![]() |
Antusiasme peserta kegiatan Sosialisasi Sertifikasi Pupuk Organik. |
Kepala
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi Sumatera Barat
(Sumbar), Sukarli SPt MSi, membuka kegiatan Sosialisasi Sertifikasi Pupuk
Organik Entrepreneur Milenal yang diselenggarakan secara daring, Kamis (4/7).
“Melalui
sosialisasi ini, kami perlu sampaikan setiap peredaran produk hasil pertanian diwajibkan
memiliki sertifikasi untuk memastikan mutu produk yang dihasilkan,” kata Sukarli.
Pupuk
organik, salah satu bahan bakunya adalah dari limbah peternakan yang kemudian dimanfaatkan
menjadi pupuk kompos.
“Setiap
bahan baku yang dihasilkan oleh limbah peternakan jika diolah dengan SOP, maka
dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos. Apakah pupuk kompos itu kemudian bisa
otomatis menjadi pupuk organik, maka peran sertifikasi ini yang kami
sosialisasikan,” imbuh Sukarli.
Sesi
berikutnya adalah pemaparan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) Sumbar yang hari
ini hadir sebagai pembicara yaitu Pastaliza STP MSi. Dipandu moderator Nirmala
SPt MSi, Kepala Bidang Bina Usaha Disnakkeswan Sumbar sekaligus Ketua Panitia
kegiatan ini.
Pupuk
organik sering disebut pupuk kompos adalah bahan yang sebagian besar atau
seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, hijauan
tanaman, kotoran hewan (padat dan cair) yang telah mengalami proses dekomposisi,
serta digunakan untuk memasok hara tanaman dan memperbaiki ingkungan tumbuh
tanaman.
“LSO
dalam hal ini sebagai lembaga yang bertanggung jawab melakukan sertifikasi
maupun verifikasi bahwa produk yang dijual atau dilabel sebagai ‘organik’ telah
diproduksi, diolah, disiapkan, ditangani dan diimpor sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI)," jelas Pastaliza.
Lebih
lanjut dijelaskan mengenai peraturan dan standar yang digunakan dalam kegiatan
sertifikasi pupuk organik diantaranya SNI 6729:2016 tentang Sistem Pertanian Organik;
Permentan 64 Tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik; Permentan No 1 Tahun
2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik, Pupuk Hayati Pembenah Tanah; Kepmentan
261 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik, Pupuk Hayati
dan Pembenah Tanah; Kepmentan 262 Tahun 2019 tentang Lembaga Uji Mutu dan Uji Efektifitas
Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah.
Pastaliza
menerangkan persyaratan sertifikasi pupuk organik antara lain SOP harus mengacu
ke SNI 6729:2016 dan Permentan 64 tahun 2013 kemudian tidak boleh menggunakan
bahan kimia sama sekali. “Jika akan menggunakan dekomposer pabrikan, harus
sudah disertifikasi organik,” tandasnya.
Menyoroti
kondisi tanah yang semakin padat dan keras sekaligus ketersediaan pupuk kimia
yang langka karena harganya mahal, solusi untuk menghindari ketergantungan
pemakaian pupuk kimia pada budidaya tanaman adalah dengan penggunaan pupuk
organik. (NDV)
0 Comments:
Posting Komentar