![]() |
Webinar Obrolan Peternakan (Opera) |
Pesatnya teknologi di bidang perunggasan, perlindungan terhadap peternakan unggas rakyat masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Kebijakan pemerintah adalah salah satu faktor yang membuat peternak unggas makin terhimpit.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ir Adi
Widiatmoko, Konsultan Marketing PT Cheil Jedang Super Feed dalam acara Obrolan
Peternakan (Opera) Rabu, 2 September 2020 melalui Zoom. Adi mengatakan,
kebijakan pemerintah berupa penyetopan impor jagung, pelarangan Antibiotic Growth Promoter (AGP), dan
izin budidaya unggas komersial oleh pabrikan hingga 2% dinilai memberatkan
peternak unggas.
Pada 2015, pemerintah menghentikan impor jagung yang menyebabkan harga jagung naik. Hal ini menjadi lebih parah karena penghentian impor dilakukan pada Oktober ketika tidak ada panen.
Hasilnya, harga jagung naik secara drastis. Kemudian, pada 2018 pemerintah
melarang penggunaan AGP yang menyebabkan risiko kematian tinggi dan turunnya
performan, adanya necrotic enteristis dan
dysbacteriosis (penyakit yang
disebabkan oleh bakteri), wet litter,
dan menaikkan biaya produksi. Sementara itu, pengganti AGP sangat mahal dan
akan menyulitkan peternak.
Menurut Adi, pemerintah perlu
berhati-hati dalam membuat kebijakan karena selama ini lebih berpihak ke
konsumen. Pemerintah hendaknya membuat kebijakan yang juga menguntungkan untuk
peternak.
Faktor lain yang menyulitkan peternak
adalah perubahan strategi supplier berupa perubahan raw material yang
diformulasikan oleh feedmill akan
berefek cukup besar ke peternak. Selain itu, frozen shop
yang kini marak menjual produk dibawah harga normal juga akan menekan peternak.
Adi menambahkan, pengurusan registrasi
NPP yang lama dan adanya SNI juga memberatkan peternak. Hal ini menyebabkan
inovasi pakan menjadi sulit dan biaya produksi menjadi mahal karena tidak dapat
memanfaatkan sumber lokal.
Kendati demikian, Adi mengungkapkan
bahwa ada perbaikan signifikan yang dapat mendukung investasi bisnis selama 5
tahun mendatang yaitu stabilitas ekonomi yang terkontrol, kondisi politik yang
kondusif, inflasi yang terjaga, dan pertumbuhan populasi.
Prof Dr Ir Zuprizal DEA IPU ASEAN Eng,
dosen Fapet UGM yang juga menjadi narasumber dalam acara tersebut mengatakan, penggunaan
AGP yang dilarang dapat digantikan dengan feed
additive yang menggunakan teknologi nano yang dikembangkannya di
laboratorium.
Menurut Zuprizal, permasalahan pakan
unggas lebih rumit bila dibandingkan dengan permasalahan pakan ternak lain. Hal
ini disebabkan beberapa faktor, yaitu proses pencernaan berjalan lebih cepat,
waktu pernafasan dan sirkulasi darah lebih cepat, suhu tubuh 4-50C
lebih tinggi (410C), bergerak lebih aktif, lebih sensitif terhadap
pengaruh lingkungan, pertumbuhan lebih cepat, lebih cepat dewasa, dan produksi
telur tinggi. Biaya pakan mencapai 70% dari variable
cost produksi. Oleh karena itu, unggas membutuhkan nutrien yang cukup agar
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh dan produksinya tetap baik.
Teknologi nano yang digunakan Zuprizal
dalam penelitiannya adalah memperkecil ukuran partikel dari feed additive yang akan diberikan. Nano
teknologi adalah teknologi yang mempelajari objek yang berukuran 10-9
atau 1/1 miliar.
Zuprizal mengembangkan nano
enkapsulasi untuk bahan yang sifatnya padatan, misalnya kunyit. Kunyit
dipotong, dijemur, dan digiling sampai halus kemudian diberikan ke ayam. Pada
tahap ini, bermacam-macam zat dalam kunyit jika diekstrak ada kurkumin.
Kurkumin bisa dimanfaatkan sebagai antibiotik tapi jika diberikan begitu saja
dapat merusak pencernaan sehingga dibuat nano enkapsulasi. Feed additive ini nantinya dimasukkan ke dalam air minum ternak
unggas. Dengan ukuran partikel yang kecil, akan terserap dan berinteraksi
dengan cepat di dalam tubuh.
Narasumber lain yaitu Dr Muhsin Al
Anas SPt, dosen muda Fapet UGM mengatakan bahwa kinerja saluran cerna
menentukan produktivitas ternak unggas. Gangguan yang menyebabkan kinerja usus
atau saluran cerna tidak optimal karena senyawa racun seperti mikotoksin dan
peningkatan bakteri patogen.
Bakteri patogen menghasilkan senyawa
beracun seperti Lipopolisakarida (LPS) yang berbahaya bagi ternak. Adanya
senyawa mikotoksin dan LPS menyebabkan pertumbuhan vili-vili usus tidak optimal,
bahkan menyebabkan peradangan usus. Akhirnya pemanfaatan nutrien tidak optimal
dan terjadi penurunan produksi ternak
Penambahan feed additive menjadi penting untuk meningkatkan kinerja saluran
cerna sehingga absorbsi nutrien dapat maksimal. Feed additive yang ditambahkan dapat berupa essential oil, acidifier,
toxin binder, enzim, dan
anti-mikrobial peptide. (INF/NDV)
0 Comments:
Posting Komentar