“Sampai
saat ini, peternakan babi kita tidak atau belum kena penyakit mulut dan kuku
(PMK). Namun demikian, kiita tetap harus waspada,” tandas Ketua Umum Asosiasi
Monogastrik Indonesia (AMI), Dr Sauland Sinaga SPt Msi.
Pernyataan
tersebut disampaikan Sauland dalam sesi akhir webinar nasional “Dampak dan Antisipasi
Masuknya PMK di Indonesia Bagi Peternakan Babi” yang diadakan Jumat (27/5)
secara daring.
Pembicara
webinar yaitu Dewan Pakar Bidang Kesehatan Hewan AMI, Drh Tri Satya Naipospos
Hutabarat MPhil PhD yang berhalangan hadir, pemaparan presentasi diwakili oleh
Drh Yohanes Simarmata MSc selaku Anggota Dewan Pakar Bidang Kesehatan Hewan AMI
dan Ketua AMI Nusa Tenggara Timur.
Dipaparkan
Yohanes diantaranya mengenai wabah PMK yang melanda peternakan babi yang
terjadi di negara Asia Timur seperti di China, Taiwan, Korea Selatan, Korea
Utara, dan Hongkong.
“Ada
7 kali wabah PMK yang terjadi sepanjang tahun 2010-2011 di peternakan babi pada
negara tersebut. Wabah PMK pada babi paling besar terjadi di taiwan pada tahun
1997,” sebut Yohanes.
Sebanyak
6.147 ribu peternakan babi dengan lebih dari 4 juta ekor trinfeksi dan 37,7%
babi di Taiwan baik karena mati (0,18 juta ekor) atau dimusnahkan (3,85% juta
ekor). Akibat wabah PMK, Taiwan tidak bisa melakukan ekspor babi dan produk
babi selama 24 tahun.
Sementara
Sauland menambahkan, kasus PMK di Inggris terjadi di tahun 2001 merujuk pada
sumber DEFRA (Departement of Environment, Food, & Rural Affairs UK). Sebanyak
146.000 ekor babi dimusnahkan.
Lebih lanjut Sauland mengatakan ternak babi berpotensi terinfeksi PMK banyaknya melalui oral. “Bagaimanapun paling penting upaya mencegah
PMK masuk ke peternakan babi dengan memperketat lalu lintas ternak antar pulau,
antar provinsi maupun zona,” tegasnya.
Pada
acara yang sama, Drh Arif Wicaksono selaku Kasubdit Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Hewan Ditkeswan mengemukakan perihal pelaksanaan biosekuriti dan
pengolahan swill feeding. Salah satu poin pentingnya adalah tidak disarankan
memberikan pakan kepada ternak babi menggunakan sisa makanan.
Arif
juga menjelaskan pengendalian lalu lintas ternak dalam hal ini pada tingkat peternak,
pemerintah dengan bantuan berbagai pihak terkait melakukan pendampingan pada
peternak untuk tidak menjual ternak sakit dengan melakukan terapi supportif
pada hewan sakit. (NDV)
0 Comments:
Posting Komentar