Salah satu perusahaan terkemuka di bidang pengolahan pangan yakni Food Processing Technology (FPT) kini secara resmi hadir di Indonesia. Dengan bangga, mereka meresmikan pembukaan markas barunya yang diberi nama Food Technology Center yang terletak di Komplek Pergudangan Airport City, Teluk Naga, Banten pada Senin (14/10) yang lalu.
Dengan membawa nama PT FPT Food Processing Technology Indonesia, mereka berharap dapat mendukung perkembangan industri pengolahan pangan sekaligus menunjukkan eksistensinya melalui inovasi dan teknologi yang mereka miliki.
Dalam sambutannya, Axel Arras selaku Chairman FPT Group of Companies menyatakan rasa bangganya atas berdirinya FPT di Indonesia. Menurut Axel, industri pangan kini menghadapi tantangan global layaknya isu ketahanan pangan antar negara, perubahan iklim, nutrisi dan kesehatan, serta isu lainnya.
"Berdirinya Food Technology Center ini diharapkan dapat memberi solusi bagi industri pangan di Indonesia dimana kami yakin bahwa efisiensi serta keberlanjutan industri ini sangatlah penting karena manusia membutuhkan makanan yang bergizi, aman, layak, dan berkelanjutan," tuturnya.
Tidak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada seluruh timnya, mitra, serta semua stakeholder yang telah mendukung FPT yang telah bekerja dalam mewujudkan Food Technology Center tersebut. Tentunya kata Axel, sudah menjadi komitmen bagi FPT untuk berkontribusi untuk memajukan industri pangan di daerah Asia dan seluruh dunia. Hal ini ditunjukkan dengan berdirinya fasilitas serupa di beberapa negara seperti Tiongkok, FIlipina, Uni Emirat Arab, dan bahkan Mesir.
Transformasi Dalam Peningkatan Value
Lebih lanjut dipaparkan oleh Axel Arras dalam wawancara eksklusifnya bersama awak media, komitmen FPT dalam mewujudkan industri pangan yang berkelanjutan bukanlah omong kosong belaka.
Axel mengatakan, di masa kini ketika industri pangan bertransformasi menjadi semakin besar, orang - orang tidak hanya mencari sumber pangan yang sehat, bergizi, serta aman dikonsumsi saja, akan tetapi juga berkelanjutan dan memiliki traceablity yang jelas, hal tersebut dinilainya sebagai suatu value yang harus dipenuhi.
"Saya memiliki pengalaman puluhan tahun di bidang ini, sejak zaman kakek saya mendirikan RPH tahun 1900-an di Jerman, pernah menjadi juara dunia dalam lomba pembuatan sosis, hingga kini kami mengembangkan industri ini. Kami terus bertransformasi menjadi semakin lebih modern, membuat konsep save from farm to fork menjadi nyata. Kami memiliki semua teknologi itu, bahkan bukan hanya mesin, tetapi juga Artificial Intelligence (AI) yang dapat melacak dari peternakan mana pangan yang kita makan berasal. Bisa dibilang kami di Asia yang memiliki teknologi tersebut," tuturnya.
Ia melanjutkan, bahwa customer dan calon customer di Indonesia tidak perlu khawatir karena teknologi yang dimiliki FPT bersifat tailor made alias dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, dan FPT sendiri juga bersifat customer oriented dimana FPT akan menyesuaikan dengan yang dibutuhkan oleh customer.
Dirinya juga mengatakan bahwa Food Technology Center yang ada di Indonesia tidak hanya dijadikan showroom tetapi juga showcase dimana proses yang tadi ia sebutkan berlangsung. Orang yang datang akan diperlihatkan secara langsung bagaimana FPT mengolah bahan pangan menjadi pangan olahan yang aman, sehat, bergizi, dan traceable di situ.
"Food Technology Center akan berfungsi sebagai pusat penelitian, inovasi, dan inkubator, tempat para ilmuwan, juru masak, pengusaha, dan insinyur dapat berkolaborasi untuk mengembangkan solusi yang mereka hadapi, ini adalah core dari bisnis kami," tuturnya.
Kontribusi FPT Dalam Industri Pangan
Selain berbisnis, FPT juga berkomitmen untuk berkontribusi pada tempat dimana mereka beroperasi. Axel memberi contoh, di Thailand dua tahun sebelum mereka merintis bisnis ini, ia melihat bahwa industri sosis di Thailand banyak menggunakan Sodium Benzoat dalam komposisinya sebagai pengawet dan memperpanjang daya simpan.
Ia tahu betul bahwa penggunaan Sodium Benzoat dalam jumlah yang melampaui ambang batas dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia seperti alergi hingga kanker. Oleh karenanya misi pertama FPT di Thailand, negara tempat mereka berdiri adalah mereduksi penggunaan Sodium Benzoat bahkan sampai nol.
"Kami mencoba mengembangkan teknologi pengawetan secara alami dengan asam dari botol wine. Penggunaan asam tersebut memperpanjang daya simpan bagi produk pangan olahan, tetapi tidak berefek buruk bagi kesehatan manusia. Sampai saat ini, hal tersebut sukses di Thailand, Sodium Benzoat tidak digunakan lagi dalam pengawetan makanan di sana," tutur Axel.
Oleh karenanya Axel menyebut bahwa kesuksesan bisnis bukan hanya berasal dari berapa penjualan yang dilakukan, akan tetapi juga dari seberapa besar suatu perusahaan dapat berkontribusi di suatu tempat mereka beroperasi menjadi lebih baik. (CR)
0 Comments:
Posting Komentar