Pengukuhan Prof Ir Ambar Pertiwiningrum MSi PhD sebagai Guru Besar Fapet UGM (Foto: Istimewa) |
Sumber Daya Manusia
(SDM) berperan penting sebagai agent of
change dan merupakan kunci keberhasilan pengelolaan peternakan
terintegrasi, khususnya dalam hal pemanfaatan limbah peternakan. Limbah
peternakan dan hasil ikutan ternak saat dipotong sangat bernilai ekonomi tinggi
apabila dikelola secara terpadu oleh SDM yang unggul dan lembaga yang selalu
melakukan perubahan untuk peningkatan kemampuan. Dengan demikian, berdampak
terhadap peningkatan perekonomian perdesaan dan dapat menurunkan efek gas rumah
kaca.
Hal
tersebut diungkapkan oleh Prof. Ir. Ambar Pertiwiningrum, M.Si., Ph.D., IPM.,
ASEAN. Eng saat ditemui di kampus Fakultas Peternakan UGM, Senin (23/12)
Ambar
yang baru saja dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Peternakan tersebut mengatakan,
peternakan terbukti berkontribusi pada pencemaran tanah dan air, yakni limbah
peternakan menghasilkan emisi gas metan yang menyebabkan perubahan iklim. Fakta
ini mendorong penerapan praktik peternakan terintegrasi yang dapat dikelola untuk
menyuplai kebutuhan pangan dalam negeri dan sekaligus ramah lingkungan dengan
dikelolanya limbah peternakan dengan baik dan bernilai ekonomi.
Menurut
Ambar, diperlukan adanya revitalisasi pengelolaan limbah peternakan dan hasil
ikutannya yang ramah lingkungan dan berorientasi
ekonomi dengan prinsip 3R, yaitu: Reduce (mengurangi),
Re- use (menggunakan kembali), dan Re-cycle (mendaur-ulang). Selain itu,
revitalisasi pemeliharaan dan penanganan limbah peternakan juga harus mengacu
pada circular economy atau ekonomi
siklus sebagai praktik bisnis yang menguntungkan dengan memanfaatkan limbah dan
produk samping/hasil ikutan dari aktivitas peternakan.
Circular economy didefinisikan sebagai
sebuah sistem dengan mempertahankan nilai dari produk, material, dan sumber
daya di dalam siklus ekonomi selama mungkin sehingga limbah dan hasil ikutan
ternak dapat diminimalkan atau disebut dengan zero waste. Dalam konteks ini, circular economy tidak hanya berfokus pada pengurangan limbah dengan prinsip 3R tetapi bagaimana
merancang pemanfaatan limbah dan hasil ikutan menjadi produk yang berharga
secara ekonomi dan bernilai jual tinggi.
Dengan
penerapan prinsip circular economy,
peternak dapat bertahan ketika ada guncangan fluktuasi harga pakan dan ternak. Mindset pengelolaan usaha peternakan
perlu diubah secara terintegrasi agar menghasilkan nilai ekonomi tinggi. Limbah
peternakan yang selama ini dianggap sampah, dengan konsep circular economy menjadikannya sebagai sumber pendapatan atau
dengan kata lain “tambang emas”. Pengelolaan limbah peternakan dari hulu ke
hilir mulai saat produksi sampai pascapanen, seperti kotoran ternak, sisa
pakan, isi rumen, kulit, tulang dan sludge biogas dapat dimanfaatkan menjadi by-product memiliki nilai ekonomi.
Prinsip
3R dan circular economy dapat
mengintegrasikan bidang peternakan dengan sektor nonpertanian. Ambar menyebutnya
dengan sistem pertanian terintegrasi (Integrated
Bio-cycle Farming System, IBFS) pertanian, peternakan, perikanan,
kehutanan, dan sumber daya lainnya. Salah satu penerapan IBFS adalah adopsi
teknologi biogas yang dikenal pertama kali di Assyria 10 tahun sebelum Masehi,
yaitu memanfaatkan kotoran ternak untuk diolah menjadi sumber energi di
perdesaan. Gas metana dalam biogas dapat dibakar dan menghasilkan energi panas
untuk bahan bakar dan energi listrik.
Implementasi
teknologi untuk mendukung sistem IBFS berprinsip 3R dan circular economy ini sangat membutuhkan sumber daya manusia (SDM)
kompeten dan berjiwa entrepreneurship.
Penguatan kompetensi SDM dalam
pengelolaan limbah peternakan dan hasil ikutan
ternak (by product) merupakan solusi pengelolaan peternakan secara komprehensif dan berdaya saing tinggi.
Pemberdayaan
masyarakat peternak di perdesaan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan
kompetensi SDM unggul, dan model penguatan kelembagaan dengan membuka ruang
belajar formal dan informal. Selain itu, kompetensi kewirausahaan menjadi poin
penting untuk mewujudkan peternakan terintegrasi sebagai lokomotif ekonomi
lokal perdesaan dengan mewujudkan produk-produk dari limbah dan hasil ikutan
peternakan menjadi bernilai tambah ekonomi yang berdaya saing.
Mencetak
petani dan peternak muda melalui lulusan perguruan tinggi dan SMK bidang Agro
merupakan solusi jitu dan strategis dalam upaya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di sektor pertanian. Revitalisasi peternakan dan pertanian dapat dilakukan melalui
sistem pembelajaran Laboratorium Edukasi Tani (LARETA), yaitu sistem
pembelajaran yang memanfaatkan konsep integrated
farming system (pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan) dan ilmu
lainnya berbasis zero waste dengan
konsep circular economy khususnya
terkait peternakan dan pertanian dalam satu kawasan. Tujuannya meningkatkan
kompetensi generasi muda (lulusan pertanian/peternakan) dalam hardskill maupun softskill dalam transfer teknologi dan pengetahuan dari perguruan
tinggi ke masyarakat.
Sinergitas
antarpihak untuk konsep di atas perlu menerapkan model pentahelix, yaitu
melibatkan berbagai peran: 1) akademisi, dalam hal ini universitas dan SMK; 2)
mitra investasi; 3) pemerintah pusat dan daerah; 4) industri, korporasi dan
UMKM; dan 5) mitra asosiasi profesional. Menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian-Kementerian Pertanian, ada berbagai manfaat kegiatan
sinergis di sektor pertanian dari sudut pandang ekonomi, moral, dan
sosial-politis. Manfaat ekonomi, yaitu mencakup peningkatan produktivitas dan
efisiensi, menumbuhkan jaminan kualitas, kuantitas serta kontinuitas,
mengurangi resiko kerugian, memberikan, meningkatkan sosial benefit, dan
meningkatkan ekonomi secara nasional. Dari segi moral, diharapkan kemitraan
usaha mampu menunjukkan upaya kebersamaan dan kesetaraan, serta dari sudut
sosial-politis diharapkan dapat mencegah kesenjangan, kecemburuan sosial, dan
gejolak sosial-politik. Masing-masing memiliki peran dan menjadi syarat vital
dalam keberlanjutan operasional dan perkembangan circular economy sektor
peternakan.
Revitalisasi
kelompok ternak juga menjadi salah satu upaya penting dalam mengembangkan
kemitraan antarpihak. Dalam peningkatan kualitas SDM peternak melalui pelatihan
teknologi tepat guna dan pengelolaan agrobisnis, tentunya melibatkan peran
profesional penyuluh, pendamping dan akademisi. Kelompok ternak mandiri perlu
didorong untuk mengkonsolidasikan diri dalam kelembagaan berbadan hukum,
seperti: Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi atau UMKM sehingga
memudahkan transaksi dan kemitraan usaha agrobisnis. Melalui kelembagaan resmi,
kelompok ternak diberikan kemudahan akses pasar dan permodalan dengan mitra
investasi, misalnya perbankan, koperasi, dan korporasi. (Rilis Fapet UGM)