Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini MODEL INCLUSIVE CLOSED LOOP: OPTIMISME MENAIKKELASKAN PETERNAK DOMBA KAMBING | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MODEL INCLUSIVE CLOSED LOOP: OPTIMISME MENAIKKELASKAN PETERNAK DOMBA KAMBING

Kadin menginisiasi model inclusive closed loop (Foto: Infovet)

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menginisiasi model kemitraan inclusive closed loop, sebuah sistem kerja sama di sektor agribisnis yang dapat menguntungkan para pelakunya dari hulu sampai hilir, termasuk peternak. Topik tersebut mengemuka dalam webinar ‘Inclusive Closed Loop, Upaya Menaikkelaskan Peternak Domba Kambing’, berkolaborasi dengan Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI).

“Kondisi umum peternak domba dan kambing saat ini 93 persen adalah peternak kecil dengan skala usaha 3 sampai 10 ekor,” kata Tri Hardiyanto, Ketua KOMTAP Peternakan Kadin Indonesia membuka acara webinar, Kamis (10/3/2022).

Para peserta webinar

Tri menambahkan kualitas bibit dan produktivitas yang rendah kemudian inefisien perkandangan serta tidak adanya integrasi dengan sistem pasar, hal ini menguak sisi lain dari usaha ternak domba dan kambing di mana potensi pangsa pasar hilir domba dan kambing masih terbuka lebar baik domestik maupun potensi ekspor.

“Terlebih pangsa pasar khususnya yang terkait dengan ibadah seperti akikah dan kurban,” lanjutnya.

Program inclusive closed loop ini diharapkan dapat menjadi model pemberdayaan dan peningkatan skala usaha peternak sekaligus menciptakan ekosistem di dalam stakeholder peternakan.

HPDKI juga telah melakukan terobosan dengan pendekatan closed loop untuk menuju arah korporasi peternakan. Ketua Umum HPDKI, Ir Yudi Guntara Noor SPt IPU menerangkan lima tahapan pendekatan tersebut.

“Dalam pendekatan closed loop HPDKI menitikberatkan pada pasar dan insentif harga sebagai tahap pertama. Berbicara agribisnis peternakan, jika pasarnya tidak ada maka insentifnya tentu sulit,” ujar Yudi yang juga KOMTAP Peternakan Kadin Indonesia.

Lebih lanjut Yudi mengungkapkan, lima tahun yang lalu insentif harga ternak ruminansia kecil terlalu rendah. Oleh sebab itu, HPDKI bersama Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementan membuka peluang ekspor.

“Kami melihat, murahnya harga ternak domba dan kambing di Indonesia ini menjadi sebuah daya saing untuk mengisi pasar ekspor. Begitu pasar ekspor dibuka, harga di tingkat peternak membaik. Insentif ini digunakan sebagai modal awal peternak untuk mau melakukan korporasi,” papar Yudi.

Yudi menambahkan, pasar untuk pelaku usaha ternak domba dan kambing terbuka dan makin banyak pilihan baik di lokal, ekspor, kuliner serta serapan dari kegiatan akikah dan hari raya kurban.

Tahapan kedua, Yudi melanjutkan yaitu skala usaha dan produktivitas. Dari tahap ini, akses pembiayaan skala usaha 5 ekor, HPKDI mencoba melakukan pendekatan agar peternak dapat memperoleh akses ke sumber keuangan untuk mengajukan program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Bunga dari program KUR ini yang cocok bagi para peternak. “Nilai 100 juta sekarang ini bisa untuk memelihara sampai 60 ekor penggemukan atau 30 ekor untuk membeli bibit pembiakan,” tambahnya.

Menurut Yudi yang berkaitan dengan produktivitas, skala usaha ternak domba dan kambing akan terus ditingkatkan.

Peternak kita termasuk medium type atau bukan penghasil. Di Indonesia, kambing punya nama sedangkan domba ini yang punya daging.

“Oleh karenanya kita perbaiki di peternakan domba dengan memasukkan pejantan unggul pada tahun 2018 atau dengan cross breed lalu menghasilkan sebuah jenis ternak persilangan lokal dan bibit unggul. Upaya persilangan ini produktivitas menunjukkan peningkatan 100 persen yakni dari segi penggemukkan 160-250 gram per ekor per hari,” sebut Yudi.

Sementara tahap ketiga adalah inklusi keuangan-KUR, keempat supply chain/integrasi hulu hilir, dan sustainability.

Berkelanjutan

Dr Ir Musdhalifah Machmud MT, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI mengatakan model kemitraan inclusive closed loop ini melibatkan multi stakeholder untuk membangun ekosistem rantai pasok yang terintegrasi.

Diantaranya kolaborasi pemerintah, akademisi, BUMN, BUMD, perbankan, pelaku usaha swasta, para peternak serta asosiasi yang menjalankan peran sesuai tugas dan fungsinya.

“Khusus untuk sektor peternakan perlu mapping stakeholder dan skema kemitraan. Mulai dari penyedia sapronak, pembiayaan, asuransi, teknologi, offtaker hinga pendampingan untuk memastikan ekosistem dari hulu ke hilir berkelanjutan,” ujar Musdhalifah.

Tantangan Usaha Ternak Domba dan Kambing

Tantangan usaha peternakan domba dan kambing, Musdhalifah menambahkan, diantaranya pemenuhan untuk penggemukan domba dan kambing di atas 5000 ekor atau dalam skala besar tidak ada. Sementara usaha breeding dihadapkan pada tantangan untuk mendapatkan bibit yang unggul.

Menurut Musdhalifah, tantangan ini menjadi peluang pengembangan usaha kambing domba baik breeding maupun penggemukan sehingga menjadi tumpuan masyarakat peternak untuk meningkatkan perekonomian keluarga hingga wilayahnya.

Sekretaris Ditjen PKH Drh Makmun MSc menuturkan peluang dan tantangan pengembangan domba dan kambing dapat dilakukan dengan langkah membangun kebersamaan. “Kita bangun dengan model kandang-kandang komunal. Jadi peternak dapat memperoleh kemudahan untuk menerima fasilitas dari pemerintah hingga pelayanannya. Saya pikir bisa ya dengan 1000 populasi ini, 1 kelompok 1 komunal dan kita pastinya mendorong terbentuknya korporasi,” papar Makmun.

Konsumsi Protein

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Bidang Pertanian Kadin Indonesia, Arif P Rakhmat menyampaikan data dari Badan Ketahanan Pangan menunjukkan konsumsi protein di Indonesia sebesar 62,05 gram per kapita, setiap harinya di tahun 2020.

Konsumsi protein asal pangan hewani sebanyak 21,28 gram atau 34,3 persen. Daging adalah sumber protein dari hewani dan menurut FAO, tingkat konsumsi daging di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata tingkat konsumsi dunia.

“Dengan demikian pasar di dalam negeri untuk kebutuhan daging masih terbuka lebar dan optimis akan meningkat, seiring dengan tingkat kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Kebutuhan daging di Indonesia memang masih banyak dipenuhi dari impor, hal ini harus disoroti karena ada faktor produktivitas dalam negeri.

“Hal ini juga terkait dengan tata kelola dan skala ekonomi yang menjadi unsur penting dan mendasar guna mencapai tingkat efisiensi, serta tingkat produktivitas yang optimal,” tandas Arif. (NDV)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer