![]() |
Dari kiri: Teguh Boediyana, Askam, Sugiyono, Erwidodo, Krissantono |
Demikian salah satu butir rekomendasi Seminar Nasional Bisnis Peternakan yang diselenggarakan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Rabu, 22 Nopember 2017 di IPB International Convention Center (IICC, Botani Square) Bogor. Rekomendasi dan kesimpulan seminar disampaikan oleh moderator seminar Drh Forlin Tinora Siregar di sesi terakhir seminar .
Seminar yang mengangkat tema "Tantangan Peternakan Nasional menghadapi Serbuan Produk Impor" ini, menghadirkan mantan Dubes RI di World Trade Organization (WTO) Dr Erwidodo, Ketua Umum GPPU Krisantono, Ketua Umum PPSKI Teguh Boediyana, Sekretaris Eksekutif GPMT Drh Askam Sudin, Wakil Ketua Umum Pinsar Indonesia Ir.Eddy Wahyudin MBA, Ketua Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) Dr. Sauland Sinaga dan Sekjen ASOHI Drh Harris Priyadi. Seminar terdiri dari dua sesi, dipandu oleh moderator Drh Sugiyono (sesi pertama) dan Drh Forlin Tinora Siregar (sesi kedua).
![]() |
Pemukulan gong oleh Ni Made Ria Isriyanthi, mewakili Dirjen PKH |
![]() |
Eddy Wahyudin, Forlin Tinora, Irawati Fari, Sauland Sinaga, Harris Priyadi |
Itu sebabnya, tambah Andi, ASOHI mengundang Dr Erwidodo yang menguasai permasalah ini untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana langkah yang harus dilakukan Indonesia.
Ketua Umum ASOHI Drh. Irawati Fari menambahkan, tahun baru 2018 mendatang adalah tahun baru "istimewa" bagi kalangan peternakan karena merupakan tahun dimulainya pelarangan Antibiotic Growth Promoter (AGP) atau antibiotika imbuhan pakan. Selain itu tahun 2017 bisa dikatakan sebagai tahun penuh regulasi. Di bidang obat hewan ada permentan tentang klasifikasi obat hewan serta rancangan Permentan lainnya yang sedang dalam proses pembahasan. Di bidang perunggasan ada aturan untuk mengatasi oversupply, di industri pakan ada peraturan tentang peredaran dan pendaftaran pakan, di peternakan sapi ada aturan rasio impor sapi bakalan dan sapi indukan, juga ada izin impor daging kerbau dari India dan sebagainya. "Semua itu menjadi tantangan besar karena pada saat yang sama kita menhadapi ancaman produk impor," tambahnya.
Tantangan Internal ASEAN lebih besar
"Justru kita harus waspada adalah internal ASEAN sendiri, karena MEA sudah berlaku dimana bea masuk antar negara ASEAN nol persen. Sedangkan biaya produksi ayam di Indonesia kalah dengan Thailand," ujar Erwidodo menunjukkan data perbandingan biaya produksi unggas antar negara ASEAN.
Ia juga mengingatkan, semua negara ekspor pertanian umumnya juga mengimpor produk yang sama. Misalnya Amerika ekspor daging, tapi juga impor daging. Demikian juga negara lain. Sedangkan Indonesia selalu berpikir impor itu harus nol. Dalam perdagangan internasional hal ini kurang tepat.
Terhadap kebijakan pengurangan produksi untuk keseimbangan supply-demand unggas dalam negeri, Erwidodo mengatakan hal itu untuk jangka pendek boleh saja, tapi kurang baik untuk jangka panjang. "Kelebihan produksi itu harus diupayakan saluran pasarnya," ujarnya.
Infovet mencacat, pada saat ada embargo negara Eropa ke Rusia tahun 2014, terjadi oversupply susu sapi di Perancis karena ekspor susu ke Rusia terhenti. Kejadian ini tidak menjadikan pemerintah perancis dan peternak memusnahkan susu melainkan Pemerintah membeli susu peternak dan diekspor ke negara Afrika dan Asia dengan harga murah, demi menyelamatkan peternak.
Erwidodo menyarankan agar pemerintah lebih cermat dalam menetapkan kebijakan. "Contoh kasus tentang jagung. Akibat "membela"petani jagung, dengan stop impor, harga jagung dalam negeri menjadi sangat mahal, hal ini merugikan usaha peternakan. "Petani jagung dan peternak kan masih dalam satu keluarga besar pertanian, mestinya kementan bisa membuat kebijakan yang menguntungkan petani jagung tapi tidak merugikan peternak unggas, karena peternakan unggas ini akan makin sulit bersaing dengan negara tetangga kalau harga jagung saja lebih dari Rp. 4.000/kg," ujar Erwidodo.
Banyak Tantangan Tapi Masih Prospektif
![]() |
Ketua Umum ASOHI diwawancarai wartawan berbagai media |
Dari paparan para pimpinan asosiasi peternakan pada umumnya pelaku bisnis peternakan menilai tahun 2017 ini situasi peternakan kurang kondusif. Wakil Ketua Umum Pinsar Indonesia Eddy Wahyudin menggambarkan situasi peternakan unggas tahun 2017 itu sebagai "ngeri-ngeri sedap" .
"Pemerintah telah berbaik hati menetapkan harga acuan di tingkat peternak, namun selama setahun itu hanya 2 bulan peternak menikmati harga sesuai dengan harga acuan. Sepuluh pulan lainnya mengalami kondisi di bawah harga acuan alias merugi," ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum GPPU Krissantono mengeluhkan kebijakan pemerintah yang tidak jelas arahnya. "Sebenarnya mau dibawa kemana peternakan kita. Saat ini kami mau mengadakan rapat saja khawatir dituduh sebagai kartel. Jadi kalau seperti ini buat ada ada asosiasi," ujar Krisantono mempertanyakan kasus yang pernah dialami GPPU yang dituduh sebagai kartel gara-gara mentaati perintah Kementan untuk mengurangi produksi.
Ia mengharapkan Pemerintah menyusun arah pembangunan peternakan khususnya perunggasan secara jelas sehingga semua stakeholder bisa menjalankan kegiatannya dengan tenang dan sesuai dengan arah yang disepakati.
Hal senada disampaikan Ketua Umum PPSKI Teguh Boediyana yang merasa sering ada kejanggalan pemerintah dalam membuat kebijakan. "Impor daging dari India adalah contoh jelas tindakan yang sebenarnya tidak bisa dibenarkan. India itu tidak memiliki zona bebas PMK, kenapa pemerintah mengimpor daging kerbau Indonesia?," ujarnya.
Kami menggungat ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pasal impor berbasis zona (UU no 18/2009) pada tahun 2010 dan kami memang. Ternyata UU direvisi menjadi UU no 41/2014 yang membolehkan impor berbasis zona. "Kami menggugat lagi pasal yang sama, tahun 2014, tapi kali ini kami kalah. Ini kan aneh. Dan kami terus memperjuangkan pasal tersebut, demi peternakan rakyat," tambah teguh.
Sementara itu Sekretaris Eksekutif GPMT Drh. Askam Sudin menyatakan meski terjadi gonjang ganjing peternakan, secara umum produksi pakan unggas nasional masih mengalami pertumbuhan positif, dengan rata-rata pertumbuhan 8% /tahun. Tahun 2016 produksi pakan 17,2 juta ton, tahun 2017 ini diperkirakan 18 juta ton.
Hal senada disampaikan Sekjen ASOHI Drh Harris Priyadi. Ia menyamapaikan , berdasarkan hasil kajian ASOHI, bisnis obat hewan tahun 2017 yang terdiri dari produk farmasetik, biologik dan premiks, nilainya berkisar Rp. 8 triliun. Diperkirakan tahun depan akan tumbuh sekitar 7-10%.
Di sektor peternakan babi, Ketua Umum AMI Dr Sauland Sinaga mengatakan, saat ini komoditi peternakan yang diekspor hanya ternak babi, dan ekspor babi masih bisa ditingkatkan. "India masyarakatkan tidak makan daging sapi dan ekspor sapinya sangat besar. Mestinya Indonesia juga bisa seperti itu. Dengan satu pulau saja, kita bisa ekspor babi 300an ribu ekor per tahun. Kita masih banyak pulau yang bisa dimanfaatkan untuk kawasan peternakan babi untuk ekspor," ujarnya. (bams) ***
![]() |
Para pembicara dan sebagian peserta seminar |
Rekomendasi Seminar Nasional Bisnis Peternakan
- Pemerintah diharapkan memiliki cetak biru (blueprint) pembangunan peternakan yang diketahui dan disepakati oleh semua pemangku kepentingan peternakan, sehingga semua pihak memahami dan juga mendukung akan kemana peternakan nasional ini mau dibawa.
- Banyaknya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah perlu disesuaikan dengan kondisi peternakan. Pemerintah perlu melibatkan asosiasi dan semua pemangku kepentingan dalam menyusun regulasi demi kelancaran implementasinya.
- Semua asoasiasi harus mendorong anggotanya untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing untuk menghadapi tantangan ke depan
- Adanya pelarangan AGP yang efektif berlaku awal tahun 2018, asosiasi terkait perlu menyusun strategi yang tepat agar pelaksanaan peraturan ini berjalan lancar dan tidak menimbulkan terpuruknya situasi peternakan.
- Kondisi peternakan saat ini mengalami tantangan berat baik dari dalam negeri (banyaknya regulasi yang bisa menghambat efisiensi) maupun tantangan eksternal (ancaman impor) sehingga semua pemangku kepentingan perlu menyatukan langkah untuk tetap tumbuh di tahun 2018.
- Saat ini data peternakan masih banyak pihak yang meragukan akurasinya. Karena data kurang akurat maka berpotensi kebijakan yang diambil keliru (contohnya kasus kebijakan stop impor jagung yang berpedoman pada data produksi jagung 23 juta ton) . Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki data statistik peternakan dan pertanian.
(catatan: rekomendasi seminar ini belum final, masih proses penyusunan oleh tim ASOHI)