Ternak puyuh adalah bisnis yang berkelanjutan. (Foto: Infovet/Ridwan) |
Prospek bisnis puyuh di Indonesia sangat menjanjikan. Kebutuhan nasional mencapai 7 juta butir per hari, sedangkan produksi hanya mampu mencukupi sekitar 4 juta butir per hari. Bahkan omzet usaha ini tiap hari mencapai Rp 1,2 miliar.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Puyuh Indonesia sekaligus pemilik PT Slamet Quail Farm, Slamet Wuryadi, ketika dihubungi Infovet, Senin (18/3).
“Per hari se-Indonesia database kami 4 juta butir yang saya ketahui berdasarkan kapasitas saya sebagai Ketua Asosiasi Puyuh Indonesia,” kata Slamet. Nilai 4 juta dikalikan Rp 300 per butir on farm, maka angkanya mencapai Rp 1,2 miliar perhari dengan populasi puyuh saat ini sekitar 7 juta ekor.
Lebih lanjut Slamet menjelaskan, produktivitas reproduksi burung puyuh sangat baik sehingga mendorong tingkat produksi yang tinggi. Pada usia 45 hari, burung puyuh sudah mampu bereproduksi dengan tingkat produksi telur sebanyak satu butir per hari, begitu pun di hari-hari berikutnya.
“Ternak puyuh ini adalah bisnis yang berkelanjutan, karena burung puyuhnya terus bertelur setiap hari,” ujarnya.
Slamet menyebut, apabila dihitung secara ekonomis dan nilai gizi tiga butir telur puyuh seharga Rp 900, sama dengan nilai protein sebutir telur ayam kampung seharga Rp 2.500. Artinya konsumen juga dapat menikmati keuntungan tersendiri dengan mengonsumsi telur puyuh dibanding telur ayam.
Wirausaha Milenial
Merujuk pada suplai telur puyuh, program Kartu Jakarta Pintar (KJP) sebanyak 21 juta butir atau sekitar Rp 6,3 miliar. Jika dibandingkan dengan jumlah telur ayam sebanyak 600 ton, alokasi anggaran yang harus dikeluarkan berkisar Rp 15 miliar. “Jadi lebih ekonomis di puyuh, ini peluang,” katanya.
Slamet mengatakan, kebutuhan puyuh di wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Banten dikisaran 13,5 juta butir telur puyuh per minggu. Pihaknya mendorong pemerintah untuk membantu pergerakan aktivitas kelompok tani dari segi akses permodalan, bantuan bibit dan akses pakan yang terjangkau guna menggerakkan sektor ternak puyuh.
Hal itu guna menumbuhkan minat berwirausaha di kalangan milenial. Dia mengemukakan, usaha ternak puyuh sangat cocok untuk kalangan milenial, terlebih masih banyak kampanye negatif tentang puyuh yang diklaim memiliki tingkat kalori yang tinggi, sekitar 3.640.
Hadirnya program Santripreneur dan Kelompok Tani Milenial, dia berharap ada gebrakan massif lewat informasi digital untuk menangkal kampanye negatif puyuh.
Rendah Kolesterol
Pengkajian yang dilakukan Balai Penelitian Ternak (Balitnak), kandungan kolesterol puyuh hanya 213 miligram (mg) per 100 gram, penelitian UGM 252,75 mg per 100 gram dan menurut BPPTP Ristek kandungannya 318,4 mg per 100 gram.
“Anggapan telur puyuh kolesterolnya tinggi bahkan tidak boleh dikonsumsi, itu salah besar. Justru kolesterolnya paling rendah dibanding telur unggas lainnya,” jelas Slamet.
Selain itu, kandungan protein pada daging puyuh mencapai 22,13% dan lemak 0,47%, sementara telurnya memiliki kandungan protein 10,5% dan lemak 4,9%. “Telur puyuh juga kaya akan kandungan omega 3 dan 6 yang sangat tinggi,” terang dia.
Regulasi
Kementerian Pertanian tengah didorong untuk mengatur regulasi di sektor bisnis burung puyuh agar tidak tersentuh korporasi maupun perusahaan ternak terintegrasi. Regulasi tersebut diharapkan dapat menjaga kestabilan harga di tingkat peternak mandiri.
“Konglomerasi belum masuk dalam wirausaha puyuh ini, jadi bentuknya masih UMKM (usaha mikro kecil dan menengah). Kita sangat berharap UMKM ini bisa tetap bertahan,” harapnya.
Dia menjelaskan, saat ini sektor ternak burung puyuh masih masuk ke dalam sektor industri ternak aneka. Belum ada upaya pemerintah untuk mengkhususkan sektor puyuh sebagai proyek ternak strategis.
Padahal, seperti yang sudah dijelaskan, populasi puyuh di Indonesia saat ini mencapai 4 juta butir per hari. Jika jumlah tersebut dikalikan dengan ongkos produksi sebesar Rp 300 per butir, maka omzet telur puyuh mencapai Rp 1,5 miliar per hari.
“Kalau kita bagi, Rp 600 juta biaya pakannya saja, Rp 600 juta dinikmati seluruh UKM se-Indonesia yang berjumlah 1.500-an, maka artinya gaji peternak puyuh sehari bisa Rp 400 juta,” tukasnya.
Demi menjaga keberlanjutan usaha puyuh, pihaknya perlu menyampaikan kepada pemerintah untuk mulai memperhatikan sektor peternakan puyuh. Baik dari kepastian regulasi, ketersediaan pakan ternak, hingga pemasaran dan membantu mempromosikan puyuh ke seluruh lapisan masyarakat sebagai produk peternakan yang sehat. (NDV)