Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Liputan Khusus | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Menanti Kiprah Perdana Gapuspindo

Berangkat dari niatan Pemerintah untuk menata organisasi di bidang peternakan dan kesehatan hewan tampaknya mendapat respon positif dari kalangan pelaku usaha terkait. Mereka yang bergerak di bidang usaha sapi potong, belakangan membentuk wadah baru yang diberi nama Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia, disingkat Gapuspindo.
Pembicara seminar di Munas Gapuspindo dari ki-ka:
Bustanul Arifin, Didiek Purwanto, Muladno, dan Rochadi Tawaf.
Gapuspindo adalah nama baru bagi Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo). Perubahan nama tersebut telah diputuskan pada Munas Luar Biasa (Munaslub) Apfindo yang berlangsung 5 Nopember 2015 di Hotel Santika Premier Bintaro, Tangerang Selatan. Perubahan nama ini didasari oleh perubahan mendasar dari Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga dimana anggota organisasi ini tidak hanya pelaku perusahaan penggemukkan (feedlot) sapi melainkan juga peternak sapi lokal yang telah menjalankan kegiatannya sebagai sebuah bisnis.
Pelantikan Ketua dan Anggota Dewan Gapuspindo masa bakti 2016-2019 dilakukan langsung oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, Muladno disela acara Musyawarah Nasional (Munas) I Gapuspindo di The 7th Hotel, Bandar Lampung, 16 Februari 2016. Turut menyaksikan acara pelantikan itu Kepala Dinas PKH Provinsi Lampung, Dessy Desmaniar Romas serta sejumlah pimpinan asosiasi di bidang sapi potong.
Dari hasil Munas pertama Gapuspindo tersebut telah ditetapkan 12 nama sebagai pimpinan dan anggota dewan Gapuspindo untuk periode kepengurusan tahun 2016-2019. Antara lain terpilih Hafid Wahyu dari PT. Agri Satwa Jaya Kencana sebagai Ketua Dewan. Sementara sebagai Wakil Ketua ditetapkan Didiek Purwanto dari PT. Karunia Alam Sentosa Abadi dan sebagai Bendahara, Dudi Eko Setiawan dari PT. Eldira Fauna Asahan.

Fokus Rekrut Peternak
Setelah “berganti baju” menjadi organisasi yang nantinya karakteristik anggotanya lebih beragam, lalu apa langkah ke depan yang akan dilakukan Gapuspindo? Hafid Wahyu Ketua Dewan Gapuspindo saat ditemui Infovet menekankan bahwa dalam jangka pendek organisasi yang dipimpinnya terlebih dulu akan melakukan upaya konsolidasi ke dalam.
Langkah berikutnya adalah fokus untuk bisa merekrut sebanyak mungkin anggota dari kalangan peternak sapi, karena pada dasarnya industri penggemukan sapi tak akan bisa dilepaskan dari usaha menghasilkan sapi bakalan. “Jadi peran peternak sapi lokal itu sangat strategis dan kami berharap akan banyak peternak sapi yang menjadi anggota Gapuspindo,” tuturnya.
Dengan terwadahi dalam organisasi Gapuspindo pihaknya mengharapkan ke depan peternak bisa berorientasi ke bisnis komoditi, sehingga memiliki jadwal produksi dan penjualan yang jelas, bukan lagi beternak sapi hanya sebagai tabungan.
Duduk berdampingan dengan kalangan industri penggemukan sapi dalam satu organisasi, menurut Hafid, akan banyak manfaat yang dipetik oleh peternak. Misalnya pihak industri feedloter bisa menularkan teknologi pembesaran ternak atau teknologi pengawetan pakan hijauan yang dikuasainya.
“Begitu juga kalau ada anggota yang sukses di kegiatan pembibitan, maka peternak bisa belajar banyak mengenai ilmu pembibitan yang efektif dan efisien. Dan yang penting lagi nantinya sesama anggota bisa saling menjalin kemitraan menyangkut pemasaran produk yang dihasilkan masing-masing,” ujar Hafid.
“Dengan adanya kemitraan dengan transfer teknologi, para peternak lokal bisa menjadi lebih baik bahkan menjadi industri sapi. Petani dapat bermitra dengan pengusaha peternakan untuk memanfaatkan teknologi yang milik pengusaha disinergiskan dengan potensi petani daerah. Hafid juga menjelaskan Gapuspindo sendiri memiliki tugas untuk menjembatani kebijakan yang telah diberikan kepada pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri petani sapi,” tambah Hafid.
Tantangan Gapuspindo ke depan dipandang Hafid sangat berat karena kebutuhan ternak sapi untuk memasok kebutuhan daging dalam negeri mencapai sekitar 3,5 juta ekor per tahun. Belum bisa sepenuhnya dipasok dari peternak sapi lokal sehingga sebagian harus diimpor. “Karena itu sinergi harus diciptakan antara pembibit, peternak budidaya dan pelaku industri penggemukan di dalam negeri agar kebutuhan daging sapi kita dapat terpenuhi,” katanya.

Seminar diikuti oleh ratusan tamu undangan dari kalangan peternak,
pengusaha, universitas dan instansi pemerintah.
Seminar Industri Sapi Potong 
Selanjutnya setelah pelantikan, digelar pula seminar nasional dengan menampilkan narasumber Prof. Muladno Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian, Musdalifah dari kemenko, Prof. Bustanul Arifin dari Unlam dan moderator Prof. Rochadi tawaf dari Universitas Pajajaran.
Sebanyak 97% dari populasi sapi di seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar 14 juta ekor, dikuasai oleh peternak kecil yang hanya memiliki 2-3 ekor sapi. Sementara 93% dari kurang lebih 6 juta peternak di Indonesia adalah peternak kecil, hanya 7% saja yang bisa digolongkan sebagai industri peternakan.
Pada umumnya peternak kecil kurang mahir berbisnis, kemampuan modalnya terbatas, cara pengelolaannya juga kurang baik. Maka perlu bantuan dari pemerintah untuk memberdayakan mereka. "Jadi 93% peternak Indonesia itu peternak rakyat, hanya punya 2-3 ekor sapi. Pemerintah perlu hadir untuk mereka," kata Muladno yang menjadi pembicara pertama dalam seminar ini.
Selain itu meski program swasembada daging sapi sudah dicanangkan sejak lebih dari 1 dekade lalu, sampai hari ini Indonesia masih bergantung pada impor sapi, terutama dari Australia dan Selandia Baru. Minimnya produksi dari dalam negeri membuat harga dan pasokan daging sapi tak stabil. Data pemerintah menyebutkan, total kebutuhan daging sapi di Indonesia di 2016 adalah 674.690 ton. Pasokan dari dalam negeri hanya 2,5 juta ekor per tahun atau 441.761 ton. Kekurangan 232.929 ton atau setara dengan 600.000 ekor sapi hidup dan daging sapi 112.953 ton harus dipenuhi dari impor.
Muladno mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan program untuk memberdayakan para peternak kecil, yaitu Sentra Peternakan Rakyat (SPR). SPR ini akan mengonsolidasikan para peternak kecil dalam sebuah sentra, alias 'bisnis sapi berjamaah'.
"Apa yang harus kita lakukan? Selama ini mereka beternak, bekerja sendiri-sendiri. Mereka nggak bisa berbisnis. Saya ingin mengajak peternak kecil-kecil itu bisnis berjamaah supaya seimbang dengan pengusaha-pengusaha feedloter besar, semuanya di SPR," ujarnya.
Dalam program SPR ini, 500 peternak rakyat dan 9 orang tokoh peternak diorganisir di dalam sentra, didampingi ahli-ahli peternakan dari perguruan tinggi. Litbang Kementan, dan 1 dokter hewan. Pengelolaan SPR akan dipimpin 1 orang manager. Dalam 1 SPR minimal ada 1.000 ekor sapi indukan. Pendampingan dari para tokoh, akademisi, dokter hewan, dan manager ini akan meningkatkan kemampuan pengelolaan para peternak dan membuat usaha peternakan berorientasi bisnis.
"Ada 3 prinsip dalam bisnis berjamaah, semuanya di SPR. Pertama, konsolidasi dan pengorganisasian peternak. Kedua, penguatan kapasitas dan transfer tekno. Ketiga, jejaring kerja sama. Harus ada unsur pemerintah, peternak, dan akademisi. Ini akan kita copy di seluruh Indonesia. Pengusaha juga harus gabung," cetus Muladno.
Menurut perhitungannya, dengan asumsi tingkat kelahiran sapi 90%, maka setiap SPR akan menghasilkan 450 ekor sapi indukan, 1.103 sapi siap potong, dan 653 sapi pedet jantan. Bila ada 1.000 SPR di seluruh Indonesia, maka ada tambahan 450.000 ekor sapi indukan dalam 5 tahun. "Kalau 1.000 SPR, ada tambahan 450 ribu indukan dalam 5 tahun. Tahun depan mudah-mudahan sudah ada ratusan SPR," tuturnya.
Kementan menargetkan pembentukan 1.000 SPR dalam 5 tahun ke depan. Setiap SPR membutuhkan dana Rp 1 miliar, maka butuh dana Rp 5 triliun dari APBN untuk pengelolaan SPR selama 5 tahun. Meski butuh dana besar, menurut Muladno, penghematan yang dapat diperoleh dari SPR lebih besar lagi. Peningkatan populasi sapi dari SPR bisa menghemat dana Rp 13,9 triliun karena impor sapi berkurang. "1.000 SPR selama 5 tahun perlu dana APBN 5 triliun. Ini menghemat impor indukan Rp 9,9 triliun dan sapi bakalan Rp 4 triliun, total Rp 13,9 triliun," ucapnya.
Selain itu, manfaat lain yang diperoleh dari SPR adalah peningkatan populasi sapi lokal, peningkatan kesejahteraan peternak kecil, penciptaan lapangan kerja di daerah pedesaan,juga membuat populasi sapi lebih terpantau, perhitungan populasi sapi pun bisa lebih akurat.
"Populasi indukan bertambah, ekonomi tumbuh dari pinggiran, deurbanisasi, dan terjadi revolusi mental (karena peternak rakyat menjadi bisa berbisnis). Kita akan tahu persis populasi sapi kita, akurasinya dijamin 1.000%. BPS nggak perlu repot-repot menghitung lagi," Muladno menerangkan.
Dalam pelaksanaannya, SPR memang sulit diimplementasikan di lapangan. Tetapi program ini patut dicoba untuk memberdayakan peternak-peternak kecil, supaya peternak kecil bisa 'naik kelas'. "Ini memang tidak gampang, tapi ini salah satu cara untuk mengubah cara berpikir peternak-peternak kecil kita," tutupnya.
Untuk mewujudkan swasembada, diperlukan upaya peningkatan produksi dan produktivitas, salah satu caranya dengan melibatkan seluruh pihak terkait melalui pengembangan SPR.

Dukungan Pemprov Lampung 
Sebelumnya, Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri menyatakan dukungan penuh untuk pelaksanaan munas Gapuspindo digelar di wilayahnya. Apalagi menurut dia, Lampung akan dijadikan lumbung ternak serta dapat menyuplai kebutuhan daging di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan lainnya. Ia mengatakan bahwa Lampung harus terdepan dalam pengelolaan sapi potong dan menjadi salah satu lumbung ternak di Indonesia. Provinsi Lampung akan menjadi lumbung ternak sapi potong utama karena melihat situasi lahan ternak, pakan, dan serta kondisi sangat mendukung untuk pelestarian ternak sapi potong di Tanah Air
Provinsi Lampung akan menjadi percontohan peternakan sapi di Indonesia. Ini dikarenakan Lampung merupakan lumbung ternak sapi dan pakan ternak yang cukup baik terlebih dengan adanya kemitraan oleh pengusaha melalui gabungan pelaku usaha peternakan sapi potong Indonesia (Gapuspindo).
“Dia menuturkan, pelaku ternak sapi lokal di Lampung berpotensi menjadi industri sebab Lampung mempunyai ketersediaan pakan ternak yang baik dan murah. Provinsi Lampung bisa dijadikan role model pengembangan peternakan sapi di Indonesia karena Lampung merupakan lumbung ternak nasional,” ujar Bachtiar sehari sebelumnya.
Nantinya, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Lampung akan menitipkan sapi potong di lima kabupaten, seperti Tulangbawang Barat, Tulangbawang, Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Lampung Selatan, sedangkan untuk tempat ternak kambing terdapat di Kabupaten Tanggamus.
Provinsi Lampung akan menjadi lumbung ternak sapi potong utama karena melihat situasi lahan ternak, pakan, dan serta kondisi sangat mendukung untuk pelestarian ternak sapi potong di Tanah Air. (wan)

PERUNGGASAN 2016, MASIH ADA SECERCAH HARAPAN

Bertempat di Menara 165 Jakarta, lebih dari seratus lima puluh orang pelaku bisnis peternakan dan obat hewan berkumpul dalam rangka mengikuti Seminar Nasional Bisnis Peternakan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Seminar yang dihelat Rabu 18 November ini mengangkat tema “Meningkatkan Kemandirian dan daya Saing Peternakan Indonesia Untuk Mencerdaskan Anak Bangsa.”


Acara seminar diselingi kampanye makan telur 
oleh seluruh narasumber ketua Asosiasi Bidang Peternakan.

Acara tahunan ini merupakan seminar outlook bisnis peternakan yang paling ditunggu oleh kalangan bisnis. Seperti biasanya, seminar ini laris manis, dihadiri oleh para tokoh bisnis peternakan. Sementara itu narasumber yang hadir adalah para petinggi organisasi peternakan serta pembicara tamu yang mengulas kondisi makro ekonomi.
Seminar terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama diisi dengan presentasi dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Prof Muladno, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Legowo Kusumonegoro, Ketua Umum GPPU Krissantono, Ketua Umum GPMT Drh Sudirman, dengan moderator Drh Harris Priyadi.
Sementara sesi kedua diisi dengan narasumber Sekjen PPSKI Prof Rochadi Tawaf, Ketua AMI Dr Sauland Sinaga, Wakil Ketua Umum PINSAR Indonesia Ir Eddy Wahyudin MBA, dan Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari. Bertindak sebagai moderator di sesi kedua adalah Drh Haryono Jatmiko.  

Secercah Cahaya
Paparan Legowo Kusumonegoro dari Manulife Aset Manajemen Indonesia tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia di Triwulan 4 tahun 2015 sedikit memberikan harapan optimis. Pasalnya, kondisi ekonomi di Triwulan 3 tahun 2015 terlihat sebagai titik terendah baik untuk pasar saham, pasar obligasi, dan nilai tukar.
Selain itu seiring melemahnya perekonomian, inflasi jauh lebih rendah dari prediksi. Potensi penurunan suku bunga terlihat meningkat. Sementara dari sisi konsumsi, mulai terlihat peningkatan (konsumsi semen, mobil, dan penyaluran kredit) semua mulai kembali menggeliat. Namun begitu persepsi investor asing terhadap emerging market memang masih sangat lemah
Ia menambahkan bahwa konsumsi masyarakat di Triwulan 4 diprediksi membaik. Hal ini disebabkan adanya penyaluran dana PSKS bulan Oktober untuk 15.4 juta keluarga @IDR 600,000. Selain itu penurunan harga solar, elpiji, listrik terutama untuk industri dan meningkatnya anggaran belanja pemerintah dalam rangka Pilkada bulan Desember yang merupakan momen terbesar dalam sejarah Indonesia.
Legowo juga melihat di Triwulan 4 ini masyarakat telah melewati masa transisi /shock atas kenaikan harga BBM, utilitas, dan pangan dasar, melihat bahwa Triwulan ke-4 tahun ini terlihat secercah harapan sehingga untuk prospek ekonomi 2016 bisa lebih baik dari pada 2015.
“Enam Paket Kebijakan Pemerintah yang sudah diterbitkan, ternyata cukup positif direspon oleh pasar, ini terlihat mulai stabilnya nilai rupiah di pasar uang dan mulai menggeliatnya pasar modal. Paket kebijakan ekonomi Pemerintah akan berlanjut dan harapannya akan menstimulus ekonomi,” demikian kata Legowo.

Situasi Perunggasan Nasional Terkini
Kondisi makro ekonomi secara langsung ataupun tidak langsung sangat berpengaruh terhadap kondisi peternakan nasional. Terjadinya pelemahan rupiah/penguatan kurs dollar sangat berpengaruh terhadap harga sapronak yang pada akhirnya harga tersebut mengalami kenaikan. Hal tersebut diperparah lagi dengan kebijakan pemerintah (Kementrian Pertanian) yang sangat tidak populer yaitu dengan secara serta merta menghentikan impor jagung sehingga pada hari ini harga jagung menjadi tidak masuk akal dengan ketersediaan yang kami anggap (ditimbun ??) oleh pedagang besar (pengumpul pedagang jagung nasional) dimana franco pabrik Rp 4.500. Demikian disampaikan Tri Hardiyanto, Dewan Pembina GOPAN pada Dialog Nasional Perunggasan awal November lalu.  
“Sementara kami yakin yang diuntungkan dari kebijakan ini hanya pedagang pengumpul jagung dibanding petani jagung. Saat ini harga jagung impor Rp 3.400 dengan kualitas baik sampai di pabrik (harga franco pabrik) sehingga self mixing di layer ataupun broiler menjadi sekarat dan terancam stop beroperasi dan gulung tikar. Apakah ini yang disebut nasionalis?” tanya Tri Hardiyanto
“Jika kondisi ini berlangsung, maka pemerintahan Jokowi yang pro rakyat nyaris menjadi slogan belaka bagi masyarakat perunggasan,” tegasnya lagi.
Adapun secara umum, sejak bulan Oktober 2013 - Juni 2015 boleh dikatakan peternak rakyat dan peternak menengah mandiri dalam kondisi merugi. Hal ini didasarkan fakta terjadi pembiaran "pembantaian" harga live bird ditingkat broker dan pedagang besar ayam oleh perusahaan besar (integrator). Pada saat yang sama dengan berjalannya waktu masih dirasakan suatu kondisi dimana kebijakan pemerintah tidak terlalu berpihak terhadap peternak rakyat dan peternak menengah mandiri (yang skala usahanya masih dibilang kecil-menengah).
Ir Eddy Wahyudin mewakili PINSAR Indonesia menambahkan kondisi 2015 secara umum harga broiler masih tidak menguntungkan peternak. Ini tercermin dari harga rata-rata broiler  10 bulan terakhir sebesar Rp 17.180/kg, sementara rata-rata harga HPP dalam kisaran Rp 17.410/kg. Hal ini dominan karena oversuplai broiler sebagai dampak pertumbuhan produksi bibit.
“Saat ini potensi terpasang produksi DOC sebesar 70 juta ekor per minggu sementara daya serap pasar broiler 40 juta ekor per minggu. Di sisi produksi, peternak broiler saat ini sedang bergulat dengan performa produksi yang kurang bagus, karena kualitas DOC dan pakan yang diduga menurun,” jelas Eddy.
Sementara untuk pasar telur ayam ras di awal tahun harga telur melonjak sangat fantastis, seakan memberi sinyal kondisi akan terus membaik. Akan tetapi di medio Februari hingga akhir April harga anjlok di bawah HPP. Memasuki Mei 2015 kondisi membaik dan menembus harga terbaik di Agustus 2015, performa harga telur selanjutnya bergerak dinamis di bawah dan di atas HPPnya.
Secara umum performa harga telur sepanjang 2015 masih cukup baik. Ini terlihat dari rata-rata harga jualnya Rp 17.814/kg  dan ini melampaui HPPnya yakni di Rp 17.185/kg. Catatan  rata-rata harga terbaik dicapai yakni Rp 19.900/kg yakni di Januari 2015
Namun demikian satu ancaman baru muncul dua bulan terakhir yakni kelangkaan jagung dan harganya yang melonjak hingga Rp 5.200/kg dari sebelumnya Rp 3000-3200/kg, akibat kebijakan pengetatan impor jagung oleh pemerintah. Problem ini dalam jangka waktu tertentu berpotensi menimbulkan penurunan populasi layer nasional dan menurunkan produksi telur nasional.

Dari Sisi Populasi Unggas
Ketua Umum GPPU Krissantono memaparkan produksi DOC 2015 memang cukup tinggi, produksi cukup untuk memenuhi kebutuhan Nasional akan tetapi di tingkat peternak terjadi penurunan harga jual yang cukup signifikan sehingga banyak peternak yang mengalami kerugian dan kebangkrutan. Disini terjadi kepincangan Supply dan Demand, demand cenderung menurun karena faktor ekonomi makro. Turunnya berkisar 20-30 %, hal ini tentu sangat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Tak tinggal diam, Pemerintah melakukan intervensi dalam mendongkrak harga ayam di tingkat peternak dengan mengurangi populasi induk ayam ras sebanyak 6 juta ekor yang baru terealisasi 2 juta ekor. Secara gamblang Krissantono menuturkan bahwa produksi DOC broiler 2015 hanya 2,4 milyar ekor dari potensi produksi 3,5 milyar ekor. Sementara produksi DOC layer 2015 yaitu 200 juta ekor.
Krissantono menyarankan di tahun 2016 Pemerintah, Asosiasi Perunggasan perlu secara matang menghitung kebutuhan impor bibit agar tidak tejadi kelebihan dan merugikan peternak. Selain itu Tata niaga ayam (tingkat hilir) harus diatur oleh Pemerintah agar peternak tidak lagi mengalami kerugian yang berkepanjangan. Prospek Perunggasan 2016 masih cukup baik mengingat konsumi daging ayam dan telur masih rendah dibanding Negara ASEAN, sangat mungkin untuk dikembangkan ke masa depan.
Ia juga menekankan, perunggasan 2016  sudah harus berhadapan dengan MEA. Permasalahan yang akan dihadapi tahun depan cukup berat sehingga Pemerintah, Asosiasi, Perusahaan dan Peternak harus bersama-sama untuk bisa membuat solusi bersama demi kemajuan Perunggasan di Indonesia.
Dari sisi perusahaan pembibit beberapa faktor yang bisa menjadi kendala adalah:
1. Turunnya demand karena faktor ekonomi makro baik global maupun regional.
2. Tidak seimbangnya Supply dan Demand.
3. Policy Pemerintah perlu komprehensif atau terpadu misalnya :
      • Perencanaan raw material (al: jagung)
      • Perencanaan Pemerintah yang merupakan Roadmap perunggasan
      • Perlu Payung Hukum pengetrapan UU PKH dan Pangan serta UU terkait, dikait dengan pelaksanan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
4. Faktor cuaca yang ekstrim menyebabkan timbul penyakit dan kelangkaan air.
5. Adanya AI di dunia International menyebabkan Supply Bibit dari Amerika dan Eropa (Jerman,Belanda,Inggris) terganggu, sehingga pembibit tidak dapat mengimpor DOC bibit akan tetapi berupa HE (dengan BM 5 %)
6. Di tingkat hilir rantai distribusi sampai ke pasar perlu disederhanakan agar masyarakat dapat menikmati harga yang baik.
7. Kekompakan para pelaku perlu ditingkatkan.

Kelangkaan Jagung
Sekali lagi, kebijakan pemerintah di bidang pangan membuat pengusaha kelimpungan. Kali ini, yang jadi ‘korban’ ialah para pengusaha makanan ternak. Lantaran pemerintah menutup keran impor, harga jagung di pasaran lokal melambung.
Drh Sudirman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) yang ditemui Infovet disela seminar menuturkan, saat ini harga jagung di pasaran dalam negeri mencapai Rp 4.200 – 5.000 per kilogram (kg). Harga ini naik 80% dari harga saat menjelang Ramadhan lalu yang berkisar Rp 2.800 – 3.000 per kg.

Sumber: GPMT 2015

Menurut Sudirman, hitungan pemerintah bahwa ketersediaan jagung di dalam negeri masih berlimpah, meleset dari target. Celakanya, kenaikan harga jagung tidak dinikmati petani langsung, melainkan para pedagang. “Faktanya terjadi kelangkaan pasokan jagung lokal di pasaran,” ujar Sudirman.
Karena itu, Sudirman meminta Kementerian Pertanian (Kemtan) memberikan persetujuan pemasukan jagung impor. Saat ini, sebagian besar kapal pengangkut sudah ada di sejumlah pelabuhan sejak awal Oktober 2015. Bahkan, kapal-kapal itu sudah terkena denda lantaran bongkar muatnya tertunda (demurrage).
Saat ini, lanjut Sudirman, stok jagung di dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan industri pakan ternak. Pasalnya, program peningkatan produksi jagung 1 juta hektare (ha) di tahun ini belum direalisasi. Saat ini, realisasi program tersebut baru mencapai 139.511 ha. Bila produktivitasnya mencapai 5 ton per ha pipil kering dengan kadar air 15%, lahan seluas itu hanya bisa menghasilkan tambahan produksi 697.555 ton sekali panen. “Jumlah ini tidak memenuhi kebutuhan industri pakan ternak dalam satu bulan,” imbuh Sudirman.
Diakhir wawancara Sudirman memproyeksikan bahwa kebutuhan jagung Indonesia untuk industri pakan ternak berkisar antara 8,5-9 juta ton.

SPR Untuk Kemandirian dan Daya Saing
Beralih ke sapi, Dirjen PKH Muladno menjelaskan bahwa progran swasembada sapi lokal (10% dipenuhi oleh sapi bakalan import) dihentikan akhir tahun 2014. Selanjutnya mulai tahun 2015 swasembada sapi lokal ditiadakan dan diganti dengan peningkatan populasi sapi lokal, yang diperkuat melalui program Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan.
Kemudian mulai tahun 2016 diperkenalkan pendekatan Sentra Peternakan Rakyat yang di dalamnya terdapat Sekolah Peternakan Rakyat, yang berorientasi pada konsolidasi kekuatan peternak sapi lokal dalam rangka meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas ternak.
Muladno menargetkan di tahun 2016 akan terbentuk 500 SPR. Manfaat dari pembentukan 500 SPR ini adalah keterlibatan secara langsung minimal 2500 peternak, 450 tokoh peternak, 500 sarjana baru dari berbagai disiplin ilmu sebagai manajer SPR, 500 dokter hewan, ratusan mahasiswa, puluhan dosen, peneliti, dan penyuluh di seluruh Indonesia
SPR merupakan lokasi penelitian untuk mahasiswa S1, S2, dan S3; serta medan pengabdian maupun diseminasi teknologi secara langsung. Selain itu juga terjadi peningkatan kesempatan bekerja di desa, deurbanisasi, deinternasionalisasi tenaga tak terampil (TKI), dan hemat energi dari sumber daya alam terbarukan misalnya pemanfaatan biogas dari feses sapi. (wan)

Drh Irawati Fari Yakin Kokohkan ASOHI

Drh. Irawati Fari
Sebuah organisasi atau asosiasi selalu membutuhkan pemimpin yang sanggup mengemban tugas yang berat. Selama satu periode, dua periode bahkan satu dekade kepemimpinan sebuah asosiasi akan terus berputar dan memunculkan pemimpin-pemimpin baru yang lebih tangguh dari sebelumnya. Pemilihan bisa dilakukan dengan cara apa saja, misal seperti lewat Musyawarah Nasional (Munas).

Tepat pada 6-7 Mei 2015, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) rampung menggelar Munas VII ASOHI bertemakan “Bersatu Dalam Dinamika Nasional dan Global” yang dilaksanakan di Hotel Grand Zuri, BSD City, Serpong. Dari hasil Munas kemarin, Drh. Irawati Fari terpilih menjadi Ketua Umum (Ketum) ASOHI periode 2015-2020 menggantikan Drh. Rakhmat Nuriyanto, MBA, serah terima jabatan dilakukan pada Kamis 7 Mei 2015 pukul 18:30 WIB.

Terpilihnya Drh. Ira sapaan akrabnya, atas kecintaan dirinya terhadap ASOHI dan melalui proses pengkaderisasian dari kepengurusan sebelumnya. Sepak terjangnya selama 10 tahun di ASOHI membuat dirinya dipercaya mengemban tugas sebagai Ketum ASOHI periode 2015-2020.

Dalam paparanya pada saat Munas, Ia menjelaskan beberapa visi dan misi ASOHI kedepan dalam upaya melanjutkan pemikiran kepengurusan sebelumnya. Yang jelas, Ia ingin mewujudkan ASOHI untuk menjadi asosiasi yang lebih tangguh, profesional dan menjadi mitra yang harmonis bersama pemerintah, stakeholder serta bermanfaat bagi anggota, bangsa dan negara. Sebab tujuan didirikannya ASOHI adalah untuk mewujudkan usaha obat hewan di Indonesia yang tangguh, mandiri dan bertanggung jawab, serta dapat memenuhi kebutuhan obat hewan sebagai sarana untuk mengembangkan dan melestarikan sumber daya hewani.

Dalam kepemimpinannya nanti, Ia yakin mampu memperkokoh kepengurusan ASOHI nasional dan daerah agar dapat bekerja secara profesional, berdedikasi tinggi, loyal dan menjadi panutan yang positif di industri obat hewan dan pihak terkait lainnya, serta dapat meningkatkan seluruh anggota dalam hal menjalankan usaha sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) ASOHI & Kode Etik dan meningkatkan mutu pelayanan kepada anggota baik di ASOHI nasional maupun daerah.
Ia juga mengatakan, akan terus menjalin kemitraan dengan pemerintah untuk mendukung program-program pemerintah dan mensosialisasikan organisasi dan kiprahnya serta kerjasama dengan pihak terkait dalam mengembangkan industri obat hewan, peternakan dan kesehatan hewan baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri.

Kunci utama dalam organisasi, dijelaskan Drh. Ira, harus memiliki strategi yang bisa menyelaraskan potensi pengurus dengan permasalahan yang ada. Terdapat proses yang bisa dipertanggung jawabkan untuk mengeksekusi strategi serta harus ada evaluasi dan revitalisasi. Dalam struktur organisasi, harus memiliki infrastruktur organisasi yang baik dan komitmen kuat yang didukung dengan kinerja personel yang profesional, dan setiap elemen yang ada dalam sebuah organisasi dapat berfungsi optimal, dinamis, serta berkesinambungan.

Menurutnya, sebagai seorang pemimpin dalam sebuah organisasi, hal yang terpenting adalah pemimpin harus berkompeten dan memiliki komitmen yang kuat, serta mampu menyikapi dan mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi baik itu secara nasional maupun global. “Pemimpin harus memiliki leadership yang baik, profesional dan mampu memimpin ke arah yang lebih baik. Selalu berkomitmen untuk selalu konsisten, tanggung jawab dan mau bekerja meluangkan waktunya bersama ASOHI sampai tuntas,” ujar Drh. Ira.

Ia berharap, dalam kepemimpinannya nanti Ia mampu membawa ASOHI menjadi asosiasi yang lebih baik lagi. “Semoga ASOHI bisa lebih dirasakan manfaatnya bagi anggota ASOHI nasional dan daerah, dan menjadi mitra yang lebih harmonis dengan pemerintah dan stakeholder terkait. Yang pasti kita harus saling men-support satu sama lain,” tukasnya.

Dalam kepengurusan Drh. Irawati Fari sebagai Ketum ASOHI baru periode 2015-2020, semoga apa yang telah direncakan bisa berjalan dengan lancar dan sesuai mekanisme. Selamat bekerja untuk Drh Irawati Fari dan sukses selalu. (rbs)

Seminar Nasional Bisnis Peternakan, 26 Nopember 2014

Sejak tahun 2005, ASOHI secara rutin menyelenggarakan Seminar Nasional Bisnis Perunggasan setiap akhir tahun. Tahun ini materi seminar akan diperluas, meliputi perunggasan dan bisnis peternakan lainnya. Seminar Nasional Bisnis Peternakan akan membahas Tema : ”Bisnis Peternakan di Era Pemerintahan Jokowi”

Seminar akan dilaksanakan pada Rabu, 26 Nopember 2014 jam 08.00-15.00 di Menara 165, Jl. TB Simatupang Kav. 1, Cilandak, Jakarta Selatan.

Akan hadir para pimpinan organisasi perunggasan dan peternakan yang akan menampilkan topik sesuai bidangnya, yaitu :
  1. Drs. Krissantono (Ketua Umum GPPU/Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas)
  2. Drh. Sudirman (Ketua Umum GPMT/Asosiasi Produsen Pakan Indonesia)
  3. Singgih Januratmoko SKH (Ketua Umum PINSAR Indonesia/Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia)
  4. Drh. Rakhmat Nuriyanto MBA (Ketua Umum ASOHI/Asosiasi Obat Hewan Indonesia.
  5. Ir. Teguh Boediyana (Ketua Umum  PPSKI/Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia)
  6. Dr. Ir. Suland Sinaga (Ketua Umum AMI/Asosiasi Monogastrik Indonesia).

Akan hadir juga pembicara tamu, Prof. Bustanul Arifin (Pakar Ekonomi Pertanian), untuk memberikan tentang Prediksi Pengembangan Pertanian di Era Pemerintahan Jokowi.

Biaya seminar Rp. 600.000,-/orang. Informasi selanjutnya hubungi ASOHI telp 021-70642812, 7829689, 78841279, atau SMS dengan Eka Hp. 081574756947, Aidah Hp. 081806597525. Konfirmasi Pendaftaran paling lambat hari Jum’at tanggal 24 Nopember 2014.

MERS-CoV Mungkinkah Mendunia?

Waspadai virus mars VoC
Dunia dikagetkan dengan kemunculan virus flu unta atau Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Berbagai hasil penelitian menaruh kecurigaan bahwa unta merupakan sumber penularan MERS-CoV. Adakah kemungkinan virus ini akan dapat menjadi pandemi, suatu wabah mendunia? Inilah ulasan Infovet.

Coronavirus dikenal sebagai infeksi saluran pernapasan ringan pada manusia, yang telah diidentifikasi sejak tahun 1960. Virus ini varian dari Coronavirus yang baru sehingga diberi nama Novel Coronavirus (MERS-Co V). Hal tersebut dipaparkan oleh Dr drh NLP Indi Dharmayanti MSi, Peneliti Bidang Virologi, Biologi Molekuler dan Penyakit Eksotis, Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.

Kita putar kembali waktu, tepatnya di Juni tahun 2012, novel betacoronavirus yang kemudian diberi nama Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) diisolasi dari penderita dengan demam dan gejala pernapasan berat yang kemudian dirawat di rumah sakit di Jedah, Arab Saudi. Spesimen pasien tersebut kemudian dibawa ke Neterherland untuk membantu dalam mengidentifikasi kasus. DNA Sekuen virus penyebab kemudian di upload di GenBank pada bulan September 2012. Sampai 22 April 2014, tercatat jumlah kasus laboratory-confirmed MERS-CoV di dunia berjumlah 333 orang dan 107 meninggal dunia.

 “Sejumlah besar virus RNA sebenarnya telah banyak menginfeksi di hewan termasuk kelelawar. Data surveilans yang terbatas menyebutkan bahwa sejumlah besar Coronavirus dengan berbagai diversitas dapat ditemukan pada kelelawar  berbagai spesies di beberapa daerah,” ungkap Drh Indi.

“Oleh karena itu, mengapa kelelawar diduga sebagai natural reservoir. Beberapa penelitian juga menemukan materi genetik MERS-CoV pada kelelawar di Saudi Arab mirip dengan MERS CoV manusia,” sambungnya.Lanjut dia, jalur penularan MERS-CoV pada manusia sementara ini adalah dengan  close contact, jadi belum ke airborne sebenarnya.

Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, menguraikan bahwa hasil penelitian menunjukkan virus Corona yang  ditemukan pada unta (dromedary camel) 99,9% sesuai dengan genom pada manusia clade B MERS-CoV. Penelitian lain pada unta menunjukkan bahwa unta dewasa‎ sudah mempunyai antibodi terhadap MERS-CoV, angkanya bisa mencapai lebih dari 70% pada satu penelitian. Sedangkan anak-anak unta memiliki virus yang aktif, penelitian menunjukkan sampai 35% pada swab hidung unta muda.

“Ini merupakan satu dari tiga penelitian terbaru di 2014 tentang hubungan unta dengan MERS-CoV. ‎ Peneliti dari Amerika Serikat dan King Saud University berhasil mengisolasi virus MERS CoV pada usap (swab) hidung pada unta berpunuk satu, dan membuktikan bahwa sekuen genom di unta dan manusia adalah tidak berbeda,” ungkap Prof Tjandra kepada Infovet, Kamis (22/5) melalui surat elektronik.

Masih dibutuhkan penelitian lebih mendalam untuk memastikan, termasuk penelitian untuk mengetahui jalur penularan, penelitian kemungkinan pajanan dari binatang dan atau lingkungan dan kemungkinan rantai penularannya. Data-data hingga saat ini belum dapat membuktikan adanya penularan dari unta ke manusia secara jelas, karena hubungan langsung kausal belum ditemukan.

”Untuk sementara ini memang ada baiknya warga kita yang bepergian ke jazirah Arab untuk tidak kontak langsung dengan unta. Saya menganjurkan jangan ada paket kunjungan ke peternakan unta dalam paket perjalanan umroh jamaah kita,” tegas Prof Tjandra.  Selain itu, ada juga Anjuran WHO  lain yang menyebutkan agar jangan mengonsumsi susu mentah maupun makanan yang mungkin tercemar oleh kotoran binatang./nung.    

Selengkapnya bisa baca di edisi JUNI 2014

STOP! Penyakit Surra Masuk Ke Sumatera

Akhir akhir ini kasus Surra muncul lagi di negara kita, seperti yang dimuat pada majalah Infovet bulan Mei 2014. Kejadian penyakit ini terjadi pada kerbau lokal tepatnya Mei 2013 di Kabupaten Pandeglang dan Lebak, Banten, dilanjutkan kejadian penyakit pada November 2013 dan terakhir terjadi Maret -  April 2014 di Kabupaten Pandeglang. Kejadian penyakit ini mempunyai pengaruh besar karena memberi dampak ekonomi pada peternak akibat kematian, serta dipastikan tidak diijinkanya kerbau dari daerah tersebut dijual keluar daerah lain. Beberapa daerah yang membuat program pengadaan kerbau untuk pengembang biakan kerbau, tidak bisa mendapatkannya dari Provinsi Banten.

Kejadian Surra di Banten menjadi catatan tersendiri di pintu gerbang masuknya pulau Sumatera yaitu Provinsi Lampung. Lalu lintas sapi atau kerbau lokal dari pulau jawa ke pulau Sumatera mempunyai frekuensi yang cukup besar terutama pada 2013. Sehingga kejadian di Banten tersebut harus diwaspadai dan dicegah agar tidak menular ke Sumatera. Jika Surra dari Banten masuk ke Sumatera maka kejadiannya akan tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Sumba. Pemeliharaan ternak dengan digembalakan di padang rumput, integrasi dengan kebun sawit, ataupun populasi kerbau yang hidup di rawa rawa atau sepanjang aliran sungai sangat mudah terjadi penularan dari individu ke individu ataupun ke kawanan sapi / kerbau.
PEMERIKSAAN SURRA
Surveilans untuk penyakit Surra dilakukan dengan melakukan anamnesa, observasi pada ternak, kandang, keberadaan vektor. Pemeriksaan Ulas Darah/PUD (  Direct Microscop Examination/DME ) biasa dilakukan di lapangan. Pemeriksaan lainya meliputi pewarnaan Giemsa ( Giemsa Stain Smear/GSS ), Micro Haematocrit Centrifugation Technique/MHCT, Miniature-Anion Exchange Centrifugation Technique/MAECT. Jika dalam pemeriksaan tersebut ditemukan Trypanosoma evansi maka segera diinjeksikan ke hewan percobaan (mencit). Pemeriksaan serologis juga dapat dilakukan dengan card agglutination test for trypanosomosis (CATT/T. evansi), Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), Indirect immunofluorescence antibody test (IFAT), Latex agglutination test (LAT), Field ELISA (FELISA). Pendekatan secara molekuler dapat dikerjakan dengan polymerase chain reaction (PCR).

Pemeriksaan dengan histopatologi pada organ organ ternak yang telah mati dengan menemukan Trypanosoma evansi pada jaringan, di luar sel atau pada pembuluh darah. Bebarapa kasus Trypanosoma evansi dapat ditemukan pada orhan hati, jantung dan otak. Pada ternak yang mati dengan gejala kepala berputar putar, hasil pemeriksaan histopatologi menemukan Trypanosoma evansi pada otak dan terdapar perivascular cuffing ( infiltrasi / akumulasi sel radang di sekitar pembuluh darah ) di Otak.

Trypanosoma evansi adalah protozoa darah homoflagella tersirkulasi di dalam darah secara ekstraseluler sebagai agen penyakit Surra. Beberapa laporan sapi / kerbau dengan gejala klinik: demam, anemis konjungtiva, lemah, ambruk, kurus, terdapat oedema bawah dada, perut, kaki belakang, testis dan terjadi abortus. Beberapa kasus kematian diawali dengan kepala berputar putar, sapi menjadi lebih beringas, dan berujung kematian disertai kembung dan mulut berbusa ( seperti keracunan ).

Trypanosoma evansi dapat ditularkan melalui vektor mekanik : Lalat penghisap darah (Tabanid & Haematopaghus), lalat Tabanid ( hanya betina yang menghisap darah ), lalat Muscid ( Jantan dan betina menghisap darah ). Lalat Tabanid sangat efektif sebagai vektor karena mampu terus menghisap darah meskipun hewannya berontak, mampu mentransfer Trypanosoma evansi ke inang yang baru kurang dari 5 (lima) detik dan mampu menghisap darah dalam jumlah besar/ Nung.

Artikel selengkapnya baca di EDISI JUNI 2014/ Order ke- (021) 78841279

GEBYAR HARI AYAM DAN TELUR NASIONAL DI BALI


“Tingkatkan gizi dan prestasi anak bangsa melalui konsumsi ayam dan telur.”

Bali memang hebat. Tahun 2013 merupakan tahun keberuntungan. Pasalnya, banyak kegiatan skala internasional diadakan di pulau sejuta pura ini, misalnya Juni ada kiprah Indolivestock, September ada Miss Word dan disusul Oktober sidang APEC. Bahkan, Bali punya Bandara Internasional Ngurah Rai dengan wajah baru dan jalan tol sepanjang 10 kilometer berjalan di atas permukaan laut yang termegah dan terindah se Asia Tenggara dan menjadi kebanggaan orang Bali.  
 
Kini, Bali mendapatkan kepercayaan untuk menyelenggarakan Peringatan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) ke-3 dan Hari Telur Sedunia yang dilaksanakan di Lapangan Barat Museum Perjuangan Rakyat Bali, Renon, Denpasar. Dipilihnya Bali sebagai tuan rumah penyelenggara karena Bali dianggap sebagai pintu gerbangnya Indonesia bagian Timur.

Penyelenggaraan HATN kali ini diajukan pada tanggal 12 Oktober 2013 dikarenakan 15 Oktober bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Masyarakat perunggasan diharapkan dapat mengingat kembali dan ikut berpartisipasi perlunya upaya meningkatkan konsumsi ayam dan telur sebagai pangan sumber protein yang murah dan berkualitas.

Menengok ke belakang. Dua tahun yang lalu, tepatnya 15 Oktober 2011, di lapangan Parkir Timur Senayan, Jakarta, Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MA, bersama 14 organisasi perunggasan mencanangkan Hari Ayam dan Telur Nasional dalam acara Festival Ayam dan Telur yang berlangsung pada hari itu. 

Fakta berbicara, bahwa konsumsi ayam dan telur masyarakat Indonesia masih rendah, hanya 87 butir per orang per tahun atau 1,6 butir per minggu. Konsumsi daging ayam sekitar 7 kg per orang per tahun. Banyak pihak berspekulasi, rendahnya tingkat konsumsi tersebut akibat rendahnya daya beli masyarakat. 

Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena fakta berbicara kalau masyarakat Indonesia masih mampu membeli rokok 1.108 batang rokok per orang per tahun atau 3 batang rokok per orang per hari. Padahal harga sebutir telur sama dengan sebatang rokok dan ironisnya mayoritas konsumen rokok adalah masyarakat berpenghasilan rendah. 

Oleh karenanya, kesadaran betapa pentingnya untuk meningkatkan konsumsi daging dan telur perlu dipromosikan mulai anak-anak usia dini. Dan, pada peringatan kali ini, panitia yang dikomandani oleh  I Ketut Yahya Kurniadi, SKH, menggerakkan 5.000-an murid Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar dari 34 lokasi di Denpasar.  Yahya, demikian ia akrab disapa, juga menjabat sebagai Ketua Gabungan Peternak Unggas Bali (GPUB), Wakil Sekjen PINSAR, Koordinator Indonesia Timur GOPAN.

Acara dibuka oleh Ayu Pastika istri Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, didampingi oleh Jegeg dan Bagus Bali dengan diawali makan bareng telur dan daging ayam. Kehadiran Ayu Pastika boleh dikatakan sangat langka dan merupakan kejutan bagi usahawan dunia peternakan.  

Dikatakan olehnya, kalau isu daging ayam mengandung hormon dan kolesterol, itu tidak benar dan sudah saatnya kebiasaan merokok supaya diubah menjadi kebiasaan membeli dan mengkonsumsi daging ayam dan telur. Masa depan anak harus diperhatikan dan sebagai orangtua supaya menghilangkan kebiasaan merokok untuk diganti makan telur dan daging ayam.

Acara HATN di Bali diselenggarakan oleh GPUB, bekerjasama dengan PINSAR, ASOHI serta didukung oleh organisasi peternakan lainnya. Berbagai acara digelar, antara lain senam jantung sehat, hiburan musik, lawak tradisional Bali Bondres, aneka doorprize, bazar murah telur dan daging ayam, paket telur, nuget, sozis dan susu real good sebanyak 5 ribu kotak serta paket untuk masyarakat miskin. 

Beberapa hari sebelumnya panitia juga menyelenggarakan kampanye edukasi melalui talkshow di radio dan televisi setempat. Mari tingkatkan konsumsi ayam dan telur untuk meningkatkan gizi dan prestasi anak bangsa. Selamat Hari Ayam dan Telur Nasional! (Mas Djoko R)

ANNUAL MEETING PT GALLUS INDONESIA UTAMA


GROWING AND DEVELOPING TO BE THE BEST

Mengawali agenda kerja tahun 2013, PT. Gallus Indonesia Utama menggelar acara Annual Meeting untuk tahun 2013 di negeri yang terkenal dengan lambang Merlion-nya, Singapura. Annual Meeting berlang­sung di Quality Hotel Marlow, Balestier Rd. Singapura ini diselenggarakan dari tanggal 19-20 Januari 2013 yang diikuti sebanyak 20 orang, terdiri dari jajaran Komisaris, Direktur, Manajer, staf, kar­yawan, kantor perwakilan Infovet Daerah, dan beberapa Pengurus ASOHI Pusat.
 
Mungkin Annual Meeting yang mengusung tema “GROWING AND DEVELOPING, TO BE THE BEST” ini menjadi satu-satunya kegiatan tahunan perusahaan yang mengikutsertakan seluruh karyawan sebuah perusahaan mulai dari level paling atas hingga office boy ke luar negeri.
 
Acara Annual Meeting ini dibuka oleh Direktur PT. Gallus Indonesia Utama Drh Tjiptardjo P, SE. dan dilanjutkan paparan ASSA (Asumsi, Sasaran, Strategi dan Aksi) dari Direktur Marketing Ir Bambang Suharno. Setelah laporan ASSA tiap divisi, acara dilan­jutkan dengan paparan dari Komisaris PT GITA, Gani Haryanto dan Ketua Umum ASOHI Drh Rakhmat Nuriyanto. Pada kesempatan ini juga dilakukan penandatangan peresmian pendirian Koperasi Syariah Karyawan PT GITA yang diberi nama ”Amanah Gallus Sehati” dengan Ketua Ir Darmanung dan Sekretaris Neneng Nur Aidah.
 
Usai makan siang di Quality Hotel Marlow, rombongan bergegas untuk check in hotel dan selanjutnya menikmati perjalanan keliling kota Singapura dengan konsep City Adventure. Tujuan pertama tentu saja ikon kota Singapura, dan seluruh karyawan Gallus tak menyia-nyiakan kesempatan untuk berfoto dengan Merlion. Seluruh karyawan Gallus sangat terkesan dengan keindahan pemandangan kota yang megah saat berjalan-jalan di Merlion Park dan sepanjang Singapore River, meskipun sore itu diselingi hujan gerimis.
 
Kemudian rombongan kami melanjutkan perjalanan ke Resort World Sentosa dengan naik public bus SBS Transit yang cepat dan nyaman. Disini kami juga berfoto di depan ikon Universal Studios Singapore untuk selan­jutnya bebas berkeliling theme park yang bertema unik-unik.
 
Menjelang malam hari rombongan menyempatkan waktu untuk menonton atraksi Song of the Sea. Sebuah pertunjukan bernilai 30 juta dolar menggabungkan berbagai special efect air mancur, laser, kembang api, dan fire ball menjadi satu. Pulang dari Sentosa Island kami mencoba naik kereta bawah tanah atau subway menuju ke Little India atau yang terkenal dengan pusat perbelanjaan Mustafa Center dan setelahnya kembali ke hotel di Balestier Road.
 
Keesokan paginya kami kembali menyusuri kota Singapura menggunakan public bus. Kali ini tujuannya wisata belanja berburu pernik oleh-oleh di sepanjang Orchard Road yang terkenal. Kami mampir cukup lama dan menhabiskan waktu makan siang di Lucky Plaza. Setelah usai makan siang kami menikmati cemilan Uncle es krim potong seharga 1 Sin dollar. Kemudian bagi rombongan muslim menyempatkan sholat di Mesjid Al Fallah yang terletak di Cairnhill Place tepat di ujung jalan Orchard Road. 
 
Destinasi selanjutnya adalah Bugis Street yang juga merupakan pasar beragam pernak-pernik oleh-oleh seperti kaos, gantungan kunci, hiasan berlambang Merlion, dan semacamnya. Puas berbelanja kami kembali ke hotel untuk mengambil tas yang sebelumnya kami titipkan waktu sekalian check out pagi tadi. Dari sini kami kembali dijemput untuk diantar ke Changi Airport.
 
Meskipun lelah berkeliling kota selama 2 hari, tetapi ada senyum tersimpul dari setiap wajah-wajah karyawan Gallus yang seakan berharap momen-momen ini akan selalu terkenang sepanjang hidup dan bahkan bisa berulang ditahun-tahun berikutnya. Sampai bertemu di Annual Meeting tahun depan. (wan)

Seminar Kesehatan Unggas Ke-3, ASOHI Bahas AI Pada Itik

Mengawali tahun 2013, masyarakat Indonesia kembali dikejutkan de­ngan wabah AI pada itik yang menyebar dengan cepat ke berbagai daerah di Indonesia. Data dari Unit Penanggulangan dan Pengendalian AI (UPPAI) Ditjen PKH Kementan me­nyebut AI pada itik telah menyebar ke-11 Propinsi di Indonesia dengan angka kematian itik mencapai lebih dari 510 ribu ekor. Dalam waktu yang sama dikabarkan kasus AI pada ayam ras juga mengalami peningkatan.
 
Menurut beberapa peneliti dari Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian RI, sebagaimana diberitakan Infovet edisi Januari lalu, virus penyebab AI pada itik ini berbeda dengan AI yang selama ini dikenal di unggas, dan dipastikan virus ini merupakan introduksi dari luar bukan merupakan hasil mutasi virus yang telah ada sebelum­nya. 
 
Bagaimana sebenarnya perkemba­ngan penyakit AI di Indonesia? Bagaimana sebaiknya mengatasi wabah AI versi baru ini? Bagaimana kaitan AI pada itik dan unggas lainnya? Untuk menjawab hal itu semua Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) menggelar seminar dengan menghadirkan pembicara yang kompeten dan berpengalaman. Diantaranya adalah Drh Muhammad Azhar, Koordinator UPPAI Pusat Kementerian Pertanian RI, Prof Drh Widya Asmara SU PhD, pakar penyakit AI dari FKH Universitas Gadjah Mada dan Prof Dr I Gusti Ngurah Mahardika, Kepala Lab. Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan FKH Universitas Udayana. 
 
Menurut Ketua Panitia Drh Andi Wijanarko, Seminar Nasional Kesehatan Unggas ke-3 ASOHI ini dihadiri lebih dari 100 peserta stake holder perunggasan baik dari kalangan pelaku budidaya, breeding, perusahaan obat hewan dan juga pemerintah. Selain itu hasil rujukan seminar yang diselenggarakan di Hotel Santika Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada Kamis, 31 Januari 2013 diharapkan dapat menjadi rujukan penting oleh pemerintah maupun dunia usaha dalam mengendalikan penyakit AI.
 
Prof Widya Asmara dalam paparannya menjelaskan bahwa wabah AI yang dimulai tahun 2003 oleh virus AI H5N1 clade 2.1.3. Korban utamanya adalah peternakan ayam komersial baik layer maupun broiler, dan unggas lain  seperti burung puyuh dan itik. Di awal wabah VAI juga dapat diisolasi dari itik dengan gejala tortikolis dan diikuti kematian. Termasuk dalam HPAIV H5N1 clade 2.1.3 dan s/d 2002 jarang ada kematian pada itik, tetapi periode 2003-2005 mulai ada kematian itik di Asia oleh virus HPAI. Kemudian periode berikutnya kembali jarang ditemui kematian itik akibat VAI H5N1 clade2.1.3. Namun bagaimana perilaku virus ini pada unggas liar belum teramati.
 
Prof Widya melanjutkan, pada wabah AI 2012/2013 kali ini banyak kematian pada ternak itik. “Dimulai dari Jawa Tengah yang kemudian menyebar kesepuluh propinsi di Indonesia. Sebagian besar itik mati terkonfirmasi akibat VAI H5N1. Dan dari hasil analisis molekuler termasuk HPAIV clade 2.3.2. Artinya virus ini bukan hasil mutasi dari VAI penyebab wabah 2003,” jelas Prof Widya
 
Hal ini juga ditegaskan oleh Drh M Azhar yang berdasarkan hasil investigasi lapangan dan uji laboratoris dari Tim Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta sejak Oktober-November 2012 bahwa telah ditemukan meningkatnya kasus kematian itik yang disebabkan oleh virus AI subtype H5N1.
 
“Selain itu hasil karakterisasi genetik oleh BBPMSOH, PUSVETMA, BPPV Bukittinggi, BBALITVET, BBV Wates, 3 Desember 2012 ditemukan virus AI subtype H5N1 yang memiliki kelompok gen (clade) baru yakni 2.3.2 pada itik yang berbeda dengan clade lama 2.1.3 yang selama ini menyerang unggas di Indonesia,” kata Drh Azhar.
 
Yang jadi pertanyaan apakah virus ini hanya menyerang itik? Karena diketahui, virus baru ini juga dapat diisolasi dari ternak ayam. Bahkan data dari FoBI (Forum Biodiversitas Indonesia), lanjut Prof Widya Asmara, melaporkan banyak kematian pada unggas liar di daerah pesisir Selatan Jawa, sehingga perlu analisis lebih detil apakah disebabkan oleh VAI H5N1 atau bukan. Namun terlepas dari itu semua kita semua mengharapkan kasus AI ini segera mereda dengan mulai terjadinya kekebalan populasi pada ternak itik.

Kebijakan Vaksinasi
Penggunaan vaksin yang tidak 100% homolog sangat dimungkinkan karena adanya kemampuan proteksi silang (cross protection) dari vaksin AI yang digunakan sebagaimana diung­kapkan Swayne et al., Vaccine (18): 1088-1095, 2000. Nguyen HH. Dept. Microbiology & Immunology Vaccine Centre. Univ. Alabama : “Heterosub­type Immunity to Influenza A, mediated by B cell” dan Fazekas et al., Clinical & Vaccine Immunology (16): 437-443, 2009. 
 
Namun hal ini juga sangat tergantung kepada derajat homologi dengan virus lapang dan dosis infeksi virus atau banyaknya virus tantang. Sementara untuk pengembangan vaksin baru yang homolog membutuhkan pendekatan pencegahan seperti misalnya strain seed vaksin yang bagus, kemurnian yang tinggi (contoh, cloned strain), sifat genotip dan fenotipnya stabil, aman, potensi dan efikasi yang tinggi serta ekonomis.
 
Lebih lanjut Prof Widya juga me­ngungkap hasil Rapat KOH Khusus tanggal 10 Januari  2013 yang diantaranya memutuskan bahwa vaksin AI H5N1 clade 2.3.2 diizinkan diproduk­si. Hal diperlukan dalam rangka me­ngantisipasi kemungkinan kegagalan vaksin H5N1 clade 2.1.3 dalam menahan infeksi virus H5N1 clade 2.3.2.
 
Sementara ini vaksin AI H5N1 clade 2.3.2 hanya direkomendasikan penggunaannya pada unggas air dengan cara aplikasi vaksinasi yang baik dan benar meliputi cakupan melebihi 80% dan dilakukan vaksinasi minimum 2 kali (priming dan booster).
 
Apabila hasil kajian vaksin AI H5N1 clade 2.1.3 dinyatakan masih protektif terhadap virus AI H5N1 clade 2.1.3 dan clade 2.3.2 maka vaksin AI H5N1 clade 2.3.2 tidak perlu diproduksi lebih lanjut. Sementara apabila hasil kajian vaksin AI H5N1 clade 2.1.3 dinyatakan tidak protektif terhadap virus AI H5N1 clade 2.3.2 maka vaksin H5N1 clade 2.3.2 diizinkan diproduksi lebih lanjut setelah lulus uji tantang dan vak­sin AI H5N1 clade 2.1.3 masih tetap dapat digunakan untuk vaksinasi.

Tak Harus Satu Jenis Vaksin
Prof Widya Asmara yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Komisi Obat Hewan, Kementerian Pertanian juga menegaskan bahwa saat ini, berkaitan dengan jabatannya di KOH, ia menjamin tidak akan ada masalah yang tidak ada ujung pangkalnya. Seperti­nya misalnya untuk pendaftaran vaksin yang termasuk kedalam golongan PRG (produk rekayasa genetik) yang selama ini dikeluhkan sangat sulit.
 
Menurut Prof Widya vaksin PRG tidak harus dilakukan pengujian terhadap produk PRG di dalam negeri sejauh data yang dibutuhkan sudah lengkap dan mampu memuaskan Tim Penguji. Karena kalau harus diuji lagi di dalam negeri akan muncul masalah baru me­ngenai laboratorium mana yang berkompeten untuk melakukan pengujian dan siapa pengujinya.
 
Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 19 ayat 1 PP No 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik yang berbunyi “Pe­ngujian di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji terbatas dilakukan apabila informasi dalam dokumen yang disertakan oleh pemohon belum dapat meyakinkan KKH untuk mengambil kesimpulan bagi pemberian rekomendasi keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG.”
 
Sementara itu terkait kebijakan Pemerintah yang saat ini mengharus­kan upaya vaksinasi dilapangan hanya menggunakan strain vaksin AI dari isolat lokal. Prof Widya menilai kebijakan tersebut kurang tepat. Karena untuk Indonesia yang upaya stamping out jika terjadi wabah tidak bisa dilakukan dengan cepat, ditambah lagi tingkat mutasi virus yang cukup tinggi. Ia menyarankan Indonesia tidak harus menggunakan hanya satu jenis vaksin AI saja yang digunakan.
 
“Karena tidak ada negara di dunia yang hanya menggunakan satu jenis vaksin saja untuk AI di perunggasannya. Apalagi di Indonesia ini semuanya ada. Ya mutasinya, ya strainnya, ya subtipenya, ya tingkat biosekuritinya yang sangat beragam. Semakin banyak jenis vaksin yang beredar akan semakin baik karena dari sisi proteksi akan tetap memberikan perlindungan,” ujar prof Widya.
 
Namun ia juga menegaskan bahwa vaksin produksi lokal dari masterseed lokal yang saat ini beredar juga mempunyai kualitas hasil yang berbeda. “Dengan satu masterseed saja bila diproduksi di pabrik yang berbeda hasil­nya akan berbeda karena berkaitan de­ngan preparasi dan pemilihan adjuvant yang digunakan,” jelas Prof Widya.
 
Prof Widya melanjutkan, upaya vaksinasi AI dengan vaksin konvensional ini masih dinilai sebagai langkah terbaik karena mampu menginduksi kekebalan seluler. Namun kedepan juga perlu dipertimbangkan untuk penggunaan vaksin baru yang jauh lebih aman dalam proses produksinya, misalnya vaksin reverse genetik (PRG) dengan mengedepankan kehati-hatian.
 
Sementara itu Prof Mahardika dari paparannya yang merupakan hasil kerjasama riset antara Universitas Udayana dan PT Medion menyimpulkan bahwa saat ini  telah terjadi pemasukan baru virus AI clade 2.3.2. Sementara clade 2.1.3 masih bersirkulasi dan dominan pada peternakan ayam di Indonesia.
 
Prof Mahardika menjelaskan bahwa clade 2.3.2 mempunyai ciri molekuler virus unggas. Oleh karenanya AI pada ayam dan itik bisa disebabkan oleh clade 2.1.3 dan/atau clade 2.3.2. Dimana clade 2.3.2 mempunyai struktur antigenik yang agak berbeda dengan clade 2.1.3. Sementara vaksin clade 2.3.2 belum tersedia peternak disarankan menggunakan vaksin clade 2.1.3.
 
Prof Widya Asmara juga menambahkan untuk bisa memberikan perlindungan terhadap 2 clade virus yang ada ini, ada baiknya dibuat vaksin cocktail yang terdiri dari campuran vaksin clade 2.1.3 dan 2.3.2. “Karena secara protektifitas bisa dibilang cukup baik dan tidak ada masalah,” ujar Prof Widya.
 
Diakhir presentasinya Prof Widya menyimpulkan bahwa vaksinasi yang baik seyogianya memakai vaksin dengan seed virus prevalens di lapangan, atau yang imunogenik protektif terhadap strain prevalens.
 
“Selain itu, sebelum tersedianya vaksin baru, vaksin yang lama masih bisa dipakai, meskipun perlindungan tidak 100%, (lihat prinsip-prinsip vaksinologi). Upaya vaksinasi harus diperkuat dengan langkah Biosekuritas, Surveilens dan perbaikan sistem peternakan,” jelas Prof Widya Asmara.

Upaya Pemerintah
Menurut Drh Azhar upaya Pemerintah yang terus dilakukan saat ini adalah segera mengendalikan penyakit AI yang menyerang itik/unggas air, yakni menurunkan kasusnya mencegah penyebarannya, memulihkan populasi dan produksinya. Selanjutnya mencegah agar tidak menyerang ke peternakan ayam komersial, guna meminimalisir risiko timbulnya dampak kerugian ekonomis yang sangat tinggi bagi industri perunggasan nasional.
 
Drh Azhar melanjutkan gejala klinis pada itik tertular AI yang dilaporkan antara lain tortikolis (leher terputar), kejang-kejang, inkoordinasi, kesulitan berdiri, nafsu makan turun, mata keputihan. Pada itik dewasa terjadi penurunan produksi telur. Sementara pada itik anakan/muda terjadi kematian cukup tinggi : rata-rata 39,3% dari populasi farm atau sekitar 0,5 % dari populasi wilayah. Virus ini diketahui juga me­nyerang Itik manila (entog) dan ayam kampung, yang dipelihara sekandang dengan itik tertular di lokasi kasus AI.
 
Sebelumnya diketahui virus AI clade 2.3.2 ini telah beredar di Butan, Nepal, India, Bangladesh, Myanmar, Laos, Jepang, Hongkong, Mongolia, Korea, Cina, Vietnam dan baru pada tahun 2012 kemarin mulai diketahui muncul di Indonesia, sehingga bisa dipastikan virus ini muncul akibat introduksi dari luar bukan merupakan hasil mutasi seperti yang selama ini diduga.
 
Ia juga melanjutkan bahwa prioritas strategi pengendalian AI pada itik/unggas yang kasusnya tinggi saat ini untuk Jangka Pendek (Januari-April 2013) adalah Depopulasi dan Kompensasi, Pengawasan lalu-lintas, Biosekuriti, dan Vaksinasi. Untuk upaya vaksinasi sesuai dengan SE. Dirkeswan Tgl. 8 Januari 2013 tentang distribusi vaksin AI menggunakan stock APBN sebanyak 360.000 dosis. Sementara untuk jangka menengah (April-Desember 2013) adalah Restrukturisasi Perunggasan, Public Awareness dan regulasi Peraturan Perundangan. 
 
Seminar ini disponsori oleh PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Biotek Indonesia, PT Pfizer Animal Health Indonesia, PT Trouw Nutrition Indonesia, PT Sanbe Farma, PT IPB Shigeta, PT Medion, dll. (wan)

KETIKA ADA RANAH SPESIALIS DI KALANGAN DRH KITA

Dokter hewan memisahkan diri dari rumpun pertanian? Mau jadi dokter hewan spesialis? Milikilah kompetensi, dan ikutlah bergabung dalam organisasi non teritorial sesuai dengan bidang spesialis itu. Ini pergulatan seru kalangan dokter hewan untuk meningkatkan kualitasnya yang berarti pergulatan besar kalangan peternakan dan kesehatan hewan secara umum untuk kebaikan bersama?

Pakar nutrisi perusahaan besar pakan ternak di Indonesia Dr Drh Desianto Budi Utomo MSc selaku Bidang Ilmiah Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) mengungkap perkembangan terbaru Kodefikasi Program Studi Kedokteran Hewan di Indonesia.

Kodefikasi itu adalah, “Program Studi Kedokteran Hewan sebagai rumpun pengembangan ilmu tersendiri sebagaimana kecenderungan perkembangan sains, teknologi dan pendidikan tinggi kedokteran hewan di dunia. Ilmu Kedokteran Hewan tidak berada di bawah rumpun Pertanian, tetapi dalam rumpun Medis,” kata Desianto di depan peserta Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) ADHPI (Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia) sebagai ONT (Organisasi Non Teritorial) di bawah PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia), di Jakarta belum lama ini.

Dasar dari kodefikasi itu disampaikan Dr Desianto bahwa, “Dokter (dr, drg, Drh) merupakan suatu profesi yang disebut profesi penyembuh atau the healing profession. Profesi kedokteran atau profesi medis dikenal sebagai profesi luhur selanjutnya harus menggali dasar-dasar berdirinya profesi ini agar memiliki pondasi yang kokoh dan dapat mempertahankan arah dan tujuannya yang mulia. Kedokteran hewan merupakan suatu ilmu yang termasuk dalam rumpun ilmu kedokteran karena secara hukum/legal menggunakan nama kedokteran.”

Adapun, diuraikan Dr Desianto, Dokter Hewan mempunyai peran-peran khusus bagi masyarakat melalui dunia hewan (manusya mriga satwa sewaka) yang meliputi menjaga dan meningkatkan kesehatan hewan, produktifitas dan keadaan yang baik dari hewan-hewan yang dimanfaatkan manusia agar tidak membawa bahaya bagi manusia dan lingkungan. Lalu, menggunakan ilmu dan teknologi di bidang veteriner dalam layanan medik veteriner kepada masyarakat, bangsa dan negara secara kompeten dan profesional. Dan, mencegah terjadinya dan mengurangi terjadinya kesengsaraan atau teraniayanya hewan (kesejahteraan hewan) sebagai obyek profesi yang harus dilindungi dan dibela.

“Mengingat begitu besarnya tanggung jawab profesi dokter hewan, maka profesi dokter hewan haruslah memenuhi kompetensi dan standar yang diperlukan sesuai dengan sumpah dan kode etik dokter hewan dan juga mengacu kepada standar internasional,” sitir Dr Desianto Budi Utomo.
Diuraikan, kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan etika, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk diakui mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas pekerjaan.

Sementara, kompetensi medik veteriner adalah kecerdasan bertindak dan kemampuan mengambil keputusan di bidang medik veteriner dengan mengacu pada kaidah-kaidah dan perkembangan ilmu kedokteran hewan terkini; kepentingan tertinggi klien, pasien, masyarakat dan lingkungan, serta keluhuran sumpah/janji dan kode-etik profesi. “Begitulah, maka setiap tenaga kesehatan hewan harus memiliki standar kompetensi,” kata Dr Drh Desianto Budi Utomo MSc.
Tenaga kesehatan yang dimaksud meliputi dokter hewan, dokter hewan spesialis, diploma kesehatan hewan maupun lulusan pendidikan tinggi lainnya yang berbasis kesehatan hewan. Di sinilah menariknya, muncul istilah dokter hewan spesialis yang selama ini belum dikenal pada profesi kedokteran hewan. Selama ini lebih dikenal keahlian berdasar minat.

Selanjutnya Dr Desianto mengungkap, “Standar Kompetensi dokter hewan diperlukan untuk menentukan standar kemampuan minimal lulusan dokter hewan dalam rangka memberikan jaminan mutu pelayanan medis veteriner maupun memperkuat otoritas veteriner dokter hewan.”
Standar kompetensi dokter hewan Indonesia sebagai standar normatif dirumuskan bahwa, tutur Desianto, “Dokter hewan harus memiliki wawasan etika veteriner dan pemahaman terhadap hakekat sumpah dan kode etik profesi serta acuan dasar profesi kedokteran hewan; memiliki wawasan di bidang sistem kesehatan hewan nasional dan legislasi veteriner; memiliki keterampilan melakukan tindakan medis yang lege-artis.”

Lalu, lanjut Dr Desianto tentang standar kompetensi itu, “Dokter hewan memiliki keterampilan dalam menangani sejumlah penyakit pada hewan besar, hewan kecil, unggas, hewan eksotik, satwa liar, satwa aquatik dan hewan laboratorium; memiliki keterampilan dalam melakukan diagnosis klinik, laboratorik, dan epidemiologik penyakit hewan; penyusunan nutrisi untuk kesehatan dan gangguan medik; pemeriksaan antemortem dan postmortem; pemeriksaan kebuntingan, penanganan gangguan reproduksi dan aplikasi teknologi reproduksi; pengawasan keamanan dan mutu pangan asal hewan.”

Berikutnya masih tentang standar kompetensi itu, “Dokter hewan memiliki wawasan pengawasan dan pengendalian mutu obat hewan dan bahan-bahan biologis, termasuk pemakaian dan peredarannya; pengukuran dan penyeliaan kesejahteraan hewan; memiliki keterampilan dalam komunikasi profesional; memiliki kemampuan manajemen pengendalian dan penolakan penyakit strategis dan zoonosis, pengamanan hayati hewan, serta pengendalian lingkungan; memiliki kapasitas dalam transaksi therapeutik, melakukan anamnese, rekam medik, persetujuan tindakan medik, penulisan resep, surat keterangan dokter, edukasi klien; memiliki dasar-dasar pengetahuan analisis ekonomi veteriner dan jiwa kewirausahaan.”

Dr Desianto pun mengungkap dokumen penting dokter hewan Indonesia itu bahwa, “Dokter hewan spesialis-1 (Sp 1) adalah seseorang yang memiliki gelar dokter hewan (Drh), menjadi anggota dan mendapat pengakuan dari ONT terkait, telah mengikuti dan lulus pendidikan spesialis yang diselenggarakan oleh PTKHI (Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan Indonesia) bersama-sama dengan ONT terkait, pendidikan spesialis (Sp 1), persyaratan pendidikan spesialis (Sp).

Terkait ONT, Dr Desianto menyampaikan bahwa ONT adalah organisasi yang hanya beraktivitas ilmiah yang bermanfaat dan meningkatkan kompetensi anggotanya serta membuat aturan-aturan etikal ilmiah keprofesian sesuai kelompoknya dan ONT tidak dibenarkan melakukan advokasi kedudukan dan peran profesi maupun pendekatan-pendekatan keorganisasian kemasyarakatan secara sendiri, melainkan sebagai bagian dan atau bersama dengan PDHI (Pengurus Besar ataupun Cabang).

Dalam persyaratan Drh spesialis tersebut, dipersyaratkan manajemen ONT sudah berjalan dengan baik. Dalam hal ini sudah ada kepengurusan, aktif, memiliki dewan pakar, memiliki tata aturan yang baku, ART dan lain-lain. Adapun, AD ONT adalah AD PDHI. Selanjutnya ONT dipersyaratkan sudah melakukan standarisasi kompetensi dalam bentuk pengakuan legal kompetensi bagi anggotanya. “Pelaksanaannya tergantung dari ONT masing-masing,” tambah Desianto.

Adapun dari konsep yang ada, Desianto mengungkap spesialisasi yang diusulkan untuk dikembangkan di Indonesia antara lain kedokteran hewan kecil, kedokteran hewan laboratorium, kedokteran hewan besar, patologi veteriner, bedah veteriner, medik reproduksi, medik konservasi, radiologi veteriner, anestesiologi veteriner, parasitologi klinis, epidemiologi klinis, patologi klinik, farmakologi dan farmasi veteriner.

Apa yang disampaikan Dr Drh Desianto Budi Utomo MSc diakui berdasar Anggaran Dasar (AD) PDHI, Anggaran Rumah Tangga (ART) PDHI dan Ketetapan Majelis Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Nomor 01/MP2KH/PDHI/V/2009 tentang ketentuan pendidikan profesi dokter hewan, persyaratan substantif, pendidikan berkelanjutan, spesialisasi profesi dan kodefikasi.

Lantaran dalam konsep ini ADHPI belum termasuk dalam ONT yang membawahi spesialiasi dokter hewan perunggasan, maka Munaslub ADHPI itu memutuskan untuk memasukkan agenda ini pada Kongres PDHI Oktober mendatang di Semarang Jawa Tengah.
Ini pergulatan seru kalangan dokter hewan untuk meningkatkan kualitasnya yang berarti pergulatan besar kalangan peternakan dan kesehatan hewan secara umum untuk kebaikan bersama? Semoga. (yonathan/red)

Menatap Cerahnya Perunggasan 2010

Salah satu agenda besar di penghujung tahun 2009 ini dan yang selalu dinanti pelaku bisnis perunggasan di Indonesia adalah Seminar Nasional Prospek Perunggasan yang rutin digelar Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Tak ayal kedatangan seminar ini selalu ditunggu karena sangat bermanfaat guna menyusun strategi pengembangan bagi pelaku bisnis perunggasan di tahun berikutnya.

Seminar yang terselenggara untuk ke-5 kalinya ini mengangkat tema “Bagaimana Prospek Bisnis Perunggasan 2010 di Era Pemerintahan Baru (SBY–Boediono)” dan bertempat di Hotel Santika Jakarta. Seminar perunggasan ini merupakan kesinambungan dari seminar sebelumnya yaitu Seminar Nasional Perunggasan pertama tanggal 8 Maret 2006, kedua tanggal 7 Desember 2006, ketiga tanggal 7 Nopember 2007, dan keempat tanggal 11 Desember 2008.

Secara keseluruhan penyelenggaraan seminar ini berlangsung sukses dan ini tak lepas dari keberhasilan penyelenggara seminar GITA event organizer yang juga masih saudara Infovet. Buktinya seminar ini dipenuhi peserta hingga mencapai lebih 150 orang dari berbagai daerah dan lembaga.

Gambaran Seminar
Tahun 2009 Indonesia baru saja menyelengarakan pesta demokrasi berupa pemilihan umum dan pemilihan presiden. Kedua peristiwa penting telah dilewati dengan lancar. Bulan Oktober 2009 ini secara resmi terbentuk kabinet baru Pemerintahan SBY-Boediono.
Dengan pemerintahan baru ini, timbul banyak harapan dan pertanyaan. Bagaimanakah kebijakan ekonomi pemerintahan baru? Bagaimana target pertumbuhan ekonomi nasional dan dampaknya bagi perunggasan? Apa saja yang harus dilakukan pelaku bisnis perunggasan di tahun 2010?

Sebagaimana seminar sebelumnya, seminar ini menghadirkan pembicara yang kompeten di bidangnya, yaitu Ketua Umum GPPU Krissantono dengan makalah berjudul Potret Bisnis Pembibitan Unggas dan Prospek Bisnis 2010; Ketua Umum GPMT Drh FX Soedirman dengan makalah berjudul Bagaimana Bisnis Perusahaan Pakan 2010; Ketua Umum Pinsar Drh Hartono, diwakili oleh Amin Buchori dengan makalah berjudul Memahami Dinamika Pasar Unggas 2005-2009 dan Mengukur Prospek 2010; Pengurus ASOHI Drh Sugeng Pujiono dengan makalah berjudul Prospek Industri Obat Hewan Indonesia 2009 dan Prospek 2010.

Sementara untuk membahas mengenai bisnis perunggasan kaitannya dengan pemerintahan baru, ASOHI secara khusus mengundang Franciscus Welirang (Direktur PT Indofood Sukses Makmur, Ketua Komisi Ketahanan Pangan KADIN) yang menyampaikan analisanya mengenai trend ekonomi tahun 2010, serta permasalahan bisnis unggas khususnya pada upaya meningkatkan konsumsi hasil unggas. Moderator seminar ini adalah Ir Achmad Dawami dan Drh Ketut Tastra Sukata MBA yang piawai menghidupkan seminar.

Seminar dihadiri oleh stakeholder perunggasan, yaitu dari perusahaan pembibitan, perusahaan pakan, peternak unggas, serta utusan dari pemerintah (Dinas Peternakan). Seminar kali ini juga merupakan rangkaian dari acara ulang tahun ASOHI yang ke-30. Pada kesempatan ini, utusan dari ASOHI Daerah dari 14 propinsi juga hadir sebagai peserta seminar.

Ketua Umum ASOHI Gani Haryanto kepada Infovet menuturkan bahwa tujuan seminar ini adalah untuk mengevaluasi situasi bisnis perunggasan 2009 dengan membandingkan dengan prediksi dalam seminar sebelumnya disertai dengan pembahasan mengapa hal itu terjadi. Selain itu melalui seminar ini diharapkan dapat memprediksi situasi bisnis perunggasan tahun 2010 dari aspek bibit, pakan, obat hewan dan pasar unggas baik petelur maupun broiler. Sekaligus mendiskusikan tantangan bisnis perunggasan yang aktual saat ini dan di masa depan sehingga mendapatkan solusi yang terbaik.

Situasi Perunggasan 2009
Pada seminar nasional bisnis perunggasan tahun 2008, secara umum para pembicara sulit memprediksi situasi bisnis perunggasan 2009, hal ini wajar karena pada saat itu Indonesia sedang mengalami dampak krisis Global yang sulit diprediksi pengaruhnya terhadap ekonomi makro.

Mempertimbangkan bahwa dampak krisis global terhadap bisnis perunggasan tidak terlalu besar, produksi DOC broiler tahun 2009 diproyeksikan sebesar 950 juta ekor, produksi DOC petelur 53 juta ekor dan produksi pakan unggas 6,5 juta ton.

Akan tetapi ternyata pada seminar nasional perunggasan 27 Oktober 2009 ini disebutkan kinerja bisnis perunggasan jauh lebih baik dibanding prediksi tersebut di atas. Produksi DOC broiler tahun 2009 diperkirakan mencapai 1,144 miliar ekor, DOC petelur 78 juta ekor. Konsumsi pakan tahun 2009 sebesar 8,4 juta ton, dimana 83% diantaranya dikonsumsi unggas, dan bisnis obat hewan diperkirakan Rp 1,975 triliun.

Hal ini dapat terjadi karena pada awal tahun 2009 pelaku bisnis perunggasan merasakan bahwa dampak krisis global terhadap perunggasan tidak besar, sehingga para breeder berani meningkatkan produksinya.

Dalam seminar tahun 2009 ini juga terungkap bahwa mulai pertengahan 2009, terjadi perbaikan ekonomi makro dimana Indonesia tidak begitu terpengaruh oleh krisis global, bahkan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap mengalami pertumbuhan sebesar 4%.

Prediksi Bisnis Perunggasan 2010 dan Rekomendasi Seminar dapat di baca di majalah Infovet edisi 185/ Desember 2009...atau informasi pemesanan maupun berlangganan selengkapnya... klik disini

Catatan Menyongsong MUNAS VI ASOHI

Munas VI ASOHI 2010 sudah diambang pintu. Rakornas ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) yang diselenggarakan berurutan dengan peresmian gedung ASOHI, malam gathering perayaan ulang tahun ASOHI ke-30 hingga Seminar Prospek Perunggasan 2010 menyisakan pengharapan dari segenap delegasi pengurus ASOHI yang hadir dan berhasil diwawancara Infovet.

Tak ayal rangkaian acara ini juga menjadi ajang mempererat tali persaudaraan yang telah terjalin sesama anggota selama ini. Di lapangan boleh bertempur mencari pelanggan, tetapi kalau sudah berkumpul di ruangan mereka hidup dalam satu keluarga tidak ada istilah kompetitor.

Peresmian gedung ASOHI yang berdiri megah di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan ini semakin mengukuhkan ASOHI sebagai organisasi yang paling dinamis dan berkembang pesat diantara sekian banyak organisasi bidang peternakan yang lain. Hal ini juga tak lepas dari peran PT Gallus Indonesia Utama sebagai motor penggerak ASOHI yang notabene merupakan badan usaha milik ASOHI.

Kembali ke harapan delegasi pengurus ASOHI daerah. Apa saja yang menjadi harapan mereka selama ini dan apa saran mereka untuk persiapan menyongsong Munas VI ASOHI tahun depan. Berikut adalah sekelumit hasil wawancara Infovet dengan para delegasi daerah.

Delegasi SUMATERA UTARA
Drh H Effendi Azhar menyampaikan, “Semoga semua delegasi dari daerah-daerah bisa hadir secara keseluruhan. Saat ini, ada beberapa delegasi yang tidak hadir, di Munas nanti diharapkan semua bisa hadir, sehingga pada saat pemilihan Ketua Umum (Ketum) nanti bisa mewakili suara hati dari semua delegasi yang hadir. Ketum ke depan kalau bisa dari orang atau calon yang berkualitas. Pimpinan Pusat (Pimsat) ASOHI hendaknya mulai menententukan berapa suara dari masing-masing daerah yang bisa hadir. Lalu, untuk daerah, jumlah yang hadir sebaiknya lebih banyak dari pengurus pusat.”

Delegasi SUMATERA BARAT
Drh Dodi Mulyadi dari ASOHI Sumatera Barat mengungkapkan, pengurus ASOHI Pusat diharapkan dapat mengakomodir semua pengurus yang ada di daerah. Seperti diketahui bahwa Pengurus Pusat ASOHI mempunyai berbagai produk, supaya dapat memberikan himbauan pada seluruh anggota agar dapat bergabung dengan ASOHI. Kemudian, anggota yang baru juga diharapkan dapat melaporkan diri ke Dinas Peternakan atau Dinas yang menangani Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal ini mencuat manakala ada peringatan dari Dinas Peternakan baik Provinsi maupun daerah, agar anggota-anggota yang baru (TS Obat Hewan) datang dan pergi harus memberitahukan kepada pihak dinas terkait.

Lalu, perihal kegiatan-kegiatan di Pusat agar diberitahukan sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan. Selama ini pengurus daerah hanya tahu dengan kegiatan ASOHI Pusat melalui Majalah Infovet. Pada hal, momen-momen seperti ini yang diperlukan oleh Pengurus Daerah. Perihal koordinasi antara Pusat dan Daerah, selama ini masih baik-baik saja, apalagi dengan kepemimpinan periode ini.

Untuk Munas 2010, diharapkan dalam pemilihan calon Ketum tidak hanya tunggal namun ada hendaknya calon-calon Ketum baru yang bisa loyal dan penuh dengan dedikasi untuk kemajuan organisasi ini. Dan yang terpenting adalah, pelaksanaan Munas 2010 ini dapat dilaksanakan di Bandung, karena situasi dan kondisi Bandung sangat cocok, dan dapat memberikan kesejukan dengan kesegaran udara yang dimilikinya. Kemudian, untuk Munas 2010 nanti, hendaknya diisi dengan kegiatan-kegiatan seperti seminar dan training motivasi, hal ini sangat diperlukan oleh pengurus daerah untuk menumbuhkan jiwa mencintai organisasi ini.”

Delegasi RIAU

Drh Musran (Sekretaris Pengda Riau) menuturkan, “Dengan adanya Rakornas ini kembali dapat menggugah anggota yang belum mau peduli akan keberadaan ASOHI di daerah khususnya di Cabang Riau. Selama ini, teman-teman di Riau kurang antusias untuk memberikan apresiasinya pada ASOHI. Hal ini mungkin karena kesibukan dari masing-masing personal yang notabenenya berbeda dalam semua hal, khususnya perusahaan tempat mereka bekerja. Artinya, masing-masing anggota mempunyai kesibukan berbeda sesuai dengan tuntutan perusahaan mereka. Rakornas ASOHI ke 4 ini dapat hendaknya memberikan inspirasi baru bagi anggota ASOHI cabang Riau yang masih belum mau peduli dengan organisasi ini. Saran saya sepertinya sudah terwakili, karena segala sesuatunya sudah baik, dan yang penting dipertahankan saja.”

Delegasi LAMPUNG
Delegasi Lampung diwakili oleh Drh Slamet Rijadi (Ketua), Ir Zulkifli, dan Ir Wahyudiono. Dikatakan oleh Drh Slamet Rijadi bahwa di Lampung ada 21 perwakilan obat hewan, tetapi yang aktif berorganisasi di ASOHI hanya 16 perusahaan, sedangkan sisanya lima perusahaan agak sulit untuk diajak kumpul-kumpul. Dari 16 perusahaan saja sangat mudah mengumpulkan dana dan tidak mengalami kesulitan. Dan yang sisanya agak sulit diajak kumpul-kumpul apalagi disuruh ikut membayar iuran. Saran untuk Munas VI ASOHI tahun 2010, diharapkan ASOHI lebih solid lagi, dan pimpinan perusahaan di kantor pusat supaya ikut mensuport yang di daerah jangan hanya dituntut mencapai target penjualan saja, tetapi juga melaksanakan hak dan kewajiban anggota ASOHI di daerah, contohnya membayar iuran dan ikut mengembangkan organisasi.

Delegasi JAWA BARAT
Delegasi dari Jawa Barat yang kala itu diwakili Drh Gowinda Sibit, Peter Yan, dan Drh Sugeng Pujiono menyampaikan hal senada bahwa harapannya saat Munas ASOHI VI nanti semua pengurus daerah dapat hadir mewakili daerahnya. Sehingga Ketua Umum (Ketum) terpilih nanti benar-benar mewakili aspirasi seluruh anggota ASOHI.
Dan roda kepemimpinan yang nanti berjalan telah memiliki pondasi yang kuat dan diharapkan tidak meninggalkan program-program yang baik yang telah berjalan selama ini. Harapan lain juga agar ASOHI lebih proaktif menggandeng media dan asosiasi lain seperti GPPU, GPMT, GAPPI, GOPAN, Pinsar, MIPI, dll. untuk meneruskan komitmen sadar gizi mengkampanyekan konsumsi daging dan telur produksi dalam negeri.

Delegasi JATENG
Hadi Santosa, Ketua ASOHI Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menyampaikan, perlunya kembali menata organisasi di daerah. Jika suatu daerah ada potensi untuk dipisah atau dikembangkan, maka harus segera dilakukan. Begitu juga jika keberadaan ASOHI Daerah tidak mampu berjalan dengan baik, maka merger atau penggabungan menjadi salah satu solusi. Hal ini penting agar efektifitas roda organisasi dapat berfungsi dengan baik.
“Sebab jika wilayahnya luas namun tidak potensial untuk didirikan sebuah kepengurusan ASOHI daerah, maka lebih baik digabungkan saja. Begitu juga jika suatu daerah meski wilayah geografisnya sempit namun ada potensi untuk dikembangkan, maka pemisahan menjadi 2 kepengurusan organisasi mutlak perlu. Sebaliknya jika ASOHI Daerah yang sempit wilayahnya dan organisasinya tidak berjalan, lebih baik dilikuidasi saja,” tutur Hadi.

Delegasi DI YOGYAKARTA
Drh Wachid Nukliranto pengurus ASOHI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyadari dengan sangat jika masalah utama di wilayahnya adalah kelancaran roda organisasi. Hal itu terkait dengan tidak adanya dana yang dapat dihimpun dari para pelaku bisnis obat hewan di DIY. Kalau melihat ASOHI dari daerah lain yang posisi kas organisasinya sangat memadai, maka memang ada rasa tidak enak alias malu. Namun demikian, sebagi pengurus saya berharap kepada ASOHI Pusat untuk kembali mengingatkan para produsen obat hewan yang membuka pemasaran di DIY untuk berkontribusi. Dengan demikian kami tidak lagi menjadi ”malu” dengan daerah lain.

Delegasi JAWA TIMUR
Delegasi Jawa Timur diwakili oleh Drh Catur Budi Hascaryo (Ketua), Drh Teguh Widodo, Drh Gede Agus Cahya. Dikatakan oleh Drh Catur Budi Hascaryo, secara umum anggota ASOHI di Jawa Timur sangat kompak sekali sehingga tidak ada permasalahan. Saran untuk Munas VI ASOHI 2010, untuk anggota yang tidak terpilih sebagai pengurus pusat supaya legowo atau berbesar hati.
“Kita kan dalam satu wadah organisasi ASOHI dan janganlah organisasi ini dijadikan sebagai ajang politis. Marilah saling kerjasama, sama-sama membesarkan organisasi kita ini. Jadi, di Munas VI ASOHI tahun 2010 mendatang, marilah kita bergabung membesarkan nama besar ASOHI,” ungkap Catur.

Delegasi BALI

Delegasi Bali hanya diwakili oleh Tarya, SE. Bali sebagai salah satu sentra peternakan di Indonesia, populasi ternaknya cukup padat jika dibanding luas wilayahnya. Banyak pemain obat beradu nasib di pulau Dewata ini, tetapi sangat disayangkan untuk ikut bergabung berorganisasi di wadah ASOHI sangat jauh api dari panggangannya, artinya, para pemain obat kerjanya hanya jualan saja, tetapi kalau diminta untuk rapat, menjadi pengurus atau disuruh berangkat ke Jakarta, banyak yang menolak, keluh Tarya, kepada Infovet.
Oleh karenanya, Tarya memohon kepada owner perusahaan obat di pusat supaya memberikan suport kepada para TS di daerah Bali khususnya, janganlah mereka hanya disuruh mencari target penjualan saja, tetapi dirangsang untuk ikut berorganisasi membesarkan ASOHI Bali. Target itu perlu, tetapi kalau sosialisasi dan rasa kekeluargaan sesama anggota ASOHI tidak ada ya percuma saja. Kondisi ini lebih berat lagi jika diminta untuk menjadi pengurus atau diminta untuk berangkat ke Jakarta mereka pada menolak karena berkaitan dengan dana. Saran untuk Munas VI ASOHI, agar pengurus pusat lebih kompak dan lebih baik lagi. Kalau perlu pengurus pusat melakukan kunjungan ke daerah untuk memberikan motivasi para TS agar mau membesarkan ASOHI daerah.

Delegasi KALTIM
Drh H Sumarsongko pengurus ASOHI Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menghimbau dengan sangat agar pengurus Pusat benar-benar tegas dan konsisten menertibkan peredaran obat hewan tidak terdaftar. Jika hanya menyerahkan dan mendelegasikan urusan masalah itu kepada pengurus ASOHI Daerah, maka tentu saja tidak akan mampu membuahkan hasil. Dasar pijakan hukum, bagi pengurus daerah untuk melakukan itu disamping tidak kuat juga kelemahan dana operasional. Terlebih bagi Kaltim yang wilayahnya sangat luas, untuk itu tentu saja kedodoran.

Delegasi KALBAR
Drh Suhartono pengurus ASOHI Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan agar semua produsen, importir dan distributor obat hewan yang membuka kantor perwakilan atau cabang di Kalbar, agar memberi bekal kepada karyawan untuk ikut aktif di ASOHI daerah. Sebab jika tidak ada dukungan dan kepedulian dari Kantor Pusat maka, ASOHI daerah tidak ada artinya sama sekali.

Delegasi SULSEL
Drh H Wahyu Suhadji pengurus daerah ASOHI Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mengusulkan agar dilakukan evaluasi kepada ASOHI Daerah yang kurang produktif dalam peranannya. Selain itu ia juga menghimbau agar ASOHI Pusat untuk meningkatkan frekuensi kunjungan ke daerah sehingga silaturahmi lebih kuat. (masdjoko/yonathan/untung/sadarman/wawan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer