![]() |
Salah satu peternakan mandiri di kawasan Bekasi (Foto: Istimewa) |
Menyusul protes di kalangan
peternak mandiri ayam ras dalam negeri mengenai potensi impor ayam ras dari
Brasil yang dilayangkan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman
tertanggal 17 Juli lalu, ternyata Indonesia harus menerima kenyataan pedih.
Potensi masuknya ayam impor dari Brasil, dinilai Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia Singgih Januratmoko, tidak hanya mencederai peternakan mandiri dalam negeri, tetapi juga industri perunggasan secara luas. Persaingan dengan produk impor pun disebut bisa mengancam jutaan pekerja di sektor tersebut.
Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) menyebutkan Indonesia melanggar empat gugatan Brasil mengenai
importasi ayam ras.
Adapun empat pelanggaran yang
termaktub dalam laporan panel yang diadopsi Badan Penyelesaian Sengketa (DSB)
pada 22 November 2017 itu mencakup pelanggaran aturan mengenai kesehatan,
pelaporan realisasi mingguan importir, larangan perubahan jumlah produk, serta
penundaan penerbitan sertifikat kesehatan.
“Ini menandai bahwa langkah
pemerintah Indonesia untuk menahan masuknya daging ayam impor semakin berat,”
tulis Singgih Januratmoko dalam surat yang ditujukan ke Mentan
Berangkat dari pertimbangan dan
potensi dampak tersebut, Singgih bersama Pinsar mendesak pemerintah mengambil
berbagai upaya agar impor tak terjadi.
Dewan Pembina Perhimpunan
Peternak Unggas Nusantara (PPUN) Sigit Prabowo menyatakan potensi masuknya
impor ayam ras dari negara lain merupakan suatu yang tak bisa dihindari
menyusul kekalahan Indonesia atas gugatan yang diajukan Brasil di WTO. Melihat
hal ini, Sigit menilai perlu ada kerja bersama antara industri dan peternak
mandiri untuk membangun gerakan efisiensi nasional.
“Indonesia jelas sudah dua kali kalah di WTO,
secara otomatis kita tidak bisa menghindari keputusan itu. Mau tidak mau ayam
impor bisa masuk dan bersaing secara kompetitif,” ujarnya.
Sigit menyebutkan harga jagung
yang masih mahal dan imbasnya ke harga pakan merupakan salah satu faktor utama
yang mengakibatkan produksi ayam ras dalam negeri tak bisa se-efisien ayam
impor. Hal ini diikuti pula dengan harga bibit ayam/DOC yang mahal.
“Mereka punya pabrik pakan
sendiri, breeding sendiri. Jadi tanpa
mencari untung di penjualan broiler atau livebird
mereka sudah untung di pakan,” tutup Sigit. (bisnis.com/INF)