![]() |
Peternak di Desa Susu tengah mengerjakan Milking Parlour System dengan mesin modern. (Foto: Istimewa) |
Selasa, 11 Desember 2018, Infovet berkesempatan mengunjungi
Desa Susu (Dairy Village) yang
terletak di kawasan Ciater, Subang Jawa Barat. Lokasi ini merupakan pusat
produksi susu sekaligus peternakan sapi perah pertama di Indonesia yang menggunakan sistem modern, serta terintegrasi.
Desa Susu dibangun sebagai pembuktian komitmen Frisian Flag
Indonesia (FFI) dalam menjawab tantangan peternakan sapi perah sekaligus untuk memberdayakan
peternak sapi perah lokal Indonesia.
Bekerjasama dengan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara
(KPSBU) Lembang, Jawa Barat, yang lahannya disewakan oleh PTPN VIII, Desa Susu mencerminkan
dukungan terhadap perusahaan dari Pemerintah Indonesia dalam memenuhi
swasembada susu pada tahun 2025.
![]() |
Peresmian Desa Susu di Ciater, Selasa (11/12/2018). |
Selama ini peternak lokal masih menggunakan teknik sederhana
dalam mendorong produksi susu dari sapi yang diternaknya. Alhasil jumlah
produksi susu hanya mencapai rata-rata 12,5 liter sehari.
Dedi Setiadi (Foto: Infovet/NDV) |
"Saya berharap ketika kita memiliki peternakan modern
seperti ini Dairy Village, produksi
susu tidak hanya 10-12 liter, tapi bisa 15-20 liter sehingga pendapatan
peternak sapi Indonesia meningkat," ujar Ketua Koperasi Peternak Sapi Bandung
Utara (KPSBU) Lembang, Dedi Setiadi di sela-sela peresmian Dairy Village.
Dalam kesempatan yang sama, Dairy Development Manager dan FDOV
Project Manager FFI, Akhmad Sawaldi mengungkapkan nilai investasi Dairy
Village mencapai Rp 16 miliar dimana 40 persen didukung Pemerintah Belanda, sisanya
oleh Frisian Flag dan KPSBU Lembang.
Berdiri di atas lahan seluas satu hektar, lanjut Akhmad, Desa
Susu memiliki fasilitas berupa kandang sapi, rumah perah untuk 12 ekor sapi,
tangki pendingin susu, mesin perah modern, traktor, truk, dan alat pemisah kotoran sapi. Menggunakan
teknologi terkini, Desa Susu ditujukan sebagai bisnis di sektor peternakan.
"Nantinya para peternak lokal mendapatkan manfaat ganda
dengan bekerja di Desa Susu ini, yakni mendapat gaji dan bagi hasil produksi
susu dari sapi perah yang diternaknya di sini dan tiap tahun dievaluasi berapa
keuntungannya selanjutnya dibagi sesuai jumlah sapi mereka,” ujarnya.
Akhmad mengaku, pihaknya menetapkan aturan yang ketat bagi
peternak lokal yang ingin bergabung di Desa Susu ini. Beberapa syarat disebutkannya,
antara lain terdapat tahap seleksi melalui interview, peternak lokal memiliki
pengalaman kurang lebih selama lima tahun, berusia di bawah 30 tahun, dan
memiliki sekurang-kurangnya 3-4 sapi.
“Adanya evaluasi tiap tahun, peternak yang bergabung juga
menikmati kesejahteraan dengan memberikan kemudahan permodalan sehingga
kepemilikan sapi bisa bertambah menjadi delapan ekor sapi dari yang asalnya
hanya tiga sapi,” lanjutnya.
Presiden Direktur FFI, Maurits Klavert berharap percontohan
produksi susu sapi berbasis peternakan rakyat ini mampu menjadi pemicu bagi
gairah dunia peternakan lokal dalam meningkatkan produksi.
“Di Dairy Village,
peternak sapi perah akan mempelajari praktik peternakan secara intensif, yng
bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi susu perah,” tutup
Maurits. (NDV)