Dekan Fapet UGM menunjukkan dokumen MoU usai ditandatangani (Foto: Istimewa) |
Tren pangan
global atau Global Food Trend termasuk hasil pangan ternak yaitu telur, daging,
susu dari waktu ke waktu para konsumen memperhatikan aspek kesejahteraan hewan ternak.
Pernyataan tersebut disampaikan Dekan Fakultas Peternakan (Fapet) UGM Prof Dr Ir Ali
Agus DAA DEU IPU ASEAN Eng dalam acara penandatanganan MoU dengan Global Food
Partners di bidang pembentukan pusat pelatihan cage-free.
Selain Global
Food Partners, AERES University of Applied Science juga turut menjalin kerjasama
untuk mengembangkan pusat pelatihan cage-free (model kandang umbaran) untuk ayam petelur yang
pertama di Indonesia serta Asia, tepatnya di kampus Bulaksumur Yogyakarta.
Pusat pelatihan ini nantinya mempertemukan produsen telur dan pemangku kepentingan industri lainnya untuk meningkatkan keberlanjutan jangka panjang dan daya saing industri telur di Indonesia dan di seluruh Asia. Pusat pelatihan cage-free juga menawarkan praktik terbaik dalam manajemen dan produksi telur dengan sistem kandang umbaran, yang berperan sebagai peternakan model bagi produsen telur sistem kandang umbaran.
Fapet UGM akan
menjadi tuan rumah pusat pelatihan, menyediakan tanah, bangunan, infrastruktur,
staf, pemeliharaan harian, dan sumber daya lainnya untuk kerja sama ini.
Global Food Partners telah merancang konten kursus, menghadirkan keahlian teknologi dan akan memberikan dukungan berkelanjutan melalui tim ahlinya.
Dalam seremoni penandatanganan MoU secara virtual yang diadakan Senin (7/6) ini dihadiri Dr Kate Hartcher Sr, Animal Scientist di Global Food Partners serta peneliti dan dosen Ilmu Perunggasan di Aeres University of Applied Sciences, Dr Jasper Heerkens.
Ketika sesi
tanya jawab dengan media, Ali Agus mengungkapkan aspek kesejahteraan ternak
dalam konteks ini ayam petelur menjadi isu global. Para peternak pun dituntut mengadopsi
memelihara ayam petelur dengan sistem cage-free dan tidak di kandang battery
seperti yang memang sudah dikembangkan selama puluhan tahun.
Ali Agus melanjutkan,
tren ini perlu diantisipasi disamping telur yang dihasilkan harus bebas antibiotik
dan tentu terbebas dari pencemaran lainnya.
“MoU bersama Global
Food Partners ini mengembangkan fasilitas laboratorium pengembangan cage- free
pada ayam petelur kemudian training center lab dan pangan sebagai model. Nantinya
contoh aspek ekonomi maupun teknis seperti apa kita adopsi,” jelasnya.
Selain itu wujud kerjasama tersebut secara teknis disebutkan Ali Agus, bentuk konkritnya akan dikembangkan kurikulum cage-free, hingga kualitas telur pun akan dipelajari. “Mahasiswa juga perlu kita berikan bekal tentang model cage-free ini,” tambah Ali Agus.
Lebih lanjut Ali Agus mengemukakan, tujuan jangka menengah ke Panjang nantinya, menurutnya model cage-free ini efisien dan efektif untuk peternak skala kecil di bawah 1000 ekor atau 2000 ekor. “Kalau bisa dipraktikkan, model ini sangat menarik,” imbuhnya.
Peternak kecil diharapkan
selalu mengambil peran di bidang peternakan layer tentunya dengan menentukan segmentasi
pasar ke depannya.
Sementara
tujuan jangka pendek, Ali Agus menambahkan pihaknya mengambil model cage-free
sederhana dengan jumlah kepemilikan tidak banyak.
“Kita transfer teknologi
ke peternak yang mau mengadopsi model ini dengan pola unik dan spesifik. MoU
ini mudah-mudahan bermanfaat bagi ilmu pengembangan khususnya di bidang Layer
Farming,” harap Ali Agus. (NDV)
0 Comments:
Posting Komentar