Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Pakan Alternatif | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PAKAN ALTERNATIF UNGGAS DARI SISA MAKANAN MANUSIA, KOK BISA?

Harga Pakan Unggas Relatif Meningkat Seiring Kenaikan Harga Bahan Baku
(Foto CR)


Pakan merupakan komponen utama dalam pembiayaan sebuah usaha peternakan. Namun begitu, kenaikan harga bahan baku pakan akibat berbagai faktor menjadikan harga pakan semakin tak terjangkau. Selain itu ada banyak isu lain yang kini banyak disoroti termasuk penggunaan AGP dan jejak karbon. 

Para peneliti di University of New England di Australia berupaya mengatasi hal tersebut dengan menciptakan pakan ayam murah yang dapat menghemat hampir USD500 juta per tahun bagi industri perunggasan sekaligus mengurangi polusi yang menyebabkan pemanasan global sebesar 5%.

Temuan ini tentu akan membuat para peternak lebih efisien dalam biaya pakan. Dikutip dari The Cool Down, Kamis (21/9/2023), penelitian dilakukan oleh Food Recycle Ltd. dan Poultry Hub Australia, meneliti dampak pemberian makanan daur ulang pada ayam petelur berusia 24 hingga 34 minggu yang dibuat dari sisa makanan yang dibuang dari tempat pembuatan bir, panti jompo, dan organisasi masyarakat lainnya.

Sisa makanan tersebut diolah dan diubah menjadi pakan ayam dalam bentuk bubuk menggunakan teknologi Food Recycle Limited. Para peneliti kemudian menyimpulkan bahwa pakan tersebut tidak berdampak pada kualitas telur maupun kesehatan ayam.

Dengan mengalihkan sebagian besar limbah makanan yang seharusnya dibuang ke tempat pembuangan sampah, maka akan mengurangi jumlah uang yang dikeluarkan dan emisi yang dihasilkan oleh perusahaan pakan, sekaligus mengurangi jumlah makanan yang beredar melalui aliran limbah.

“Mendaur ulang sisa makanan menjadi pakan unggas akan membantu peternak menghemat biaya pakan, menghasilkan peningkatan signifikan dalam efisiensi pakan, mengurangi dampak lingkungan dari produksi unggas, dan membantu industri unggas Australia untuk memenuhi permintaan unggas yang lebih berkelanjutan dan rendah produksi karbon,” tulis peneliti Thi Hiep Dao. 

Kemitraan ini memperkirakan bahwa pakan berbasis limbah akan tersedia secara global di lebih dari 20 negara. Chief executive officer Food Recycle Ltd., Norm Boyle, mengatakan dalam waktu lima tahun, pakan sisa makanan daur ulang akan menjadi solusi terbaik secara global untuk industri unggas , babi, dan akuakultur. (INF)





MENCARI ALTERNATIF PAKAN AYAM PETELUR

Ayam petelur ibarat sebuah pabrik biologis yang butuh asupan nutrisi dalam jumlah mencukupi

FKS Multi Agro bersama dengan US Soybean Export Council dan US Grain Council melaksanakan webinar FEEDS (Feed Ingredient Dialouge Series) pada Selasa (21/4) lalu. Webinar tersebut merupakan seri ke-3 dari FEEDS dimana webinar kali ini bertemakan “Mencari Alternatif Bahan Baku Pakan Petelur”. Bertindak sebagai narasumber yakni Prof. Budi Tangendjaja peneliti BALITNAK Ciawi yang sudah melanglangbuana di dunia formulasi pakan ternak.

Dalam presentasinya Prof. Budi menyebutkan bahwa dalam budi daya ternak pakan merupakan komponen biaya terbesar, bahkan dirinya berani menyebut bahwa cost pakan bisa mencapai 80% bahkan lebih. Lalu Prof. Budi juga menyebut bahwa ketergantungan terhadap jagung dan bungkil kedelai dalam formulasi pakan sangat tinggi. Rerata di dunia, penggunaan jagung berada pada kisaran 45% dan bungkil kedelai sekitar 27%.

Sedikit mengkritik, Budi juga menambahkan bahwa Indonesia dihadapkan dengan permasalahan lokal dimana Indonesia yang katanya produksi jagungnya surplus, tetapi sangat sulit bagi peternak layer selfmixing dan industri pakan untuk mendapatkan jagung dengan kualitas yang baik.

“Artinya apa?, kita sudah sangat tergantung dengan dua bahan baku tersebut, padahal sebagaimana kita ketahui bahwa ketersediaan dari keduanya cukup fluktuatif, sehingga harga dari kedua komoditas tersebut pun ikut pasang surut. Nah, bagaimana kita bisa lepas dari ketergantungan ini?,” tutur Budi.

Budi pun menyebut bahwasanya dalam budi daya, efisiensi merupakan suatu harga mati. Karena persaingan, tentunya para pembudi daya juga akan didorong untuk lebih efisiensi, terutama dalam hal ini adalah efisiensi dari sisi cost pakan.

Oleh karena itu untuk para “penganut” sistem selfmixing harus pandai – pandai mengatur formulasi pakan agar harga tetap murah, tetapi kualitas dari pakan tetap terjaga sehingga tidak mempengaruhi performa produksi dari ayam.

“Dalam formulasi patokannya itu harga, nutirisi (gizi), pengolahan, dan ternaknya. Kalau harga masuk, kita pakai bahannya, kalau nutrisinya memenuhi, kita pakai juga, kalau praktis tidak butuh banyak pengolahan, kita ambil, dan terakhir biarkan ternak bicara apakah formulasi yang kita buat ini cocok apa enggak,” tutur Budi.

Selanjutnya kemudian Budi memberikan contoh teknik formulasi ransum hanya dengan menggunakan software Microsoft Excel. Dalam formulasi yang ia demonstrasikan, Budi hanya menggunakan 25% jagung dan sedikit bungkil kedelai, sebagai gantinya ia menggunakan gandum dan DDGS. Di atas kertas, formulasi yang dibuat olehnya dapat menghasilkan pakan dengan harga dibawah rerata. Namun begitu tidak sedikit pertanyaan yang masuk kepada Budi terkait dari kualitas ransum yang barusan ia demonstrasikan.

Dengan santai ia menjawab bahwa untuk lebih meyakinkan hasil dari demonstrasi formulasi tersebut, jalan satu – satunya adalah mencoba. Ia menyarankan agar formulasi tadi diujicobakan kepada peternak yang hadir sebagai peserta di kandang masing – masing.

“Dicobakan dulu untuk ayam – ayam tua yang usianya 75 atau 80 minggu, kalau cocok pakai, kalau enggak naikkan jagungnya dan bungkilnya lagi, turunkan DDGS nya mulai dari 10%. seharusnya formulasi seperti ini bisa kok,” tukas Budi percaya diri.

Kepercayaan diri Prof. Budi bukan tanpa sebab, hal ini dikarenakan bahwa formulasi tadi telah diujicobakan di beberapa peternakan di Jawa Timur dan dapat digunakan (tidak mempengaruhi performa), sehingga dapat digunakan oleh peternak ketika harga jagung dan kedelai sedang melambung misalnya seperti saat ini.

Ia pun memberi contoh lebih ekstrem lagi dimana formulasi tadi juga sudah diujicobakan di Iowa University, Amerika serikat bahkan penggunaan DDGS nya pun mencapai 60% tanpa berefek negatif pada performa ayam.

“Ini hanya satu dari sekian contoh saja, masih banyak formulasi alternatif lain dengan bahan baku yang lain. Intinya saya mau tegaskan saja bahwa dalam formulasi kita harus pandai mencari bahan baku dan harganya paling murah, terus patokan kita itu nutrisi, dan nutrisi itu bukan hanya protein tetapi ME (Metabolism Energy). Jadi memang gampang – gampang susah, agak tricky deh, tergantung kita mau efisien apa enggak,” tutup Budi (CR).

PAKAN ALTERNATIF UNTUK UNGGAS

Bahan baku pakan yang berbentuk bijian untuk Pakan Alternatif dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling menjadi ukuran lebih kecil atau tepung (mash). (Sumber: Google)

Mendefinisikan Pakan Alternatif sebagai pakan unggas yang dibuat bukan dari dominasi bahan baku pakan utama seperti jagung dan bungkil kedelai. Namun Pakan Alternatif diformulasikan menggunakan bahan baku pakan lokal bersumber dari daerah setempat, baik sebagian dan/atau seluruhnya. Namun formula Pakan Alternatif ini tetap bisa memenuhi syarat-syarat, seperti standar spesifikasi pakan yang sesuai jenis dan fase hidup ternak, harga lebih murah, performa bisa setara dibanding pakan konvensional pabrikan.

Pakan Alternatif disini harus bisa dipahami menurut kaidah SNI (Standar Nasional Indonesia) pakan unggas. Untuk itu dilampirkan beberapa tabulasi data pendukung, diantaranya tabel standar spesifikasi pakan ayam KUB yang merupakan hasil riset Balitnak (Balai Penelitian Ternak), tabel SNI pakan layer dan broiler sebagai pembanding yang terdekat, tabel SNI pakan ternak bebek dan tabel SNI pakan ternak puyuh, serta tabel persyaratan mutu SNI pakan layer.

Guna memformulasikan Pakan Alternatif, maka diperlukan 11 Jurus Keseimbangan Formulasi Pakan Unggas yang terdiri dari: 1) Kebutuhan vs Pasokan. 2) Harga vs Kualitas Bahan. 3) Sumber Protein Hewani vs Nabati. 4) Metabolisme Energi vs Protein Kasar (Crude Protein). 5) Makro Mineral (kalsium vs fosfor). 6) Mikro Mineral. 7) Asam Amino Essensial. 8) Asam Lemak. 9) Feed Intake vs Bobot Badan. 10) Feed Intake vs Karkas. 11) Feed Intake vs Feed Conversion Ratio.

Pakan Alternatif yang dimaksudkan di sini untuk digunakan pada peternakan skala kecil dengan populasi berkisar 1.000-2.000 ekor. Tujuan membuat Pakan Alternatif agar biaya operasional peternak kecil lebih efisien dan mandiri, serta memiliki patokan dari kandungan nutrisi maupun hal lainnya, terutama harga setelah menjadi pakan siap saji.

Faktor ekonomi terkait biaya pakan ini menjadi sangat penting mengingat semakin  terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar US yang mengakibatkan harga pakan konvensional dari pabrikan semakin mahal. Dan pembelian pakan pabrikan dalam kuantitas sedikit tentu menyebabkan harganya lebih tinggi dan menjadi tidak efisien daripada pembelian pakan konvensional dalam jumlah besar pada peternak skala jumbo, sehingga peternak berpopulasi besar masih bisa efisien dan bertahan dengan naiknya harga pakan pabrikan.

Situasi sulit naiknya harga pakan jadi ini bisa saja dimanfaatkan pihak-pihak tertentu dengan mengatakan bahwa penggunaan Pakan Alternatif hanya untuk mendapat keuntungan sepihak, bahkan sesaat saja. Untuk itu mari bersama-sama pahami apa yang dimaksud Pakan Alternatif sebagaimana definisi awal tersebut. Yakni bukan asal pakan mandiri yang harganya murah disebut sebagai Pakan Alternatif.

Tujuan dari pembuatan Pakan Alternatif antara lain adalah Pertama, menciptakan kemandirian terhadap sumber bahan baku pakan baik sebagain dan/atau keseluruhan. Kedua, peternak dapat menikmati harga pakan komplitnya yang diharapkan bisa lebih murah 5-20% dibanding pakan konvensional buatan pabrikan. Kalau harga Pakan Alternatif bisa lebih murah 50% dibanding pakan pabrikan, itu sesuatu yang hampir mustahil. Jangan-jangan pakan abal-abal. Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah spesifikasinya dalam kualitas dan performanya bisa setara dengan pakan pabrikan? Maka jawaban pastinya dengan cara menunjukkan Sertifikat Hasil Uji Laboratorium yang kredibel dari Pakan Alternatif tersebut. Untuk itu pembuat dan/atau penjual Pakan Alternatif harus paham apa itu analisa proksimat. Ketiga, pembuat Pakan Alternatif harus bisa membuat pakan spesifik untuk tujuan tertentu, misal pembuatan pakan organik bebas antibiotika, kemudian pakan dengan tujuan untuk warna kulit telur lebih coklat, pucat atau lebih biru, warna ovum bisa lebih oranye, ukuran telur menjadi lebih kecil atau lebih besar, memproduksi telur organik, rendah kolestrol, bebas kuman dan untuk tujuan lainnya.

Langkah Membuat Pakan Alternatif
Pertama, lakukan survei sejauh radius maksimum 15 km dari lokasi peternakan, apakah ada bahan baku lokal yang masih layak pakai dengan jumlah yang cukup dan kontinyu. Bila sumber bahan baku pakan lokal jaraknya terlalu jauh >15 km, maka ongkos transportnya relatif mahal, tidak efisien dan pakan akhirnya tidak menjadi murah.

Berikutnya, tersedia sumber bahan baku pakan lokal. Bisa dari limbah industri, pertanian, perkebunan, peternakan, rumah makan, hotel dan lain-lain. Tentu saja harganya harus lebih murah atau bahkan gratis.

Tahapan lain untuk mendukung tersedianya sumber bahan baku bisa juga diperoleh melalui pembiakkan tanaman dan hewan tertentu (Azolla, cacing Lumbricus rubelus dan lain-lain), di mana nilai gizinya sangat baik dan cepat perkembang-biakannya, serta relatif mudah pengelolaannya.

Bahan baku pakan lokal seperti ini bisa saja keberadaannya musiman, tetapi dengan proses fermentasi tertutup, bisa disimpan relatif lama >1-24 bulan. Artinya semua bahan baku pakan lokal harus diperiksa untuk diketahui isi nutrisinya yang harus lengkap, seperti kadar air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, kadar abu dan makro mineralnya (kalsium dan fosfor).

Bila tidak didukung database yang lengkap, maka hasil akhir formula Pakan Alternatif akan menjadi bias dan tidak memenuhi SNI, serta bijaknya usahakan untuk mencari referensi tentang kadar gizi dan isi detail bahan baku lokal (asam amino, asam lemak, vitamin dan mikro mineral) atau melalui hasil penelitian riset.

Proses Persiapan Bahan Baku Pakan Lokal
Bahan baku pakan lokal perlu diproses terlebih dahulu sebelum digunakan dalam pembuatan Pakan Alternatif. Bahan baku pakan yang basah atau kadar airnya tinggi lebih dari 15% perlu dikeringkan dahulu (ampas tahu, onggok singkong, limbah pabrik udang, limbah rumah makan/hotel, limbah pasar) sampai kadar airnya menjadi 10-14%, agar bila diformulasi pakan komplitnya berkadar air tidak lebih dari 14%. Batas maksimum kadar air pakan komplit tersebut itulah yang sesuai rekomendasi SNI.

Bahan baku pakan yang berbentuk bijian (biji nangka, biji durian, biji rambutan dan lain sebagainya), dikeringkan kemudian digiling menjadi ukuran lebih kecil atau tepung, mash 5-20 agar bisa merata saat dicampur. Seyogianya difermentasi dahulu agar zat-zat anti-nutrisinya terurai.

Bahan baku pakan yang berkualitas rendah dan berserat kasar tinggi >10% (dedak, ampas kelapa, ampas tahu, ampas singkong dan lain-lain), mesti difermentasi agar kualitasnya meningkat dengan menurunkan kadar serat sangat kasar (lignin) dan sarat kasar (selulosa, hemiselulosa) dan menaikkan Total Digestible Nutrien (TDN). Untuk fermentasi ini, diperlukan probiotika yang kerjanya lignolitik dan selulolitik, supaya secara nyata kadar serat kasarnya turun dan kadar proteinnya meningkat secara signifikan.

Apabila semua bahan lokal sudah siap digunakan, maka dengan pertimbangan dan berpatokan pada 11 Jurus Keseimbangan Formulasi Pakan Unggas, kemudian formulasikan bahan baku pakan lokal dengan bahan baku pakan nasional dan/atau internasional mengacu pada SNI pakan, sehingga Pakan Alternatif siap saji sesuai dengan jenis dan fase hidup ternaknya.

Apabila tujuan penggunaan Pakan Alternatif ini bisa tercapai, yaitu mandiri dan efisiensi dengan harga jauh lebih murah dibanding pakan pabrikan dan dengan performa ternak setara dengan pakan pabrikan, tentu lebih menguntungkan bagi peternak unggas. Memang seperti menjadi repot sedikit, mengapa tidak? Karena semua tenaga yang dicurahkan pun bisa dihitung dan dikonversikan dalam biaya total pembuatan Pakan Alternatif untuk dibandingkan sebagai pembeda dengan pakan konvensional.

Semua peternak khususnya pelaku bisnis penyedia Pakan Alternatif boleh berharap dan berdoa agar tidak ada pihak-pihak yang dengan mudah mengatakan bahwa pakannya Pakan Alternatif tetapi memiliki kualitas yang jauh dari SNI. Efeknya bisa dipastikan akan merugikan pembelinya.

Bagi peternak, jangan mudah tergiur dengan pakan yang diklaim sebagai Pakan Alternatif hanya karena murah harganya. Namun, tanyakan kepada produsen, apakah pakannya sudah memenuhi SNI Pakan Ternak dan Unggas. Serta agar produsen mampu menunjukkan sertifikat hasil uji analisa proksimat-nya. Apabila semua data tersebut terbukti ada, peternak bisa mencoba menggunakannya dengan jumlah sesuai kebutuhan untuk melihat performanya.

Demikian artikel ini disajikan penulis yang bertujuan memberikan pencerahan kepada peternak skala kecil, sehingga tidak salah dalam membeli atau menggunakan Pakan Alternatif untuk menghindari kerugian yang cukup besar. ***

Ditulis oleh Drh Djarot Winarno
Praktisi dan konsultan peternakan
Tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur






ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer