Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini USSEC | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

LANJUTAN KONFERENSI USSEC MENGENAI NUTRISI DAN PAKAN UNGGAS

Diskusi panel antara narasumber dengan peserta. (Foto: Dok. Infovet)

Kamis (12/5/2022), USSEC hybrid eventBroiler Nutrition and Feed Technology Conference” kembali dilanjutkan secara live di Menara 165 Jakarta dan daring yang difasilitasi GITA Event Organizer (EO).

Pada sesi pertama konferensi menghadirkan pembicara dari Auburn University US, Wilmer Pacheco, yang memberikan dua materi sekaligus diantaranya mengenai Particel Size for Feeding Broiler dan Hygiene in Feed Production.

Dalam pemaparannya, Wilmer merekomendasikan ukuran partikel untuk pakan starter 0,9-1,0 mm, serta pakan grower dan finisher sebesar 1,2 mm. “Sebab ukuran partikel dapat memengaruhi FCR dan luas permukaan pakan turut berpengaruh terhadap kecernaan dan efisiensi pakan,” jelasnya.

Dia pun juga menjelaskan tentang pentingnya kebersihan produksi pakan untuk mengontrol mikroba yang merugikan. “Dengan cara disain feedmill yang baik, kontrol kualitas dari bahan, kontrol burung dan hewan pengerat, kontrol kepadatan, sanitasi peralatan dan penyimpanan dalam pabrik dan kandang,” kata Wilmer.

Adapun pembicara lainnya yakni Poultry Nutrition Specialist Aviagen, Ruben Kriseldi, yang membahas mengenai Interactive Effects of Branched-chain Amino Acids in Broiler Production. Ia menekankan, asam amino bercabang mempunyai peranan penting karena berfungsi dalam sintesis protein tubuh, pertumbuhan bulu dan tulang, juga transpor glukosa serta metabolisme lemak.

Diskusi panel antara narasumber dengan peserta. (Foto: Dok. Infovet)

Sementara pada sesi kedua, turut ditampilkan narasumber President RO Feed Association, Iani Adrian Chihaia, yang mengupas informasi mengenai Formulating Feed for Poultry: Ecomonic and Enviromental Objective, dilanjutkan pemaparan Technical Service Manager Evonik, Richad Lim, mengenai Improving and Maintaining a Healthy Poultry Gut in the AGP Free Era dan Senior Technical Advisor USSEC, Richard Han, soal Overview Broiler Production in China.

Disetiap penghujung sesi presentasi digelar diskusi panel antara narasumber dengan peserta yang terlihat antusias. Konferensi hari terakhir ini pun dihadiri oleh lebih dari 100 orang peserta. (RBS)

USSEC GELAR KONFERENSI SOAL NUTRISI DAN PAKAN UNGGAS BERSAMA GITA EO

Broiler Nutrition and Feed Technology Conference yang berlangsung secara hybrid. (Foto: Dok. Infovet)

US Soybean Export Council (USSEC) difasilitasi oleh GITA Event Organizer (EO) menyelenggarakan “Broiler Nutrition and Feed Technology Conference” pada 11-12 Mei 2022, yang berlangsung secara hybrid di Menara 165 Jakarta dan daring.

Pada hari pertama, konferensi dihadiri lebih dari 150 orang dengan menampilkan enam pembicara yang andal di bidangnya. Dipandu oleh Country Director Indonesia USSEC, Ibnu Edy Wiyono, acara diawali dengan pemberian sambutan dari Agicultural Consellor FAS U.S Embassy Jakarta Indonesia, Rey Santella.

“Kita sangat mendukung kegiatan konferensi ini, khususnya mengenai nutrisi dan teknologi pakan untuk unggas. Semoga konferensi ini memberi banyak informasi bagi semua,” kata Rey.

Kegiatan yang dimulai pukul 08:00 WIB dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama pemaparan diawali oleh Regional Director USSEC SEA & Oceania, Timothy Loh, yang membahas mengenai US Soy Sustainability and Sustainable Sourcing. Dilanjutkan oleh Nutrisionist Cobb Asia Pasific, Suttisak Boonyoung, dengan materi Broiler Nutrition Past and Current.

Kemudian dari Auburn University US, Wilmer Pacheco, yang membawakan materi Critical of Early Feeding on Broiler dan Senior Technical Service Manager Animal Nutrition Evonik (SEA) Pte. Ltd, Mubarak Ali, mengenai Digitalization Next Stage of Optimization in Broiler Production.

Pada sesi kedua, President RO Feed Association, Iani Adrian Chihaia, menjadi narasumber berikutnya yang membawakan materi Soy Industry 4.0 in Europe: Value Added Soy Products. Dilanjutkan dengan penampilan Technical Consultant Animal Nutrition USSEC Indonesia, Budi Tangendjaja perihal In Line Quality Control in Feed Manufacturing dan Suttisak Boonyoung mengenai Fiber in Broiler Nutrition and Health.

Pada tiap akhir sesi diadakan tanya jawab yang berjalan sangat dinamis. Kegiatan konferensi ini masih berlanjut pada Kamis (12/5/2022), dengan narasumber lainnya. (RBS)

INDONESIA LAYER FEED NUTRITION CONFERENCE DIGELAR SECARA VIRTUAL

Indonesia Layer Nutrition and Feed Technology Conferece digelar secara virtual

Indonesia Layer Feed Nutrition Conference digelar secara virtual pada Rabu, 9 Juni 2021. Acara tahunan yang digagas oleh US Soybean Export Council tersebut merupakan gelaran rutin yang digelar tiap tahunnya bergantian dengan Broiler Feed Nutrition Conference (USSEC), namum karena pandemi Covid-19 acara tersebut digelar secara virtual, kata Timothy Loh Regional Director USSEC South East Asia & Oceania.

Dalam sambutannya Timothy juga menyampaikan urgensi krisis pakan bagi ternak dalam masa pandemi yang masih belum selesai. Hal ini dikarenakan beberapa negara melakukan pembatasan kegiatan ekspor dan impornya. Namun begitu Timothy berjanji kepada para customernya di Indonesia bahwa USSEC berkomitmen untuk tetap melayani dan menjadi partner terbaik meskipun pandemi masih melanda, sehingga mereka tidak perlu khawatir.

Sesi pembuka presentasi disampaikan oleh Henry Hendrix, General Manager Hendrix Genetics. Dalam presentasinya Henry menyampaikan berbagai perkembangan terbaru mengenai genetik layer modern.Misalnya layer modern memiliki performa produksi yang baik ketimbang layer di tahun 90-an dimana pada layer modern, produksi telurnya masih tinggi pada usia 100 minggu-an. Berdasarkan data yang dijabarkan Henry, layer modern dapat bertelur sebanyak 505 butir dalam satu siklus hidup selama lebih dari 100 minggu, jauh berbeda pada tahun 90-an yang hanya dapat menghasilkan 260-an butir telur pada masa pemeliharaan yang hanya sampai 80-90 minggu.

Prof. Budi Tangendjaja hadir sebagai presenter kedua, dalam gilirannya ia menjabarkan performa produksi dan karakteristik layer di Indonesia. Di sini Prof. Budi menjabarkan berdasarkan data dan pengalamannya di lapangan selama menjadi konsultan. Sebagai contoh ia menjelaskan bahwa karakteristik peternakan layer di Indonesia masih didominasi peternak yang memelihara ayamnya secara tradisional. 

"Pemeliharaan masih sederhana, kandang masih tradisional, masih menganggap pakan dengan kadar protein tinggi adalah yang terbaik. Ini masih menjadi karakteristik peternak kita, jadi menurut saya peternak seperti menyia-nyiakan potensi genetik yang dimiliki layer modern. Makanya saya selalu ajak mereka untuk membenahi manajemen pemeliharaan, terutama di sisi pakan," tutur dia.

Namun begitu meskipun masih di dominasi peternakan tradisional, Budi mengungkapkan bahwa sebenarnya Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara penghasil telur terbesar di Asia bahkan dunia. Hal ini menurut Budi bukanlah tanpa dasar, Indonesia berada di peringkat 9 penghasil telur dunia menurut data FAO.

"Kita punya potensi, di Indonesia punya jagung, DOC layer jantan di sini laku, ayam afkir di sini laku, manure juga laku, peternak di sini banyak tertolong akibat kondisi - kondisi tadi, tinggal manajemennya saja diperbaiki dan jangan lupa peran pemerintah juga harus diperkuat dengan menghasilkan kebijakan yang produktif untuk dunia perunggasan di sini," pungkasnya. 

Perhelatan ini sejatinya digelar selama dua hari, yakni pada 9-10 Juni 2021. Pembicara yang terlibat di dalamnya pun bukan kaleng - kaleng, mereka adalah para ahli dan expert di bidang ayam petelur dan berpengalaman selama puluhan tahun di bidangnya. (CR)


Menunggu Rekomendasi Terbaru Pakan Broiler Modern: "Tepat dan Semakin Menguntungkan"

Suasana seminar USSEC. (Foto:Infovet/Untung)

Sudah hampir lebih dari 20 tahun, tidak adanya rekomendasi tentang komposisi pakan (ransum) untuk ayam broiler. Rekomendasi terakhir yang sampai saat ini masih banyak menjadi acuan dan bahkan menjadi pedoman adalah hasil National Research Council (NRC) tahun 1994 silam.

Sedangkan beleid tentang hal itu keluar untuk pertama kali pada tahun 1957. Selama ini sebenarnya ada beberapa institusi yang menghasilkan dan mengeluarkannya. Sebut saja, pabrik asam amino, perusahaan bibit ayam, konsultan independen dan NRC. Lembaga NRC adalah yang saat ini paling banyak ditunggu-tunggu.

Jika beberapa waktu yang lalu sampai 2018 ini, referensi sebagai pedoman untuk menyusun ransum pakan oleh pihak pabrikan hampir selalu mengacu terhadap rekomendasi NRC tahun 1998. Maka menurut Budi Tangendjaja, Peneliti Balitnak, kemungkinan besar akhir 2018 atau setidaknya pada awal 2019, NRC akan segera mengeluarkannya. Sebab saat ini ayam broiler modern sudah saatnya juga memiliki dan memakai komposisi ransum yang termutakhir. Demikian inti paparannya saat tampil dalam Konferensi Teknologi Pakan dan Nutrisi Broiler Indonesia, yang dilaksanakan 11-12 Desember 2018, di Hotel Hyatt Regency Yogyakarta.


Kegiatan tersebut memberikan kesempatan kepada para pakar pakan ternak, khususnya konsultan dari USSEC (US Soybean Export Council)Dalam panel diskusi itu dibahas tentang perkembangan dan kemajuan teknologi pakan broiler. Acara yang diselenggarakan oleh USSEC itu diikuti hampir 100 orang, yaitu para nutrisionis lapangan (pengelola farm komersial) hingga nutrisionis feedmill, akademisi dan para peneliti pakan ternak.

Budi Tangendjaja juga menguraikan tentang sejarah ramuan pakan unggas. Ia yang juga Konsultan USSEC Indonesia, mengungkapkan bahwa ayam broiler sangat cepat mengalami perubahan kemajuan. Otomatis, ransumnya harus mengikuti. Memang benar, meskipun faktor dominan terhadap pertumbuhan berat badan ayam broiler adalah "genetik".

"Namun demikian, aspek pakan juga tak bisa bersikap konservatif, artinya harus berada tepat dbelakang perkembangan kemajuan genetik," jelasnya.

Menurut dia, kebutuhan asam amino jenis Lysin pada ayam broiler modern sangat penting. Ini dibuktikan dengan proporsi asam amino itu dalam ransum pakan berpengaruh kuat terhadap kecepatan pertumbuhan.

"Selain itu, pertumbuhan yang cepat mempunyai korelasi positif terhadap efisiensi produksi. Oleh karena itu, di massa milenial ini, broiler modern mutlak butuh ransum baru yang dapat mengikuti kecepatan pertumbuhannya," pungkasnya. (iyo)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer