Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Mikoplasma: Sang Perampok

Oleh: Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI - Jakarta)

Di Indonesia, frekuensi kasus Mikoplasmosis pada peternakan ayam moderen, baik itu yang disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum (Mg) ataupun Mycoplasma synoviae (Ms), dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir tampaknya terus meningkat.  Lalu, benarkah ayam moderen memang ditakdirkan lebih sensitif terhadap infeksi mikroba yang tergolong mikroorganisme prokariotik ini?  Atau, apakah progres efisiensi pemeliharaan ayam moderen yang notabene “kebablasan” yang menjadi faktor pencetus utama kasus ini dilapangan?  Artikel singkat ini mencoba mengulasnya dari “kaca mata” seorang praktisi lapang yang tengah mencermati alternatif-alternatif tindakan yang jitu untuk mengurangi kerugian peternak akibat kinerja “sang perampok” yang berdarah dingin ini.

Latar Belakang
Perbaikan genetika ayam ras moderen ternyata menuntut kondisi tatalaksana dan lingkungan pemeliharaan yang prima, agar ayam moderen tersebut dapat menunjukkan potensi genetiknya secara optimal.  Namun di sisi lain, tingkat keuntungan peternak yang semakin marginal jelas menuntut pelaku perunggasan harus melakukan efisiensi proses pemeliharaan secara terus menerus.  Secara tidak sadar, kondisi ini pasti mengakibatkan suatu keadaan kontra-produktif yang ujung-ujungnya dapat menciptakan suatu gangguan signifikan pada dinamika interaksi antara ayam dengan mikroorganisme disekitarnya yang notabene berada dalam mileu yang sama.

Pada industri perunggasan moderen, aspek efisiensi yang telah diterapkan secara luas dengan mudah dapat diamati pada:
  1. Adanya kepadatan ayam yang sangat tinggi per-satuan luas kandang, sehingga produktifitas per-satuan luas ruang­an meningkat.  Hal ini tampak dengan jelas pada sistem perkandangan baik yang terbuka (konvensional) maupun yang tertutup (closed house system). 
  2. Adanya penerapan sistem operasional yang bertingkat alias “multi-age system”, sehingga produk akhir akan dihasilkan secara kontinyu, sesuai dengan tuntutan pasar produk pertanian yang sangat sensitif terhadap “supply – demand” yang berkesinambungan.
  3. Adanya waktu istirahat kandang yang semakin singkat (pada peternakan rakyat bahkan sering diabaikan), sehingga produktifitas kandang dan tenaga kerja dalam satu tahun dipercaya akan meningkat. 
Kepadatan ayam yang tinggi per-satuan luas kandang jelas mengakibatkan beberapa efek “domino” lanjut, salah satunya adalah meningkatnya prevalensi kasus-kasus “man-made disease” seperti Mikoplasmosis, karena dalam kepadatan ayam yang tinggi, suasana anaerob dengan mudah akan tercapai dan replikasi (perkembangbiakan) Mikoplasma pada permukaan sistem pernafasan akan berlangsung lebih cepat. Kepadatan yang tinggi juga mempermudah penularan agen penyebab penyakit (Mikoplasma) secara horizontal lebih efektif, dari ayam yang satu ke ayam yang lain.  Manifestasinya adalah morbiditas yang seolah-olah lebih cepat. Kondisi tersebut juga jelas akan mengakibatkan konsentrasi bibit penyakit per-satuan volume udara atau bahan litter akan meningkat.

Kepadatan ayam yang tinggi juga akan mengakibatkan ayam mengalami stres sosial (social stress). Kondisi stres yang berkesinambungan jelas akan mengakibatkan gangguan pada mekanisme pertahanan tubuh ayam.  Dalam situasi seperti ini, maka jelaslah bahwa tatalaksana pemeliharaan ayam dengan mengandalkan kekuatan reaksi imunitas dari vaksin jelas kurang bijaksana, apalagi reaksi imunitas yang terbentuk adalah marginal.

Sekilas tentang Mikoplasma
Secara umum, mikroba Mikoplasma pada ayam Mg maupun Ms dikategorikan sebagai mikroorganisme yang sangat rapuh, karena tidak dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama diluar tubuh induk semang (ayam).  Namun manusia, burung atau hewan liar lainnya yang ada disekitar peternakan ayam (ferret animals) serta peralatan peternakan dapat bertindak sebagai sumber kontaminan dan atau vektor mekanis penyebaran Mikoplasma dalam suatu populasi ayam dari satu kandang ke kandang lainnya, atau bahkan dari suatu flok ke flok ayam lainnya (Kleven, 1990).

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah data penelitian yang dilaporkan oleh Yamamoto (1989) yang mengindikasikan bahwa baik Mg atau Ms dapat bertahan hidup pada komponen bulu ayam ataupun bahan organik yang berasal dari ayam sampai dengan 2 hari.  Itulah sebabnya, dalam kondisi lapangan yang kurang ideal (misalnya tanpa istirahat kandang, kepadatan ayam yang tinggi, pengaturan ventilasi dan sanitasi peternakan yang buruk) serta sistem pemeliharaan ayam yang “multi age” (banyak umur dalam satu lokasi farm), maka kasus Mikoplasmosis yang disebabkan oleh Mg atau Ms seolah-olah selalu berulang dengan derajat keparahan yang semakin lama semakin hebat.

Salah satu keunikan partikel sel Mikoplasma adalah tidak mempunyai dinding sel.  Itulah sebabnya preparat antibiotika kelompok Beta-laktam (Penisilin dan derivatnya) serta kelompok Sefalosporin tidak efektif digunakan untuk mengatasi kasus-kasus yang disebabkan oleh infeksi Mikoplasma.

Keunikan lainnya dari Mikoplasma, baik itu Mg atau Ms, adalah mempunyai variasi yang sangat besar antar strain-strain yang ada (Yoder, 1989), terutama dari karakter virulensi (keganasan), antigenisitas, maupun jaringan target infeksi (tissue tropism).  Variasi yang besar dalam beberapa aspek tersebut diatas mengakibatkan bervariasinya derajat keparahan kasus dan atau bervariasinya manifestasi gejala klinis yang tampil dilapangan. Ujung-ujungnya adalah kesulitan yang besar dalam menegakkan diagnosa yang akurat dan cepat bagi praktisi lapangan.   

Pola Penularan Mikoplasma, Gambaran Sekilas Kasus Mikoplasmosis Lapangan, Bagaimana Uji Serologis Mikoplasmosis, Bagaimana Kasus Mikoplasma Pada Breeder serta Rekomendasi Praktis Lapangan yang dapat dijadikan panduan bagi peternak dalam menghadapi kasus Mikoplasmosis disajikan secara khusus dan lengkap oleh Drs Tony Unandar, Baca selengkapnya  di majalah Infovet edisi 213/April 2012.

Abaikan Semuanya, Kecuali Masa Depan (Refleksi Bambang Suharno)


Untuk sahabat-sahabat saya yang tengah merancang pengembangan bisnis masa depan.

Pada umumnya para CEO perusahaan merancang masa depan dengan menyusun pengembangan bisnis dari setiap unit bisnis yang sudah ada. Yang belum berkembang, upayakan untuk dikembangkan. Yang sudah berkembang, tingkatkan terus dengan inovasi-inovasi baru.

Eit, tunggu dulu ! Anda tahu Jack Welch? Ketika ia dipercaya memegang tampuk kepemimpinan General Electric (GE) yang ia lakukan pada tahun-tahun pertama adalah menjual 117 unit usaha dalam groupnya, demi meraih kembali kejayaan GE. Ia mengikuti saran konsultan manajemen terbaik di dunia Peter F Drucker.

Peter F Drucker dikenal sebagai penulis, guru dan konsultan manajemen paling berpengaruh di korporasi internasional. Ia bicara begini; langkah pertama dalam kebijakan pertumbuhan (korporasi) bukanlah memutuskan apa dan bagaimana membuat pertumbuhan, namun memutuskan produk apa yang harus diabaikan. Untuk bertumbuh , sebuah bisnis harus memiliki kebijakan yang sistematis untuk menyingkirkan produk-produk yang tumbuh berlebihan, yang kuno dan yang tidak produktif.

Tidak meninggalkan produk yang sudah ketinggalan zaman akan berakibat pada beberapa kesalahan yang harus dibayar mahal. Inilah satu kasus yang sangat terkenal.

Tahun 2000 General Motor (GM) dan Ford di Amerika Serikat masih saja agresif memproduksi mobil yang sangat boros bahan bakar dalam jumlah besar, meskipun harga bahan bakar minyak terus melambung dan gerakan ramah lingkungan makin kencang. Isu mengenai penggunaan energi alternatif pengganti bahan bakar fosil telah berlangsung sejak 1970-an dan makin menguat tahun 1990-an, namun GM dan Ford dengan keyakinannya merasa belum saatnya mengikuti wacana penghematan bahan bakar . Mungkin mereka berpikir, wacana penghematan bahan bakar “nggak level” dengan produk otomotif Amerika yang berkelas.

Sementara itu perusahaan otomotif Jepang, Toyota, mengabaikan strategi image “mobil sebagai barang mewah dan layak boros”. Perusahaan ini berfokus pada pengembangan teknologi mobil hybrid Prius, yang harganya lebih terjangkau. Para pimpinan Toyota tahu mobil hybrid adalah kunci untuk mengurangi emisi karbon dan konsumsi bahan bakar. Mereka cukup puas dengan margin keuntungan yang tipis, tapi menjadi pemain utama dalam pasar mobil hybrid yang makin marak.

Sebagaimana diuraikan oleh Jeffrey A. Krames dalam buku Inside Drucker’s Brain, tahun 1997 Toyota meluncurkan mobil hybrid dan didistribusikan ke seluruh dunia pada 2001. Dalam waktu singkat mobil baru ini menjadi primadona baru di Jepang, Eropa dan Amerika Utara, serta menyabet berbagai penghargaan.

Sungguh dramatis, hal yang tidak terbayangkan sama sekali pada dekade silam. Prius berperan besar dalam melejitkan Toyota menjadi nomor satu di dunia otomotif. Sementara itu, Ford dan GM terus limbung dan mengalami kerugian besar. Ford menderita kerugian $12,7 miliar pada 2006, dan GM rugi $38,7 miliar pada 2007. Sementara pada triwulan ketiga tahun 2007 saja, Toyota meraup keuntungan $13,1 miliar.

Jack Welch melakukan hal serupa. Agar GE dapat tumbuh lebih pesat, yang ia lakukan adalah memutuskan produk apa yang harus diabaikan sebagaimana saran Drucker. Pada dekade pertama kepemimpinannya, Jack Welch menjual 117 usaha yang tidak sesuai dengan visi perusahaan. Tahun 1984, ia menjual GE Houseware, divisi yang sangat dikenal oleh rumah tangga di AS (produknya antara lain pemanggang roti dan pengering rambut). Bagi kebanyakan orang apa yang dilakukan Welch terlihat konyol. Tapi bagi Jack Welch, lebih penting mengabaikan produk pemanggang roti untuk sebuah visi GE yang jelas.

Sejarah membuktikan GE menjadi perusahaan yang sangat sukses di dunia. GE adalah contoh sempurna, bagaimana berfokus pelanggan dan pasar, bisa sangat membantu perusahaan dalam meraih kesuksesan. Akhirnya Welch dinobatkan sebagai “Manager of the Century” oleh majalah “Fortune”.

Perusahaan –perusahaan yang menggurita, banyak yang tidak berhasil mengabaikan kegiatan tertentu karena semuanya dirasa penting. Bahkan mereka kadang harus mengabaikan visi perusahaan demi sebuah peluang sesaat. Alhasil ia kehilangan fokus. Di saat inilah pesaing akan mudah menggantikan posisinya.

Perusahaan-perusahaan yang unggul tidak mudah terserang penyakit sindrom glory of the past (bangga pada kejayaan masa silam). Sindrom ini muncul ketika para kompetitor mulai lebih agresif menjelajah pasar dengan produk dan pelayanan yang lebih berkualitas. Di sisi lain, sang market leader terlalu asyik dengan dirinya sendiri, merasa produknya yang paling bagus, mulai alpa pada pelayanan. Para manager terkungkung dalam penjara jabatan dan loyalitas. Padahal situasi yang sesungguhnya, perusahaan sudah mulai goyang. Produk mulai usang dan para customer mulai hijrah ke produk kompetitor.

Untuk perusahaan yang sudah mulai menyalahkan lingkungan atau menyalahkan kebijakan pemerintah yang membuat ia sulit bertahan di posisi puncak, dan gemar bernostalgia tentang keunggulan masa lalu, Drucker dengan tegas berpesan, abaikan saja semua itu, dan fokus pada masa depan. “Ya, abaikan semuanya, kecuali masa depan”.***

Masih tersedia buku kumpulan artikel motivasi dan refleksi “Jangan Pulang Sebelum Menang” karya Bambang Suharno. Dapatkan di Gramedia, atau pesan ke GitaPustaka, telp: 021.7884 1279.

PELAJARAN DARI DORAEMON (Bambang Suharno)

Aku ingin begini, aku ingin begitu,

Ingin ini itu banyak sekali......

Semua semua semua dapat dikabulkan, dapat dikabulkan dengan kantong ajaib

Aku ingin terbang bebas......di angkasa.....

...................................................................................

Anda yang sering nonton televisi pasti tidak asing dengan lagu ini. Tayangan serial anak-anak produksi Jepang yang berjudul Doraemon ini sangat populer di berbagai negara termasuk Indonesia.

Doraemon adalah judul sebuah komik jepang (manga) populer yang dikarang oleh Fujiko F. Fujio sejak tahun 1969. Berkisah tentang kehidupan seorang anak pemalas kelas 5 SD yang bernama Nobi Nobita yang suatu hari didatangi oleh sebuah robot kucing bernama Doraemon yang datang dari abad ke-22. Dia dikirim untuk menolong Nobita agar keturunan Nobita kelak dapat menikmati kesuksesannya, bukan menderita terbeban hutang finansial yang disebabkan karena kebodohan Nobita.

Di hampir setiap kisahnya, setiap kali Nobita gagal dalam ulangan sekolahnya atau setelah diganggu oleh Giant dan Suneo, Nobita mendatangi Doraemon untuk meminta bantuannya. Doraemon biasanya membantu Nobita dengan menggunakan peralatan-peralatan canggih dari kantong ajaibnya. Peralatan yang sering digunakan misalnya "baling-baling bambu" dan "Pintu ke Mana Saja". Sering kali, Nobita berbuat terlalu jauh dalam menggunakan peralatan dari Doraemon dan malah terjerumus ke dalam masalah yang lebih besar.

Kita menginginkan banyak hal dan ketika Tuhan memberinya, kita dengan gampang menyalahgunakannya sehingga kemudian terjerumus ke masalah yang lebih besar. Itulah kira-kira pesan yang hendak disampaikan oleh Fuiko F Fujio, sang pencipta Doraemon.

Dalam bahasa ekonomi keinginan dibedakan dengan kebutuhan. Kita membutuhkan (need) kendaraan untuk transportasi dari rumah ke kantor, tapi kita menginginkan (want) mobil yang bagus seharga satu miliar lebih, meskipun kantong masih cekak.

Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Abraham Maslow dengan cerdas membuat kirarki kebutuhan, yang dikenal sebagai teori Maslow. Menurutnya, kebutuhan terbagi menjadi 4 yaitu kebutuhan fisik/dasar, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori ini digambarkan dalam bentuk piramida dimana bagian dasarnya adalah kebutuhan fisik dan bagian puncaknya adalah kebutuhan aktualisasi diri. Pada umumnya, semakin mapan ekonomi seseorang, kebutuhannya bukan lagi fisik melainkan kebutuhan aktualisasi diri. Demikian masyarakat menterjemahkan teori Maslow.

Banyak orang yang merasa lelah seumur hidup bekerja keras sekedar memenuhi kebutuhan fisik. Seorang kawan yang jeli melihat situasi ini, menyampikan teori piramida terbalik. Melalui teori ini, kawan tadi menyarankan agar kita jangan bersikeras memenuhi kebutuhan fisik saja karena sejatinya Tuhan sudah dengan otomatis menyediakannya. Mulailah dengan berusaha memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam arti positif. Kembangkan kemampuan dan minat, mengabdi kepada masyarakat dengan tulus ikhlas, sisihkan sebagian pendapatan untuk bersedekah, maka kebutuhan fisik otomatis akan terpenuhi. Memberilah, maka akan menerima, demikian pesan bijaknya.

Kembali soal keinginan. Keinginan berlebihan membuat banyak orang rela menyisihkan sebagian penghasilan untuk membayar cicilan hutang yang melampaui batas kemampuan. Sebuah survey yang dilakukan oleh Citibank tahun 2007 menyebutkan bahwa rata-rata para eksekutif bergaji Rp 20an juta/bulan dapat terancam jatuh miskin akibat cara mengelola uangnya yang lebih mementingkan keinginan. Mereka harus mengeluarkan 60% dari gajinya untuk membayar cicilan hutang konsumtif.

Pada awal karirnya mereka bergaji satu-dua jutaan, ketika meningkat menjadi tiga juta, mulai berhutang ke bank untuk membeli sepeda motor. Tatkala naik gaji lagi, hutangnya bertambah lagi untuk mencicil rumah dan mobil, naik gaji lagi untuk membayar cicilan peralatan rumah tangga, dan demikian seterusnya. Semakin tinggi gaji, semakin menginginkan ini-itu banyak sekali dan semuanya keinginan konsumtif.

Apakah keinginan selaku buruk? Tidak juga. Tuhan menciptakan “keinginan” hakekatnya untuk menguji kita, kata pak ustad. Apakah dengan keinginan itu kita bertambah jauh atau bertambah dekat padaNya? Itulah sebabnya kita perlu pandai-pandai mengatur keinginan. “Milikilah keinginan yang membuat kita lebih dekat padaNya,” pesan pak Ustad

Keinginan telah membuat orang menjadi lebih kreatif. Anda ingin terbang di angkasa? Ingin ke bulan? Ingin ke planet lain? Keinginan-keinginan yang pada jaman dulu dianggap dongeng, kini sebagian sudah dapat menjadi kenyataan karena makin banyak ahli yang mampu memenuhi keinginan manusia. Ini terjadi bukan atas bantuan robot kucing dari abad 22 yang bernama Doraemon, melainkan dari karya manusia sendiri. Dan semua keinginan yang menjadi kenyataan, senantiasa disertai pesan, “jangan menyalahgunakannya, karena kelak engkau akan menemui masalah yang lebih besar”.

Ayo kita bernyanyi lagi: Aku ingin begini, aku ingin begitu.......ingin ini ingin itu banyak sekali..........***


Telah terbit buku kumpulan artikel motivasi dan refleksi “Jangan Pulang Sebelum Menang”. Dapatkan di Gramedia, atau pesan ke GitaPustaka, telp: 021.7884 1279.

FORMAT BAHAS REFLEKSI PETERNAKAN 2011

Menghadirkan pembicara kunci Prof Dr Ir Muladno MSA, Forum Media Peternakan (FORMAT) menggelar diskusi Refleksi Peternakan Akhir Tahun 2011 pada Rabu 14 Desember 2011. Dalam diskusi ini hadir pula beberapa tamu undangan diantaranya perwakilan dari Imakahi (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Indonesia), Ismapeti (Ikatan Mahasiswa Peternakan Indonesia), buletin Info Medion, harian Sinar Harapan dan tentunya anggota FORMAT yang terdiri dari media bidang peternakan yaitu Agrina, Infovet, Info Pinsar, Poultry Indonesia, Sinar Tani, dan Trobos.

Acara yang bertempat di gedung ASOHI Lt. 3 tersebut berlangsung dinamis, khususnya saat Prof Muladno yang juga dikenal sebagai Ketua Himpunan Ilmuwan Peternakan Indonesia (HILPI) dan guru besar Fakultas Peternakan IPB memaparkan sejumlah catatan perkembangan peternakan di Indonesia sepanjang tahun 2011.

Prof Muladno memaparkan bahwa dengan disahkannya Undang Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, beberapa peraturan pemerintah harus diterbitkan dalam waktu dua tahun dihitung sejak tanggal 14 Juni 2009 dan beberapa Peraturan Menteri harus diterbitkan dalam waktu satu tahun.

“Namun kenyataannya hal ini belum bisa terwujud. Ternyata tidak mudah menghimpun pemikiran banyak orang untuk menghasilkan peraturan, sehingga sampai saat ini baru satu Peraturan Pemerintah yang disahkan yaitu PP Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumberdaya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak,” urai Muladno.

Prof Muladno melanjutkan, PP lainnya yang sudah mendekati untuk disahkan adalah (a) PP tentang Alat dan Mesin Peternakan dan Kesehatan Hewan; (b) PP tentang Pemberdayaan Peternak; (c) Peraturan Presiden tentang Kawasan Budidaya Ternak; (d) Peraturan Menteri tentang Ekspor dan Impor Ternak dan Produk Hewan; (e) Peraturan Menteri tentang Pewilayahan Sumber Bibit; (f) Peraturan Menteri tentang Penyelamatan Betina Produktif; dan (g) Peraturan Menteri tentang Lembaga Sertifikat Produk bidang Pertanian.

“Sementara untuk bidang Kesehatan Hewan, saya tidak terlibat sehingga kurang mengetahui perkembangan akhirnya,” imbuhnya.

Dengan UU No.18 Tahun 2009 dan PP tentang SDG Hewan dan Perbibitan Ternak, upaya membenahi dan mengoptimalkan usaha pembibitan ternak oleh pemerintah maupun oleh masyarakat dilakukan. Untuk usaha pembibitan yang dimiliki pemerintah, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan khususnya Direktorat Perbibitan berkomitmen memaksimalkan peran dan fungsi Unit Pelaksana Teknis Perbibitan yang tersebar di beberapa provinsi untuk menghasilkan bibit ternak unggul.

Ini sebagai respons positif terhadap hasil peninjauan para pakar pemuliaan ternak ke semua Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) belum lama ini yang mayoritas menyatakan bahwa program pembibitan ternak unggul belum dibuat secara konsisten dan berkelanjutan. Selain itu, sumberdaya genetik lokal tampak semakin terlantar karena tidak memberikan nilai ekonomi yang menguntungkan bagi masyarakat.


Masivnya IB Menggerus Eksistensi Sapi Lokal Murni
Soal penggunaan teknologi inseminasi buatan juga belum tertata baik. Selama ini terkesan bahwa eksploitasi semen asal bangsa sapi eksotik dilakukan hanya untuk mencapai produktifitas ternak dalam rangka menghasilkan daging berkualitas dalam jumlah semakin besar. Dalam konteks budidaya ternak sapi, upaya meningkatkan produktifitas ternak sapi melalui IB sangat benar dan harus dilanjutkan. Namun demikian, dalam konteks Perbibitan, penggunaan IB harus lebih diarahkan meningkatkan kemurnian bangsa ternak lokal dan meningkatkan mutu genetiknya.
“Saya rasa, 5-10 persen dari total sapi lokal murni (khususnya yang jumlah populasinya semakin menurun akibat di-IB dengan semen sapi eksotik) perlu dilestarikan secara berkelanjutan sebagai ‘penghasil stok lokal’ dalam rangka menghasilkan sapi persilangan berproduktifitas tinggi,” ujar prof Muladno berpendapat.

Kebijakan Ekspor-Impor Semen Beku
Dominasi pemerintah dalam perbenihan (sebagai aktor dan fasilitator) sedikit banyak menghambat peningkatan mutu genetik sapi perah khususnya milik peternak berskala kecil. Produksi susu sapi milik peternak rata-rata hanya sekitar 10-12 liter per hari. Jika semen yang digunakan untuk meng-IB tidak dipilih dari pejantan bermutu genetik tinggi, maka sulit untuk memproduksi susu secara lebih tinggi. Pihak Industri Pengolahan Susu (IPS) sampai sekarang (info di awal tahun 2011) belum diijinkan mengimpor semen sapi perah dari pejantan unggul dari luar negeri.
Kebijakan melarang ekspor semen beku sapi Bali ke luar negeri juga kurang tepat. Kekhawatiran bahwa nantinya sapi Bali lebih berkembang di luar negeri daripada di Indonesia menunjukkan bahwa kita hanya bisa mempertahankan kepemilikan SDG sapi Bali (yang unik ini) saja tetapi pesimis untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu genetiknya secara lebih maksimal.

Catatan Bidang Perunggasan
Check off system yang digagas oleh kalangan perunggasan diusulkan agar menjadi cikal bakal dalam penyusunan RPP pemberdayaan usaha di bidang Peternakan dan kesehatan hewan. Check off system adalah sistem penggalangan dana/pungutan dari anggota gabungan perusahaan perunggasan Indonesia yang kemudian digunakan untuk membiayai segala kegiatan promosi dan R&D untuk meningkatkan permintaan pasar, produktivitas dan daya saing komoditas. Dimana promosinya harus bersifat generik dan bermanfaat bagi seluruh pelaku bisnis perunggasan.

Selain itu, menanggapi pertanyaan Samhadi dari Pinsar soal saat ini jumlah peternak semakin sedikit, dan kalaupun tetap hanya berganti pemilik dan tidak bertambah jumlahnya. Prof Muladno berpendapat memang jumlah peternak semakin berkurang, namun skala usaha dari peternak semakin lama semakin besar. Artinya setiap peternak terus berkompetisi untuk mendapatkan efisiensi yang paling baik, dan kita tahu bahwa efisiensi baru bisa dicapai disaat skala produksi semakin besar.

Sehingga tidak tepat kalau keberadaan peternak rakyat/mandiri semakin terpinggirkan. Faktanya mereka juga mampu survive dengan bermitra atau membentuk kemitraan. Dengan berkelompok tentu posisi tawar peternak menjadi semakin besar terhadap integrator atau penyedia sapronak.

Atau bisa juga peternak lebih mengembangkan usaha budidaya ayam lokal/kampung. Karena selain sebagai upaya pelestarian plasma nutfah asli Indonesia. Ayam kampung memiliki segmen pasar sendiri yang tidak tergoyahkan. Permintaan pasar dalam negeri tinggi, pasokan terbatas, harga jual juga jauh lebih tinggi dibanding ayam broiler. Kelemahannya memang diwaktu produksi yang lebih lama, namun ini bisa diatasi dengan program seleksi dan pola sistem pemeliharaan bertingkat. (wan)

..........Selengkapnya baca majalah Infovet Januari 2012

Dirjen Nakkeswan Resmikan Unit Pelayanan Perizinan/Rekomendasi

Dalam rangka meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjenak &Keswan) pada tanggal 2 Januari mengawali tahun 2012 dengan melakukan peresmian layanan satu loket yang disebut “Unit Pelayanan Perizinan/Rekomendasi”. Layanan ini bertugas untuk menerima dan mengeluarkan surat-surat terkait perizinan ekspor impor yang menyangkut komoditi peternakan.

“Hal ini dilakukan sebagai langkah awal ditahun yang baru untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Langkah untuk melakukan pelayanan terbaik yang semakin efektif, efisisen dan transparan sebagai praktek-praktek budaya kerja yang akan diterapkan oleh Ditjenak & Keswan,” ungkap Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Ir Syukur Iwantoro MS MBA kepada Infovet.

Unit Pelayanan ini bertempat di Wing A Lantai 7 Gedung C Kantor Pusat Kementerian Pertanian. Saat ini para pelaku usaha dapat memanfaatkan layanan tersebut dalam pengurusan perizinan terkait peternakan dan kesehatan hewan. Layanan perizinan yang selama dalam pengurusannya membutuhkan waktu lebih kurang 14 hari, dengan adanya Unit Pelayanan ini dipersingkat menjadi 12 hari dan akan terus diusahakan menjadi lebih singkat lagi agar pelayanan lebih efektif, efisien dan transparan.

Syukur Iwantoro menegaskan, cepat lambatnya perizinan juga tergantung dari pengguna jasa layanan dalam mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan, bukan saja hanya surat masuk akan tetapi dokumen-dokumen pendukung perizinan yang dibutuhkan. Dalam tekadnya tersebut Ditjenak Keswan Berjanji memberikan pelayanan yang efektif, tanpa suap, pungli dan gratifikasi.

Ia juga menjelaskan bahwa selama ini lambatnya proses perijinan yang dikeluhkan pelaku usaha tidak melulu disebabkan oleh lambatnya birokrasi di Ditjennak Keswan. Namun karena kendala teknis di pelaku usaha sendiri seperti misalnya tidak lengkapnya dokumen pendukung yang menjadi prasyarat ekspor atau impor. Sementara untuk melengkapi dokumen tersebut pelaku usaha butuh waktu lagi dan mereka menghitung mulainya proses perijinan dari saat memasukkan surat. Padahal kami menghitung dari saat lengkapnya dokumen sehingga bisa diproses dalam waktu paling lama 14 hari.

“Oleh karenanya dengan adanya layanan satu loket ini diharapkan dapat memberi kejelasan bagi pelaku usaha mengenai kelengkapan dokumen apa saja yang dibutuhkan dalam pengajuan ijin ekspor/impornya. Dengan begitu staf kami dapat lebih fokus bekerja karena tidak bersinggungan langsung dengan pelaku usaha,” pungkasnya. (wan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer