Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Potensi Pengembangan Ternak Domba Waringin

Domba Waringin yang beratnya mencapai 135 kg dari penelitian Ir Tirta Waringin. (Sumber: Tirta Waringin)

Nama domba Waringin tidaklah setenar nama domba Garut dari Jawa Barat, namun jenis domba Waringin yang berasal dari Desa Stabat, Langkat, Sumatera Utara (Sumut) ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan, karena keunggulannya sebagai penghasil daging melebihi domba lain yang ada di Indonesia saat ini. Domba Waringin berasal dari persilangan (crossing) domba lokal dengan domba introduksi yang menghasilkan domba Waringin jantan berbobot 180 kg, padahal domba lokal setempat hanya berbobot 25-40 kg saja.

Populasi domba tahun 2014 di Langkat, Sumut tercatat 800.000 ekor, di mana 80% adalah domba Waringin atau keturunan domba Waringin. Jenis domba ini banyak diminati peternak domba, karena menurut Tista Waringin, orang yang melakukan persilangan domba Waringin, presentase karkasnya mencapai 55%, padahal umumnya domba jenis lain hanya mencapai 48,18%, dengan syarat dipelihara secara intensif.

Keunggulan lainnya ialah kandungan lemak domba Waringin lebih rendah hanya 2-3% dan serat dagingnya lebih halus, dengan syarat jangan terlalu banyak memberi pakan berupa ampas tahu agar lemak tidak tinggi.

Asal Domba Waringin
Domba Waringin sesungguhnya memiliki garis keturunan domba Barbados blackbelly (asal Karabia), domba St. Croix (asal Kepulauan Virgin, AS) dan domba Suffolk (asal Inggris). Melalui tangan dingin Tista yang mengawali persilangan sejak 1990, dimana induk dari masing-masing domba memiliki keunggulan tersendiri. Misalnya induk domba lokal ekor tipis memiliki keunggulan tahan penyakit cacing dan cepat berkembang biak, hanya saja bobot badannya relatif kecil. Sedangkan domba Suffolk memiliki keunggulan bobot badan jantan bisa mencapai 200 kg dan induk betina 150 kg (di Indonesia hanya mencapai bobot 60-80 kg). Sementara domba Barbados blackbelly memiliki keunggulan sangat toleran terhadap panas dan berstamina tinggi, namun tubuh relative kecil dan pertumbuhan agak lambat. Sedangkan domba St. Croix keunggulanya tahan terhadap internal parasit (cacing), berkadar lemak rendah dan bobot badan jantan mencapai 90 kg dan betina 68 kg.
Sistem persilangan yang telah dilakukan untuk menghasilkan Domba Waringin sebagai berikut:

Domba
Barbados   Blackbelly
X

Domba
Lokal Ekor Tipis
Domba
St. Croix
X

Domba
Lokal Ekor Tipis







Domba FB
   X



Domba FC









Domba      Suffolk
X

Domba Lokal Ekor Tipis






    Domba FD
X

  
Domba FS









Domba Waringin



Karakteristik Domba Waringin
Untuk pengembang-biakan domba Waringin selanjutnya, perlu mengetahui karakteristik produksi dan reproduksi dari domba tersebut, seperti pada Tabel 1 bekikut.

Tabel 1: Karakteristik Produksi dan Reproduksi Domba Waringin
No.
Kriteria
Ukuran
1
Persentase karkas (%)
55
2
Bobot badan rata-rata (kg)
123-150
3
Jumlah anak/kelahiran rata-rata (ekor)
2-4
4
Konversi pakan
3,1-3,2
5
Kemampuan hidup di ketinggian (dpl)
3.000 m
Sumber: Ir Tista Waringin, USU (2014).

Pemberian Pakan
Kuantitas dan kualitas pakan sangat menentukan produksi dan reproduksi domba Waringin, walau secara genetik sudah memiliki berbagai keunggulan dibanding jenis domba lainnya. Volume pemberian pakan disesuaikan dengan periode umur domba. Semakin tua domba maka jumlah yang diberikan semakin banyak, di mana hijauan merupakan makanan utamanya dan biasanya diberikan pada siang dan sore hari.

Pada awal kelahiran sampai dengan usia 2-3 minggu, asupan gizi anak domba diperoleh dari susu induk. Setelah lebih dari umur tiga minggu, mulai diperkenalkan pakan hijauan muda secara seimbang agar mudah dicerna.

Setelah dilakukan penyapihan (umur di atas tiga bulan), pedet diberikan rumput segar sekitar 1-1,5 kg/ekor/hari, dengan dicampur dedaunan 0,5-1,0 kg/ekor/hari sehingga total hijauan 1,5-2,5 kg/ekor/hari atau 10% dari bobot tubuh domba.

Setelah memasuki masa dewasa (umur delapan bulan), diberikan pakan hijauan saja, tetapi tetap dikombinasikan dengan berbagai dedaunan. Contohnya rumput dicampur daun lamtoro dengan perbandingan 3:1 dan diberikan sebanyak 10% dari bobot tubuh.

Domba betina hamil (umur di atas 12 bulan) diberikan pakan berupa rumput 50% dan hijauan sumber protein 50% ( 1,5-2,0 kg/hari) plus dedak padi sebanyak 400-600 gr/hari. Cara pemberian pakan ini terus dipertahankan sampai induk melahirkan dan menyusui anaknya.

Untuk penyusunan pakan domba, peternak harus terlebih dulu mengetahui komposisi dari tiap bahan pakan, seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2: Komposisi Nutrisi Berbagai Bahan Pakan Domba
Bahan
Bahan Kering (%)
Abu
(%)
Protein Kasar (%)
Lemak
(%)
Serat Kasar (%)
Beta N (%)
Ca
(%)
N
(%)
Rumput gajah
28
10
4,6
2,1
38,2
45,0
0,12
-
Calopogonium mucunoides
29,4
8,81
15,8
3,24
33,7
38,4
1,21
-
Gamal
27,0
9,7
19,1
3,0
18,0
50,2
0,67
-
Kaliandara
36,0
5,9
25,0
2,48
19,8
47,2
0,77
-
Lamtoro
25,4
7,6
24,3
3,68
22,1
47,2
1,68
-
Jagung
88,0
2,41
10,82
5,89
3,37
77,49
0,05
0,31
Jerami jagung
21,69
8,42
4,77
1,06
30,53
55,82
-
-
Jerami padi
31,87
19,97
4,51
1,51
28,79
45,21
-
-
Dedak kasar
89,6
15,87
6,53
2,36
29,81
34,89
0,14
0,60
Dedak halus
88,2
12,28
9,80
4,81
15,86
45,80
0,09
1,09
Bekatul
88,2
10,04
11,37
7,03
8,24
52,04
0,07
1,06
Menir
89,2
3,00
7,37
1,70
4,07
72,87
0,03
2,23
Bungkil kedelai
88,0
2,40
47,12
3,80
8,69
33,29
0,27
0,68
Ampas tahu
11,0
3,97
23,62
7,78
22,65
41,98
0,58
0,18
Pucuk tebu
24,77
5,47
5,47
1,37
37,90
45,06
0,47
0,34
Tepung bulu ayam
91,96
2,76
83,74
3,81
0,90
-
0,17
-
Serat buah sawit
91,69
-
5,90
5,20
40,80
41,60
0,54
-
Bungkil inti sawit
91,11
-
94,00
15,40
7,71
10,50
80
-
Sumber: Team Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2014).

Pemberian Konsentrat
Konsentrat adalah bahan pakan yang tinggi kandungan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) dan rendah kandungan serat kasarnya (di bawah 18%), yang berfungsi sebagai bahan tambahan nutrisi pakan agar lebih lengkap, sehingga produktivitas domba tinggi. Konsetrat terbuat dari kombinasi jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes, umbi yang dicampur ikan, udang, kulit, darah dan bulu ayam (bisa diberikan maksimal 40% dari kandungan protein total ransum untuk dewasa dan 10% dari protein ransum untuk grower) dan ini mampu menaikkan bobot badan 134 gr/ekor/hari.
Perbandingan (proporsi) pemberian rumput, hijauan sumber protein/dedaunan dan konsentrat pada berbagai umur dan kondisi domba, seperti padaTabel 3 berikut.

Tabel 3: Perbadingan Campuran Pakan Domba Berdasarkan Umur
Fase Pertumbuhan
Rumput
Dedaunan
Konsentrat
Anak belum disapih (umur 3 minggu-3 bulan)
50%
50%
-
Anak lepas sapih (umur 3 bulan-8 bulan)
60%
40%
0,5-1 gelas
Domba dewasa (umur di atas 8 bulan)
75%
25%
-
Induk hamil
60%
40%
2-3 gelas
Induk menyusui
50%
50%
2-3 gelas
Berbagai sumber.

Program Vaksinasi
Untuk meminimalisir peluang munculnya serangan penyakit pada domba Waringin selain perlu dilakukan perawatan kebersihan kandang, peralatan dan tubuh domba sendiri (memandikan, gunting kuku dan pencukuran bulu), juga dianjurkan untuk divaksinasi setiap enam bulan sekali, dengan cara menyuntikan vaksin ke tubuh bagian belakang punggung domba. Vaksinasi mulai dilakukan sejak anak domba berumur satu bulan, yang diulangi kembali pada usia 2-3 bulan sekali. Jenis vaksin yang diberikan antara lain, spora, serum anti antraks, vaksin AE dan vaksin SE (Septichaemia Epizootica). Program Vaksinasi domba Waringin, seperti pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4: Program Vaksinasi pada Domba Waringin
No.
Vaksinasi
Jenis Vaksin
Waktu
1
Antraks
Strain 34 F2
1-2 kali/tahun
2
Tetanus
-
1 kali/tahun
3
Obat Cacing
-
1 kali/3 bulan
4
Vitamin/antibiotik
-
Bila diperlukan
5
Brucellosis
Vaksin Brucella Strain RB51 dan Strain 19
-
Sumber: Ir Tista Waringin, USU 2014.

Pemberian Jamu
Pertambahan bobot badan 2-3 kg/bulan sudah umum tercapai namun kenaikan tersebut masih dapat didongkrak menjadi 4-5 kg/bulan, yaitu dengan pemberian jamu dari campuran kunyit Curcuma domestica, temulawak Curcuma zanthorrhiza, daun sirih Annona muricata, kencur Kaempferia galanga dan jahe Zingiber officinale. Domba minumi jamu dua kali/hari dengan dosis 10 ml  dalam 1 liter air minum. Dosis untuk domba dewasa 10 ml dan domba remaja 5 ml. Manfaat lain pemberian jamu mengurangi bau kotoran.

Cara pembuatan jamu:
1. Siapkan rimpang jahe, kunyit dan temulawak masing-masing 1 kg. Daun sirih beberapa lembar dan rimpang kencur.
2. Bahan-bahan diparut atau ditumbuk dan diperas hingga keluar sarinya. Air sari yang terkumpul diencerkan dalam 20 liter air.
3. Larutan itu ditambahkan tetes tebu/molase atau gula merah dan mikroorganisme.
4. Semua bahan diaduk dan dimasukkan ke dalam wadah. Kemudian mulut wadah disumbat/ditutup lalu simpan di tempat teduh. Setiap minggu tutup wadah dibuka dan diaduk-aduk untuk mengeluarkan gas yang terbentuk dan agar larutan tercampur merata.
5. Setelah tiga minggu proses fermentasi (tercium bau tapai), jamu siap diberikan kepada domba.

Demikian sekilas tentang ternak domba Waringin yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil daging.

Ir Sjamsirul Alam
Praktisi peternakan,
alumni Fapet Unpad

Pemerintah Dengan Tegas Katakan Tidak Akan Impor Daging Ayam Brazil

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita (tengah) dan Dirkesmavet, Syamsul Ma'arif (kiri)
saat konferensi pers di kantornya.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, mengatakan bahwa saat ini Indonesia tidak akan impor daging ayam asal Brazil. Hal itu Ia sampaikan untuk menanggapi isu yang beredar terkait adanya rencana impor daging ayam dari Brazil pasca putusan WTO.

Pada konferensi pers yang dilaksanakan di kantornya, Selasa (8/5), Ketut menjelaskan, pada 12 Februari 2018 kemarin, telah dilakukan pertemuan antara Menteri Pertanian dengan Tim Kementerian Pertanian Brazil untuk membicarakan peluang peningkatan hubungan bilateral kedua belah negara. 

Dari pertemuan tersebut tecapai kesepakatan, diantaranya Menteri Pertanian hanya menyetujui impor daging sapi Brazil dan Tim Kementerian Pertanian Brazil menyetujui untuk tidak memasukkan daging ayam dan produknya ke Indonesia setelah memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan.

“Karena kami telah menjelaskan bahwa sudah oversupply unggas. Justru kita sudah berhasil mengekspor produk unggas ke enam negara. Itu yang menjadi pertimbangan kita. Dan kami tegaskan sekali lagi Indonesia tidak akan mengimpor daging ayam dari Brazil,” kata Ketut dihadapan para awak media.

Terkait putusan WTO atas gugatan Brazil, ia mengatakan, kebijakan dan regulasi impor produk hewan harus disesuaikan dengan ketentuan perjanjian WTO. “Kita sedang mengakselerasikan keputusan itu dengan memperbaiki regulasi kita terkait WTO, dan Indonesia tidak perlu melakukan banding. Kita berharap kesepakatan yang sudah disepakati bisa berjalan agar hubungan kedua belah negara tetap terjaga,” ungkapnya. Saat ini Pemerintah sedang menyelesaikan Rancangan Peraturan Menteri Pertanian (RPMP) tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian No. 34/2016 yang menyesuaikan dengan rekomendasi Panel WTO.

Kendati begitu, sampai saat ini (red-kemarin) kepastian impor daging sapi asal Brazil masih menunggu langkah konkret selanjutnya. “Begitu juga dengan Brazil yang kemungkinan masih menunggu langkah kita. Tapi tim audit sudah berangkat ke sana (Brazil) untuk meninjau terkait RPH, kehalalan, kesehatan dan penyakit, masih dilakukan kajian. Kita masih menunggu hasilnya, saya tidak mau mengintervensi,” ucap Ketut.

Sementara, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Dirkesmavet), Syamsul Ma'arif, mengatakan, para pelaku usaha peternakan bisa meningkatkan efisiensi produknya. “Kita berharap bisa meningkatkan daya saing dan kesadaran masyarakat untuk mencintai produk peternakan dalam negeri,” ucapnya. (RBS)

Tak Usah Ragu Terapi Antibiotika dan Antikoksidia Melalui Pakan


Sejak berlakunya pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promoter) Januari 2018 melalui Permentan no 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, makin banyak  acara sosialisasi dan diskusi tentang AGP yang dilakukan pemerintah, asosiasi, perguruan tinggi maupun swasta. Hal ini menunjukkan bahwa dunia usaha peternakan memiliki kepedulian yang tinggi untuk menyukseskan implementasi kebijakan pemerintah.

Kita layak memberikan apresiasi kepada semua pihak yang ikut berkontribusi membantu pemerintah dalam mensosialisasikan Permentan no 14/2017. Infovet setidaknya juga ikut berkontribusi dalam melakukan sosialisasi permentan no 14/2017 melalui berbagai kegiatan seminar di Jakarta dan luar kota, serta melalui sajian artikel di Infovet versi cetak maupun online.

Dari kegiatan sosialisasi ini tampak bahwa perusahaan dan peternak pada umumnya berkomitmen untuk menjalankan kebijakan pelarangan AGP.  Bahkan mungkin karena ada perusahaan pakan yang khawatir dicurigai masih menggunakan AGP, mereka menjadi bersikap “sangat hati-hati” menggunakan antibiotika sebagai terapi  melalui pakan. Sikap “sangat hati-hati” ini berujung pada tidak adanya pemakaian antibiotika dan antikoksidia sebagai terapi melalui pakan. Padahal pemakaian antibiotika sebagai terapi dan antikoksidia melalui pakan unggas di negara maju pun masih berjalan karena lebih praktis dan tidak ada pelarangan.

Di sinilah yang perlu diluruskan. Pelarangan antibiotika sebagai imbuhan pakan alias AGP tidaklah mengandung arti pelarangan antibiotika secara keseluruhan. Sudah sangat jelas bahwa jika hewan sakit membutuhkan obat golongan antibiotika, hal itu sama sekali tidak ada larangan.  Sudah berulang-kali ditegaskan oleh Dirkeswan maupun Kasubdit Pengawasan Obat Hewan (POH) bahwa antibiotika sebagai pengobatan atau terapi tetap diperbolehkan. Hanya saja, karena antibiotika termasuk obat keras, maka pemakaiannya harus dengan resep dokter hewan.  Selain itu antibotika tersebut juga harus sudah memiliki nomor registrasi sebagai terapi, bukan nomor registrasi sebagai imbuhan pakan. Bahwa penggunaan antibiotika dan antikoksidia yang nomor registrasinya sudah berubah dari F (feed additive) menjadi P (pharmaceutic) berarti sudah bisa dimanfaatkan oleh industri  perunggasan untuk kepentingan kesehatan unggas.

Tampaknya perusahaan pakan masih ekstra hati-hati mengenai kebijakan ini. Mereka masih bertanya-tanya,  dokter hewan mana yang diperbolehkan membuat resep untuk pemakaian obat melalui pakan ? Apakah semua dokter hewan boleh membuat resep? Bagaimana mekanisme pembuatan resepnya? Apakah resep per kandang, per wilayah atau bagaimana?

Hal ini pun sebenarnya sudah dijelaskan oleh Dirkeswan Drh. Fajar Sumping Tjatur Rasa PhD, dalam beberapa forum. Ia menjelaskan, untuk saat ini dokter hewan mana saja boleh membuat resep penggunaan obat hewan melalui pakan, karena pada hakekatnya dokter hewan sudah diambil sumpahnya untuk menjalankan profesinya sesuai etika profesi. Adapun mengenai resepnya per kandang atau per peternakan, itu diserahkan ke dokter hewan tersebut karena dia yang bertanggungjawab akan penulisan resep.  

Rencananya akan diterbitkan petunjuk teknis tentang implementasi permentan , antara lain mengatur mengenai bagaimana mekanisme resep dokter hewan maupun yang lainnya.  Dirkeswan menjamin bahwa petunjuk teknis itu nantinya akan lebih memperjelas bagaimana pelaksanaan Permentan di lapangan.  Ia menegaskan bahwa pihaknya bertugas untuk melayani publik agar usaha berjalan lancar sesuai tata aturan perundang-undangan, bukan untuk mempersulit.

Sambil menunggu terbitnya petunjuk teknis, usaha perunggasan harus terus berjalan dengan jaminan bahwa urusan kesehatan hewan dapat ditangani dengan baik.  Untuk itu dokter hewan di lapangan hendaknya dapat melakukan tindakan terbaik sesuai profesinya, dan pabrik pakan tidak perlu ragu untuk mencampurkan antibiotika dan antikoksidia di dalam pakan, asalkan ada resep dan di bawah pengawasan dokter hewan.***

Bambang Suharno
Editorial Infovet Edisi Mei 2018







Mewaspadai Beredarnya Daging Oplosan Jelang Ramadhan



Dalam hitungan hari, Bulan Suci Ramadhan akan segera tiba. Momentum yang penuh hikmah ini membawa keberkahan hampir di setiap lini bisnis, mulai dari bisnis makanan, busana dan lainnya. Pada bulan ini, lazimnya, banyak pedagang dadakan yang membuka usaha menu berbuka puasa (takjil) hingga beragam lauk-pauk. Keuntungan berlipat sudah terbayang oleh para pelaku usaha setahun sekali itu.

Namun, kali ini ada rasa khawatir yang menyergap Rindha Wardani. Seorang ibu rumah tangga di Depok, Jawa Barat, ini punya kisah tak mengenakkan saat akan berjualan daging rendang untuk menu berbuka puasa, tahun lalu. Tak kurang dari 5 kg daging yang ia beli di pasar tak jauh dari tempat tinggalnya harus dibuang sia-sia.

Daging yang ia beli itu ternyata daging oplosan antara daging sapi dengan daging babi hutan (celeng). Rindha mengetahui daging yang ia beli ternyata oplosan, setelah diinformasikan seorang temannya yang berprofesi sebagai dosen dan ahli gizi.

“Saat beli di pasar, tidak kelihatan beda warnanya karena dicampur. Baru kelihatan beda warna dagingnya setelah mau diolah di rumah. Pantas saja waktu itu harganya jauh lebih murah dibanding biasanya,” tutur Rindha kepada Infovet.

Ia bisa jadi, hanya salah satu korban saja dari kasus daging oplosan yang hampir setiap tahun terjadi. Di beberapa kota lain, cukup banyak orang yang juga terkena imbas dari bisnis licik ini. Banyak ragam modus yang dilakukan oleh para pelaku untuk mengoplos daging sapi dan daging babi hutan. Dari pemberitaan yang ada selama ini, pihak kepolisian menemukan sedikitnya dua modus yang bisa dilakukan pelaku. Modus pertama, dengan mengoplos daging sapi dengan daging celeng ke dalam satu kotak, lalu dimasukan ke dalam tempat pendingin. Untuk mengelabuhi petugas, bagian luar dari kontak penyimpanan itu diberi label daging impor.

Modus kedua, menyamarkan daging babi hutan sebagai daging sapi dengan cara menyiram daging celeng dengan darah sapi. Dengan begitu, sekilas daging celeng itu menjadi mirip daging sapi. Untuk menghindari ini, biasanya aparat kepolisian akan mengimbau masyarakat sebaiknya membeli daging sapi pada pedagang yang biasa berjualan daging sehari-hari. Hindari membeli daging pada pedagang daging dadakan yang berjualan di pinggir jalan.

Rugi Jasmani dan Rohani
Berulangnya kasus daging oplosan yang terjadi di berbagai daerah mengundang keprihatinan dari banyak kalangan, termasuk para ahli gizi. Menurut Dosen Laboratorium Ilmu dan Teknologi Daging, Departemen Teknologi Hasil ternak, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Ir Edi Suryanto, MSc., Ph.D., IPU, peristiwa pencampuran daging sapi dengan daging babi hutan yang berulang-ulang merupakan tindakan kriminal.

Edi Suryanto
“Peristiwa ini harus dilakukan tindakan pencegahan dengan mendasarkan pada UU PK No. 8 tahun 1999, UU Pangan No. 18 tahun 2012 dan UURI No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH),” ujarnya.

UU JPH menyatakan, bahwa untuk menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. 

Menurut pakar gizi ini, dari sisi Agama Islam, pencampuran atau pengoplosan akan menimbulkan kerugian kerohanian yang besar, karena masuknya barang atau zat yang haram ke dalam tubuh seorang Muslim, sehingga amal ibadahnya dapat tidak diterima atau tidak berpahala.

Bahkan, kerugian juga datang dari sisi jasmani atau tubuh orang yang mengkonsumsi barang haram tersebut. Dari sisi gizi dan kesehatan barang yang haram mengandung berbagai kotoran yang dapat minimbulkan gangguan kesehatan tubuh (fisik) dan gangguan kejiwaan (psikis).

“Kotoran yang ada dalam barang yang haram antara lain seperti racun-racun, mikrobia perusak, mikrobia penyebab penyakit, parasit, virus dan sampah-sampah metabolit lainnya,” tegasnya. 

Perbedaan Kasat Mata
Untuk menghindari keraguan masyarakat dalam membeli daging, Edi menjabarkan tips penting untuk membedakan antara daging sapi dan daging babi hutan. Tidak terlalu sulit untuk membedakan antara daging sapi dengan daging babi hutan yang masih mentah, secara kasat mata.

Cara membedakan jenis daging dapat dilakukan secara sensoris atau organoleptis dan secara laboratorium (fisis, kemis dan biokemis). “Pembedaan secara kasat mata daging sapi dengan daging babi dapat dilakukan menggunakan indera manusia atau secara inderawi,” kata Edi.

Menurut dia, daging mempunyai ciri-ciri atau karakteristik sendiri-sendiri. Misalnya, daging sapi berbeda dengan daging babi, daging unggas berbeda dengan daging sapi atau pun daging babi. Perbedaan ini dapat disebabkan antara lain oleh genetik, pakan, umur dan manajemen. 

Berikut adalah perbedaan kandungan kimia atau sering disebut kandungan gizi daging-daging tersebut secara kasat mata.

Daging sapi
Daging babi hutan (celeng)
Warna merah tua
Warna merah muda
Bau: khas daging sapi dan lebih kuat aromanya
Bau: khas daging babi agak apek
Serat daging lebih kasar
Serat daging lebih halus
Perlemakan lebih rendah
Perlemakan lebih banyak
Lemak punggung tipis
Lemak punggung tebal
Kulit dilepas dari karkas
Kulit tetap menempel pada karkas

Pemahaman lain yang perlu diperhatikan konsumen dalam mencermati perbedaan antara daging sapi dan daging babi hutan, adalah saat kedua daging sudah diolah atau matang. Menurut Edi, daging sapi dan daging babi hutan yang sudah matang juga masih dapat dibedakan dari sensorisnya. “Warna daging sapi matang coklat gelap, sedangkan warna daging babi matang coklat pucat,” ujarnya.

Jika olahan berkuah, maka kuah daging sapi memberikan aroma yang khas daging sapi, sedangkan kuah daging babi aromanya berbeda dari daging sapi. Sementara itu, lemak daging sapi akan menggumpal saat dingin, sedangkan lemak daging babi tetap cair saat dingin.

“Namun jika telah dilakukan pengolahan lebih lanjut, misalnya sosis, maka pembedaan secara sensoris ini tidak mudah dilakukan. “Perlu didukung dengan analisis laboratorium menggunakan metode yang lebih canggih yaitu penentuan DNA (metode PCR),” jelas Edi.

Tips Pilih Daging Berkualitas 
Selain kasus daging oplosan, di beberapa daerah juga masih terjadi kasus penjualan daging sapi yang sudah busuk yang diberi perlakuan khusus, sehingga terlihat seperti daging sapi segar. Karena itu, ahli gizi dari UGM ini memberikan tips sederhana dalam memilih daging sapi segar, agar kandungan gizinya sempurna.

Menurutnya, belilah daging yang berasal dari sapi sehat dan yang disembelih secara halal. Daging sapi sehat berwarna merah segar. Memiliki bau atau aroma khas daging sapi, yaitu lebih amis atau anyir. Serat daging lebih kasar dan tampak jelas. Selain itu, tidak ada memar atau pembuluh darah yang pecah karena jatuh, terhimpit, tertanduk, serta memiliki tekstur padat, solid dan kaku. “Jika ditanya, antara daging beku dan daging segar, lebih baik mana untuk dipilih? Itu sangat tergantung dari tujuan pengolahan berikutnya,” ujarnya.

Untuk produksi bakso, misalnya, kata Edi, maka daging segar adalah daging yang lebih baik dipilih, karena akan menghasilkan bakso yang kenyal, padat dan kompak. Sehingga tidak perlu menambahkan banyak bahan pengenyal, terkadang tidak perlu ditambahkan.

Sementara untuk daging beku, sebelum diolah harus disegarkan kembali atau thawing. Thawing ini akan menyebabkan cairan daging yang berwarna merah (drip) keluar. Drip ini membawa sebagian nutrien atau zat gizi daging, sehingga terjadi penurunan zat gizi daging. (Abdul Kholis)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer