingatkan bahwa posisi Ketua, Wakil Ketua dan Sekjen haruslah dari kalangan Dokter Hewan yang berlatar belakang keahlian Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet). Sedangkan dari pihak Depkes harus ada dokter manusia yang berlatarbelakang publichealth.

Dan jangan lupa diperlukan ahli farmakologi veteriner dan ahli farmakologi manusia untuk menentukan obat dan vaksin yang diperlukan untuk menghilangkan atau membebaskan Indonesia dari penyakit zoonosis.

Saya rasa perlu juga disana ahli ilmu epidemiologi baik epidemiologi penyakit hewan maupun penyakit manusia dan dokter praktisi baik hewan maupun manusia. Diharapkan sekali Komisi ini jauh dari hiruk pikuk politik, sehingga kinerjanya benar-benar profesional, berdedikasi untuk membebaskan Indonesia tercinta dari penyakit zoonosis yang mengerikan.

Mudah-mudahan Komnas Zoonosis ini banyak berguna bagi rakyat dan bangsa Indonesia bukan sekadar lembaga pemborosan uang negara.(red)

Kunjungan Para Tokoh Senior


Dalam beberapa hari berturut-turut di bulan Maret ini Infovet kedatangan tamu-tamu terhormat, antara lain Dr. drh Soehadji, Dr. Drh Sofjan Sudardjat, Pramu Suroprawiro, serta Drh Abadi Sutisna Msi.

Kami sebut tamu terhormat karena keempat tokoh ini bisa kita katakan sebagai simbol manusia sukses sekaligus manusia langka. Soehadji adalah manusia langka karena karirnya dimulai dari pedalaman Kaltim di tahun 1960an kemudian menanjak terus dengan cemerlang hingga mencapai posisi nomor satu di Ditjen Peternakan selama 8 tahun.

Dr drh Sofjan Sudarjat, MS adalah yuniornya yang sekaligus penerusnya. Dia dijuluki sebagai Dirjen Peternakan satu abad, yaitu menjadi Dirjen di abad 20 dan berakhir di abad 21. Ia menjadi Dirjen di masa Presiden Habibie, kemudian Gusdur, hingga Megawati. Pada saat yang sama ia menjadi Dirjen sejak Menteri Pertanian Prakosa, Soleh Solahudin, hingga Bungaran Saragih. Biasanya satu Menteri gonta-ganti Dirjen, Sofjan justru sebaliknya, satu Dirjen gonta ganti Menteri, bahkan gonta ganti presiden. Begitulah kami sering berkelakar penuh kebanggaan. Soehadji dan Sofjan Sudardjat adalah dua di antara lima pendiri ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia)

Bagaimana dengan Pramu Suroprawiro? Ia manusia langka bukan saja karena otodidak, melainkan karena kegigihannya menjadi pengusaha di daerah. Di usianya yang sudah 78 tahun, ia masih mampu menyetir mobil sendiri dan senang bersilaturahmi ke sahabat-sahabatnya, termasuk di Infovet. Dia mengaku pengusaha kuni alias jadul. Justru ini yang menarik. Ia adalah perintis pembibitan ayam ras, pendiri GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), juga pernah menjadi pegawai pemda DKI dan merintis perusahaan pembibitan ayam milik Pemda jaman Gubernur DKI Ali sadikin. Saat ini Pramu memiliki perusahaan pembibitan unggas milik sendiri di Sulawesi Utara. Hampir Setiap kali pulang ke Jakarta menyempatkan silaturahmi ke Infovet.

Sementara itu, Abadi Sutisna yang juga sering menulis di Infovet, bukan sekedar ahli farmakologi veteriner, melainkan juga seorang yang dijuluki jembatan komunikasi ASOHI-Pemerintah. Ia paham berbicara sebagai ASOHI sekaligus memahami pola pikir birokrasi. Tulisannya di Infovet selalu menjadi rujukan kalangan peternak dan pengusaha.

Ada apa mereka di Infovet bulan Maret ini? Tidak ada apa-apa. Justru inilah kebanggaan kami, mereka hadir semata sebagai silaturahmi, sesuatu yang patut dicontoh generasi muda. Uniknya, mereka hadir di hari yang hampir bersamaan. Di usianya yang tidak lagi muda, tak tampak tanda-tanda semangatnya menua. Mereka teladan bagi kita kadang lupa semangat mengabdi dan semangat silaturahmi.

Kami tentu bangga memiliki tamu istimewa. Mereka datang tanpa membuat janji, dan mereka juga tidak kecewa jikalau di kantor hanya ada staf.

Terima kasih Bapak-Bapak, engkau telah memotivasi kami akan arti dedikasi.(red)

Aksi Dukung Swasembada Daging Sapi 2014 Lewat Radio dan Facebook

Drh Untung Satriyo saat on air dialog interaktif di RRI Yogyakarta
dengan tema peran dokter hewan dalam mendukung target swasembada daging sapi 2014.

Tepat satu jam penuh acara on air di RRI Yogyakarta dengan Tema ”Peran Dokter Hewan Mendukung Target Swasembada Daging Sapi 2014” disiarkan. Siaran langsung yang digelar Minggu, 7 Februrari 2010 dari jam 4-5 sore hari itu berjalan atas kerjasama antara Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan RRI Stasiun Yogayakarta. Menghadirkan pembicara dokter hewan pengamat dan praktisi yang sangat berpengalaman yaitu Drh Untung Satriyo. Acara rutin yang sudah berlangsung hampir 4 tahun itu, ternyata memang sudah banyak penggemarnya dan mengena di hati pendengar setianya yaitu para petani, akademisi dan praktisi.

Bukti nyatanya, yaitu adanya dialog interaktif di studio maupun melalui saluran telepon. Dari catatan Infovet setidaknya ada lebih 10 penanya via telepon berkaitan dengan pembangunan industri peternakan dan hal lain yang terkait. Bahkan salah seorang penanya yang merupakan pensiunan Dokter dari sebuah rumah sakit, nampak sudah sangat akrab sekali dengan sang penyiar. Artinya ada penggemar fanatik terhadap acara itu.

Lepas dari kontribusi acara itu signifikan atau tidak terhadap pembangunan industri peternakan domestik, namun setidaknya mampu menggelorakan semangat nasionalisme untuk kembali mencintai aneka produk dalam negeri. Hal ini terbukti dari pertanyaan dan opini pendengar akan pentingnya menggiatkan peternakan di Indonesia. Semangat itu jelas sekali terpapar dari inti dan esensi para pendengar untuk tidak menolak produk luar namun tetap mengedepankan untuk lebih mengkonsumsi hasil dan produk dari negeri sendiri.

Bahkan ada seorang penanya yang ingin tahu apakah ada program kawin suntik/inseminasi buatan dengan hasil kembar? Juga ada penanya lain yang berharap banyak adanya bantuan teknis atas usaha yang sudah dilakukan. Jadi tidak sekadar mengudara akan tetapi ditindaklanjuti dengan pembinaan di lapangan.

”Saya Sugiyanto peternak dari desa Gamping Sleman dengan jumlah sapi sekitar 50 ekor, bagaimana agar usaha saya tersebut mampu meningkat baik populasi maupun produktiftasnya? Bagaimana dan apa yang harus saya lakukan dalam memilih bibit sapi yang baik agar usaha saya memberi keuntungan yang berlipat,” tanya salah seorang pendengar.

Usai acara itu kemudian pengisi acara yang juga Wartawan Infovet itu, memposting kegiatannya di akun facebook-nya. Banyak tanggapan dari situs jejaring sosial yang paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia itu tentang langkah dan cara yang harus dilakukan pemerintah dan stake holder di Indonesia untuk mencapai target swasembada daging.

Tidak sedikit yang memberikan dukungan pada program pemerintah itu, dalam rangka untuk mensejahterakan rakyatnya itu. Namun demikian ada juga yang merasa pesimistis atas keinginan besar pemegang kebijakan peternakan. Untuk yang berada di kubu ini, para facebooker merasa bahwa target itu terlalu muluk dan sulit untuk dicapai dalam kurun waktu seperti yang ditargetkan.

Salah satunya, Antony Wong dari Kroya Jawa Tengah Mahasiswa Fakultas Peternakan UGM yang mengungkapkan pendapatnya ”Saya punya prediksi bakalan mundur, kan kita republik undur-undur seperti guyonan almarhum Kiai Maksum”. Hampir senada diatas sejawat Drh Yonathan Raharjo dari Surabaya menulis ”Jadi tahun inikah....? Kalau diundur akan tetap sesuai jadwal pengunduran...?”. Hal yang nyaris sama juga diungkapkan oleh Drh Marjuan Ismail praktisi peternakan dari Tangerang Banten ”Swasembada.....? Hati-hati dengan istilah ini, swasembada beras katanya tetapi kenyataannya.... laporan ABS (Asal Bapak Senang) diam-diam impor beras... kalau tidak kita bisa mati kelaparan. Kalau di tanya alasannya sih untuk jaga-jaga”

Sedangkan para facebooker yang berada pada kubu optimistis, umumnya berpendapat bahwa target untuk mandiri mencukupi kebutuhan daging di dalam negeri harus diupayakan secara bersama sama. Ini bukan semata sebuah target mimpi dan hanya menjadi beban pemerintah, namun juga menjadi beban bersama, ujar beberapa facebooker terutama sekali pada era perdagangan bebas China ASEAN (CAFTA) saat ini.

Yoga Nugroho S.Pt seorang alumnus Fakultas Peternakan Undip Semarang, berpendapat bahwa hal itu harus diupayakan secara bersama sama. ”Yang jelas, butuh kerja keras dari semua pihak, biar gak mundur lagi pemerintah pusat harus alokasi dana lebih untuk mewujudkan swasembada daging.”

Demikian juga Ir Chystianto Purnomo, asisten Produser Liputan 6 SCTV mengungkapkan secara panjang akan pendapatnya. ”Soal swasembada, apapun komoditinya, sebenarnya bisa dilakukan....tergantung ada tidaknya goodwill dari pemerintah....Negeri ini subur kok...ketersediaan pakan hijau melimpah...masalahnya, bagaimana kita mengolah dan menggarapnya....NTT, menanti untuk digarap serius....juga Papua....Indonesia tak hanya Jawa lho...banyak daerah yg berpontensi unttuk mengembangkan sapi...domba...kambing...atau unggas...untuk mensukseskan program swasembada daging sapi 2014...Bisa? Ya bisa lah....di mulai dari sekarang....

Demikian juga Fuji KD S.Pt dan Drh Teguh Budi Wibowo bahwa hal itu pasti akan tercapai, jika ada kemauan dan langkah nyata. Fuji menulis ”Jika ada kemauan keras dari semua pihak. Mudah-mudahan Indonesia bisa sukses swasembada daging...” sedangkan Praktisi usaha perdagangan ternak Sapi dari Bandung Drh Teguh BW menulis,”Salut!!! Ayo kita pikirkan dan lakukan dengan memberi dukungan secara bersama sama”

Sedangkan pemikiran lain datang Ketua ASOHI Kalimantan Timur Drh Sumarsongko “Ambil hikmah semangatnya aja, semoga betina produktif tidak banyak dipotong, Kualitas pakan bagus (ditingkatkan) sehingga lebih produktif, di daerah yang mudah terjangkau (sebaiknya) memakai IB (Inseminasi Buatan) agar kualitas genetik naik, tetapi sebaiknya dengan rekayasa genetik yang halal. Selain itu perlu diversifikasi produk pangan hewan lainnya, misal digalakkan makan biawak, dll hahaha......,” selorohnya bercanda

Agus Solikhin dari UD Lisan Mulia Solo ”Swasembada daging sangat diperlukan guna meningkatkan konsumsi protein hewani hingga tercukupi, sehingga taraf kesehatan masyarakat meningkat. kecerdasan anak juga meningkat”. F. Adi Purnama menulis bahwa “Indonesia pasti sukses berswasembada kambing eh daging he...he..he..”

Dari Makassar Sulawesi Selatan Drh Hj Tjitjik Suleman istri almarhum Drh Isep Suleman (Kepala BBV Maros) dan Drh Maryono juga dari Makassar mengungkapkan pendapatnya melalui situs jejaring sosial facebook, ”Ndase memang makin keras aja ya pak.....nangkene memang akeh istilah muluk-muluk...tapi kurang dalam realisasi...embuh ra’ weruh (Makin keras kepala saja. Disini memang banyak istilah tinggi tetapi kurang direalisasikan..entah lah...)”

Lain lagi dengan Drh Zulmanery Manir MM Dosen Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan perlunya kewaspadaan semua pihak. ”Waspadai impor hewan ternak dari daerah PMK, Sapi Gila, dan penyakit menular yg belum ada di Indonesia. Jangan asal dapat tender dan untung besar, mengorbankan anak cucu sapi yang akan datang dan anak cucu kita juga toh,...termasuk dokter hewannya bisa gila kalau disuruh bunuhin sapi-sapi yang berpenyakit zoonosis,.....kalau hewan nya pada sehat, drh nya bisa bisnis peternakan dari hulu sampai hilir toh wkwkwkwk....,” demikian urai Ibu dosen kelahiran Solok Sumatera Barat 43 tahun lalu
Ir Busron Arief Sudjono peternak sapi potong dari Bantul mengungkapkan pendapatnya bahwa ”Untuk menambah populasi sapi, BET (Balai Embrio Transfer) Cipelang dimaksimalkan fungsinya. Perbanyak program twin/bunting kembar dan sapi eks impor harus digemukkan dahulu jangan langsung dipotong.”

Karyawan Pemda Provinsi Lampung Banggaka Roslamet SH menulis “Rasa-rasanya aku di Lampung tidak pernah menjumpai daging impor..Jadi Lampung artinya secara geografis sudah swasembada ya dibanding Jawa. Lagian harga daging ayam murah sekali lho..kita substitusi aja dengan daging ayam kalau daging sapi mahal. Jika gizinya sama dengan daging sapi lho….”

Kemudian Drh Nanang Purus Sebendro menuliskan opininya bahwa ”Swasembada daging....?? Sepertinya belum bisa dicapai dalam waktu dekat..Bahkan 2014 juga belum bisa..Bukan pesimis, tetapi realistis saja. Maka saran saya kita benahi data populasi, dan asumsi yg digunakan tentang produktifitas ternak kita, perlu direvisi juga. Dan masih banyak lagi pekerjaan rumah kita.”

Sedangkan Wawan Kurniawan, SPt yang juga Redaktur Infovet berpendapat dengan adanya dialog interaktif di radio nasional dan diskusi via facebook ini, ”Semoga memotivasi semua pihak yang kompeten untuk mensukseskan program swasembada daging 2014. Khususnya dengan semakin memperbanyak angka kelahiran sapi yang bisa lewat kawin alam atau IB.
Seorang birokrat dari Kabupaten Magelang Jawa Tengah yaitu Drh Hariyanto (Dinas Peternakan)menyatakan ”Kalau rakyat dilarang makan daging, nanti akan juga tercapai swasembada daging”. Dan pendapat yang rada mirip dari Ir B Suharno Jakarta ”Kalau ayam melimpah dan murah, sementara daging sapi makin mahal, kebutuhan daging sapi menurun, alias swasembada segera tercapai dengan sendirinya. Mungkin begitu ya strateginya? Hehehe...”

Drh Mohamad Mamnun dari Yogyakarta berpendapat lebih frontal, “Swasembada selama 6 bulan sangat bisa...!!!Caranya: potong semua populasi sapi dan kambing....Sehingga tidak akan ada impor daging…Tetapi akibatnya populasi akan habis …lalu...bulan-bulan berikut buat kebijakan impor lagi yang lebih banyak”

Lain lagi suara dari Merauke tanah Papua yaitu Drh Pujiono Slamet, “Indonesia masuk efektif ACFTA akan babak belur jika gagal swasembada! Komoditas halal dan haram memang penting tetapi fakta daging India, USA dan Australia juga bisa masuk legal....Artinya legalitas halal bukan masalah dan kendala bagi produsen daging China maupun Negara-negara ASEAN lainnya.”

Ternyata kemajuan teknologi informasi dapat pula menyerap aspirasi opini dan gagasan penting untuk suatu tujuan yang mulia. Facebook seperti pisau bermata dua. Jika dimanfaatkan untuk keperluan baik, sudah pasti hasilnya baik. Sebaliknya jika disalahgunakan bisa untuk bisnis narkoba ataupun penculikan dan pelacuran ABG, seperti kasus di Surabaya dan beberapa kota besar di Indonesia belum lama ini. (iyo)

DKI Jakarta Waspada Rabies, Perketat Pengawasan Lalu Lintas Hewan Penular

Oleh:
Drh Rudewi
Medik Veteriner Madya
Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta

Berjangkitnya wabah rabies di beberapa Kabupaten di Propinsi Banten baru-baru ini telah memberikan kekhawatiran penularan kepada propinsi di sekitarnya. Rabies dinyatakan telah berjangkit di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Cianjur dan Kota Sukabumi Propinsi Jawa Barat serta Kabupaten Lebak Propinsi Banten sesuai Kepmentan No.3600/Kpts/PD.640/10/2009.

Sementara itu Propinsi DKI Jakarta yang dinyatakan bebas Rabies sejak tanggal 6 Oktober 2004 berdasarkan Kepmentan No.566/Kpts /PD.640/10/2004 semakin menguatkan kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit yang dapat menular ke manusia ini. Sebelumnya status nol kasus rabies ini terus dipertahankan selama kurang lebih 9 tahun.

Peningkatan kewaspadaan dilakukan melalui pengetatan pengawasan lalu lintas hewan penular rabies, pasalnya DKI Jakarta saat ini telah dikepung oleh daerah penyangga (immune belt) yaitu daerah yang berbatasan langsung dengan daerah tertular. Pengawasan terhadap hewan rentan rabies, serta pencegahan dan penanggulangannya ini pun telah diatur dalam Perda DKI No. 11 Tahun 1995.

Rabies atau penyakit Anjing Gila adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus, bersifat akut karena menyerang susunan syaraf pusat pada hewan berdarah panas maupun manusia yang menderita.

Rabies sangat ditakuti karena bersifat zoonosis dan merupakan penyakit yang sangat berbahaya apabila gejala klinis yang timbul selalu diikuti dengan kematian baik pada hewan maupun manusia dan sampai saat ini belum ada obatnya.

Semua hewan berdarah panas dapat menularkan rabies. Anjing, kucing dan kera termasuk hewan yang sangat berpotensi dalam menularkan rabies dan lebih dari 90 % kasus rabies di Indonesia ditularkan oleh anjing, sehingga anjing menjadi obyek utama dalam pemberantasan rabies. Virus rabies masuk kedalam tubuh manusia atau hewan melalui luka akibat gigitan hewan penderita rabies maupun luka yang terkena air liur hewan atau manusia penderita rabies.

Ada 2 macam gejala rabies yaitu Rabies ganas dan Rabies tenang. Rabies ganas ditandai dengan hewan menjadi ganas menyerang atau menggigit apa saja, ekor dilengkungkan di bawah perut diantara dua kaki, tidak menurut lagi pada perintah pemilik, air liur keluar berlebihan, kejang-kejang kemudian lumpuh dan biasanya hewan mati setelah 4-7 hari sejak timbul gejala atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.

Sedangkan untuk rabies tenang ditandai dengan hewan menjadi suka bersembunyi ditempat gelap dan sejuk, tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan, kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tak terlihat, kelumpuhan serta kematian dapat terjadi dalam waktu singkat.

Pencegahan dan Kewaspadaan
Pemilik atau pemelihara hewan penular rabies wajib untuk memelihara hewan yang sudah tertular rabies di dalam rumah atau pekarangan rumah. Bila rumah tidak dipagar maka anjing harus dirantai kurang lebih 2 meter. Apabila dibawa keluar rumah, anjing harus dilengkapi dengan pengaman (dibrongsong). Pemberian vaksinasi anti rabies pada anjing, kucing dan kera peliharaan juga merupakan suatu kewajiban, vaksinasi pun dilakukan secara teratur setiap tahun.

Selain itu masyarakat juga harus aktif dalam melaporkan setiap kasus penggigitan hewan penular rabies kepada manusia. Hewan penular rabies yang menggigit dilaporkan dan dibawa ke Rumah Observasi Rabies, Balai Kesehatan Hewan & Ikan di Ragunan. Sementara manusia yang digigit dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan pertolongan.

Tindakan observasi akan dilakukan terhadap hewan penular rabies yang telah menggigit manusia di Rumah Observasi Rabies Dinas Kelautan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta selama 14 hari. Jika mengalami kematian pada saat masa observasi maka kepala anjing tersebut dikirim ke laboratorium untuk kepastian diagnosa penyebab kematian. Namun apabila dalam masa observasi hewan tetap hidup maka hewan segera divaksin anti rabies dan dikembalikan kepada pemilik atau dieliminasi bila tidak ada pemilik.

Petugas maupun masyarakat juga secara rutin melakukan penangkapan hewan penular rabies yang berkeliaran ditempat umum yang selanjutnya dilakukan eliminasi. Sementara itu setiap pemilik atau pemelihara hewan penular rabies dilarang untuk menelantarkan hewan penular rabies serta membiarkan hewan penular rabies berkeliaran di luar pekarangan rumah.

Pengawasan lalu lintas terhadap setiap pemasukan dan pengeluaran hewan penular rabies dari dan ke DKI Jakarta, harus mendapatkan rekomendasi atau izin dari Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk dan disertai dengan surat Kesehatan Hewan dan Surat Keterangan Vaksinasi Rabies serta syarat lain yang ditetapkan oleh Gubernur.

Syarat-syarat pemasukan meliputi beberapa hal yaitu harus melalui tempat pemasukan, mempunyai surat Keterangan Kesehatan atau Health Certificate yang berisi antara lain keterangan tidak menunjukkan gejala klinis rabies dalam waktu kurang dari 48 jam sebelum diberangkatkan yang diterbitkan oleh Dokter Hewan berwenang atau Dokter Hewan Prakahtek.

Selain itu juga harus mempunyai Surat Keterangan Identitas (Paspor) yang berisi antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 bulan di negara atau wilayah/daerah asal sebelum diberangkatkan dan hewan sekurang-kurangnya telah berumur 6 bulan serta tidak dalam keadaan bunting 6 minggu atau lebih dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui saat diberangkatkan.

Apabila diberangkatkan melalui darat tidak boleh melalui wilayah atau daerah tertular. Dan apabila dalam perjalanan harus transit maka harus memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang Karantina Hewan.

Bagaimana Menangani Kasus Gigitan
Pertolongan pertama pada penderita gigitan adalah dengan mencuci luka gigitan secepatnya dengan sabun detergen selama 5-10 menit di bawah air yang mengalir, dikeringkan dan diberi yodium tinctura atau alkohol 70% setelah itu segera pergi ke “RABIES CENTER” yaitu:
RSUD TARAKAN
Jl. Kyai Caringin No. 7 Jakarta Pusat.
Telp. 021-3503150
RUMAH SAKIT PUSAT INFEKSI PROF. DR. SULIANTI SAROSO
Jl. Sunter Baru Permai, Jakarta Utara .
Telp. 021-6506559

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Dinas Kelautan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta, Bidang Peternakan yang beralamat di Jl. Gunung Sahari Raya No. 11, Jakarta Pusat Telp (021)6285484.

Tantangan Dokter Hewan dan Ruang Bagi Tegaknya Otoritas Veteriner

Bertempat di Ruang Kutilang Wisma Kagama UGM Yogyakarta, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia mengadakan pertemuan dan konsolidasi organisasi. Ketua PB PDHI Drh Wiwik Bagja menjelaskan tentang situasi terkini organisasi dan mengkritisi UU No 18 tahun 2009. Acara tunggal yang diikuti oleh seluruh pengurus PDHI se-Propinsi Daerah Istimewa Yogyakara dan utusan dari berbagai Instansi kompeten daerah maupun pusat yang ada di daerah itu, berlangsung 11 Februari 2010.

Menurut Wiwik, dengan secara efektifnya ditandatangani AFAS yaitu suatu pakta persetujuan bersama negara ASEAN untuk layanan kesehatan hewan pada Mei 2009, maka profesi Dokter Hewan di negara ASEAN dapat secara bebas melakukan pelayanannya. Sebuah harapan besar sekaligus tantangan yang tidak ringan bagi praktisi di tanah air. Problema klasik dan paling krusial/mendasar di tanah air saja masih sangat banyak yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi itu, maka tentu saja akan semakin menambah beban berat bagi organisasi sekaligus para praktisi.

Lebih lanjut, Wiwik memaparkan problema tentang Otoritas Veteriner di Indonesia yang belum juga mendapatkan solusi dan bentuk organisasi fungsional oleh karena salah satunya warisan penjajah/kolonialisme Belanda. Menurutnya, di negara-negara bekas jajahan Ingris, umumnya otoritas veteriner sudah ada dan fungsional. Contoh terdekat adalah Malaysia dan Singapura. Sedangkan Indonesia yang merupakan bekas kolonial Belanda perangkat perundangan sama sekali tidak ada.

”Jika kita berbicara tentang realita lulusan Fakultas Ekonomi ada Kementerian Keuangan, Pertanian ada Kementerian Pertanian, Kehutanan (Kemenhut), Kedokteran (Kemenkes), Hukum (Kemenhukham), Tehnik (PU), Perikanan (Kemenperiklut), dlll masih banyak lagi,” ujarnya. Lalu dimana profesi Dokter Hewan ada lembaga yang menaunginya?

Selama ini memang ada asumsi yang salah di benak sebagian besar ahli tata negara dan pakar politik. Menempatkan profesi kedokteran hewan itu hanya sebagai bagian dari pertanian. Oleh karena itu struktur organisasi negara yang dibentuk sama sekali tidak mengakomodasi secara maksimal peran dan fungsi kedokteran hewan. Padahal, profesi itu tidak hanya yang terkait dengan kesehatan hewan semata, namun erat sekali berhubungan kesejahteraan masyarakatnya.

Sekadar mengambil contoh tentang kasus Penyakit Flu Burung dan Flu Babi juga Rabies, sudah pasti mengancam keselamatan, kesehatan dan kenyamanan masyarakat. Juga tidak kalah pentingya dengan ketersedian bahan pangan hewani yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi masyarakat. Oleh karena itu jika eksistensi profesi terus termarginalkan, maka peran dan fungsinya juga tidak akan optimal. Desakan dan urgensi Otoritas Veteriner bukanlah hanya terkait dengan kekuasan dan jabatan namun lebih lebih luas lagi jangkauan pemikirannya.

Kemudian ketika dimintai pendapatnya oleh Infovet tentang problema klasik para tenaga kesehatan hewan lapangan yang illegal, Wiwik menjelaskan singkat namun proporsional. Jika mengacu pada pasal 47 UU No 18 Th 2009 bahwa tenaga kesehatan hewan adalah dokter hewan dan paramedik. Wewenang dan Hak untuk melakukan diagnosa penyakit serta pengobatan atas hewan/ternak yang sakit hanya dimiliki oleh Dokter Hewan.

”Namun demikian, tenaga paramedik dapat melakukan bantuan jika diminta dan dibawah pengawasan dokter hewan. Hak mutlak untuk melakukan pengobatan dengan obat hewan keras dan injeksi/parenteral juga hanya dimiliki oleh dokter hewan dan tidak ada profesi lainnya yang bisa menggantikan,” jelas Wiwik.

Sedangkan sekretaris PDHI Cabang Yogyakarta, Dr Drh Dody Yudhabuntara usai acara tersebut menitipkan pesan ke Infovet untuk disampaikan ke publik akan adanya rencana kegiatan Bakti Sosial Masyarakat dan Peternak. Lokasi ada di daerah pegunungan tandus tepatnya desa Wukirharjo di sisi kiri lokasi Candi Prambanan Sleman Yogyakarta.

Kegiatan itu diselenggrakan oleh PDHI Cabang Yogyakarta dan Perhimpunan Istri Dokter Hewan Indonesia (PIDHI). Menurut Dody bahwa bakti sosial masyarakat ditangani oleh PIDHI sedangkan terhadap sasaran peternak oleh PDHI.. Selamat dan sukses ....(iyo)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer